Bagan 2 Peta
Pemberontakan Andi Azis
Latar Belakang Pemberontakan Ando Azis di
Makassar
Sebagai bentuk kesepakatan Konferensi Meja Bundar
(KMB), dibentuklah APRIS yang terdiri dari dua unsur.
Ada Tentara Nasional Indonesia (TNI) bentukan
Indonesia, dan ada Tentara Hindia Belanda atau
Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) bentukan
Belanda yang diminta meleburkan diri ke APRIS. Setelah
Bagan 3 Pasukan Pemberontakan
Andi Aizs digabung, kedua unsur itu tak langsung bersatu. Saat itu
ada sentimen bahwa tentara KNIL lebih superior dibanding TNI.
Andi Azis merupakan seorang mantan perwira KNIL atau tentara Hindia Belanda yang
kemudian bergabung dalam APRIS. Pelantikan Andi Azis disaksikan oleh Letkol Ahmad
Yunus Mokoginta, Panglima Tentara Teritorium Negara Indonesia Timur pada 30 Maret
1950. Di saat yang sama, terjadi gelombang demonstrasi besar di Makassar. Kelompok anti-
federal menuntut agar Negara Indonesia Timur segera membubarkan diri dan bergabung
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Datangnya para tentara dari Jawa ini rupanya menjadi bentuk ancaman bagi Andi Azis dan
komplotannya yang sama-sama berasal dari KNIL. Andi Aziz juga beranggapan bahwa
masalah keamanan di Makassar ini sudah menjadi tanggung jawabnya, bukan orang lain.
Guna menghadapi tentara tersebut, Andi Azis dan pasukannya kemudian membentuk
Pasukan Bebas.
Akhirnya, keputusan KMB tidak bertahan lama. Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) diajukan oleh beberapa kalangan pro persatuan sebagai satu-satunya pemerintahan,
sedangkan wilayah lain harus dileburkan di dalamnya, termasuk NIT.
Bahtiar dan kawan-kawan dalam artikel “Peristiwa Andi Azis di Sulawesi Selatan 5 April
1950” yang termuat di Seminar Series in Humanities and Social Science No.1 (2019), akhir
Maret 1950, RIS meresmikan Negara Bagian Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur
termasuk bagian NKRI. Sedangkan, NIT baru mendapatkan kabar penyatuannya pada 4 April
1950.
Andi Azis dan para mantan anggota KNIL ketika itu tidak menyetujui hal tersebut, terlebih
lagi terhadap rencana kedatangan APRIS pada 5 April ke wilayah Makassar. Di sana,
akhirnya terdapat dua kubu yang saling bersinggungan satu sama lain, yakni Andi Azis
dengan pihak yang menginginkan persatuan.
Terdapat tujuan yang membawa Andi Azis hingga berani menentang kebijakan pemerintah
pusat. Ia ternyata ingin menduduki posisi puncak pemerintahan negara federasi di bidang
militer bersama Soumokil sebagai tokoh politik dan Sukowati selaku presidennya.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Pemberontakan
Pada 5 April 1950 pukul 05.00, Andi Azis dan Pasukan Bebas dibantu dengan Koninklijke
Leger (Pasukan Belanda) dan KNIL menyerang markas APRIS di Makassar. Mereka juga
menyandera sejumlah perwira APRIS, salah satunya Letkol Ahmad Yunus Mokoginta.
Selain itu, Andi Azis dan pasukannya juga melakukan penyerangan serta menduduki tempat-
tempat vital di Makassar. Baku tembak serta peperangan pun berkobar. Kota Makassar
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan akibat perang yang sedang terjadi antara
APRIS yang dipimpin Andi Azis dengan KL-KNIL.
Penangkapan
Pada tanggal 8 April 1950, pemerintah mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan agar
Andi Azis segera melaporkan diri dan mempertanggungjawabkan tindakannya ke Jakarta
dalam kurun waktu 4x24 jam. Jika Andi Azis tidak segera melaksanakan ultimatum tersebut,
maka Kapal Angkatan Laut Hang Tuah akan membom kota Makassar. Namun, Andi Azis
tidak goyah, ia tetap tidak menuruti perintah tersebut. Sampai akhirnya, setelah batas waktu
sudah terlewat, pemerintah mengirim pasukan di bawah Kolonel Alex Kawilarang dan
tanggal 15 April 1950, Andi Azis bersedia datang ke Jakarta. Mulanya Andi Azis dijanjikan
oleh Sri Sultan HB IX, bahwa jika beliau bersedia datang ke Jakarta, dirinya tidak akan
ditangkap.
Tetapi, begitu Andi Azis sampai di sana, yang terjadi adalah sebaliknya, pemerintah secara
sigap langsung menahan Andi Aziz. Andi Aziz kemudian diadili pada tahun 1952 dan
dijatuhi hukuman penjara selama 14 tahun.
Berdasarkan catatan Kemendikbud, pada 5 April 1950, aksi pemberontakan Andi Azis yang
sudah disusun sedemikian rupa bersama para mantan KNIL lainnya. Mereka saat itu
menyerang sektor penting militer bagian Indonesia Timur. Bahkan, Letnan Kolonel A.J.
Mokognita sebagai Panglima Teritorium Indonesia Timur ditangkap oleh Andi Azis,
bawahannya, dan para polisi Makassar. Pada 8 April 1950, pemerintah Indonesia menitahkan
Andi Azis untuk tanggung jawab dan melaporkan kelakuannya ke Jakarta dalam waktu 4
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
hari. Selain itu, ia juga diperintah untuk mencopot para tentaranya di Makassar, melepaskan
tahanan, serta menyerahkan segala persenjataan. Tercatat juga dalam Kemendikbud bahwa ia
berhasil ditangkap pada 15 April 1950. Sedangkan, Sukowati yang tadinya direncanakan
sebagai presiden NIT resmi menyerahkan wilayahnya kepada NKRI.
Masa pemberontakan Andi Azis dianggap telah usai ketika itu. Akan tetapi, dampak yang
ditimbulkan tidak dapat hilang begitu saja, terlebih lagi Belanda masih berusaha mengorek
kekuasaan di sana. Pada 15 Mei 1950, terjadi lagi pemberontakan fase kedua, kendati Andi
Azis tidak ada. APRIS yang sudah berada di sana saling berseteru dengan KNIL yang
terhasut pihak Belanda. Berkat bantuan rakyat dan aksi gerilyanya, APRIS berhasil
menaklukkan pergerakan kedua ini tepat pada 19 Mei 1950.
Pemberontakan Andi Azis ini memberikan dampak yang cukup berpengaruh di Indonesia, yaitu:
Indonesia terdiri dari lebih dari 17.000 pulau. Jajahan Belanda mencapai jumlah tersebut pada
abad ke-19 dengan didirikannya Hindia Belanda. Perbatasan Indonesia saat ini terbentuk
melalui ekspansi kolonial yang berakhir pada abad ke-20. Pasca-pendudukan oleh Kekaisaran
Jepang tahun 1945, para pemimpin nasionalis di Pulau Jawa menyatakan kemerdekaan
Indonesia. Tidak semua wilayah dan suku di Indonesia yang langsung bergabung dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberontakan pribumi pertama yang terorganisasi
muncul di Maluku Selatan dengan bantuan pemerintah dan militer Belanda. Kontra-
revolusioner Maluku Selatan awalnya bergantung pasa perjanjian pascakolonial yang
menjanjikan bentuk negara federal.
Latar Belakang
Maluku merupakan salah satu kota yang pada saat itu terkenal akan kekayaan rempah-
rempahnya, sebab itu Maluku dijuluki sebagai Kepulauan Rempah. Rakyat Maluku pun
berdagang tidak hanya dengan pedagang Nusantara saja, tetapi juga mancanegara, seperti
Tionghoa, Arab, dan Eropa. Kekayaan Maluku akan rempahnya ini kemudian menjadi daya
tarik bagi bangsa Eropa yang akhirnya menguasai Maluku. Maluku sendiri dinyatakan
sebagai salah satu provinsi Republik Indonesia dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia dikumandangkan.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Bersatunya Maluku dengan Indonesia ini guna untuk mencegah Belanda dalam upaya
menguasai Maluku dan kekayaannya. Namun, setelah Maluku dinyatakan bersatu dengan
NKRI, Manusama, salah satu tokoh pejuang RMS menyatakan bahwa bergabungnya Maluku
dengan Indonesia akan memicu masalah. Manusama pun mengadakan rapat bersama para
penguasa desa di Pulau Ambon. Dalam rapat tersebut, Manusama mengobarkan semangat
antipemerintah RIS dan ia mengatakan bahwa orang Maluku tidak mau dijajah orang Jawa.
