Agresi Militer Belanda tepatnya dibuka pada tanggal 19 Desember 1948 sebelum Pemilu
1955. Taktik yang dilakukan dalam Agresi Militer Belanda 2 kala itu adalah menggunakan
strategi perang kilat atau blitkreig. Belanda melancarkan serangan di berbagai sudut dan front
di daerah Republik Indonesia. Serangan Agresi Militer Belanda 2 dimulai dengan menrjunkan
tim penerjun udara di Pangkalan Udara Maguwo, sekarang Adi Sucipto. Langkah pertama ini
berhasil menguasai Yogyakarta dengan gerak cepat. Pada saati itu, Presiden Soekarno dan
Wakil Presiden Mohammad Hatta memutuskan untuk tetap berada di Ibukota meski mereka
tahu akan ditawan oleh Belanda. Mereka berdua beralasan agar mereka tetap bisa
menjalankan misi diplomasi dengan Belanda.
Selain itu, serangan Agresi Militer Belanda 2 tidak mungkin dilakukan terus menerus dalam
penyerangan, karena Presiden sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Indonesia dan
Wakil Presiden menteri pertahanan sudah mereka tawan. Sementara itu, sebelum terjadinya
Agresi Militer Belanda 2, Jendral Soedirman sebagai Panglima Besar Angkatan Perang
menderita sakit paru-paru yang sangat parah yang mengharuskan beliau untuk dirawat di
Rumah Sakit. Namun di tengah sakit nya yang parah, Soedirman berpesan bahwa jika
Belanda menyerang Yogyakarta, maka ia akan memgang kembali pimpinan Angkatan Perang
dan memimpin prajurit dalam melakukan perang gerilya.
pukulan pertama, TNI tidak hancur sama sekali. Belanda dibiarkan menguasai perkotaan
segangkan para pejuang mundur dan masuk ke pelosok-pelosok pedalaman untuk
merencanakan selanjutnya.