Anda di halaman 1dari 7

AGRESI MILITER BELANDA 1

"Operatie Product" (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan
nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap
Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi Produk
merupakan istilah yang dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang
menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.
Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam
rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang
Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan
Linggarjati.

Latar Belakang

Kekalahan dari Jepang dalam Perang Asia Timur Raya menyebabkan Belanda harus
meninggalkan Indonesia pada tahun 1942. Setelah itu, Indonesia dijajah oleh Jepang hingga pada
tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menyatakan Kemerdekaannya. Pada tanggal 23 Agustus
1945, pasukan Sekutu dan NICA mendarat di Sabang, Aceh. Mereka tiba di Jakarta pada 15
September 1945. Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang tersisa, NICA di
bawah pimpinan van Mook atas perintah Kerajaan Belanda membawa kepentingan lain, yaitu
menjalankan pidato Ratu Wilhelmina terkait konsepsi kenegaraan di Indonesia. Pidato pada
tanggal 6 Desember 1942 melalui siaran radio menyebutkan bahwa di kemudian hari akan
dibentuk sebuah persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah
naungan Kerajaan Belanda.

Perjanjian resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah kemerdekaan adalah
Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung sebagai wakil Belanda, sedangkan
Indonesia mengutus Soetan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani.
Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn. Namun, realisasi di lapangan tidak
sepenuhnya berjalan mulus hingga Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan
ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Pimpinan RI
menolak permintaan Belanda tersebut. Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook menyatakan
melalui siaran radio bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang
dari 24 jam setelah itu, Agresi Militer Belanda I pun dimulai.

Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah
yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia
internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan
tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai
lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang
dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.

Tujuan

Agresi militer pertama yang dilakukan oleh Belanda mengandung beberapa tujuan yang harus
mereka selesaikan. Adapun tujuan dari agresi militer ini adalah sebagai berikut:

 Bidang Politik : Bertujuan untuk mengepung wilayah ibu kota Republik Indonesia dan
menghilangkan de facto Republik Indonesia dengan menghapus RI dari peta.
 Bidang Ekonomi: Menguasai daerah penting meliputi Jawa Timur dan Jawa Barat yang
merupakan penghasil pangan serta daerah Sumatera yang dapat menghasilkan pertambangan
dan perkebunan.
 Bidang Militer : Menghapus TNI/TKR yang sudah ada di Indonesia.

Dimulainya operasi militer

Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal HJ Van Mook
mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama . Serangan
di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak
tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I
dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh
Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa
Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah
wilayah yang terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.

Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps
Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I
(1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST)
yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling|pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah
beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera Barat.

Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang
sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan.

Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat
yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh
oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto,
Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno
Wiryokusumo.

Campur tangan PBB

Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer yang dilakukan oleh
Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian
Internasional, yaitu Persetujuan Linggarjati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi
keras dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara
militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang
dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB. PBB langsung
merespons dengan mengeluarkan resolusi tertanggal 1 Agustus 1947 yang isinya menyerukan
agar konflik bersenjata dihentikan. PBB mengakui eksistensi RI dengan menyebut nama
“Indonesia”, bukan “Netherlands Indies” atau “Hindia Belanda” dalam setiap keputusan
resminya.

Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30
dan 31 tanggal 25 Agustus 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67
tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik
Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question. Atas tekanan Dewan Keamanan
PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima
resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.

Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima
Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947
Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara
Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for
Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara
(KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia
yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh
Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr.
Frank Graham.

Gencatan senjata akhirnya tercipta, akan tapi hanya untuk sementara. Belanda kembali
mengingkari janji dalam perjanjian yang disepakati berikutnya dengan menggencarkan operasi
militer yang lebih besar pada 19 Desember 1948. operasi militer tersebut dikenal dengan Agresi
Militer Belanda II.

Dampak

Dampak dari terjadinya Agresi Militer Belanda 1 cukup merugikan Republik Indonesia. Dampak
negatif Agresi Militer yaitu perekonomian Indonesia terganggu akibat dikuasainya objek-objek
vital salah satunya perkebunan yang cukup luas, selain itu pembantaian rakyat Sulawesi Selatan
yang dilakukan oleh Belanda pada 1948 yang mengakibatkan banyaknya korban pembunuhan.

Sementara itu dampak positif dari agresi militer Belanda 1 adalah posisi Indonesia naik di mata
dunia karena banyak negara-negara yang simpati terhadap Indonesia. Contohnya negara dari
Liga Arab yang kemudian mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 November.
AGRESI MILITER BELANDA 2

Agresi Militer Belanda 2 merupakan kelanjutan dari Agresi Militer Belanda 1 yang sudah
dijelaskan pada artikel sebelumnya, bagi yang belum membacanya silahkan baca terlebih dahulu
dengan klik tulisan yang berwarna mencolok tersebut. Nama lain dari Agresi Militer kedua ini
adalah Operasi Gagak, serangan yang dilakukan Belanda terhadap Republik Indonesia ini terjadi
pada tanggal 19 Desember 1948.

