Anda di halaman 1dari 3

Profil singkat Jendral Soedirman 

Jendral Soedirman adalah salah satu dari sekian banyak Pahlawan Revolusi Nasional Indonesia.
Dalam sejarah perjuangan Republik Indonesia, ia merupakan Panglima dan Jendral RI yang
pertama dan termuda. Jendral Sudirman lahir di Bodas, Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah
pada tanggal 24 Januari 1916. Beliau memulai pendidikannya di sekolah bernama hollandsch
inlandsche school (HIS). Setelah lulus, beliau melanjutkan pendidikannya ke Taman Siswa,
dan masuk ke sekolah guru HIK Muhammadiyah Surakarta. Beliau tidak menyelesaikan
sekolahnya, namun ia mengajar sebagai guru di HIS Muhammadiyah Cilacap.
Karir militernya dimulai pada tahun 1943 dan bergabung dalam pasukan Pembela Tanah Air
(PETA). Setelah pelatihan, beliau dijadikan komandan battalion PETA di Kroya, Jawa Tengah.
Setelah Indonesia merdeka, Jendral Soedirman bergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat
(TKR). Saat itu, Jendral Soedirman  berhasil merebut senjata pasukan Jepang dalam pertempuran
di Banyumas, Jawa Tengah. Karena kepiawaiannya, beliau pun diangkat menjadi panglima TKR
dengan pangkat kolonel.
Pertempuran besar yang dipimpin beliau pertama kali adalah pertempuran Palagan Ambarawa, di
mana Indonesia menang melawan tentara sekutu (Inggris) dan NICA (Belanda). Akhirnya, pada
18 Desember 1945, Jendral Soedirman dilantik menjadi Jenderal. Hingga kini beliau dikenal
dengan naman Jenderal Sudirman.

Perang Gerilya Merespon Agresi Militer Belanda II

Salah satu kiprah Jendral Soedirman  dalam mempertahankan Indonesia adalah perang gerilya
yang berlangsung pada akhir Desember 1948 awal Juli 1949. Gerilya adalah cara berperang
sembunyi-sembunyi dan menyerang dengan tiba-tiba. Selama perang gerilya, pasukan yang
dipimpin Jenderal Sudirman melalukan penyerangan ke pos-pos yang dijaga Belanda atau saat
konvoi. Strategi perang gerilya ini bertujuan untuk memecah konsentrasi Belanda.

Perang gerilya itu merupakan respon Indonesia atas Agresi Militer II yang dilancarkan oleh
Belanda. Pada 14 Desember 1948, Belanda kembali masuk ke Indonesia dan melakukan
penyerangan di beberapa wilayah, terutama di Jawa. Belanda menyerang ibu kota Indonesia saat
itu, Yogyakarta, dimulai dari Pangkalan Udara Maguwo. Mereka berhasil menguasai Yogyakarta
pada 19 Desember 1948.

Jendral Soedirman  Perang Gerilya Saat Sakit Parah

Bagi Jendral Soedirman , tidak ada kata menyerah. Beliau adalah orang yang gigih pendirian dan
berusaha secara maksimal, meskipun kondisinya menyulitkan. Saat menguasai Yogyakarta,
Belanda terus menerus melakukan serangan. Hingga pada 22 Desember 1948, Jendral
Soedirman  memutuskan untuk meninggalkan Yogyakarta untuk memulai gerilya.

Sebenarnya, saat itu, Jenderal Sudirman sedang mengalami sakit tuberkulosis (TBC). Memang
sebelumnya saat Jenderal Sudirman berdiskusi dengan Presiden Soekarno, Presiden memintanya
untuk beristirahat karena kondisinya yang sedang sakit. Namun, menurut ahli sejarah, Jendral
Soedirman  justru menjawab “Tidak, Bung! Saya tetap bersatu dengan rakyat. Karena sesuai
dengan ucapan saya, saya harus bergabung dengan rakyat, menentukan kemerdekaan Indonesia.”

Perang gerilya membutuhkan perjalanan panjang di mana Jenderal Sudirman dan pasukannya
harus keluar masuk hutan dan melewati jalur pedesaan. Sampai akhirnya saat kondisi kesehatan
Jenderal Sudirman memburuk dan tidak kuat berjalan. Jenderal Sudirman ditandu oleh para
prajuritnya yang setia.

Memimpin dengan Pemikiran Strategis

Meski sedang sakit, Jenderal Sudirman tetap mampu memberikan strategi perang yang baik dan
bisa memotivasi pasukannya. Beliau memang tidak berperang langsung, namun pemikirannyalah
yang meimpin para prajurit.

Dengan taktik perang gerilya Belanda jadi kebingungan karena ada serangan yang dilakukan
secara tiba-tiba. Di samping itu, Jenderal Sudirman juga menyiapkan sebuah serangan yang
direncanakan dengan matang. Serangan itu dilakukan pada 1 Maret 1949 pagi serentak di seluruh
wilayah Indonesia. Fokus serangan itu adalah di ibu kota Indonesia, yaitu Yogyakarta. Pada 1
Maret 1949 pukul 06.00 WIB, sirine di seluruh penjuru kota Yogyakarta dibunyikan sebagai
tanda serangan dimulai.

Selagi Jenderal Sudirman bergerilya di pelosok desa, serangan di Yogyakarta itu dipimpin oleh
Letkol Soeharto, Ventje Sumual, Mayor Sardjono, Mayor Kusno, Letnan Amir Murtopo, dan
Letnan Masduki. Strategi perang gerilya yang dilakukan dari provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur itupun membuahkan hasil. Akhirnya Belanda pun
berhasil dipukul mundur.

Pelajaran yang bisa diambil dari perjuangan Jenderal Soedirman adalah antara lain:
1. Patriotisme pada bangsa dan negara
Patrotisme Jenderal Soedirman pada bangsa dan negara Indonesia terlihat dari keinginan
Jenderal Soedirman agar bangsa dan negara Indonesia tidak boleh dijajah lagi oleh
bangsa lain. Bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh.
2. Nasionalisme terhadap bangsa dan negara
Nasionalisme Jenderal Soedirman terhadap bangsa dan negara Indonesia terlihat dari
perjuangan Jenderal Soedirman yang memimpin pasukan untuk melawan penjajahan
Belanda.
3. Semangat berjuang demi bangsa dan negara
Semangat berjuang demi bangsa dan negara Jenderal Soedirman ditunjukkan dari
keputusan dan tindakan Jenderal Soedirman yang memutuskan perang gerilya saat Agresi
Militer II Belanda. Perang gerilya dilakukan dalam kondisi Jenderal Soedirman sakit
Tuberkulosis (TBC) hingga harus ditandu oleh para pengikut setianya. Pasukan Jenderal
Soedirman harus keluar masuk desa dan hutan, menyerang sekaligus menghindar dari
pasukan Belanda
4. Rela berkorban demi bangsa dan negara Tangguh dan gigih berjuang
Rela berkorban demi bangsa ditunjukkan dari sikap tegas Jenderal Soedirman yang
menolak saran Presiden Soekarno untuk istirahat karena kondisi Jenderal Soedirman yang
sakit.  Sebab Jenderal Soedirman ingin berjuang bersama rakyat demi kemerdekaan
Indonesia. Jenderal Soedirman tangguh dan gigih berjuang terlihat dari perjuangan
perang gerilya yang sulit dengan senjata seadanya.
5. Pantang menyerah
Sikap pantang menyerah Jenderal Soedirman terlihat dari sikap Jenderal Soedirman yang
enggan berhenti perang gerilya karena waspada akan Belanda yang licik.

Anda mungkin juga menyukai