Anda di halaman 1dari 6

Kelompok 3

Nama Anggota : Ardian Dwi Kurnia (04)


Athira Zahroh Firdausi R. (06)
Nur Virda Hanani (21)
Nurul Rahmawati (22)
Rolandsyah Aji Saputra (24)

AGRESI MILITER BELANDA II

Agresi Militer Belanda II atau yang dikenal dengan Operasi Gagak


merupakan peristiwa penyerbuan secara militer yang dilakukan oleh pasukan
militer Kerajaan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 terhadap wilayah
Republik Indonesia dan ibu kota Yogyakarta.

A. Latar Belakang
Belanda yang bersikeras ingin melanggengkan kekuasaannya di
Indonesia berusaha mencari dalih dan celah agar dapat mengingkari
perjanjian yang telah disepakati. Saat diadakannya perjanjian Linggarjati,
Belanda mengingkarinya dengan melancarkan Agresi militer yang pertama
kepada bangsa Indonesia.
Kemudian datang Dewan Keamanan PBB melalui KTN (Komisi Tiga
Negara) kemudian tercetuslah sebuah perjanjian yang diadakan di
pelabuhan Jakarta di sebuah kapal Amerika USS Renville.
Dengan menyetujui adanya gencatan senjata di sepanjang garis
demarkasi atau yang dikenal dengan Garis Van Mook yaitu suatu garis buatan
yang menghubungkan titik-titik terdepan pihak Belanda walaupun dalam
kenyataannya masih tetap ada banyak daerah yang dikuasai pihak Republik
di dalamnya (M.C.Ricklefs,1998,340). Hal tersebut merupakan sejarah
Perjanjian Renville.
 

B. Kronologis Agresi Militer Belanda II


Serangan terjadinya agresi militer Belanda II bermula pada tanggal 19
Desember 1948 di Yogyakarta. Belanda melancarkan serangan
menggunakan taktik perang kilat (blitzkrieg) di segala sisi wilayah Republik
Indonesia.
Dimulai dari merebut pangkalan udara Maguwo (saat ini bernama Adi
Sucipto) dengan menerjunkan pasukan payung dan dengan gerak cepat
mampu mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan ibukota
Republik Indonesia saat itu. Dan menangkap pemimpin Republik Indonesia
yaitu Soekarno dan Mohammad Hatta.
Selain itu tentara Belanda dalam serangannya juga menawan Syahrir,
Agus Salim, Mohammad Roem serta A.G. Pringgodigdo. Yang oleh Belanda
Lekas diberangkatkan ke pengasingan di Parapat Sumatera dan pulau
Bangka.
Namun sebelum diasingkan Presiden Soekarno memberikan surat
kuasa kepada Syafrudin Prawiranegara yang berada di Bukittinggi untuk
mendirikan pemerintahan darurat. Menteri lainnya yang berada di Jawa
namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap ialah
sebagai berikut.
1. Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman,
2. Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo,
3. Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan
4. Menteri Kehakiman, Mr. Susanto.

Menurut Kahin (2013) Belanda melakukan beberapa strategi untuk


menghadapi bangsa Indonesia yang mulai ditetapkan pada akhir tahun 1948
yang dikenal sebagai strategi tiga sisi, berikut penjelasannya.
1. Pertama, Belanda berharap dengan menerapkan kekuatan militer
secukupnya agar dapat menghancur leburkan Republik dan Militer
Indonesia secara menyeluruh.
2. Kedua, menjadikan bangsa Indonesia sebagai Negara Federal Serikat
demi melaksanakan program pemecah belah bangsa atau politik adu
domba (devide et impera).
3. Yang ketiga, Belanda berharap bangsa Indonesia akan mendapatkan
sanksi internasional melalui pemberian kedaulatan pada federasi
Indonesia yang dikuasai oleh Belanda secara tidak langsung.

Dengan Agresi Militer II yang dilancarkan pihak Belanda, hal tersebut


dianggap sebagai sebuah kemenangan besar yang diperoleh Belanda. Sebab
dapat menawan pucuk pimpinan bangsa Indonesia, namun hal tersebut
menuai kecaman luar biasa yang tak diduga sebelumnya oleh pihak Belanda.
Terutama dari pihak Amerika Serikat yang menunjukan rasa simptinya
terhadap bangsa Indonesia dengan memberi pernyataan, sebagaimana
berikut.
1. Jika Belanda masih saja melakukan tindakan militer terhadap bangsa
Indonesia, Amerika Serikat akan menghentikan segala bantuan yang
diberikan pada pemerintah Belanda.
2. Mendorong Belanda untuk menarik pasukannya berada di belakang
garis status quo renville.
3. Mendorong dibebaskannya pemimpin Bangsa Indonesia oleh Belanda.
4. Mendesak agar Belanda dibuka kembali sebuah perundingan yang jujur
berdasarkan perjanjian Renville.
 

C. Tujuan Agresi Militer Belanda II


Agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda terhadap bangsa Indonesia
memiliki tujuan untuk memperlihatkan pada dunia Internasional bahwa
Republik Indonesia dan tentaranya TKR itu sesungguhnya sudah tidak ada.
Dengan begitu Belanda memiliki hak untuk berbuat semaunya terhadap
bangsa Indonesia. Menurut Ide Anak Agung Gde Agung (1983, 183), Ada dua
alasan utama mengapa Beel melancarkan agresi militer tersebut, yakni
sebagai berikut:
1. Menghancurkan Republik yang merupakan suatu kesatuan sistem
ketatanegaraan,
2. Membentuk Pemerintah Interim Federal yang didasarkan atas
Peraturan Pemerintahan dalam Peralihan,
Wakil-wakil dari daerah-daerah federal dan unsur-unsur yang kooperatif
dan moderat dari bekas Repvblik harus ikut ambil bagian dalam PIF
tanpa mewakili bekas Republik.
 