Latar Belakang

Secara umum sebab atau latar belakang dari Agresi Militer Belanda 2 adalah karena Belanda
masih ingin menguasai Indonesia dan mengingkari janji yang sudah disepakati antara kedua
belah pihak pada Perjanjian Renville. Agresi kedua yang dilakukan oleh Belanda benar-benar
membuat Indonesia kewalahan menghadapinya, pihak militer Belanda melakukan penangkapan
terhadap tokoh-tokoh penting Indonesia, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan beberapa
tokoh lain.

Serangan bermula pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan menggunakan taktik
perang kilat (blitkrieg) disegala sisi wilayah Republik Indonesia. Dimulai dari merebut
pangkalan udara Maguwo (saat ini bernama Adi Sucipto) dengan menerjunkan pasukan payung
dan dengan gerak cepat mampu mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan
ibukota Republik Indonesia saat itu. Dan menangkap pemimpin Republik Indonesia yakni
Soekarno dan Mohammad Hatta.

Selain itu tentara Belanda alam serangannya juga menawan Syahrir, Agus Salim, Mohammad
Roem serta A.G. Pringgodigdo. Yang oleh Belanda Lekas diberangkatkan ke pengasingan di
Prapat Sumatra dan pulau Bangka, namun sebelum diasingkan Presiden Sokarno memberikan
surat kuasa kepada Safrudin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi untuk mendirikan
pemerintahan darurat. Menteri lainnya yang berada di Jawa namun sedang berada di luar
Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap ialah sebagai berikut.

Menurut Kahin (2013) Belanda melakukan beberapa strategi untuk menghadapi bangsa
Indonesia yang mulai ditetapkan pada akhir tahun 1948 yang dikenal sebagai strategi tiga sisi,
berikut penjelasannya.

 Pertama, Belanda berharap dengan menerapkan kekuatan militer secukupnya agar dapat
menghancurkan Republik dan Militer Indonesia secara menyeluruh.
 Kedua, menjadikan bangsa Indonesia sebagai Negara Federal Serikat demi melaksanakan
program pemecah belah bangsa atau politik adu domba (devide et impera)
 Yang ketiga, Belanda berharap bangsa Indonesia akan mendapatkan sanksi internasional
melalui pemberian kedaulatan pada federasi Indonesia yang dikuasai oleh Belanda secara
tidak langsung.

Dengan Agresi Militer kedua yang dilancarkan pihak Belanda, hal tersebut dianggap sebagai
sebuah kemenangan besar yang diperoleh Belanda. Sebab dapat menawan pucuk pimpinan
bangsa Indonesia, namun hal tersebut menuai kecaman luar biasa yang tak diduga sebelumnya
oleh pihak Belanda. Terutama dari pihak Amerika Serikat yang menunjukan rasa simptinya
terhadap bangsa Indonesia dengan memberi pernyataan, sebagaimana berikut.

 Jika Belanda masih saja melakukan tindakan militer terhadap bangsa Indonnsia, Amerika
Serikat akan menghentikan segala bantuan yang diberikan pada pemerintah Belanda
 Mendorong Belanda untuk menarik pasukannya berada dibelakang garis status quo renville
 Mendorong dibebaskannya pemimpin Bangsa Indonesia oleh Belanda
 Mendesak agar Belanda dibuka kembali sebuah perundingan yang jujur berdasarkan
perjanjian Renville

Tujuan Agresi Militer

Agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda terhadap bangsa Indonesia memiliki tujuan untuk
memperlihatkan pada dunia Internasional bahwa Republik Indonesia dan tentaranya TKR itu
sesungguhnya sudah tidak ada. Dengan begitu Belanda memiliki hak untuk berbuat semaunya
terhadap bangsa Indonesia. Menurut Ide Anak Agung Gde Agung (1983, 183), Ada dua alasan
utama mengapa Beel melancarkan agresi militer tersebut, yakni sebagai berikut:

 Menghancurkan Republik yang merupakan suatu kesatuan sistem ketatanegaraan,


 Membentuk Pemerintah Interim Federal yang didasarkan atas Peraturan Pemerintahan dalam
Peralihan,
 Wakil-wakil dari daerah-daerah federal dan unsur-unsur yang kooperatif dan moderat dari
bekas Republik harus ikut ambil bagian dalam PIF tanpa mewakili bekas Republik.

Menurut Kahin (2013) Belanda memiliki dua kelompok kepentingan yang menginginkan bangsa
Indonesia tetap dalam kekuasaan Belanda, diantaranya sebagai berikut.

