Anda di halaman 1dari 6

Tugas Pkn :

Soal :
1.)Sebutkan tokoh 2 yang terlibat dalam film Janur Kuning atau lebih
dikenal dengan serangan umum 1 maret
2.)Apa yang dimaksud dengan perjanjian Renville dan Roem Royen
3.)Buatlah rangkuman profile Jenderal Sudirman

Jawab :
1.) Ir.Soekarno, Drs. Moh. Hatta
2.)Perjanjian Renville
Untuk memfasilitasi komunikasi rahasia antara Delegasi RI dengan Pemerintah Pusat di
Yogyakarta, selama perundingan RI-Belanda di Kapal USS Renville ditugaskan 2 (dua) orang
Code Officer (CDO)/Petugas Sandi yaitu Letnan II Marjono IS dan Letnan II Padmowirjono.
Sedangkan 2 (dua) orang CDO, Letnan II Oetoro Kolopaking dan Letnan II Parhadi Utomo,
bekerja di darat (Jakarta) yang berkantor di bekas Gedung Proklamasi Jl. Pegangsaan Timur
no.56.

Sistem sandi yang digunakan 3 (tiga) jenis yaitu Buku C (Besar), Sistem Transposisi dan One
Time Pad (OTP). Sesudah pertempuran di Medan Area, Kabanjahe, Samura,
Seberaya,Sukanalu, Suka, Barus Jahe, Sarinembah, Tiga Binanga dan beberapa tempat di Tanah
Karo, maka Belanda dapat menguasai sebahagian Tanah Karo.
Tetapi keinginan Belanda untuk menguasai seluruh Tanah Karo, tetap tidak berhasil karena
pertahanan yang dibuat Resimen I di Sungai (Lau Lisang), tidak dapat ditembus oleh serdadu-
serdadu Belanda. Pertahanan ini sangat menguntungkan Resimen I, terletak di belakang
jembatan Lau Lisang yang telah dirusakkan. Meskipun dengan persenjataan yagn serba kurang,
namun akibat faktor alam yagn mendukung, memberikan kemungkinan untuk bertahan dengan
baik. Di sungai Lau Lisang inilah garis pertahanan pertama dan terdepan pada waktu itu hingga
berakhirnya Agressi I, tetap dapat dikuasai. Lalu terdengar kabar tentang diadakannya
perundingan antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda di atas kapal USA Renville di
Tanjung Priok-Jakarta yang diprakarsai oleh Dewan Keamanan PBB. Perundingan yagn terkenal
dengan Perundingan Renville itu ditanda tangani pada tanggal 17 Januari 1948, jam 15.00 sore,
dimana pihak Indonesia menerima garis “Van Mook”. Garis yagn ditentukan oleh Gubernur
Jenderal Belanda Van Mook.

Konsekuensi dari perundingan Renville ini adalah; bahwa semua pasukan Indonesia yagn berada
dalam “Kantong-kantong” (yang ditentukan oleh garis Van Mook) harus keluar (hijrah) ke
daerah yang masih dikuasai Republik Indonesia.

Di Sumatera Utara, garis damarkasi dimulai dari Gebang di Langkat sampai ke Lau Pakam
(Perbatasan Tanah Karo-Aceh) menyusur Sungai Renun ke Lau Patundal (Perbatasan Tanah
Karo-Dairi), ke Ajibata di tepi Danau Toba menyusur Pantai Danau Toba ke Parapat (masuk
kekuasaan Belanda),ke Simpang Bolon terus ke Gunung Melayu, menyusur Sungai Asahan
sampai ke Laut.

Dengan demikian semua Pasukan di daerah Tanah Karo, Deli Serdang, Simalungun, dan Asahan
harus dikosongkan oleh TRI dan lasykar-lasykar, mereka harus hijrah ke daerah Aceh atau
Tapanuli Utara, Labuhan Batu atau Tapanuli Selatan. Hanya TRI dan lasykar yagn berada di
daerah Tanah Karo saja yang terpaksa mengundurkan diri. Resimen I Divisi X di bawah Letkol
Djamin Ginting telah terlebih dahulu hijrah ke Lembah Alas di Aceh, sedangkan Resimen
Napindo Halilintar di bawah Mayor Selamat Ginting ke Sidikalang-Dairi bersama dengan
Pasukan Barisan Harimau Liar (BHL) di bawah Pimpinan Saragih Ras dan Payung Bangun.