Pemerintah Maluku kemudian mengikrarkan proklamasi RMS sehingga secara resmi republik
ini telah terlepas dari NIT dan RIS. Pulau-pulau besar yang ada di RMS adalah Ambon,
Seram, dan Buru.
Disisi lain, Soumokil telah berhasil meyakinkan masyarakat dan membentuk kekuatan di
daerah Maluku Tengah. Sementara itu orang yang tidak mendukung dan menyatakan
mendukung negara Kesatuan Republik Indonesia maka akan diancam atau dimasukkan ke
dalam penjara.
Akhirnya pada tanggal 25 April tahun 1950, Republik Maluku Selatan diproklamasikan. Kala
itu yang menjadi presiden adalah J.H Manuhutu dengan perdana menteri Albert Fairisal.
Sementara beberapa menteri terpilih antara lain adalah Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j Gasperz,
J.B Pattiradjawane, J.Toule, S.j,H Norimarna, P.w Lokollo, H.f pieter, A.Nanholy,
Z.Pesuwarissa dan Ir.J.A Manusama.
Sementara pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P nikijuluw diangkat menjadi wakil presiden dari
Republik Maluku Selatan untuk wilayah di luar negeri dan berkedudukan di Den Haag,
Belanda.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Pada tanggal 3 mei 1950, Soumokil menggantikan Manuhutui sebagai presiden Republik
Maluku Selatan. Pada tanggal 9 mei 1950 dibentuk angkatan perang Republik Maluku
Selatan (APMRS) yang dipimpin oleh panglima sersan Mayor KNIL, D.J Samson.
Sedangkan untuk kepala staff dipimpin oleh sersan Mayor Pattiwale. Beberapa anggota staff
lainnya adalah sersan Mayor Aipasa, sersan Mayor Pieter dan Sersan Mayor Kastanja. Untuk
sistem pengangkatan atau kenaikan jabatan menggunakan sistem KNIL.
Perencanaan yang sudah diatur oleh Soumokil dan Andi Azis terkait NIT pupus. Namun,
Soumokil enggan melihat kenyataan bahwa terdapat banyak kalangan yang menyerukan
persatuan negara NKRI. Di Ambon, Soumokil masih membawa cita-cita sebelumnya untuk
menguasai negara federasi. Ia mengajak beberapa tokoh dan mantan anggota KNIL di
Ambon untuk mendeklarasikan lahirnya RMS. Tujuan Soumokil adalah memisahkan Maluku
Selatan (Ambon, Buru, dan Seram) dari wilayah NKRI. Ia melancarkan berbagai propaganda
untuk menambah pengikut, termasuk beberapa daerah di Maluku Tengah. Pada 25 April
1950, proklamasi RMS dilakukan. Di sisi lain, ada beberapa orang di Ambon yang tidak
setuju dengan kehadiran RMS dan menginginkan NKRI. Mereka ditangkap atas perintah
Soumokil.
Menurut Syaranamual dalam Soumokil dan Hantjurnja RMS (1964), ternyata deklarasi
kelahiran RMS semata-mata diprakarsai tekanan serta paksaan. Dikutip dari tulisan berjudul
"Peristiwa Republik Maluku Selatan" di laman resmi Kemendikbud, proklamasi RMS tidak
serta merta langsung menjadi negara. Sebelum itu, sudah ada perencanaan tentang beberapa
tokoh yang akan mengisi jabatan dalam pemerintahan RMS. Susunan pemerintahan RMS
meliputi J.H. Manuhutu selaku Presiden, Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri, dan
menteri-menteri (Soumokil, D.J. Gasperz, J. Toule, S.J.H. Norimarna, J.B. Pattiradjawane,
P.W. Lokollo, H.F. Pieter, A. Nanlohy, Manusama, dan Z. Pesuwarissa).
Posisi Wakil Presiden RMS yang masih kosong kemudian diisi oleh J.P. Nikijuluw. Lalu,
pada 3 Mei 1950, ternyata Soumokil yang diangkat menjadi Presiden RMS, menggantikan
Manuhutu. Bukan hanya pemerintahan, RMS juga membangun bidang militernya. Pada 9
Mei 1950, Angkatan Perang Republik Maluku Selatan (APRMS) dinyatakan sebagai
kumpulan tentara RMS. D.J. Samson, Sersan Mayor KNIL, ditunjuk menjadi panglima
tertinggi. Sedangkan, susunan militer bawahannya disesuaikan dengan sistem jabatan KNIL.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Pada tahun 1952, presiden Maluku Selatan j.H Manuhutu berhasil ditangkap.sementara
pimpinan Republik Maluku Selatan Lainnya melarikan diri ke Belanda.
