Anda di halaman 1dari 7

Kondisi Indonesia Pada Awal Kemerdekaan

Keadaan Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dapat dikatakan belum stabil.
Kondisi politik di Indonesia masih dalam keadaan gonjang-ganjing dikarenakan masih banyaknya
ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden masih terus terjadi. Hal ini disebabkan karena masih
adanya sisa-sisa kekuatan Jepang yang setelah menyerah kepada Sekutu diwajibkan
mempertahankan status quo.

Selain menghadapi sisa kekuatan Jepang, bangsa Indonesia harus berhadapan dengan tentara Inggris
atas nama Sekutu, dan juga Nederlandsch Indië Civil Administratie (NICA) yang berhasil datang
kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. NICA bertugas mengembalikan pemerintahan
sipil dan hukum pemerintah kolonial Hindia Belanda

Meskipun struktur pemerintahan telah terbentuk dan alat kelengkapan negara juga sudah tersedia.
seperti 12 Kementerian yang telah terbentuk, tetapi karena baru awal kemerdekaan tentu masih
banyak kekurangan. PPKI yang keanggotaannya sudah disempurnakan berhasil mengadakan sidang
untuk mengesahkan UUD dan memilih Presiden-Wakil Presiden. Bahkan untuk menjaga keamanan
negara juga telah dibentuk TNI pada 18 Agustus 1945. Wilayah Indonesia juga kemudian dibagi atas
8 Provinsi.

Terjadinya Agresi Militer 1 & 2


Agresi Militer 1
Agresi Militer 1 direncanakan oleh Van Mook, dia merencanakan negara-negara boneka dan
ingin mengembalikan kekuasaan Belanda atas Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut pihak
Belanda melanggar perundingan linggarjati yang telah disepakati sebelumnya, bahkan mereka
menyobek kertas perjanjian tersebut. Kemudian pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan
aksi militer pertama dengan target utama kota-kota besar di pulau Jawa dan Sumatra.

Pasukan TNI yang tidak pernah menyangka akan terjadinya agresi militer Belanda itu, tidak siap
untuk menghadang serangan yang datangnya secara tiba-tiba. Serangan tersebut mengakibatkan
pasukan TNI tercerai-berai. Dalam keadaan seperti itu, pasukan TNI berusaha untuk menjalin
koordinasi antar satuan dan membangun daerah pertahanan baru. Pasukan TNI melancarkan taktik
gerilya untuk menghadapi pasukan Belanda. Dengan taktik gerilya, ruang gerak pasukan Belanda
berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya berada pada kota-kota besar dan jalan-jalan
raya, sedangkan di luar kota, kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.

Agresi Militer Belanda 1 ternyata menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia internasional. Pada
tanggal 30 Juli 1947, pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah
Indonesia segera dimasukkan dalam daftar acara Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 1 Agustus
1947, Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian dari kedua belah pihak yang mulai
berlaku tanggal 4 Agustus 1947. Untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian gencatan senjata
tersebut, maka dibentuk suatu Komisi Konsuler yang anggotanya adalah konsul jenderal yang
berada di Indonesia.

