Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PERJUANGAN BANGSA

INDONESIA DALAM
MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

Nama Kelompok : Kelompok 7

Nama Anggota :

-Ni Komang Adi Budi Asih (01)

-Ni Made Dwi Rahayu Arinda Putri (13)

-Ni Made Ranya Pramesti Wedani (25)

-Ni Kadek Rintan Listiani Ekayanti (27)

Kelas : XI MIPA 2
Agresi Militer I (19 Juli 1947)
Latar Belakang
1. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Linggarjati
2. Belanda secara terus menerus melanggar gencatan senjata
19 juli 1947 akhirnya Den Haag memutuskan untuk melakukan agresi, dan untuk menyerbu Indonesia
kepada Letnan Van Mook
Tanggal 18 september DK PBB membentuk KTN
Agresi Militer I ini berakhir setelah DK PBB mendesak RI dan belanda untuk menghentikan pertempuran
dan mengadakan perundingan.
Perundingan tersebut dikenal dengan nama Perundingan Renville yang diadakan di kapal USS Renville.
Renville milik Amerika Serikat yang mengeluarkan perintah untuk penghentian bahan baku tembak antara
RI dan Belanda.

Agresi militer I merupakan sebuah peristiwa operasi militer pertama Belanda yang dilakukan terhadap
Republik Indonesia. Nama lain dari serangan Agresi militer belanda 1 adalah "Operatie Product" yang
dalam bahasa Indonesia berarti Operasi Produk. Serangan yang dilakukan Belanda saat agresi pertama
terhadap Indonesia terjadi di Wilayah Jawa dan Sumatera. Agresi Militer Belanda 1 terjadi pada tanggal 21
Juli 1947 sampai pada tanggal 5 Agustus 1947.

Serangan Agresi Militer yang berlangsung merupakan "aksi Polisionil" yang dilakukan Belanda dalam
rangka mempertahankan penafsiran atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia,
aksi Agresi militer belanda 1 merupakan pelanggaran dari hasil Perjanjian Linggarjati. Dalam pembahasan
kali ini, Sumber Sejarah akan mengulas secara lengkap dan singkat mengenai Agresi Militer Belanda 1.
Sub tema yang akan dibahas meliputi : Latar Belakang, Kronologi, Tujuan dan Dampak dari Agresi Militer
Belanda 1. Silahkan disimak artikel berikut ini.

Latar Belakang Agresi Militer Belanda I


Agresi Militer Belanda 1 disebabkan Belanda yang tidak menerima hasil Perundingan Linggarjati yang
telah disepakati bersama pada tanggal 25 Maret 1947. Pihak Belanda cenderung menempatkan Republik
Indonesia sebagai negara Persemakmuran dan Belanda sebagai negara Induk. Perjanjian yang sudah
dilakukan hanya dijadikan alat untuk mendatangkan pasukan lebih banyak. Untuk mencari alasan supaya
bisa menyerang Republik Indonesia, belanda mengajukan beberapa tuntutan yang isinya sebagai berikut :

 Pembentukan pemerintahan federal sementara yang bertujuan menguasai


seluruh wilayah Republik Indonesia sampai terbentuknya RIS (Republik
Indonesia Serikat). Dari pernyataan tersebut berarti Republik Indonesia
ditiadakan.
 Pembentukan pasukan keamanan bersama yang selanjutnya masuk ke
daerah-daerah Republik Indonesia

Dari tuntutan yang ada tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Belanda ingin membuat dan
merencanakan negara boneka dan ingin menguasai kembali Republik Indonesia. Kemudian belanda
melanggar Perjanjian Linggarjati yang sudah disepakati sebelumnya. Atas dasar tersebut, pada tanggal 21
Juli 1947 Belanda melakukan agresi militer pertamanya dengan menggempur Indonesia. Target utama
Belanda adalah kota besar yang ada di Pulau Sumatera dan Jawa.
Sejarah Agresi Militer Belanda 1

Kronologi Agresi Militer Belanda 1


Gubernur Jenderal HJ. Van Mook mengumumkan kepada wartawan tentang
dimulainya aksi Agresi Militer Belanda 1 lewat konferensi pers pada malam hari
tanggal 20 Juli. Serangan di beberapa daerah kemudian dimulai pada tanggal 21
Juli. Serangan Agresi Militer 1 dilakukan di daerah yang dikuasai Republik Indonesia
seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera. Di Jawa tengah mereka
memfokuskan di daerah pantai Utara, di Jawa Timur mereka menguasai wilayah
yang terdapat pabrik-pabrik gula dan perkebunan tebu, dan di wilayah Sumatera
Timur mereka menguasai daerah perkebunan tembakau.
Dimana pada saat itu pasukan Indonesia dipimpin oleh jendral sudirman
Pada Agresi Militer Belanda 1 ini, Belanda mengerahkan pasukan khususnya yaitu
bernama 1e Para Compagnie dan Korps Speciale Troepen. Dari agresi mikiter
tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa Belanda berhasil menguasai daerah-
daerah vital atau daerah yang sangat penting bagi Republik Indonesia, seperti
pertambangan, perkebunan dan pelabuhan.

Apa yang dilakukan para Tentara Indonesia? Serangan agresi militer Belanda 1 ini
tentunya mengejutkan pasukan TNI, kemudian mereka terpencar-pencar dan
mundur ke daerah pinggiran untuk membangun daerah pertahanan baru.
Selanjutnya pasukan TNI membatasi pergerakan pasukan khusus Belanda dengan
taktik perang gerilya. Dengan taktik ini, pasukan TNI berhasil mempersulit pasukan
Belanda.

Meskipun Belanda berhasil menduduki beberapa kota-kota penting dalam agresi militer, akan tetapi justru
membuat posisi Republik Indonesia naik di mata dunia. Banyak negara-negara yang simpati dengan
Republik Indonesia, seperti Liga Arab yang akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia sejak 18
November 1946. Agresi militer belanda 1 yang dilakukan terhadap Indonesia memunculkan permusuhan
negara-negara Liga Arab terhadap Belanda. Dengan demikian, kedudukan Republik Indonesia di Timur
Tengah secara politik meningkat.

Dewan Keamanan PBB pun ikut campur dalam masalah Agresi Militer ini, dan membentuk Komisi Tiga
Negara untuk menyelesaikan konflik melalui serangkaian perundingan, seperti Perundingan Renville dan
Perundingan Kaliurang. Akan tetapi, perundingan tersebut tetap tidak membuat Belanda luluh.

Tujuan Agresi Militer Belanda I


Agresi militer pertama yang dilakukan oleh Belanda mengandung beberapa tujuan yang harus mereka
selesaikan. Adapun tujuan dari agresi militer ini adalah sebagai berikut:

 Bidang Politik : Bertujuan untuk mengepung wilayah ibu kota Republik Indonesia dan
menghilangkan de facto Republik Indonesia dengan menghapus RI dari peta.
 Bidang Ekonomi: Menguasai daerah penting meliputi Jawa Timur dan Jawa
Barat yang merupakan penghasil pangan serta daerah Sumatera yang dapat
menghasilkan pertambangan dan perkebunan.
 Bidang Militer : Menghapus TNI/TKR yang sudah ada di Indonesia.

Dampak Agresi Militer Belanda I


Dampak dari terjadinya Agresi Militer Belanda 1 cukup merugikan Republik
Indonesia. Dampak negatif Agresi Militer yaitu perekonomian Indonesia terganggu
akibat dikuasainya objek-objek vital salah satunya perkebunan yang cukup luas,
selain itu pembantaian rakyat Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Belanda pada
1948 yang mengakibatkan banyaknya korban pembunuhan.

Sementara itu dampak positif dari agresi militer Belanda 1 adalah posisi Indonesia
naik di mata dunia karena banyak negara-negara yang simpati terhadap Indonesia.
Contohnya negara dari Liga Arab yang kemudian mengakui kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 18 November.

Agresi Militer Belanda I

A. Pengertian Agresi Militer I

"Operatie Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan
nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap
Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini
merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan
penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi
ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati.

B. Latar Belakang Agresi Militer I atau Penyebab Terjadinya Agresi Militer Belanda I

Agresi militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat perbedaan
penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda cenderung
menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan Belanda sebagai negara induk.
Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya, lepas dari Belanda.

C. Tujuan Belanda Mengadakan Agresi Militer I

Adapun tujuan Belanda mengadakan agresi militer I yaitu sebagai berikut:

1. Tujuan politik Mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik
Indonesia.

2. Tujuan ekonomi. Merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor.

3. Tujuan militer Menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).


Advertisement

D. Sejarah Agresi Militer I

Agresi Militer Belanda I direncanakan oleh H.J. van Mook. Van Mook berencana mendirikan negara
boneka dan ingin mengenbalikan kekuasaan Belanda atas wilayah Indonesia. Untuk mencapai
tujuan iitu, pihak Belanda tidak mengakui Perundingan Linggarjati, bahkan merobek-robek kertas
persetujuan itu. Selanjutnya pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan aksi militer yang
pertama dengan menyerang daerah-daerah Republik Indonesia di Pulau Jawa dan Sumatra.

Pasukan TNI belum siap menghadang serangan yang datangna secara tiba-tiba itu. Serangan
tersebut mengakibatkan pasukan TNI terpencar-pencar. Dalam keadaan seperti itu, pasukan TNI
berusaha untuk membangun daerah pertahanan baru. Pasukan TNI kemudian melancarkan taktik
perang gerilya, ruang gerak untuk menghadapi pasukan Belanda. Dengan taktik perang gerilya,
ruang gerak pasukan Belanda berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya berada di kota
besar dan jalan raya, sedangkan di luar kota, kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.