Daerah Simalungun dan Asahan, sebelumnya sudah dikosongkan oleh TRI dan Pasukan-pasukan
lain, mereka telah berada di daerah Tapanuli dan Labuhan Batu.

Perjanjian Roem Royen


Perjanjian Roem Royen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Royen) adalah sebuah perjanjian
antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya
ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Batavia. Namanya diambil dari
kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan J. H. van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah
untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi
Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.

Berlakunya perjanjian roem royen pada tanggal 7 mei 1949.

Hasil pertemuan ini adalah:

Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya


Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan
semua tawanan perang.

Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:

Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian
Renville pada 1948
Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan
persamaan hak
Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia.

Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke ibukota Yogyakarta. Pada 13 Juli,
kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen. Pada 3 Agustus, gencatan senjata
antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus).
Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan,
kecuali masalah Papua bagian barat.

Perjanjian roem royen termasuk perjanjian bilateral.

3.) Jenderal Sudirman (1916-1950)


Panglima dan Jenderal Pertama RI

Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah
dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal.
Meski menderita sakit paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia
berlatarbelakang seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul
Wathan.

Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu
tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi
V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang
Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak
perduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang
dicintainya. Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini.

Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh
pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa
di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan
tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II Belanda. Ia yang
dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu.
Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia disebutkan merupakan salah satu tokoh
besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.

Sudirman yang dilahirkan di Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916, ini memperoleh
pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional
yang tinggi. Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tapi tidak
sampai tamat. Sudirman muda yang terkenal disiplin dan giat di organisasi Pramuka Hizbul
Wathan ini kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Kedisiplinan,
jiwa pendidik dan kepanduan itulah kemudian bekal pribadinya hingga bisa menjadi pemimpin
tertinggi Angkatan Perang.

Sementara pendidikan militer diawalinya dengan mengikuti pendidikan tentara Pembela Tanah
Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai pendidikan, ia diangkat menjadi Komandan Batalyon di
Kroya. Ketika itu, pria yang memiliki sikap tegas ini sering memprotes tindakan tentara Jepang
yang berbuat sewenang-wenang dan bertindak kasar terhadap anak buahnya. Karena sikap
tegasnya itu, suatu kali dirinya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran dengan pasukan Jepang, ia berhasil
merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca
kemerdekaan Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian
diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui
Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima
Angkatan Perang Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat
Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia memperoleh pangkat Jenderal
tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya sebagaimana lazimnya, tapi karena
prestasinya.

Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang,
ternyata tentara Belanda ikut dibonceng. Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan
tentara sekutu. Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman
terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12 Desember
tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris.
Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris
mengundurkan diri ke Semarang.

Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan Agresi
Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya
sudah dikuasai. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaannya
sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang berfungsi.

Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai Belanda. Bung
Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan. Melihat keadaan itu,
walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam kota
untuk melakukan perawatan. Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya karena dorongan hatinya
untuk melakukan perlawanan pada Belanda serta mengingat akan tanggungjawabnya sebagai
pemimpin tentara.

Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang
lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari
gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir
tidak ada. Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri
tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa
lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.

Sudirman yang pada masa pendudukan Jepang menjadi anggota Badan Pengurus Makanan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Banyumas, ini pernah mendirikan
koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan. Jenderal yang mempunyai jiwa sosial
yang tinggi, ini akhirnya harus meninggal pada usia yang masih relatif muda, 34 tahun.

Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan
di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela
Kemerdekaan

Biografi :

Nama:
Jenderal Sudirman

Lahir:
Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916

Agama:
Islam

Pendidikan Fomal:
- Sekolah Taman Siswa
- HIK Muhammadiyah, Solo (tidak tamat)
Pendidikan Tentara:
Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor

Pengalaman Pekerjaan:
Guru di HIS Muhammadiyah di Cilacap

Pengalaman Organisasi:
Kepanduan Hizbul Wathan

Jabatan di Militer:
- Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal
- Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel
- Komandan Batalyon di Kroya

Tanda Penghormatan:
Pahlawan Pembela Kemerdekaan

Meninggal:
Magelang, 29 Januari 1950

Dimakamkan:
Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai