Pada agresi militer I ini, Belanda juga membawa dua pasukan khusus yaitu
Korps Speciale Troepen (KTS) di bawah Wasterling yang berpangkat Kapten
dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Agresi
militer ini membuat Belanda berhasil merebut daerah-daerah penting seperti
kota pelabuhan, perkebunan, dan pertambangan.
Peristiwa serangan Belanda ini membuat Indonesia akhirnya secara resmi
mengadu pada PBB karena agresi militer tersebut sudah melanggar perjanjian
internasional, yaitu Perjanjian Linggarjati. Namun di lain sisi, Belanda tidak
memperhitungkan reaksi dari dunia internasional termasuk Inggris.
Atas permintaan dari India dan Australia pada 31 Juli 1947, masalah agresi
militer ini akhirnya dimasukan dalam agenda Dewan Keamanan PBB.
Kemudian dikeluarkanlah Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947 yang isinya
menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. Dewan Kemanan PBB secara
de facto kemudian mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal tersebut
dibuktikan dari penyebutan kata “Indonesia” bukan “Netherlands Indie”.
Penyebutan kata “Indonesia” terdapat dalam seluruh resolusi yang
dikeluarkan oleh PBB. Kemudian atas tekanan dari Dewan Keamana PBB,
pemerintah Belanda akhirnya menyatakan menerima resolusi tersebut dan
menghentikan pertempuran pada 15 Agustus 1947. Tanggal 17 Agustus 1947,
pemerintah RI dan Belanda menerima resolusi Dewan Keamanan PBB untuk
melakukan gencatan senjata.
PERJANJIAN RENVILLE