Setelah RMS diproklamasikan, muncul pemberitaan tentang KNIL dari Belanda yang
dianggap melindungi para proklamator Maluku Selatan. Keterlibatan KNIL ini kemudian
memicu kecurigaan pihak Indonesia terkait campur tangan Belanda dalam pendirian RMS.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Kementerian Pertahanan RIS pun menyatakan bahwa berdirinya RMS harus dituntaskan
dengan Operasi Militer, dipimpin oleh Kolonel Kawilarang. Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat (APRIS/TNI) dengan sandi Operasi Malam pun mendaratkan pasukan
mereka sebanyak 850 orang untuk melawan RMS. Operasi ini dipimpin oleh Komandan
Mayor Pellupessy.
Para pasukan APRIS mendarat di Pulau Buru, Kai, Aru, dan Seram di Maluku Selatan. Salah
satu titik pertahanan paling baik yang dimiliki RMS adalah Pulau Ambon, sehingga pasukan
APRIS juga mendarat di sana dan kemudian dibagi tiga kelompok. Ketiga kelompok tersebut
kemudian disebar menuju wilayah Maluku Selatan, terutama yang dikuasai oleh kelompok
RMS.
Akhir Pemberontakan
Setelah kelompok tersebut tersebar di wilayah kekuasaan RMS, pasukan APRIS pun secara
perlahan mulai dapat menguasai wilayah-wilayah tersebut. Beberapa wilayah di Ambon juga
dapat direbut kembali oleh APRIS. Dikuasainya wilayah RMS ini kemudian diikuti dengan
penangkapan Presiden pertama RMS, JH Manuhutu dan Perdana Menteri RMS Wairissal,
beserta sembilan menteri lainnya. Mereka semua dijatuhi hukuman penjara selama tiga
sampai lima setengah tahun. Untuk menghindari terulangnya kejadian pemberontakan RMS,
pemerintah RI mengambil tindakan tegas dengan memberikan hukuman mati terhadap sisa-
sisa gerombolan RMS.
Selanjutnya, mengirimkan misi perdamaian yang terdiri dari dokter, politikus, pendeta dan
wartawan juga tidak dapat bertemu dengan Soumokil. Karena upaya perdamaian tersebut
ditolak, akhirnya dilakukan agresi militer untuk membersihkan gerakan Republik Maluku
selatan tersebut. Pasukan tersebut diberi nama Gerakan Operasi Militer III yang dipimpin
oleh Kolonel A.E Kawilarang yang kala itu menjabat sebagai Panglima tentara dan
Teritorium Indonesia Timur.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Akhirnya operasi tersebut dimulai pada tanggal 14 Juli 1950. Sementara itu, pada tanggal 15
Juli 1950, Negara Republik Maluku Selatan Mengumumkan bahwa kondisi negara dalam
keadaan berbahaya.
Pada tanggal 28 September 1950, Pasukan GOM III menembus wilayah Ambon termasuk
telah menguasai benteng Nieuw Victoria. Dengan jatuhnya pasukan di Ambon, membuat
Republik Maluku Selatan dapat ditaklukkan. Pusat pemerintahan pun dipindahkan ke Pulau
Seram.
Pada tahu 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di gedung
pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga dilakukan oleh beberapa
kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, seperti kelompok Bunuh Diri di Maluku
Selatan Dan, pada tahun 1975 kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38
penumpang kereta api tersebut. Pada tahun 2002, saat peringatan proklamasi RMS yang ke
15 dilakukan, di adakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku.
Akibat kejadian ini, 23 orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan, mereka
tidak terima karena menganggap ini tidak sesuai hukum yang berlaku. Selanjutnya, mereka
memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku karena
melakukan penahanan yang di duga sebagai provokator pelaksana pengibaran bendera RMS.
Aksi ini terus dilakukan sampai pada tahun 2004. Ratusan Pendukung RMS mengibarkan
bendera RMS di Kudamati. Akibatnya terjadi konflik penangkapan dan konflik aktivis RMS
dengan NKRI. Tidak cukup dengan aksi-aksi tersebut, Anggota RMS kembali menunjukan
keberadaan kepada masyarkat Indonesia.