 Elemen pertama, merupakan mayoritas orang Belanda yang memiliki investasi yang
ditanamkan di bidang pengelolaan di Indonesia termasuk kalangan pengusaha yang tentunya
memiliki kepentingan ekonomis didalamnya.
 Elemen kedua, berasal dari tentara militer dari KNIL dan pegawai negeri Belanda. Ini
merupakan kelompok yang memiliki kepentingan utama didalam kedudukan militer Belanda
dan aparat pemerintah.

Dan apabila ditilik dari tujuan utama dalam setiap gerakan militer Belanda terhadap Indonesia,
ada beberapa segi yang melatar belakangi hal tersebut. Diantaranya sebagai berikut.

 Dari segi ekonomi, bersamaan kembalinya Indonesia dibawah kekuasaan masa penjajahan
Belanda di Indonesia segala kepentingan ekonomi investasi yang ditanam oleh Belanda akan
semakin luas dan mendapat keuntungan laba yang besar.
 Dari segi sosial, ini memiliki keterkaitan dengan masalah kependudukan orang Belanda
yang masih tetap tinggal di Indonesia.
 Dari segi eksistensi, kedudukan Belanda di mata dunia melalui upaya perundingan yang
gagal semakin memperburuk citra Belanda di mata dunia Internasional. Dan melalui Agresi
Militer Belanda berusaha melancarkan tujuannya melalui dukungan Militer dan sekutu.

Belanda berpikir dengan jatuhnya ibukota ditangan mereka, dapat melumpuhkan pertahanan
bangsa Indonesia. Namun dalam serangan tersebut ternyata Jenderal Sudirman berhasil lolos.
Dan kemudian memimpin perang gerilya bersama pasukannya ditengah kesehatannya yang
memburuk.

Kronologi Agresi Militer Belanda 2

Sebelum Belanda melakukan serangan, ternyata pasukan militer mereka telah dipersiapkan /
latihan untuk menghancurkan dan memusnahkan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
selama dalam kurun waktu berbulan-bulan. Persiapan tersebut dilakukan oleh Jenderal Spoor,
kemudian pada tanggal 18 Desember 1948 dini hari melakukan persiapan untuk menyerang
pihak Indonesia setelah mendengar pidato lewat radio dari Jakarta oleh Dr. Beel.
Sejarah Agresi Militer Belanda 2

Para pasukan penerjun telah melakukan persiapannya pada jam 2 dinihari dengan parasutnya,
target utama pasukan ini yaitu Maguwo, Yogyakarta. Para pasukan penerjun ini berhasil
mendarat di Bandar Udara Maguwo pada jam 6.45 pagi dengan menaiki pesawat sebelum
menggunakan parasutnya. Setelah pasukan Belanda telah mendarat di Bandara Maguwo, pihak
Belanda melalui radio menyatakan bahwa pemerintahannya sudah tidak terikat lagi dengan
Perjanjian Renville.

Dari pernyataan tersebut, kemudian Belanda memulai serangannya terhadap Republik Indonesia.
Serangan ini terkenal dengan nama "Agresi Militer Belanda 2", serangan dilakukan terhadap
wilayah di Pulau Jawa dan Sumatera. Target serangan juga tertuju kepada kota Yogyakarta yang
saat itu merupakan Ibu Kota Indonesia, dimana para tokoh-tokoh penting ada di dalam kota
tersebut. Pihak Belanda menganggap serangan yang dilakukan terhadap Indonesia merupakan
"Aksi Polisionil", mereka menganggap seolah-olah Belanda masih menguasai Indonesia, padahal
Republik Indonesia telah merdeka setelah tanggal 17 Agustus 1945.

Bandara Maguwo di hancurkan oleh pesawat-pesawat tempur Belanda dengan dijatuhi beberapa
bom, sementara itu dengan 150 anggota TNI yang berada di bandara tersebut berusaha
melakukan perlawanan dengan peralatan seadanya dan dalam kondisi rusak. Pertempuran di
bandara ini pun berlangsung hanya dalam waktu 25 menit, pasukan Belanda berhasil menguasai
Bandar Udara Maguwo. nSetelah seluruh pasukan Belanda berkumpul di Bandar Udara
Maguwo, mereka kemudian melanjutkan serangan ke Yogyakarta. Pasukan Belanda saat itu
berjumlah 2600, mereka memulai serangan ke Yogyakarta juga dengan pengeboman. Di daerah
lain, ternyata serangan sudah lebih dahulu dilakukan, yakni pada tanggal 18 Desember malam.

Peran Jenderal Sudirman Dalam Agresi Militer Belanda 2

Serangan yang dilakukan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 kemudian terdengar oleh
Panglima Jenderal Sudirman, ia kemudian pada pagi itu juga sekitar jam 8 mengeluarkan
perintah kilat melalui radio, hal ini dilakukan karena pada saat itu beliau sedang dalam kondisi
tidak sehat sepenuhnya. Langkah selanjutnya yang dilakukan Jenderal Sudirman kemudian
melaporkan kejadian serangan tersebut kepada presiden Soekarno.