Pasca Terjadinya Agresi Militer Belanda 1

Komisi Konsuler diketuai oleh Konsul Jenderal Amerika Serikat Dr. Walter Foote dengan
anggotanya Konsul Jenderal Cina, Belgia, Prancis, Inggris, dan Australia. Komisi Konsuler itu
diperkuat dengan perwira militer Amerika Serikat dan Prancis, yaitu sebagai peninjau militer.
Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan, Komisi Konsuler menyatakan bahwa tanggal 30
Juli 1947 sampai dengan tanggal 4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih mengadakan gerakan
militer. Namun demikian, pemerintah dari pihak Belanda menolak dengan keras garis demarkasi
yang dituntut oleh pemerintah Indonesia.
Agresi Militer 2
Agresi Militer Belanda 2 dimulai ketika pihak Belanda yang tetap bersikukuh menguasai
Indonesia mencari dalih untuk dapat melanggar perjanjian yang telah disepakati. Bahkan pihak
Belanda menuduh jika pihak Indonesia tidak menjalankan isi perundinganRenville. Oleh karena
itu pihak TNI dan pemerintah Indonesia sudah memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu Belanda
akan melakukan aksi militernva untuk menghancurkan republik dengan kekuatan senjata. Untuk
menghadapi kekuatan Belanda itu, didirikan Markas Besar Komando Djawa (NIBKD) vang
dipimpin oleh Kolonel Abdul Haris Nasution dan Markas Resar Ko.mando Sumatra (MBKS) yang
dipimpin oleh Kolonel Hidayat.
Persiapan untuk menyelenggarakan pemerintahan rniliter juga dilakukan. Dalam
pemerintahan militer, kecamatan merupakan basis utama pertahanan dengan kekuatan utama
tenaga rakyat yang ada di desa-desa. Pasukan TNI dan pejabat-pejabat pemerintah mempunyai
tugas-tugas sebagai koordinator perlawanan di desa-desa. Tempat untuk mengungsikan kepala
negara dan tokoh-tokoh pemerintah telah disiapkan. Pada hakikatnya Republik Indonesia telah
siap menghadapi Agresi Militer Belanda 2. Seperti yang telah diduga Belanda benar-benar
melakukan serangannya.
Serangan dibuka tanggal 19 Desember 1948. Dengan taktik perang kilat (blitkrieg),
Belanda melancarkan serangan di semua front di daerah Republik Indonesia. Serangan diawali
dengan penerjunan pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo (sekarang Adi Sucipto) dan
dengan gerak cepat berhasil menduduki kota Yogyakarta. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Moh. Hatta memutuskan untuk tetap tinggal di ibukota, walaupun mereka tahu bahwa dengan
demikian mereka akan ditawan oleh musuh. Alasannya, agar mereka dapat melakukan kegiatan
diplomasi dengan pihak Belanda.
Di samping itu, Belanda tidak mungkin menjalankan serangan secara terus-menerus
karena presiden Panglima Tertinggi Angkatan Perang Indonesia dan wakil presiden menteri
pertahanan sudah berada di tangan mereka. Sementara itu, beberapa bulan sebelum Belanda
melakukan serangan terhadap kota Yogyakarta, Jenderal Sudirman (Panglima Besar Angkatan
Perang) menderita sakit paru-paru yang sangat parah sehingga harus dirawat di rumah sakit dan
kemudian dirawat di rumah. Ia berpesan jika Belanda menyerang kembali, maka ia akan
memegang kembali pimpinan Angkatan Perang dan memimpin prajurit-prajuritnya melakukan
perlawanan gerilya.

Peranan Jenderal Sudirman dalam Agresi Militer Belanda 2


Janji itu ditepati, pada saat Belanda menyerang Yogyakarta ia bangkit dari tempat tidurnya
dan mengajak presiden untuk memimpin gerilya, tetapi ajakan tersebut ditolak. Dengan diiringi
ajudan dan pasukan pengawalnya, Jenderal Sudirman naik gunung-turun gunung, serta keluar-
masuk hutan menembus teriknya matahari dan derasnya hujan untuk memimpin perlawanan
rakyat semesta. Bahkan beliau dan para pengawalnya sempat menetap selama 99 hari sejak
tanggal 31 Maret 1949 hingga 7 Juli 1949 di desa Pakis, Sobo, Kecamatan Nawangan, Pacitan,
Jawa Timur.
Dari rumah markas gerilya itulah Panglima Besar Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya,
termasuk memberi perintah serangan umum. Pada masa yang paling gelap bagi Republik
Indonesia, Jenderal Sudirman memberikan pegangan dan kekuatan batin kepada rakyat dan
prajurit yang berjuang untuk kelangsungan hidup negaranya. Sementara itu MBKD dan MBKS
kembali diaktifkan di bawah komando panglimanya masing-masing. Pemerintah militer tetap
melakukan kegiatarmya. Dengan demilcian, Republik Indonesia masih berdiri tegak.
Belanda mengira dengan jatuhnya kota Yogyakarta, kekuatan TNI akan hancur
berantakan. Dengan demikian, berarti kampanye militer mereka telah selesai, tinggal
melaksanakan operasi pembersihan yang memerlukan waktu satu dua bulan. Ternyata dugaan
Belanda itu keliru sama sekali. Pada pukulan pertama ternyata pasukan TNI tidak hancur. Pasukan
Belanda dibiarkan bergerak maju untuk menguasai daerah perkotaan. Sedangkan pasukan mundur
ke daerah pedalaman untuk merencanakan pelaksanaan Wingate Operation dan menyusun daerah
perlawanan (wehrkreis).