Lebih parah mereka tidak segan-segan meminta pengadilan neger Den Haag untuk menuntut
Presiden SBY dan menangkapnya atas kasus HAM. Peristiwa paling parah terjadi tahun
2007, dimana saat itu Presiden SBY sedang menghadiri hari Keluarga Nasional yang
berlangsung di Ambon, Maluku. Ironisnya, saat penari Cakalele masuk ke dalam lapangan,
mereka tidak tanggung-tanggung mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden SBY.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
C. PRRI / PERMESTA DI SUMATERA DAN SULAWESI
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan PRRI) merupakan
gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta) yang
dideklarasikan pada 15 Februari 1958. Gerakan ini didahului oleh keluarnya
ultimatum Piagam Perjuangan untuk Menyelamatkan Negara dari Dewan Perjuangan yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatra Barat, Indonesia.
Salah satu tuntutan PRRI adalah pemberlakuan otonomi daerah yang lebih luas. Namun,
PRRI dianggap sebagai sebuah pemberontakan oleh pemerintah pusat sehingga ditumpas
dengan pengerahan kekuatan militer terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah militer
Indonesia. Semua tokoh PRRI adalah para pejuang kemerdekaan, pendiri dan pembela NKRI.
Sebagaimana ditegaskan Ahmad Husein dalam rapat Penguasa Militer di Istana Negara April
1957: "Landasan perjuangan daerah tetap Republik Proklamasi dan berkewajiban untuk
menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta".
Pasca-PRRI, orang Minang menerima pukulan kejiwaan yang keras; dulu berada di barisan
terdepan dalam perjuangan kemerdekaan nasional tetapi kini dicap sebagai pemberontak
separatis. Banyak pegawai negeri yang mendukung PRRI diganti dengan orang-orang
komunis.
Jadi, hingga akhirnya semua para perwira militer tersebut mereka membentuk suatu dewan
daerah yaitu :
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Kedua Dewan Gajah dibentuk sejak pada 22 Desember 1956. Bertempat di Sumatera
Utara yang didirikan oleh Kolonel Maludin Simbolon
Ketiga Dewan Garuda dibentuk sejaka dari pertengahan bulan Januari pada tahun
1957 yang didirikan oelh Letnan Kolonel Barlian
Jadi, sekitar pada tanggal 9 Januari 1958 dimana ketika itu semua para tokoh militer dan sipil
sedang melaksanakan sebuah pertemuan yang berlangsung di Sungai Dareh, yaitu didaerah
Sumatera Barat.
Namun, Inti dari diadakannya pertemuan itu adalah untuk membahas mengenai suatu
pembentukan pemerintah baru dan sebuah hal yang masih berkaitan dengan pemerintah baru.
Lalu seorang Letnan Kolonel yang bernama Ahmad Husein sekitar tanggal 15 Februari 1958.
Telah memproklamirkan dibentuknya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
yang dilakukan dengan perdana menteri Syafruddin Prawiranegara.
Sehingga, tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk menghadapi pemberontakan PRRI,
adalah dengan melakukan operasi yang berlangsung pada 17 Agustus dan dipimpin oleh
Letnan Kolonel Ahmad Yani.
Sehingga, dimana diadakannya Operasi militer ini memiliki tujuan agar bisa meluluhlantakan
kekuatan pemberontak dan mencegah keterlibatan pihak asing yang nantinya bisa merugikan
pemerintahan.
Namun, setelah didirikannya dewan Manguni yang ketika itu terjadi sekitar tanggal 17
Februari 1950 lampau, dan lalu semua para tokoh militer yang ada di Sulawesi sudah
memproklamirkan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta atau (Permesta).
Lalu berlangsungnya Proklamasi itu yang mana dipelopori oleh Letnan Kolonel Ventje
Sumual Panglima Wirabhuana, Dan setelah itu Permesta mulai ikut bergabung dengan PRRI.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Lalu proses Operasi dalam penumpasan Permata ini sangat sengit karena pasalnya musuh
memiliki berbagai persenjataan yang cukup modern yang adalah buatan Amerika Serikat.
Jadi, dalam hal itu sudah terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara
Revolusioner (Aurev) yang ketika itu dikemudikan oleh Allan L. Pope adalah seorang warga
negara Amerika Serikat.
Tetapi, pada akhirnya Pemberontakan PRRI dan Permesta tersebut baru bisa dibasmi atau
ditumpas sejak bulan Agustus 1958, dan lalu sekitar tahun 1961. Akhirnya pemerintah
membuka sebuah kesempatan bagi semua anggota yang tersisa dari Permesta agar mau
kembali Republik Indonesia.