Agresi Militer Belanda I ternyata menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia Internasional. Pada
tanggal 30 Juli 1947. Permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar
acara Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB memerintah
penghentian permusuhan antara kedua belah pihak. Gencatan senjata mulai berlaku tanggal 4
Agustus 1947. Guna mengawasi pelaksanaan gencatan senjata, dibentuk Komisi Konsuler yang
anggotanya terdiri atas konsul jenderal yang ada di Indonesia. Komisi Konsuler yang dikuasi oleh
Konsuler Jenderal Amerika Serikat Dr. Walter Foote dengan anggotanya Konsul Jenderal Cina,
Prancis, Australia, Belgia dan Inggris.

Komisi Konsuler itu diperkuat dengan militer Amerika Serikat dan Prancis, yaitu sebagai peninjau
militer. Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa
antara tanggal 30 Juli 1947 - 4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih mengadakan gerakan
militer. Pemerintah Indonesia menolak garis demarkasi yang dituntut oleh pemerintah Belanda
berdasarkan kemajuan pasukannya setelah perintah gencatan senjata. Namun penghentian
tembak-menembak telah dimusyawarahkan, meski belum menemukan tindakan yang dapat
mengurangi jatuhnya korban jiwa.

Kabinet Amir Syarifudin merupakan lanjutan dari kabinet syahrir. Kabinet ini berkuasa
selama 2 kali jabatan:

1. Kabinet Amir Syarifudin I (3 juli 1947- 11 november 1947


2. Kabinet Amir Syarifudin II ( 11 november 1947-29 Januari 1948)

Alasan:
Terjadinya gencatan senjata oleh belanda atau Agresi Militer I yang ingin menguasai
wilayah-wilayah NKRI yang dianggap penting secara ekonomi oleh belanda.
Keinginan Belanda untuk menguasai perekonomian besar di Indonesia seperti hasil
perkebunan, instalasi minyak dan batu bara.

Tujuan:

Menghentikan pertikaian yang terjadi antara Indonesia-Belanda. Meminta pengakuan


Belanda terhadap kedaulatan Indonesia dan hak kemerdekaan Indonesia.

Latar Belakang

Pada tanggal 12 Juli 1947, Terjadi gencatan senjata atau aksi polisionil oleh belanda yang di
kenal “Agresi Militer I” terhadap Indonesia. Tujuan utama dari aksi polisionil itu, yakni ingin
menguasai wilayah-wilayah NKRI yang dianggap penting secara ekonomi oleh belanda. Hal
ini menyebabkan terjadinya pertikaian besar Antara Indonesia-Belanda, yang artinya Belanda
tidak mengakui kedaulatan Republik Indonesia, sesuai perjanjian Linggarjati. Dalam waktu
yang singkat wilayah RI dapat di ambil alih oleh Belanda. Berbagai reaksi bermunculan
akibat Agresi Militer I. Belanda tidak menyangka apabila Amerika Serikat dan Inggris
memberikan reaksi yang negatif. Negara-negara seperti Arab, India, Burma, Australia juga
merupakan Negara-negara yang paling awal bersimpati kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan berbagai usaha diplomatic dan kerjasama Internasional mereka membela
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dukungan mereka dan keterampilan delegasi Indonesia
memperjuangkan hak kedaulatan bangsa berhasil menyudutkan Belanda dalam percaturan
politik Internasional. Dalam kejadian tersebut, India dan Australia mengajukan permohonan
agar masalah RI dan Belanda ini segera dibicarakan dalam sidang Dewan Keamanan PBB.

Resolusi Dewan Keamanan PBB

Permohonan tersebut diterima dan kemudian pada tanggal 31 Juli 1947 masalah antara
Indonesia dan Belanda dimasukkan kedalam sidang Dewan Keamanan PBB. PBB
menyerukan resolusi no.27 baik itu kepada Indonesia maupun Belanda untuk menghentikan
konflik gencatan senjata, hal itu disampaikan PBB pada tanggal 1 Agustus 1947. PBB juga
menyuruh kedua negara untuk secepatnya mencari penyelesain masalah secara damai. Untuk
sementara, waktu gencatan senjata diawasi oleh Komisi Konsuler yang diketuai oleh Konsul
Jenderal Amerika, Dr. Walter Foote, dan sebagai anggotanya ada Konsul Jenderal dari Cina,
Belgia, Prancis, dan juga Inggris. Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah
penghentian tembak menembak, namun masih belum memuaskan. Pada tanggal 15 Agustus
1947 belanda menerima resolusi PBB dan menghentikan pertempuran. Pada akhirnya tanggal
25 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB menyetujui usulan Amerika Serikat untuk
membentuk komisi jasa-jasa baik untuk Indonesia (committee of good offices for Indonesia)
yang kemudian kita kenal dengan nama Komisi Tiga Negara atau disingkat KTN.