Titik Balik Agresi Militer Belanda 2


Dalam waktu satu bulan, pasukan TNI telah berhasil melakukan konsolidasi dan mulai
memberikan pukulan secara teratur kepada musuh. Seluruh Jawa dan Sumatra menjadi satu daerah
gerilya yang menyeluruh. Tekanan terhadap pasukan Belanda ditingkatkan. Penghadangan
terhadap konvoi perbekalan tentara Belanda berhasil dilakukan. Serangan umum yang
dilaksanakan terhadap kota-kota yang diduduki Belanda mulai dilaksanakan oleh pasukan TNI.
Serangan yang paling terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta
di bawah pimpinan Komandan Brigade X Letnan Kolonel Soeharto.
Pasukan I N I berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Sementara itu, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX menolak kerja sama dari Belanda. Sultan mendukung segala tindakan para
pemimpin gerilya. Di samping itu, perjuangan dalam rangka menegakkan kedaulatan Republik
Indonesia juga dilakukan di luar negeri. Dengan modal sumbangan pesawat rakyat Aceh, W.
Supomo membentuk armada udara komersial vang berpangkalan di Myanmar (Burma). Hasil
penerbangan komersial itu dijadikan modal untuk membiayai pemakilan Republik Indonesia di
luar negeri. Selain itu, dibuka komunikasi radio antara Wonosari, Bukittinggi, Rangoon (sekarang
Yangoon), dan New Delhi.
Agresi Militer Belanda 2 ternyata menarik perhatian PBB, karena Belanda secara terang-
terangan tidak mengakui lagi Perjanjian Renville di depan Komisi Tiga Negara yang ditugaskan
oleh PBB. Pada tanggal 24 Januari 1949 Dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi agar
Republik Indonesia dan Belanda segera menghentikan permusuhan. Kegagalan Belanda di medan
tempur dan tekanan Amerika Serikat yang mengancam akan memutuskan bantuan ekonomi dan
keuangan memaksa Belanda untuk kembali ke meja perundingan.

Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 20 November sampai 15 Desember 1945
antara pasukan TKR melawan pasukan Sekutu. Insiden bersenjata mulai timbul di Magelang dan
meluas menjadi pertempuran ketika tentara Sekutu dan NICA membebaskan secara sepihak para
interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa. Insiden ini berakhir pada tanggal 2 November
1945 setelah dilakukan perundingan antara Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethel di
Magelang.
Sementara itu, secara diam-diam pasukan Sekutu meninggalkan Magelang dan mundur ke
kota Ambarawa yaitu pada tanggal 21 November 1945. Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan
Letnan Kolonel M. Sarbini segera mengadakan pengejaran. Pada saat pengunduran itu, pasukan
Sekutu mencoba menunduki dua desa di sekitar Ambarawa. Dalam pertempuran untuk
membebaskan dua desa tersebut, pada tanggal 26 November 1945 gugurlah Letnan Kolonel
Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman maka
Kolonel Soedirman, Panglima Divisi Banyumas mengambil alih pimpinan pasukan.
Pada tanggal 12 Desember 1945 dalam waktu setengah jam pasukan TKR berhasil
mengepung kedudukan musuh dalam kota. Kota Ambarawa dikepung selama 4 hari 4 malam.
Pada tanggal 15 Desember 1945, pasukan Sekutu meninggalkan kota Ambarawa dan mundur
menuju ke Semarang.