Tujuan dari pemberontakan PRRI yaitu guna mendorong pemerintah agar memperhatikan
pembangunan negeri secara menyeluruh, karena ketika itu pemerintah hanya fokus pada
pembangunan yang berada di daerah Pulau jawa.
Lalu dengan usulan dari PRRI yaitu atas ketidakseimbangan pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah pusat. Walaupun alasan yang dilakukan oleh PRRI ini benar, tetapi cara
yang digunakan untuk mengoreksi pemerintah pusat itu salah.
Lalu pemerintah dituntut oleh PRRI dengan nada paksaan, maka pemerintah menganggap
bahwa tuntutannya itu bersifat memberontak. Hal itu menimbulkan kesan bagi pemerintah
pusat bahwa PRRI yaitu suatu bentuk pemberontakan.
Namun, jika PRRI itu dikatakan sebagai pemberontak, hal ini adalah anggapan yang tidak
tepat karena sebetulnya PRRI ingin membenahi dan memperbaiki sistem pembangunan yang
dilakukan pemerintah pusat. Bukan untuk menjatuhkan pemerintahan Republik Indonesia.
Maka, Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamasikan bahwa berdirinya
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai
perdana menterinya.
Tuntutan PRRI
Tuntutan lain yang juga diajukan oleh PRRI yaitu terkait dengan masalah otonomi daerah dan
perimbangan ekonomi atau keuangan yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah pusat dianggap tidak adil kepada para warga sipil dan militer soal pemerataan
dana pembangunan. Sehingga mereka menuntut agar pemerintah bisa bertindak lebih adil,
khususnya pada pemerataan dana pembangunan di daerah.
Operasi Militer
Operasi Tegas dengan Sasaran Riau dimulai pada tanggal 12 Maret 1958 dipimpin oleh Let.
Kol. Kaharuddin Nasution.
Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Inf. Ahmad Yani dimulai pada
tanggal 17 Agustus 1958 dibawah pimpinan Kolonel Achmad Yani.
Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol Inf. Rukmito Hendraningrat terdiri dari:
Operasi Sapta Marga I, di Sulawesi Tengah dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Operasi Sapta Marga II, di wilayah Gorontalo dipimpin oleh Mayor Agus Prasmono.
Operasi Sapta Marga III, di kepulauan Sangir-Talaud dan Manado dipimpin oleh
Letnan Kolonel Magenda.
Operasi Sapta Marga IV, di Manado dipimpin oleh Letkol Rukminto.
Operasi Merdeka adalah gerakan operasi militer yang dilakukan untuk menumpas
Kabinet Nasution dan para mayoritas pimpinan PNI dan PKI menghendaki agar
pemberontakan tersebut untuk segera di musnahkan dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
DINA RACHMA PUTRI / 11
12 IPS 1
Namun, pada akhir bulan Februari, Angkatan Udara RI memulai pengeboman instansi-
instansi penting yang berada di kota Padang, Bukit Tinggi, dan Manado.
Sebelum pendaratan itu dilakukan, Nasution telah mengiriman Pasukan Resmi Para
Komando Angkatan Darat di ladang-ladang minyak yang berada di kepulauan Sumatera dan
Riau.
Pada tanggal 14 Maret 1958, daerah Pecan Baru berhasil dikuasai, dan Operasi Militer lalu
dikerahkan ke pusat pertahanan PRRI. Selanjutnya pada 4 Mei 1958 yang mana Bukit tinggi
sudah berhasil dikuasai dan selanjutnya TNI membereskan daerah-daerah bekas
pemberontakan PRRI.
Pada penyerangan tersebut, banyak pasukan PRRI yang melarikan diri ke area perhutanan
yang berada di daerah tersebut.
Adapun dampak yang disebabkan adanya pemberontakan ini, yang pada akhirnya pemerintah
pusat membentuk sebuah pasukan agar bisa melawan pemberontakan PRRI.
Dengan kejadian ini menimbulkan pertumpahan darah dan jatuhnya sejumlah korban jiwa
baik dari TNI ataupun PRRI. Dan lalu disamping itu, semua pembangunan menjadi mangkrak
dan terbengakalai dan menimbulkan rasa trauma yang di alami masyarakat Sumatera
khususnya daerah Padang.