Anda di halaman 1dari 13

Kliping

Biografi Tokoh Pejuang kemerdekaan


republik Indonesia

Nama: Mohammad Ferry Irawansyah


Kelas: XII MIPA 2
Kata pengantar

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya
kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
kliping IPS ini dengan baik. Karena dengan izin-Nya kami
dapat membuat dan menyelesaikan kliping IPS ini, walaupun
masih banyak kekurangan.

Kami ucapkan terima kasih kepada bapak/ibu guru yang


telah membimbing kami. Besar harapan kami, kehadiran
kliping ini dapat memberikan kontribusi bagi
terselenggaranya pendidikan yang berkualitas serta
mendorong siswa untuk menjadi generasi berprestasi.

Kami menyadari dalam penyusunan kliping ini masih


banyak kekurangan, maka dari itu dengan kerendahan hati,
kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak
untuk/memperbaiki kliping ini sehingga menjadi lebih baik.
Daftar isi

Nanti sesuai kan bel og daftar isik de 


A. Biografi Tokoh Pejuang kemerdekaan
Republik Indonesia

1. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara selain dikenal sebagai seorang


pahlawan nasional, ia juga dikenal sebagai Bapak
Pendidikan Nasional Indonesia. Perkembangan
pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peran Ki
Hajar Dewantara. lahir diYogyakarta 2 Mei 1889 ini
mengenyam pendidikan di sekolah khusus anak Belanda
dan Bangsawan yakni ELS. Setelah itu ia melanjutkan
sekolahnya di STOVIA, sekolah kedokteran khusus untuk
pribumi namun ia tak selesai.
Ia lebih menyukai jurnalistik dan menjadi wartawan
di berbagai surat kabar. Tulisan-tulisannya sangat tajam
mengkritik pemerintahan kolonial Belanda. Hal ini
membuat ia sempat ditangkap dan dibuang ke pulau
Bangka. Dari Pulau Bangka, Ki Hajar Dewantara
kemudian diasingkan ke Belanda bersama dengan dr.
Tjipto Mangunkusumo serta Douwes Dekker. Di Belanda,
Ki Hajar Dewantar memperoleh ijazah pendidikan yakni
Europeesche Akte yang kemudian dipakai mendirikan
lembaga pendidikan di Indonesia.

Setelah kembali ke Indonesia, Ki Hajar Dewantara


kemudian mendirikan lembaga pendidikan bernama
Taman Siswa atau Nationaal Onderwijs Instituut
Tamansiswa pada tahun 1922. Ki Hajar Dewantara juga
mencetuskan semboyan yang kini dipakai dalam
pendidikan di Indonesia yakni Ing ngarso sung tulodo
(di depan memberi contoh), Ing madyo mangun karso,
(di tengah memberi semangat), serta Tut Wuri
Handayani, (di belakang memberi dorongan). Setelah
Indonesia Merdeka pada tahun 1945, Ki Hajar Dewantara
diangkat sebagai Menteri pengajaran Indonesia yang
kini dikenal sebagai Menteri Pendidikan.

Bapak Pendidikan Nasional Indonesia ini wafat pada


tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta. Atas jasa jasa Ki
Hajar Dewantara, pemerintah menganugerahkan gelar
Pahlawan Nasional Indonesia. Hari lahirnya juga
diperingati sebagai hari pendidikan.
2. Jenderal Besar Sudirman

Jenderal Besar Sudirman merupakan salah satu


pahlawan yang sudah tidak asing lagi di Indonesia. Namanya
sangat terkenal diseluruh Indonesia. Ia merupakan salah satu
tokoh militer yang mampu meraih pangkat hingga jenderal
besar (bintang lima) dalam tubuh TNI. Pria kelahiran
Purbalingga 24 Januari 1916 sebelumnya berlatar belakang
sebagai seorang guru. Walaupun terlahir di keluarga miskin,
Jenderal Sudirman kala itu mempunyai semangat yang tinggi
dalam belajar serta berorganisasi.

Setelah lulus di sekolah calon guru Kweekschool,


Sudirman kala itu kemudian mengajar di Cilacap sebagai
seorang guru di sekolah Muhammadiyah. Ketika Jepang
masuk ke Indonesia pada tahun 1942, Sekolah tempat
Sudirman mengajar ditutup dan diubah menjadi pos militer
oleh Jepang. Setelah itu, Sudirman memilih masuk di militer
dan bergabung dengan PETA (Pasukan Pembela Tanah Air) di
Bogor. Setelah lulus pendidikan ia kemudian menjadi
komandan batalyon.

Pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Soekarno


kemudian menunjuk Sudirman sebagai Panglima TKR
(Tentara Keamanan Rakyat) menggantikan Supriyadi yang
menghilang misterius. Ketika agresi militer Belanda terjadi di
Indonesia, Jenderal Sudirman sebagai panglima TKR
memimpin pasukannnya melawan Inggris di Ambarawa.
Ketika Jakarta serta Yogyakarta kala itu dikuasai oleh
Belanda, Jenderal Sudirman kemudian melakukan perang
gerilya selama tujuh bulan dari hutan ke hutan bersama
dengan pasukannya. Namun karena penyakit TBC nya yang
semakin parah membuat Jenderal Sudirman kemudian
kembali dari bergerilya.

Kondisi penyakitnya yang semakin parah membuat


Jenderal Sudirman kala itu dirawat di Magelang pada tahun
1949. Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda,
Sudirman diangkat sebagai Jenderal Besar. Setelah lama
berjuang melawan penyakit TBC yang ia derita, Jenderal
Besar Sudirman wafat pada tanggal 29 Januari 1950 di
Magelang. Ia kemudian dimakamkan di Yogyakarta disamping
makam jenderal Urip Sumoharjo. Atas jasanya, Jenderal
Besar Sudirman dianugerahi gelar pahlawan nasional
kemerdekaan Indonesia.
3. Pangeran Diponegoro

Ia dikenal sebagai salah satu tokoh paling terkenal


dalam perang diponegoro. Perang tersebut merupakan salah
satu perang paling besar dan paling lama yang terjadi di
tanah Jawa. Pria kelahiran Yogyakarta, 11 November 1785 ini
memimpin perlawanan melawan pemerintah kolonial
Belanda. Berawal dari usaha Belanda yang membangun jalan
melintasi makam leluhur pangeran Diponegoro membuat
Pangeran Diponegoro tersinggung dan marah.

Pangeran Diponegoro yang merupakan putera dari


Sultan Hamengkubuwono III mengangkat senjata melawan
pemerintah kolonial Belanda dan mengobarkan perang
Diponegoro. Walau sempat dikepung oleh Belanda
dikediamannya, Pangeran Diponegoro berhasil meloloskan
diri bersama dengan keluarga serta pasukannya. Mereka
kemudian mendirikan markas di Gua Selarong, Bantul.
Perang berlangsung selama lima tahun. Pangeran
Diponegoro dibantu oleh rakyat serta 15 orang Pangeran
melakukan perlawanan sengit dengan Belanda. Berbagai cara
dilakukan oleh Belanda untuk menangkap Pangeran
Diponegoro. Mulai dari mengerahkan ribuan pasukan untuk
menangkap Pangeran Diponegoro hingga melakukan
sayembara menawarkan hadiah bagi siapa saja yang berhasil
menangkap pengeran Diponegoro.

Namun cara yang dilakukan oleh Belanda selalu gagal.


Akhirnya Belanda kemudian mengajak Pangeran Diponegoro
mengadakan perundingan di Magelang. Perundingan
kemudian dilakukan, Belanda mendesak agar Pangeran
Diponegoro menghentikan perlawanan namun Pangeran
Diponegoro Menolak. Penolakan ini membuat Belanda
kemudian mengepung dan menangkap Pangeran
Diponegoro. Setelah ditangkap, Pangeran Diponegoro dibawa
ke Semarang kemudian dibawa ke Batavia.

Pangeran Diponegoro beserta keluarganya kemudian


diasingkan ke Manado. Setelah itu, ia kemudian dibawa ke
Makassar dan ditahan di Benteng Rotterdam pada tahun
1934. Ia ditahan disana hingga wafat pada tanggal 18 Januari
1855. Jasadkan kemudian dimakamkan di Kampung Jawa,
Kota Makassar. Perjuangannya kemudian dilanjutkan oleh
anak-anaknya. Atas jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia
kemudian menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional
kepada Pangeran Diponegoro.
4. Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin dikenal sebagai pahlawan nasional


yang berasal dari daerah Makassar, Sulawesi Selatan. Ia
merupakan penguasa kesultanan kerajaan Gowa di Sulawesi
Selatan. Keberanian Sultan Hasanuddin melawan Belanda
membuat ia dijuluki ‘Ayam Jantan Dari Timur’ atau de Haav
van de Oesten. Pria yang lahir tanggal 12 Januari 1631 ini
merupakan raja yang berhasil membawa kerajaan Gowa
dipuncak kejayaannya di wilayah Indonesia Timur. Kerajaan
tersebut juga menguasai jalur perdagangan rempah-rempah
di wilayah Indonesia Timur.
VOC yang kala itu merupakan perusahaan dagang
Belanda ingin memonopoli dan menguasai jalur perdagangan
di Indonesia Timur. Hal ini membuat Sultan Hasanuddin tidak
suka. Belanda melalui armadanya beberapa kali menyerang
kerajaan Gowa yang belum ditundukkannya namun selalu
gagal. Hal ini karena kuatnya pertahanan kerajaan Gowa
melalui benteng Somba Opu serta armada lautnya yang
dikenal kuat.

Perang antara Kerajaan Gowa dan VOC Belanda dimulai


pada tahun 1660. Pasukan Belanda bahkan dibantu oleh
Arung Palakka yang merupakan penguasa dari Kerajaan
Bone. Beberapa kali perang, beberapa kali pula melakukan
perdamaian. Hingga puncaknya Sultan Hasanuddin yang
merasa dirugikan dengan perjanjian damai tersebut
merompak dua kapal Belanda. Hal ini mmebuat Belanda
mengirimkan armada perangnya untuk menundukkan
kerajaan Gowa dan Sultan Hasanuddin. Armada pasukan
Belanda dipimpin oleh Cornelis Speelman dibantu oleh
Kapiten Jonker dari Maluku serta Arung Palakka dari kerajaan
Bone. Perang besar melutus antara Pasukan Kerajaan
Makassar melawan Belanda. Perang tersebut dikenal dengan
Perang Makassar.

Perang tersebut membuat Sultan Hasanuddin terdesak.


Ia kemudian mengadakan perjanjian dengan Belanda yang
dikenal dengan nama Perjanjian Bongaya pada tahun 1667.
Dua tahun kemudian yakni 1668, Sultan Hasanuddin kembali
menyerang Belanda namun upayanya dapat dipadamkan
oleh Belanda yang semakin kuat. Pertahanan terakhir
kerajaan Gowa yakni Benteng Somba Opu kemudian jatuh ke
tangan Belanda. Belanda kemudian berhasil menguasai
kerajaan Gowa dan membuat Sultan Hasanuddin menyerah
dan mengakui kekuasaan Belanda.

Setelah mengundurkan diri sebagai sultan kerajaan


Gowa, Sultan Hasanuddin tutup usia pada tanggal 16 Juni
1670. Ia kemudian dimakamkan di pemakaman raja-raja
Gowa di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Karena
perjuangannya melawan pemerintah kolonial Belanda, maka
pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan
Nasional kepada Sultan Hasanuddin.

5. Kapiten patimura

Kapitan Pattimura merupakan pahlawan nasional


Indonesia yang terkenal dengan perlawanannya melawan
Belanda di Maluku. Pria kelahiran Saparua, Maluku 8 Juni
1783 ini merupakan tokoh penting dalam perang Maluku.
Sebelumnya Pattimura pernah berkarir sebagai sersan militer
kerajaan Inggris. Namun penyerahan kekuasaan pada tahun
1816 kepada Belanda membuat Belanda kemudian
memaksakan kehendaknya di Maluku seperti Monopoli
perdagangan rempah-rempah, Pajak Tanah serta pelayaran
Hongi.

Para raja-raja, Kapitan serta tokoh adat dan rakyat


kemudian mengangkat senjata melawan Belanda. Mereka
dipimpin oleh Pattimura yang kemudian mengatur strategi
perang.

Dalam perjuangannya, Pattimura sempat menguasai


beberapa lokasi pertahanan Belanda seperti benteng
Duurstede, wilayah Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw-
Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon serta Seram Selatan.
Namun politik adu domba yang dijalankan oleh Belanda
membuat Pattimura berhasil tertangkap oleh Belanda. Ia
kemudian diadili oleh Belanda dan dihukum gantung di
depan benteng Victoria, Ambon pada tahun 1817. Atas jasa-
jasa Kapitan Pattimura, Pemerintah Indonesia kemudian
menganugerahkan gelar pahlawan nasional Indonesia kepada
Pattimura sang pejuang dari Maluku.

Anda mungkin juga menyukai