Anggota KTN ada 3 Negara yaitu:

a. Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul Van Zeeland


b. Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby
c. Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin oleh Dr. Frank
Graham
Pada tanggal 20 oktober KTN mengadakan pertemuan di Sidney, Australia dengan pertemuan
itu menghasilkan:

Tugas utama KTN:

a. Mengawasi secara langsung penghentian temabak menenmbak sesuai resolusi Dewan


Keamanan PBB
b. Memasang patok-patok wilayah status quo yg dibantu oleh TNI
c. Mempertemukan kembali Indonesia Belanda dalam Perundingan Renville
Dengan demikian masalah Indonesia menjadi masalah internasional. Secara diplomatis jelas
sangat menguntungkan Indonesia.
KTN berhasil mempertemukan Indonesia dengan Belanda dalam Perjanjian Renville. Selain
itu juga KTN berhasil mengembalikan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan oleh
Belanda di Bangka. Sejak awal, Belanda telah mempersulit tugas Komisi Tiga Negara dengan
banyak melakukan pelanggaran. Pada tanggal 29 Agustus 1947, sebelum KTN datang ke
Indonesia, Belanda mengumumkan garis demarkasi baru yang dikenal sebagai "Garis Van
Mook" (Van Mook Line) yang didasari dengan argumen bahwa daerah yang dianggap
sebagai wilayah kekuasaan Belanda adalah yang berada di belakang pos-pos terdepan
pasukan KNIL/KL. Padahal di belakang pos- pos yang merupakan benteng-benteng terpisah
tersebut pasukan TNI dan kekuatan RI lainnya cukup leluasa untuk beroperasi. Menurut garis
Van Mook, wilayah RI lebih sedikit dari sepertiga wilayah Jawa, yakni wilayah Jawa Tengah
bagian timur, dikurangi pelabuhan-pelabuhan dan perairan laut. Konsep "Garis Van Mook"
ini ditolak mentah- mentah oleh RI. Pada tanggal 27 Oktober 1947, Komisi Tiga Negara yang
terdiri atas wakil Belgia (Paul van Zeeland), Australia (Richard Kirby) dan Amerika Serikat
(Prof. Graham) mendarat di Jakarta. Konflik dengan Belanda selanjutnya dibawah
pengawasan internasional.
Latar Belakang diadakannya Perundingan Renville

Pada dasarnya perundingan Renville merupakan perundingan yang dilaksanakan antara pihak
delegasi Indonesia dengan pihak delegasi Belanda. Yang di mana tujuan awal diadakannya
perundingan ini adalah guna menyelesaikan segala pertikaian dan sengketa yang terjadi
antara Indonesia dengan Belanda. Untuk mengawasi pelaksanaan penghentian tembak
menembak dan mencari penyelesaian sengketa secara damai, Dewan Keamanan PBB
membentuk sebuah Komisi Jasa Baik, yang kemudian dikenal sebagai Komisi Tiga Negara
(KTN). Di mana tugas utama KTN ini adalah membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi
antara Indonesia dengan Belanda guna mencapai suatu kedamaian. Pada awalnya masalah
yang timbul dalam menghadapi persoalan yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda
adalah mengenai tempat dilaksanakannya kembali suatu perundingan baru. Belanda
mengusulkan tempat perundingan di Jakarta, namun ditolak oleh Republik Indonesia yang
menginginkan suatu tempat yang berada di luar daerah kependudukan. Lalu atas usul KTN,
perundingan dilakukan di atas sebuah kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika
Serikat “USS Renville”. Perundingan ini akhirnya berhasil dimulai, yaitu pada tangal 8
Desember 1947 di atas Kapal Renville yang berlabuh di Teluk Jakarta. Delegasi Republik
Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin adalah seorang tokoh Indonesia, mantan
menteri dan perdana menteri pada awal berdirinya negara Indonesia. Sedangkan delegasi
Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak
kepada Belanda.. Meskipun sudah tercapai persetujuan di atas Kapal Renville, tembak-
menembak belum juga berhenti sementara KTN praktis tidak berdaya. Pada tanggal 9 Januari
1948, Belanda menyampaikan ultimatum kepada Republik Indonesia untuk segera
mengosongkan sejumlah daerah yang luas dan menarik TNI dari daerah-daerah gerilya ke
Yogyakarta. Dan di dalam suasana seperti itu, perjanjian Renville akhirnya ditandatangani
tepat pada tanggal 17 Januari 1948, disusul dengan instruksi penghentian tembak-menembak
pada tanggal 19 Januari 1948.

Isi Perundingan Renville

Setelah diadakan serangkaian pendekatan lagi, perundingan akhirnya menerima saran-saran


KTN, yang pokok-pokoknya adalah:
1. Segera dikeluarkan perintah penghentian tembak-menembak di sepanjang “Garis van
Mook”.
2. Penghentian tembak-menembak segera diikuti dengan perjanjian perletakan senjata
dan pembentukan daerah-daerah kosong militer (demiliterized zones).
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk
melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan
RenvillePerundingan-perundingan terus dilakukan sehingga sampai akhirnya tercapai
suatu persetujuan yang dikenal sebagai “Perjanjian Renville”. Namun meskipun sudah
tercapai persetujuan diatas kapal Renville, tembak-menembak belum juga berhenti
sementara KTN praktis tidak berdaya. Pada akhirnya tanggal 9 Januari 1948, Belanda
menyampaikan ultimatum kepada Republik Indonesia untuk segera mengosongkan
sejumlah daerah yang luas dan menarik TNI dari daerah-daerah geriliya ke
Yogyakarta. Didalam suasana seperti itu perjanjian Renville akhirnya ditandatangani
pada tanggal 17 Januari 1948, disusul dengan intruksi penghentian tembak-menembak
pada tanggal 19 Januari 1948.

Perjanjian Renville terdiri dari:

- 10 pasal persetujuan gencatan senjata

- 12 pasal prinsip politik

- 6 pasal prinsip tambahan dari KTN

Isi Perjanjian Renville:

1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian
wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di
Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta

Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah


yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah.
Selain itu juga wilayah-wilayah yang dikuasai Indonesia semakin menyempit.
Orang-orang yang Berperan di dalam Perundingan Renville

Untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh dewan keamanan PBB, dalam
pertemuannya di Sidney pada tanggal 20 oktober 1947 KTN memutuskan bahwa tugas
mereka di Indonesia adalah untuk membantu menyelesaikan sengketa antara Republik
Indonesia dan Belanda dengan cara damai. , Adapun anggota yang hadir dalam KTN tersebut
yang diwakili oleh Richard Kirby dari Australia, Paul Van Zeeland dari Belgia, Frank
Graham dari Amerika Serikat, sedangkan Indonesia diketuai oleh Amir Syarifuddin
sementara belanda diketuai oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo.. Delegasi Indonesia terdiri
atas perdana menteri Amir Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh. Roem,
Haji Agus Salim, Narsun dan Ir. Juanda. Delegasi Belanda terdiri dari Abdulkadir
Widjojoatmojo, Jhr. Van Vredeburgh, Dr. Soumukil, Pangran Kartanagara dan Zulkarnain.
Ternyata wakil-wakil Belanda hampir semua berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang pro
Belanda. Dengan demikian Belanda tetap melakukan politik adu domba agar Indonesia
mudah dikuasainya.

Jalannya Perundingan Renville dan Hasil Akhir Perundingan Renville

Hasil dari perundingan Renville ini, antara lain sebagai berikut :

1. Penghentian tembak menembak


2. Wilayah Indonesia diakui sebagai garis demarkasi (garis Van Mook). Garis Van
Mook yaitu garis khayal yang dibuat oleh Van Mook sebagai batas wilayah kekuasaan
Indonesia dan kekuasaan Belanda berdasarkan agresi militer Belanda I . Yang mana
batas wilayahnya yang di mulai dari Sumatera Selatan, Jawa Barat sampai dengan
wilayah Jawa Timur
3. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia, sampai diserahkan kepada
Republik Indonesia Serikat yang segera dibentuk.
4. RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam Uni
Indonesia-Belanda.
5. Republik Indonesia menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat.
6. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada
pemerintah federal sementara.
7. Pasukan Republik Indonesia yang berada di daerah kantung harus ditarik ke daerah
Republik Indonesia. Daerah kantung adalah daerah yang berada dibelakang garis Van
Mook, yakni garis yang menghubungkan dua daerah terdepan yang di duduki oleh
Belanda.

Dampak Perundingan Renville Terhadap Bangsa Indonesia

Dengan ada dan di sepakatinya perjanjian Renvile ini, dilihat justru memojokkan keadaan
bangsa kita dan justru semakin membuka peluang negara Belanda pada waktu itu untuk
menduduki sebagian besar wilayah republic Indonesia, oleh karena itu dengan adanya
perjanjian Renvile ini sangatlah memberikan berbagai dampak yang signifikan, dan berbagai
dampak tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Secara politis wilayah kekuasaan Indonesia semakin menyempit