Pertempuran Medan Area


9 Oktober 1945,pasukan sekutu dipimpin Brigadir Jenderral T.E.D Kelly mendarat di
Sumatera Utara dengan memboncengi orang-orang NICA.13 Oktober 1945,Insiden pertama dari
hotel di jalan Bali,Medan.Insiden berawal dari penghuni hotel yang merampas dan menginjak-
injak berndera merah putih yang di pakai warga setempat.
10 Oktober 1945 dibentuk TKR Sumatera di pimpin Achmad Tahir dan badan perjuangan
yang lainnya.15 Oktober 1945 mereka bergabung menjadi Pemuda Indonesia Sumatera
Timur.Pada bulan November 1945,lahir laskar perjuangan baru seperti Napindo,Barisan
Merah,Hizbullah dan pemuda parkindo.
18 Oktober 1945,Inggris memberi ultimatum kepada rakyat indonesia agar menyerahkan
senjatanya.1 Desember 1945,sekutu memasang papam-papan yangbertuliskan fixed Boundaries
Medan Area di berbagai sudutkota Medan.Sejak saat itu,kata-kata "Medan Area" mennjadi
terkenal.Bulan April 1946,Tentara Inggris berusaha mendesak pemerintah RI keluar kota
Medan.10 A gustus 1946 di Bukit Tinggi diadakan pertemuan antara komandan pasukan yang
berjuang di Medan Area yang di bentuksatu komando bernama komandon Resimen Laskar Rakyat
Medan Area yang membawahi 4 sektor perjuangan.Dibawah komando ini,mereka meneruskan
perjuangan di Medan Area.
Peristiwa Bandung Lautan Api
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di
kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam,
sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju
pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan
tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer
dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12
Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka
menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi,
diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai
melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan
bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR
dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di
bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas.
Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar
Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNIpada
saat itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus".
Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak
Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskanBandung diambil melalui
musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan(MP3) di hadapan semua kekuatan
perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris
Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan
memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung
mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak
dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam
mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang
sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot,
sebelah selatan Bandung, di mana terdapatgudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam
pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat
Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha
berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar
bersama kedua milisi tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan
tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut
dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00
Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar
kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat
dalamPerang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding
dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI
bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini
mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih menjadi bahan perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara resmi ditulis, menjadi
kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu,
menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.
Pertempuran Surabaya
Pada tanggal 25 oktober 1945 Brigade 49 dibawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S
Mallaby mendarat dipelabuhan tanjung perak Surabaya. Brigade ini merupakan bagian dari devisi
India ke-2, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas melucuti tentara
jepang dan menyelamatkan tawanan sekutu.
Pasukan ini berkekuatan 6000 personil dimana perwira-perwiranya kebanyakan orang-
orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman perang.
Rakyat dan pemerintahan Jawa Timur di bawah pimpinan gubernur R.M.T.A Suryo semula
enggan menerima kedatangan Sekutu - Sejarah Pertempuran Surabaya. Kemudian antara wakil-
wakil pemerintahan RI dan Brigjen AW.S Mallaby mengadakan pertemuan yang menghasilkan
kesepakatan sebagai berikut.
1) Inggris berjanji mengikut sertakan Angkatan Perang Belanda
2) Disetujui kerjasama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman
3) Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar
4) Inggris hanya akan melucuti senjata jepang
Pada tanggal 26 oktober 1945 pasukan sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan
penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda diantaranya
adalah Kolonel Huiyer. Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet-pamflet yang berisi
perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR
bertekad akan mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak akan menyerahkan senjata mereka.
Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober
1945. Para pemuda dengan perjuangan yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan
berhasil menguasai objek-objek vital. Strategi yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan
mengepung dan menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian melumpuhkan
hubungan Logistiknya.
Serangan tersebut mencapai kemenangan yang gemilang walaupun dipihak kita banyak
jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta Jenderal D.C Hawthorn tiba di
Surabaya. Dalam perundingan antara pemerintahan RI dengan Mallaby dicapai kesepakatan untuk
menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini dilanggar oleh pihak sekutu. Dalam satu insiden,
Jenderal Mallaby terbunuh.
Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut pertanggungjawaban kepada rakyat
Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal E.C Mansergh sebagai pengganti
Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia di Surabaya.
Ultimatum ini isinya agar seluruh rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya
menyerahkan diri dengan senjata, mengibarkan bendera putih, Sejarah Singkat Pertempuran
Surabaya - dan dengan tangan diatas kepala berbaris satu persatu, jika pada pukul 06.00 ultimatum
ini tidak di indahkan maka inggris akan akan mengerahkan seluruh kekuatan darat, kekuatan laut
dan udara.
Ultimatum ini dirasa menghina terhadap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat Surabaya menolak
ultimatum tersebut secara resmi melalui pernyataan Gubernur Suryo.
Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah pertempuran pada tanggal 10 November
1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl. Mawar No. 4 Bung Tomo membakar
semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00.
pasukan sekutu dibawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu devisi Infantry sebanyak
10.000-15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah "Sussex" serta
pesawat tempur "mosquito" dan "Thunderbolt".
Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik
dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR, maupun TKR laut dibawah
komandan pertahanan Kota, Soengkono.
Pertempuran yang berlangsung sampai akhir November 1945 ini rakyat Surabaya berhasil
mempertahankan kota Surabaya dari gempuran Inggris walaupun jatuh korban yang banyak dari
pihak Indonesia.
Isi perjanjian Linggarjati:

1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan
Sumatra.
2. Akan dibentuk negara federal dengan nama Indonesia Serikat yang salah satu negara
bagiannya adalah Republik Indonesia
3. Dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda sebagai kepala uni
4. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Uni Indonesia-Belanda sebelum
tanggal 1 Januari 1949

Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan dari
partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP untuk partai besar dan wakil dari
daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP. Ternyata tentangan
itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil presiden mengancam akan mengundurkan diri
apabila usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.

Isi Perundingan Renvile


Setelah melakukan konsolidasi di atas Kapal Renvile, Perundingan ini menghasilkan beberapa
poin yang disebut juga dengan isi Perundingan Renville yang baru ditandatangani pada tanggal
17 Januari 1948. Adapun isi dari perundingan Renville adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Republik Indonesia harus mengakui kedaulatan Negara Belanda atas Hindia
Belanda hingga batas waktu yang telah diputuskan oleh Kerajaan Belanda sebelum
memberi pengakuan kepada Negara Indonesia Serikat (NIS).
2. Akan diadakannya pemungutan suara bagi penduduk-penduduk di daerah Madura, Jawa,
dan Sumetera untuk menentukan apakah mereka menginginkan untuk bergabung dengan
Republik Indonesia atau Menjadi Negara bagaian dari Negara Indonesia Serikat.
3. Setiap negara bagian memiliki hak untuk tinggal di luar Negara Indonesia Serikat atau
menyelenggarakan hubungan khusus dengan Negara Indonesia Serikat atau dengan
Nederland.
4. Belanda berdaulat penuh atas seluruh wilayah Indonesia hingga kedaulatan tersebut
diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat, yang akan segera dibentuk.
5. Seluruh Pasukan Republik Indonesia yang masih berada didaerah-daerah pendudukan
Pasukan Belanda harus segera ditarik ke luar ke daerah Republik Indonesia.

Hasil Perjanjian Roem Royen :


Hasil perundingan Roem Royen ini antara lain adalah :
1. Angkatan bersenjata Republik Indonesia harus menghentikan semua aktivitas gerilya
2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB)
3. Kembalinya pemerintahan Republik Indonesia ke kota Yogyakarta
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan
semua tahanan perang dan politik
5. Belanda menyetujui Republik Indonesia sebagian dari Negara Indonesia Serikat
6. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat
7. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan
persamaan hak
8. Belanda memberikan semua hak, kekuasaan dan kewajiban kepada Indonesia
Isi KMB (Konferensi Meja Bundar)
1. Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember
1949.
2. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia -Belanda yang akan
diketuai Ratu Belanda.
4. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
5. Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.

Anda mungkin juga menyukai