Anda di halaman 1dari 3

KEPAHLAWANAN JENDRAL SOEDIRMAN

Oleh: Fathimah Farah Sajidah

Lelaki yang lahir dengan nama Raden Soedirman ini dilahirkan di Dukuh Rembang,
Purbalingga pada 24 Januari 1916. Ia lahir dari kalangan rakyat biasa, Karsid Kartowidji
dan Siyem. Selama mengenyam pendidikannya di HIS (Hollandsch-Inlandsche School),
Soedirman dikenal sebagai adalah anak yang taat agama dan selalu shalat tepat
waktu. Ia juga dipercaya mengumandangkan adzan dan iqamah. Soedirman juga
tergolong anak yang sangat pintar dalam pelajaran matematika, ilmu alam, menulis,
baik bahasa Belanda maupun Indonesia, dan tergabung dalam organisasi kepanduan
Muhammadiyah. Karena kepandaiannya, ia kemudian masuk kedalam sekolah keguruan
dan aktif mengajar bahkan setelah Jepang menduduki Indonesia pada 1942. Pada tahun
1944, ia menjadi bagian dari PETA (Pembela Tanah Air) dan berpangkat komandan
batalion Banyumas. Ia sempat beberapa kali memberontak kemudian diasingkan ke
Bogor. Pada saat Jepang sedang lengah, ia Bersama pasukannya melarikan diri ke
Jakarta dan ditawari untuk memimpin pasukan di Jakarta, namun ia menolak dan
memilih memimpin pasukan Kroya. Indonesia pada saat itu masih baru merdeka dan
tidak memiliki tentara yang professional. Hal ini kemudian disadari sebagai urgensi dan
dikeluarkanlah dekret pembentukan Tentara Keamanan Rakyat pada 5 Oktober 1945.
Ia kemudian terpilih menjadi pemimpin TKR dengan pemungutan suara dan unggul
sebanyak 22 suara pada 12 November 1945. Pada saat itu Soedirman masih sangat
muda, yakni berumur 29 tahun. Dengan umurnya yang masih sangat belia, banyak
orang menaruh keraguan atas kualifikasi Soedirman. Ia dirasa tidak layak menjadi
pemimpin TKR karena dulunya hanya mantan guru sekolah Muhammadiyah dan kurang
pengalaman militer. Soedirman membantah dengan penyerangan pasukan sekutu di
Ambarawa dengan fasilitas seadanya. Namun ia berhasil mengepung sekutu selama 4
hari hingga akhirnya sekutu mundur ke Semarang. Setelah aksinya pada pertempuran
Ambarawa, yang juga memakan korban kolonel Isdiman, ia menjadi pusat perhatian
tingkat nasional. Kesetian Soedirman pada negara tidak diragukan lagi, Soedirman
dikukuhkan sebagai panglima besar TKR pada tanggal 18 Desember 1945.

Salah satu kisah Panglima Soedirman yang paling terkenal


adalah kisah perlawanan terhadap Belanda dengan
menggunakan metode perang gerilya. Pada saat itu, Belanda
menyatakan tidak terikat dengan perjanjian Renville
sekaligus menyatakan penghentian gencatan senjata. Pada
tanggal 19 Desember 1948, Jenderal Simons Spoor Panglima
Tentara Belanda memimpin Agresi militer ke
II menyerang Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota
Republik. Soekarno-Hatta ditangkap dan diasingkan
ke Pulau Bangka. Jenderal Soedirman yang sedang didera
sakit berat melakukan perjalanan ke arah selatan dan
memimpin perang gerilya selama tujuh bulan. Ketika itu
Soedirman mengidap TBC dan sakit parah sehingga
tubuhnya melemah.

Soedirman dan pasukan selama perang gerilya

Di tengah-tengah, Belanda menyatakan Indonesia sudah tidak ada. Dari kedalaman


hutan Jenderal Soedirman menyiarkan bahwa Republik Indonesia masih ada, kokoh
berdiri bersama Tentara Nasionalnya yang kuat. Soedirman membuat Jawa menjadi
medan perang gerilya yang luas, membuat Belanda kehabisan logistik dan waktu.
Puncak dari perang gerilya Jenderal Soedirman adalah serangan 1 Maret 1949 yang
direncanakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, kemudian dikomando oleh Jenderal
Soedirman, dan dilaksanakan oleh Letkol Suharto.
ini menjadi bukti bahwasanya segala komando perjuangan masih berada di pundak
panglima besar Jenderal Soedirman.Perlawanan tersebut membuat Belanda semakin
tercengang, karena serangan tersebut memang sengaja dilakukan oleh Indonesia, dan
memberi tahu bahwa bangsa Indonesia tidak takut dan masih akan terus
berdaulat.Serangan tersebut adalah tanda bahwa bangsa Indonesia masih ada dan tidak
takut dengan segala bentuk penjajahan Belanda.Bangsa Indonesia siap untuk melawan
dan mengusir segala bentuk penjajahan di negara Indonesia dan perjuangan tersebut
tidaklah sia-sia, karena serangan tersebut mampu membungkam propaganda yang
dibuat oleh Belanda. Akhirnya, berkat upaya bangsa Indonesia, pada 7 Mei 1949
Indonesia dan Belanda menggelar perundingan, yang menghasilkan perjanjian Roem
Royen karena didesak oleh PBB. Kemanunggalan TNI dan rakyat lah akhirya
memenangkan perang. Dengan ditanda tangani Perjanjian Roem-Royen, Kerajaan
Belanda mengakui kedaulatan RI seutuhnya.

Hari ini, kitalah yang merasakan manisnya jerih payah dari Jendral Soedirman dan para
pahlawan terdahulu. Jendral Soedirman dan pasukannya tetap semangat dan pantang
menyerah dalam menghadapi gencarnya serangan pasukan Belanda. Kegigihannya
melawan Belanda sangat dikagumi oleh para pasukannya dan memberikan mereka
motivasi besar untuk terus melawan penjajah. Sudirman adalah tokoh yang sangat
istimewa. Ia hidup sederhana dan mampu memanfaatkan peluang status yang
disandangnya untuk kepentingan banyak orang. Keteguhan prinsip dan tekad yang
tidak pernah padam menjadikan Sudirman tidak mudah terlena dan menjadikannya
hebat seperti yang kita ketahui saat ini.

Anda mungkin juga menyukai