Dengan di tetapkannya garis Van Mook yang di perpaparah dengan adanya
persetujuan dari pihak Indonesia , dalam hal politik ruang gerak pemerintahan kita
akan semakin terbatasi karena berbagai wilayah mutlak berada di bawah kekuasaan
Belanda, sedangkan dalam hal ekonomi berbagai wilayah strategis yang tentunya
memiliki kekayaan sumber daya alam yang banyak dan berharga seperti minyak
berada dalam wilayah kekuasaan Belanda
2. Indonesia harus menyutujui dan merealisasikan pembentukan RIS
Dengan adanya RIS ini di ibaratkan seperti negara bentukan Belanda yang dalam
perkembangannya akan dengan mudah memecah belah antara berbagai wilayah
Indonesia . Dan justru ini akan sangat melemahkan bangsa kita untuk dapat keluar
dari cengkeraman Belanda.
3. Melemahkan kekuatan Indonesia secara militer
Pasukan-pasukan gerilya Indonesia yang tersebar di pelosok sebenarnya sangat
menyulitkan Belanda tapi dengan adanya perjanjian ini maka pasukan-pasukan
Indonesia harus segera meninggalkan berbagai wilayah yang memang masuk dalam
kekuasaan Belanda . Dan akan semakin mempersempit para pejuang untuk melakukan
perjuangan perang yang dapat menyulitkan Belanda.
4. 6000 anggota TNI dari jawa timur dihijrahkan menuju wilayah RI 1 februari 1948
sekitar 35000 tentara divisi siliwangi dihijrahkan menuju jawa tengah
5. Secara ekonomi menimbulkan blockade ekonomi dari Belanda
Dengan RIS terbentuk, Belanda dengan mudah melakukan sebuah blockade ekonomi
di berbagai wilayah republic Indonesia yang justru akan sangat memungkinkan
Indonesia berada di ujung tanduk dan semakin membuat Belanda kuat secara politis.
6. Jatuhnya Kabinet Amir Syarifudin
Dengan timbulnya sebuah perjanjian yang justru sangat menguntungkan Belanda,
seolah-olah menjadi efek domino yang membuat PM Amir Syarifudin digantikan
menjadi perdana menteri saat itu,karena di anggap tidak bisa mengambil sebuah
langkah strategis yang bisa menguntungkan rakyat Indonsia kebanyakan. Inilah yang
membuat Amir Syarifudin di kecam dan digantikan oleh Moch. Hatta.
7.Kedudukan Belanda semakin kuat karena ditandatanganinya perjanjian renville .
Belanda yang merasa kedudukannya makin kuat berusaha mendiktekan kemauannya.
Tanpa persetujuan pemerintan RI {kabinet hatta} . Dijakarta pada bulan maret 1948
Belanda membentuk pemerintah federal sementara. Van Mook diangkat menjadi
presidennya.

Dalam Usaha memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Belanda
membentuk Negara-negara boneka, seperti : Negara Borneo Barat, Negara
Madura(Cakranigrat) , Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur(Kusomo negoro),
Negara Sumatra Selatan (Abdul Malik) Negara Pasoendan (Wiranatakusuma) , . Negara
boneka tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag).
Latar Belakang Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi Indonesia untuk memperkokoh


eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata
adanya. Keadaan dunia pasca perang Pasifik dapat dikatakan masih belum stabil. Sekutu
mulai berdatangan untuk menarik mundur seluruh pasukan Jepang yang ada dalam kawasan
Hindia-Belanda, yang awalnya dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur, lalu kemudian diserahkan
oleh Laksamana Mountbatten. Pengiriman Tentara Inggris ke Indonesia dapat dikatakan
relatif lama, yakni pada tanggal 26 September 1945. Keadaan seperti inilah yang
menguntungkan Indonesia. Pertama, api revolusi membara di seluruh Indonesia. Kedua, hal
ini memberi kesempatan kepada Indonesia untuk mengorganisasi pemerintahnya dan
menyusun kekuatan fisiknya. Dan ketiga, Laksamana Mountbatten menyadari bahwa keadaan
yang dilaporkan oleh pihak Belanda tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Akhirnya,
berdasarkan laporan dari para informan Inggris, Laksamana Mountbatten mengetahui bahwa
telah berkobarnya semangat nasionalisme yang sangat tinggi pemuda-pemuda Indonesia
untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia seutuhnya. Selain itu, Mountbatten juga
menyadari bahwa Indonesia dan Belanda sedang bersitegang mengenai permasalahan itu.
Oleh karenanya, Mountbatten menentukan garis kebijakan, yakni tentara Inggris tidak akan
campur tangan dalam perselisihan politik RI dan Belanda. Pemerintah Hindia-Belanda tetap
berusaha membantu supaya pihak Belanda dan Pihak Indonesia mencapai persetujuan Politik.
Segera setelah satuan-satuan tentara Inggris mendarat, Inggris dibawah Jendral Sir Philip
Christison pimpinan AFNEI (Allied Forces In the Nederland East Indies).
Pada 14 November 1945, sistem presidensial diubah menjadi sistem parlementer.
Sjahrir diangkat sebagai perdana menteri pertama. Tak berapa lama setelah pengangkatan
Sjahrir, Inggris mengajak berunding. Indonesia tidak sudi berunding selama Belanda
berpendirian masih berdaulat di Indonesia. Menanggapi reaksi dari Indonesia, Belanda lalu
memblokade Jawa dan Madura. Semula Belanda enggan melakukan kontak dengan pihak
Republik karena paksaan Inggris karena serta opini dunia, Belanda dengan berat hati terpaksa
menghadapi Indonesia di meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam perundingan
di Hoge Veluwe, Belanda, 14-16 April 1946. Ketika itu Indonesia mengajukan tiga usul:
pengakuan atas Republik Indonesia sebagai pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia
Belanda, pengakuan de facto atas Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar persamaan
derajat antara Indonesia dan Belanda. Usul itu ditolak Belanda.
Peluang berunding dengan Belanda terbuka lagi ketika Inggris mengangkat Lord
Killearn sebagai utusan istimewa Inggris di Asia Tenggara, sekaligus penengah konflik
Indonesia-Belanda. Konsulat Inggris di Jakarta mengumumkan, selambat-lambatnya pada 30
November 1946 tentara Inggris akan meninggalkan Indonesia . Kabinet baru Belanda
kemudian mengutus Schermerhorn sebagai Komisi Jenderal untuk berunding dengan
Indonesia. Schermerhorn dibantu tiga anggota: Van Der Poll, De Boer, dan Letnan Gubernur
Jenderal H.J. Van Mook.
Perjanjian Linggarjati didahulukan oleh perundingan di Hoge Voluwe. Negeri
Belanda dari tanggal 14 sampai dengan 24 April 1946 berdasarkan suatu rancangan yang
disusun oleh Sjahrir, perdana menteri dalam Kabinet Sjahrir II. Sebelumnya tanggal 10
Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat perdana menteri dalam Kabinet Sjahnr I, Van Mook
telah menyampaikan kepada Sjahrir rencana Belanda, yang berisi pembentukan negara
persemakmuran Indonesia, yang terdiri atas kesatuan-kesatuan yang mempunyai otonomi dari
berbagai tingkat negara persemakanuran mejadi bagian dari Kerajaan Belanda. Segera setelah
terbentuknya Kabinet Sjahrir II, Sjahrir membuat usul-usul tandingan. Yang penting dalam
usul itu ialah bahwa (a) Republik Indonesia diakui sebagai negara berdaulat yang meliputi
dacrah bekas Hindia-Belanda, dan (b) antara negeri Belanda dan RI dibentuk federasi.
Jelaslah bahwa usul ini bertentangan dengan usul Van Mook. Setelah diadakan perundingan
antara Van Mook dan Sjahrir dicapai kesepakatan ;
1. Rancangan persetujuan diberikan bentuk sebagai Perjanjian Indonesia Intemasional
dengan "Preambule"
2. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan de facto republik atas Pulau Jawa dan
Sumatra
Pada rapat pleno tanggal 30 Maret 1946 Van Mook menerangkan bahwa
rancangannya merupakan usahanya pribadi tanpa diberi kekuasaan oleh pemerintahanya.
Maka diputuskan bahwa Van Mook akan pergi ke negeri Belanda, dan kabinet rnengirim satu
delegasi ke Negeri Belanda yang terdiri atas Soewandi. Soedarsono dan Pringgodigdo.
Perundingan diadakan tanggal 14-24 April 1946. Pada hari pertama ternyata perundingan
sudah mencapai deadlock, Belanda menganggap dirinya sebagai negara pemegang
kedautalatanatas Indonesia. Perundingan di Hoge Voluxve merupakan kegagalan akan tetapi
pengalaman yang diperoleh dan perundingan Hoge Voluwe ternyata berguna dalam
perianjian Linggarjati.
Perundingan Linggarjati adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati
jawa barat yang menghasilkan persetujuan megenai status kemerdekaan Indonesia.
Perundingan linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 november 1946.

Pelaksanaan sidang-sidangnya berlangsung pada tanggal 11 - 15 November 1946.


Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa dan
Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Ditandatangani oleh kedua Negara 15 november 1946 di Istana Merdeka dan Secara
sah tanggal 25 maret 1957.

Pada akhir agustus 1946, Pemerintah inggis mengirimkan lord killearn ke Indonesia
untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda
Pada tanggal 7 oktober 1946 bertempat di konsulat jendral inggris di Jakarta di buka
perundingan Indonesia-belanda yang dipimpin oleh lord killearn
Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 OKTOBER) dan
meratakan jalan kea rah perundingan di linggar jati yang dimulai tanggal 11 november
1946
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh
tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J.
van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
Perundingan Awal di Jakarta

Inggris mengirim diplomat Sir Archibald Clark Kerr, pada tanggaI 10 Februari 1946
diadakan perundingan Indonesia dengan Belanda di Jakarta. Indonesia diwakili oleh Perdana
menteri Sutan Syahrir dan Belanda diwakili oleh Van Mook. Van Mook mengusulkan agar
Indonesia menjadi negara persemakmuran benbentuk federasi di lingkungan kerajaan
Belanda.

Pada waktu itu Kabinet Syahrir mengalami krisis yang mengakibatkan Kabinet
Syahrir jatuh. Presiden Sukarno kemudian menunjuk Syahrir kembali sebagai Perdana
Menteri. Kabinet Syahrir II teribentuk pada tanggal 13 Maret 1946. Kabinet Syahrir II
mengajukan usul balasan dari usul-usul Van Mook agar RI harus diakui sebagai negara yang
berdaulat penuh atas wilayah Hindia Belanda.

Usulan tersebut ditolak oleh Van Mook. Pada tanggal 27 Maret 1946, Sutan Syahrir
memberikan jawaban disertai konsep persetujuan yang isi pokoknya antara lain sebagai
berikut.

1. Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa dan Sumatra.
2. Supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk RIS.
3. RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname, dan Curacao, menjadi peserta dalam
ikatan kenegaraan Belanda.

Perundingan Hooge Valuwe


Perundingan dilanjutkan di negeri Belanda, di kota Hooge Veluwe bulan April 1946.
Sebagai penengah dalam perundingan, Inggris mengirim Sir Archibald Clark Kerr. Pada
kesempatan itu Syahrir mengirim tiga orang delegasi dari Jakarta, yaitu Mr. W. Suwandi, dr.
Sudarsono, dan A.K. Pringgodigdo. Dari Belanda hadir lima orang yaitu Van Mook, J.H. van
Royen. J.H.Logeman, Willem Drees, dan Dr. Schermerhorn.
Namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui
kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui
Indonesia atas Jawa dan Madura saja. Bagi Indonesia perundingan Hooge Valuwe
memperkuat posisi Indonesia di depan Belanda.

Pelaksanaan Perundingan Linggarjati


Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh
tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J.
van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
Pelaksanaan sidang-sidangnya berlangsung pada tanggal 11 - 15 November 1946.
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
5. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa dan
Madura.
6. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
7. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
8. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Pada bulan Desember 1946, Presiden mengeluarkan Peraturan No. 6 tentang penambahan
anggota KNIP. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar suara yang pro Perjanjian
Linggarjati dalam KNIP. Tanggal 28 Februari 1947 Presiden melantik 232 anggota baru
KNIP. Akhirnya isi Perundingan Linggarjati disahkan oleh KNIP pada tanggal 25 Maret
1947, yang lebih dikenal sebagai tanggal Persetujuan Linggarjati.

Dampak Perundingan Linggarjati


Hasil kesepakatan dalam perundingan Linggarjati memberikan dampak bagi bangsa
Indonesia. Dampak tersebut berupa dampak positif dan juga dampak negatif. Dampak positif
hasil perundingan Linggarjati antara lain sebagai berikut.
1. Adanya pengakuan Belanda secara de facto mengakui kekuasaan pemerintah RI atas
Jawa, Madura dan Sumatera
2. Dari perundingan linggarjati, berturut-turut negara asing kini mengakui kekuasaan RI
seperti.. Inggris: 31 Maret 1947, Amerika Serikat 17 April 1947 , Mesir 11 Juni 1947,
Lebanon: 29 Juni 1947, Suriah: 2 Juli 1947, Afganistan: 23 September 1947, Burma:
23 November 1947, Saudi Arabia: 24 November 1947, Yaman: 3 Mei 1948, dan
Rusia: 26 Mei 1948
Selain dampak positif beberapa dampak negatif hasil Perundingan Linggarjati antara lain
sebagai berikut.
1. Belanda dapat membangun kembali kekuatan di Indonesia
2. Banyak partai yang menetang kebijakan Syahrir mulai dari Partai Masyumi, PNI,
Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. partai tersebut menyatakan bahwa
bukti lemahnya pemerintah Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara
Indonesia.
3. Pemimpin perundingan linggarjati Indonesia yaitu Sutan Syahrir dianggap
memberikan konsensi bagi Belanda membuat sebagian besar anggota Partai Sosialis
di Kabinet dan KNIP menarik dukungannya kepada Syahrir pada tanggal 26 Juni
1947.

Konferensi Malino
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Belanda melakukan tekan
politik dan militer di Indonesia. Tekanan politik dilakukan dengan menyelenggarakan
Konferensi Malino, yang bertujuan untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang
baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda. Konferensi Malino
diselenggarakan pada 15-26 juli 1946.
Pada kenyataannya pemerintah federal yang didirikan Van Mook itu tidak beda
pemerintah Hindia Belanda. Untuk itulah negara-negara federal mengadakan rapat di
Bandung pada Mei – Juli 1948. Rapat itu diberi nama Bijeenkomst voor federal Overleg
(BFO), yaitu suatu pertemuan untuk Musyawarah Federal.
BFO dimaksudkan untuk mencari solusi dari situasi politik yang genting akibat dari
perkembangan politik antara Belanda dan RI. Pertemuan Bandung juga dirancang untuk
menjadikan pemerintahan peralihan yang lebih baik daripada pemerintahan Federal
Sementara buatan Van Mook.

Anda mungkin juga menyukai