Anda di halaman 1dari 4

Perjanjian Renville

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Delegasi Indonesia pada perjanjian Renville, tampak di antaranya Agus Salim dan Achmad Soebardjo

Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada
tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat
netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai
pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of
Good Offices for Indonesia, yang terdiri dariAmerika Serikat, Australia, dan Belgia.

Daftar isi
[sembunyikan]

1Delegasi
2Gencatan senjata
3Isi perjanjian
4Pasca perjanjian
5Referensi

Delegasi[sunting | sunting sumber]


Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan
Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Delegasi Amerika Serikat
dipimpin oleh Frank Porter Graham.

USS Renville

Gencatan senjata[sunting | sunting sumber]


Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan
gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi
antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali
unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi
antara Karawang dan Bekasi.

Isi perjanjian[sunting | sunting sumber]


1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian
wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa
Barat dan Jawa Timur.

Pasca perjanjian[sunting | sunting sumber]

Wilayah Indonesia diPulau Jawa (warnamerah) pasca perjanjan Renville.

Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah yang
dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Divisi ini
mendapatkan julukan Pasukan Hijrah oleh masyarakat Kota Yogyakarta yang menyambut
kedatangan mereka.
Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu
Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo,
mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata
terhadap tentara Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M.
Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin,
Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih
dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
Akibat dari Perjanjian Renville itu pula, pasukan dari Resimen 40/Damarwulan, bersama
batalyon di jajarannya, Batalyon Gerilya (BG) VIII Batalyon Gerilya (BG) IX, Batalyon Gerilya
(BG) X, Depo Batalyon, EX. ALRI Pangkalan X serta Kesatuan Kelaskaran, dengan total penikut
sebanyak tidak kurang dari 5000 orang, juga Hijrah ke daerah Blitar dan sekitarnya. Resimen
40/Damarwulan ini kemudian berubah menjadi Brigade III/Damarwulan, dan batalyonnyapun
berubah menjadi Batalyon 25, Batalyon 26, Batalyon 27. Setelah keluarnya Surat Perintah Siasat
No I, dari PB Sudirman, yang mengharuskan semua pasukan hijrah pulang dan melanjutkan
gerilya di daerah masing-masing, Pasukan Brigade III/Damarwulan, di bawah pimpinan Letkol
Moch Sroedji ini, melaksanakan Wingate Action, dengan menempuh jarak kurang lebih 500
kilometer selama 51 hari

Referensi[sunting | sunting sumber]


Ide Anak Agung Gde Agung (1973) Twenty Years Indonesian Foreign Policy: 1945-
1965 Mouton & Co ISBN 979-8139-06-2
Kahin, George McTurnan (1952) Nationalism and Revolution in Indonesia Cornell University
Press, ISBN 0-8014-9108-8
Reid, Anthony (1974). The Indonesian National Revolution 1945-1950. Melbourne: Longman
Pty Ltd. ISBN 0-582-71046-4.
Mertowijoyo, G, Indra (2015) Letkol Moch Sroedji, Jember Masa Perang
Kemerdekaan.ISBN : 978-602-14969-2-3

Artikel bertopik sejarah Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
dengan mengembangkannya.
SEJARAH
Perjanjian Renville

Atas usulan KTN pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan perundingan antara Indonesia dan
Belanada di atas kapal renville yang sedang berlabuh di Jakarta. Delegasi Indonesia terdiri atas
perdana menteri Amir Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh. Roem, Haji Agus
Salim, Narsun dan Ir. Juanda. Delegasi Belanda terdiri dari Abdulkadir Widjojoatmojo, Jhr. Van
Vredeburgh, Dr. Soumukil, Pangran Kartanagara dan Zulkarnain. Ternyata wakil-wakil Belanda
hampir semua berasala dari bangsa Indonesia sendiri yang pro Belanda. Dengan demikian
Belanda tetap melakukan politik adu domba agar Indonesia mudah dikuasainya. Setelah selesai
perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17 Januari 1948 maka diperoleh hasil
persetujuan damai yang disebut Perjanjian Renville. Pokok-poko isi perjanjian Renville, antara
lain sebagai berikut :
1. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi kedaulatan Indonesia
diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk.
2. Republik Indonesia Serikat mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda
dalam uni Indonesia-Belanda.
3. Republik Indonesia akan menjadi negara bagian dari RIS
4. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada
pemerintahan federal sementara.
5. Pasukan republic Indonesia yang berda di derah kantong haruns ditarik ke daerah Republik
Indonesia. Daerah kantong adalah daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yakni
garis yang menghubungkan dua derah terdepan yang diduduki Belanda.
Perjanjian Renville ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. adapun
kerugian yang diderita Indonesia dengan penandatanganan perjanjian Renville adalah sebagai
berikut :
1. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa
peralihan.
2. Indonesia kehilangan sebagaian daerah kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa harus
diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.
3. Pihak republik Indonesia harus menarik seluruh pasukanya yang berda di derah kekuasaan
Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republic Indonesia.
Penandatanganan naskah perjanjian Renville menimbulkan akibat buruk bagi pemerinthan
republik Indonesia, antra lain sebagai berikut:
1. Wilayah Republik Indonesia menjadi makin sempit dan dikururung oleh daerah-daerah
kekuasaan belanda.
2. Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan para pemimpin republic Indonesia yang
mengakibatkan jatuhnya cabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara kepada
Belanda.
3. Perekonomian Indonesia diblokade secara ketata oleh Belanda
4. Indonesia terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militernya dari daerah-daerah
gerilya untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik Indonesia yang berdekatan.
5. Dalam usaha memecah belah Negara kesatuan republic Indonesia, Belanda membentuk
negara-negara boneka, seperti; negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera
Timur, dan Negara jawa Timut. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO
(Bijeenkomstvoor Federal Overslag).
Beranda

Anda mungkin juga menyukai