D. Dampak Agresi Militer Belanda II

 Dampak Negatif Agresi Militer Belanda II Bagi Indonesia


1. Bandara (lapangan terbang Maguwo) berhasil dikuasai pasukan
Belanda melalui serangan udara menggunakan 14 pesawat (terdiri dari
Mustang dan Kittyhwak).
2. Korban tewas di pihak TNI sebanyak 128 pasukan saat terjadi serangan
di bandara Maguwo.
3. Pembentukan PDRI (pemerintahan darurat republik Indonesia) di
Bukittinggi.
4. Beberapa pemimpin Republik Indonesia diasingkan, meliputi : Presiden
Ir.Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menlu Haji Agus Salim,
Sutan Syahrir, Mr. Assaat, dan Mr. AG. Pringgodigdo.
5. Pengasingan menggunakan pesawat bomber B 25 dengan tujuan tidak
jelas, ada yang diasingkan ke Parapat, Berastagi, dan Pangkalpinang.
6. Kota Yogyakarta (Ibukota RI) berhasil dikuasai oleh Belanda.
7. Beberapa bangunan penting di kota DIY hancur akibat serangan
pasukan Belanda.
 Dampak Agresi Militer Belanda 2 Bagi Belanda
1. Berhasilnya Belanda menguasai Ibukota Republik Indonesia ternyata
tidak membuat semangat juang para pejuang tanah air runtuh begitu
saja, masih ada perlawanan yang dilakukan oleh TNI. Mereka
melakukan serangan secara mendadak terhadap pasukan Belanda.
2. Perlawanan dari pihak bangsa Indonesia dilakukan pada tanggal 1
Maret 1949, lebih kita kenal dengan nama Serangan Umum 1 Maret
Yogyakarta.
3. Perlawanan tersebut membuat pasukan Belanda kewalahan, dan
berhasil dilumpuhkan.
4. Selain itu, perlawanan juga dilakukan dengan strategi gerilya di wilayah
luar kota Yogyakarta, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur, dipimpin
langsung oleh Soedirman.
 

E. Perlawanan Terhadap Agresi Militer Belanda II

Perlawanan dengan melakukan serangan besar-besaran yang


dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia terhadap Belanda terdengar
sampai ke New Delhi, India melalui siaran radio. Kabar mengenai aksi
perlawanan sempat menjadi Headlines di beberapa media cetak India, ucap
Mr. Maramis.
Melalui Serangan Umum 1 Maret, posisi Indonesia di mata Internasional
semakin kuat. Hal tersebut berbeda dengan apa yang disampaikan dan
dipropagandakan Belanda kepada dunia Internasional bahwa Republik
Indonesia sudah lemah dan berhasil dikuasai.

.
PERANG GERILYA

Pada tanggal 14 Desember 1948 pasukan Belanda yang berada  di Indonesia, di terutama di
Pulau Jawa melancarkan agresi militer 2 dengan sandi Operation Kraai. Serangan militer
tersebut dirancang oleh Kepala Staf Angkatan Darat Belanda di Indonesia,  yakni Jenderal
Simon Spoor. Serangan militer tersebut merupakan Aksi Polisional (Politionele Acties)
merupakan sebuah upaya melumpuhkan aksi-aksi perlawanan bangsa Indonesia yang terus
berlangsung dimulainya Perjanjian Linggarjati di Istana Merdeka Jakarta  pada 15 Desember 
1946.
Yogyakarta sebagai ibukota negara yang juga menjadi markas Tentara Kemanan Rakyat
(TKR) menjadi sasaran utama penyerbuan tersebut. Serbuan udara dimulai pagi hari pukul
05.45, serangan pertama Lapangan Udara Maguwo. Pada pukul 06: 45, Belanda mulai
menerjunkan pasukannya ,  untuk mengambil alih pangkalan udara Maguwo dan Yogyakarta
secara keseluruhan.

Setelah Letnan Kolonel Simon Spoor menduduki Yogyakarta, para pemimpin republik
ditawan olehnya. Sudirman pun memimpin tentara dari medan gerilya, ia harus terus-menerus
bergerak siang dan malam, menghindari kejaran musuh. 

Sehingga pasukan Belanda selalu datang terlambat. Menghancurkan tempat yang justru telah
ditinggalkan Sudirman. Hal ini terjadi terus-menerus, sehingga pada akhirnya menyadarkan
Sudirman, ternyata ada mata-mata musuh yang ikut bergerilya. Beruntung, Ia beserta
rombongan selalu selamat dari sergapan musuh, sampai akhirnya menetap di Sobo yang
dijadikan markas besar gerilya. Dari tempat ini, Serangan Umum 1 Maret 1949 dirancang.
Dari tempat ini pula berbagai penyerangan berhasil dilakukan sehingga membuat pasukan
Belanda frustasi. 
Gencatan senjata kemudian disepakati sebagai hasil dari Perundingan Roem-Royen. Bung
Karno dan pemimpin politik lainnya kembali ke Yogyakarta dari pengasingan

Tanggal 20 desember 1948 panglima Jenderal Sudirman bergerilya dari Bantul sampai
Pacitan, Trenggalek, Jawa Timur. Kembali lagi ke Yogya, pada tanggal 1 April 1949 karena
dipanggil Bung Karno.

Anda mungkin juga menyukai