Dalam pelaporan tersebut, beliau masih harus didampingi oleh dokter pribadinya bernama dr.
Suwondo. Tapi ternyata presiden sedang dalam ruang sidang kabinet, Sudirman enggan untuk
masuk karena ia tidak merasa di undang. Akhirnya ia menunggu diluar tempat sidang sampai
sidang selesai pada siang harinya. Sudirman juga didampingi oleh beberapa komandan perang,
setelah sidang selesai dan Sudirman menemui Soekarno, keputusan yang didapat adalah
Pemerintah Indonesia tetap berada di dalam Ibukota.

Presiden kemudian membujuk Sudirman agar tetap tinggal didalam kota, karena kondisinya
masih dalam keadaan sakit, tetapi usaha yang dilakukan Soekarno ditolak oleh Sudirman.
Jenderal Sudirman akhirnya meninggalkan kota Yogyakarta untuk melakukan perang gerilya di
beberapa daerah di Jawa Tengah.

Pemerintah Darurat Republik Indonesia

Keputusan yang dilakukan Jendral Sudirman ternyata benar-benar keputusan yang tepat, karena
para pemimpin yang ada di dalam kota Yogyakarta berhasil di tangkap. Mereka kemudian
diasingkan keluar pulau jawa pada tanggal 22 Desember 1948. Ternyata sebelum pengasingan
tersebut presiden Soekarno telah melakukan rencana persiapan pembentukan pemerintahan sipil
di Sumatera, tugas tersebut dilakukan oleh Dewan Siasat.
Presiden Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta telah membuat dan mengirim surat kuasa yang
ditujukan kepada Menteri Kemakmuran yakni Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang sedang
berada di Sumatera, tepatnya Bukit Tinggi. Surat tersebut bersisi mengenai pembentukan kabinet
dan pembentukan pemerintah sementara menggantikan pemerintah pusat. Syarifuddin akhirnya
berhasil menjalankan tugasnya, ia berhasil membentuk pemerintahan sementara RI di
Bukittinggi.

Kembali lagi ke medan pertempuran, Jenderal Sudirman yang memilih untuk memimpin gerilya
di luar Yogyakarta kemudian berhasil menempuh perjalanan lebih dari 1000 km. Ia memimpin
perang gerilya selama 8 bulan di daerah Jawa Tengah sampai Jawa Timur dalam keadaan sedang
sakita, ia pun kadang-kadang ditandu apabila sudah tidak kuat berjalan. Kemudian pada tanggal
10 Juli 1949 Jenderal Sudirman kembali ke Kota Yogyakarta.

Akhir Agresi Militer Belanda 2

Penguasaan kota Yogyakarta yang dilakukan oleh Belanda akhirnya dapat tergoyahkan dengan
serangan yang terkenal dengan nama "Serangan Umum 1 Maret 1949 Yogyakarta". Serangan
yang dilakukan pasukan pimpinan kolonel Soeharto ini berhasil menduduki kota Yogyakarta
walau hanya 6 jam saja. Dukungan kepada pasukan TNI pun diberikan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, ia juga melakukan penolakan segala kerjasama dengan pemerintah
Belanda.

Dengan serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda dan secara terang-terangan melanggar
Perjanjian Renville, kemudian tindakan tersebut mendapat perhatian dari PBB. Perserikatan
Bangsa Bangsa kemudian mengeluarkan resolusi agar kedua belah pihak yakni pemerintah
Belanda dan Republik Indonesia menghentikan segala permusuhan dan pertikaiannya. Resolusi
tersebut dikeluarkan oleh PBB pada tanggal 24 Januari 1949. Pihak Belanda terpaksa
melanjutkan permasalahan ke meja perundingan, hal ini karena adanya tekanan dari Amerika
Serikat. Apabila Belanda tidak mau mengadakan perundingan maka tidak akan pernah mendapat
bantuan ekonomi dari AS. Setelah Belanda mau diajak kembali ke meja perundingan, maka
Agresi Militer Belanda 2 telah berakhir.

Agresi Militer Belanda 2 menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap Indonesia. Dampak
negatif yang ditimbulkan adalah banyaknya korban nyawa yang berjatuhan dalam peperangan
yang telah berlangsung, kemudian peperangan tersebut membuat ekonomi Indonesia cenderung
menurun karena fokus dalam peperangan. Dampak positifnya adalah menunjukan kepada dunia
bahwa kekuatan TNI / Militer Indonesia masih ada dan menunjukan eksistensinya untuk
mempertahankan kemerdekaan yang telah berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai