Anda di halaman 1dari 2

Agresi Militer Belanda II (Operasi Gagak) 19 Desember 1948

Akhir
Dengan serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda dan secara terang-terangan
melanggar Perjanjian Renville, kemudian tindakan tersebut mendapat perhatian dari
PBB. Perserikatan Bangsa Bangsa kemudian mengeluarkan resolusi agar kedua belah
pihak yakni pemerintah Belanda dan Republik Indonesia menghentikan segala
permusuhan dan pertikaiannya. Resolusi tersebut dikeluarkan oleh PBB pada tanggal 24
Januari 1949. Pihak Belanda terpaksa melanjutkan permasalahan ke meja perundingan,
hal ini karena adanya tekanan dari Amerika Serikat. Apabila Belanda tidak mau
mengadakan perundingan maka tidak akan pernah mendapat bantuan ekonomi dari AS.
Setelah Belanda mau diajak kembali ke meja perundingan, maka Agresi Militer Belanda
2 telah berakhir.
Latar Belakang
Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan mengingkari janji yang sudah disepakati
antara kedua belah pihak pada Perjanjian Renville. Agresi kedua yang dilakukan oleh
Belanda benar-benar membuat Indonesia kewalahan menghadapinya, pihak militer
Belanda melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh penting Indonesia, seperti Bung
Karno, Bung Hatta, Syahrir dan beberapa tokoh lain.
Kronologi
Tanggal 19 Desember, pesawat terbang Belanda memborbardir Maguwo (sekarang
Bandara Adisucipto) dan sejumlah bangunan penting di Yogyakarta. Pemboman
dilanjutkan dengan penerjunan pasukan udara. Dalam waktu singkat, Yogyakarta ibu
kota RI ketika itu, dapat dikuasai.
Dalam suasana genting, pemerintah RI mengadakan rapat kilat dan menghasilkan tiga
keputusan darurat berikut: 1. Melalui radiogram, pemerintah RI memberikan
mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat RI
(PDRI) di Bukittinggi Sumatra. 2. Presiden dan wakil presiden RI tetap tinggal dalam
kota dengan resiko ditangkap Belanda, agar dekat dengan KTN (yang sekarang berada
di Kaliurang). 3. Pimpinan TNI menyingkir keluar kota dan melancarkan perang
gerilya dengan membentuk wilayah pertahanan (sistem wehkreise) di Jawa dan
Sumatra.
Setelah menguasai Yogyakarta, pasukan Belanda menawan presiden, dan sejumlah
pejabat. Soekarno diasingkan ke Prapat, Hatta ke Bangka, tetapi kemudian Soekarno
dipindahkan ke Bangka. Sementara itu, Jenderal Soedirman memimpin TNI melancarkan
perang gerilya di kawasan luar kota.
Tujuan
Adapun tujuan Belanda mengadakan Agresi Militer yang kedua ialah ingin
menghancurkan kedaulatan Indonesia dan mengusai kembali wilayah Indonesia dengan
melakukan serangan militer terhadap beberapa daerah penting di Yogyakarta sebagai
ibu kota Indonesia pada saat itu. Pihak Belanda sengaja membuat kondisi pusat wilayah
Indonesia tidak aman sehingga akhirnya diharapkan dengan kondisi seperti itu bangsa
Indonesia menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang diajukan oleh pihak Belanda.
Selain itu bangsa Indonesia juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa RI dan TNI-
nya secara de facto tidak ada lagi.
Perjuangan Bangsa Indonesiaa
Tujuan Belanda itu dapat digagalkan oleh perjuangan diplomasi. Para pejuang diplomasi
antara lain Palar, Sujatmoko, Sumitro, dan Sudarpo yang berkeliling di luar negeri.
Tindakan yang dilakukan dalam perjuangan diplomasi antara lain sebagai berikut: 1.
Menunjukkan pada dunia internasional bahwa agresi militer Belanda merupakan
bentuk tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville). 2. Meyakinkan
dunia bahwa RI cinta damai, terbukti dari sikap, mentaati hasil Perundingan Renville dan
penghargaan terhadap KTN. 3. Membuktikan bahwa RI masih berdaulat dengan
fakta masih berlangsungnya pemerintahan melalui PDRI dan keberhasilan TNI
menguasau Yogyakarta selama 6 jam (Serangan Oemoem 1 Maret). Kerja keras
perjuangan diplomasi mampu mengundang simapti internasional terhadap Indonesia.
Amerika Serikat mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah RI
(dengan ancaman menghentikan bantuannya).
Dampak
Dampak negatif yang ditimbulkan adalah banyaknya korban nyawa yang berjatuhan
dalam peperangan yang telah berlangsung, kemudian peperangan tersebut membuat
ekonomi Indonesia cenderung menurun karena fokus dalam peperangan.
Dampak positifnya adalah menunjukan kepada dunia bahwa kekuatan TNI / Militer
Indonesia masih ada dan menunjukan eksistensinya untuk mempertahankan
kemerdekaan yang telah berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai