Sumber : Skripsi Agresi Militer Belanda I dan II (Periode 1947-1949) Dalam Sudut Pandang Hukum Internasional. Penulis : Reza Ade Christian Tahun : 2011
Agresi Militer Belanda 1
17 Agustus 1945 setelah kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, Belanda mempersoalkan hal tersebut dan terus berupaya untuk melakukan berbagai diplomasi untuk membujuk dengan tujuan Republik Indonesia kembali menjadi bagian dari kekuasaan Belanda. Tentu hal tersebut, ditentang dengan tegas oleh pihak dari Republik Indonesia. Pada tanggal 11 November 1946 bertempat di Linggarjati, dilaksanakan suatu perjanjian antara Republik Indonesia dengan Belanda yang akhirnya disetujui oleh kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947. Hasil dari perundingan Linggarjati ini berisi: 1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura. 2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949. 3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS). 4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia- Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni. Walaupun perjanjian ini telah diratifikasi oleh kedua belah pihak, tetap saja perjanjian ini sama sekali tidak dapat dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena perbedaan yang mendasar penafsiran baik dari pihak Republik Indonesia dan Belanda. Akibat kegagalan dari perjanjian Linggarjati ini, mengakibatkan Belanda kembali melakukan penyerangan untuk kembali menjajah dan berkuasa di Republik Indonesia. Peristiwa ini yang akhirnya dinamakan dengan Agresi Militer Belanda 1 yang terjadi pada tanggal 21 Juli 1947.
Agresi Militer Belanda 2
Setelah adanya peristiwa Agresi Militer Belanda 1, tentu Pihak Belanda mendapatkan reaksi yang cukup keras dari masyarakat Internasional. Atas permintaan beberapa negara yang tergabung kedalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya dikeluarkan kebijakan pada tanggal 1 Agustus 1947 yang berisi untuk melakukan gencatan senjata serta penyelesaian secara damai atas konflik yang terjadi antara Republik Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 17 Januari 1948, berhasil dilaksanakan perjanjian “Renville” yang dilakukan di geladak kapal perang Amerika Serikat yang saat itu sedang berlabuh di pebuhan Tanjung Priok. Namun, seiring berjalannya waktu, perjanjian Renville ini berujung gagal yang disebabkan oleh pengakhiran secara sepihak oleh pihak Belanda karena saat itu Belanda menuduh bahwa Indonesia tidak serius dalam melaksankan perjanjian Renville ini sehingga akhrinya Belanda kembali untuk melakukan operasi militer di Republik Indonesia. Serangan militer dengan kode operasi Burung Gagak ini dilakukan pada tanggal 19 Desember 1948 dengan tujuan utama untuk menghancurkan Negara Indonesia sehingga Indonesia kembali kedalam genggaman Belanda. Peristiwa itu akhirnya dinamakan dengan Agresi Militer Belanda 2.