Anda di halaman 1dari 24

Makalah Tugas Mapel PPKn

SEJARAH NASIONAL INDONESIA


“Perjanjian Linggarjati”
Guru Mapel : Bapak SARUDIN,S.Pd,.M.Pd
Kelas 12 Ips 1

Nama Kelompok 7
Lukmanul Hakim
Muhamad nur fazri
Muhamad sildan finata
Sri maulidia putri
Siti devi rahmawati
SMA NEGERI 16 KAB.TANGERANG - BANTEN
JL.GANDASARI NO 14 JAYANTI – KEC.JAYANTI – TANGERANG -
BANTEN
KODE POS 15610
Daftar Isi

PENDAHULUAN

BAB I

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

PEMBAHASAN

BAB II

A. Asal Mula Perjanjian Linggarjati

B. Pelaksanaan dan Hasil Perjanjian Linggarjati

C. Dampak dari Perjanjian Linggarjati

D. Pro dan Kontra dalam Perjanjian Linggarjati

E. Peta – Peta Perjanjian Linggarjati

PENUTUP

BAB III

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang


menetapkan ‘Status quo’ di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia
dengan Belanda, seperti contohnya peristiwa 10 November 1945, selain itu pemerintah
Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di
Asia.

Perjanjian Linggarjati merupakan salahsatu simbol perjuangan diplomasi


Indonesia dalam menyelesaikan masalah kedaulatan dengan Belanda. Konflik
Indonesia-Belanda tidak dapat dihindari karena Belanda tidak mau mengakui
kedaulatan Republik Indonesia dan berupaya terus menduduki kembali wilayah RI.
Melihat banyaknya korban yang gugur dalam pertempuran antara pihak Indonesia,
Inggris maupun Belanda. Maka, Inggris ingin menunjukkan bahwa kedatangannya ke
Indonesia tidaklah untuk kekacauan dan pertempuran, akan tetapi mengusahakan
pertemuan pihak RI dan Belanda dalam sebuah perundingan untuk menyelesaikan
masalah mereka secara damai. Kontak senjata dan perundingan dilakukan oleh kedua
negara.

Bangsa Indonesia menyadari bahwa kekuatan senjata bukan satu-satunya jalan


untuk mencapai kemerdekaan. Jalur diplomasi atau perundingan adalah jalan lain yang
ditempuh bangsa Indonesia. Hal ini juga menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang cinta damai, tetapi lebih mencintai kemerdekaan.

B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut :
1. Mengapa perjanjian linggarjati terjadi ?
2. Siapa sajakah tokoh-tokoh yang melaksanakan perjanjian linggarjati ?
3. Bagaimana hasil perjanjian linggarjati ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya perjanjian linggarjati.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang melaksanakan perjanjian linggarjati
3. Untuk mengetahui hasil perjanjian linggarjati
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal Mula Perjanjian Linggarjati

Sebelum diakukan perundingan linggarjati, sudah dilakukan beberapa kali


perundingan baik di Jakarta maupun di Belanda. Namun, usaha-usaha untuk mencapai
kesepakatan belum memenuhi harapan baik bagi pihak Indonesia maupun bagi pihak
Belanda. Usaha itu mengalami kegagalan karena masing-masing pihak mempunyai
pendapat yang berbeda.

Van Mook adalah orang Belanda yang lahir di Indonesia, yaitu di Semarang. Ia
juga seorang penganjur persekutuan sejak tahun 1930-an yang termasuk dalam
kelompok pendorong, yaitu gerakan orang Belanda di tanah jajahan Hindia Belanda
yang bertujuan untuk menjadikan Hindia Belanda sebagai tanah air mereka dalam
bentuk persemakmuran. Atas pandangan itu suatu saat nanti Indonesia menjadi bagian
sesuai dengan makna politik dan sosialnya sendiri. Atas dasar pemikirannya itu Van
Mook berkeinginan keras untuk kembali ke Indonesia. Sebagai seorang Letnan
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van Mook lebih siap menghadapi perubahan situasi
daripada pemerintahan yang ada di Negeri Belanda. Namun, ia mendapatkan situasi
yang jauh dari perkiraannya, proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan segaa
konsekuensinya itu tidak mungkin untuk ditarik kembali. Belanda hanya dapat menolak
dan tidak mengakui negeri jajahannya sebagai negara yang berdaulat.

Pada awal kehadirannya di Jakarta, Van Mook mendapat tekanan baik dari
sekutu maupun ancaman perlawanan dari pihak revolusioner Indonesia. Pada awal itu
Van Mook bersedia untuk melakukan perundingan, meskipun pemerintah Belanda
melarangnya untuk bertemu dengan Sukarno. Pada 14 Oktober 1945, Van Mook
bersedia Sukarno dan ‘kelompok-kelompok Indonesia’. Ia tidak mau menyebut sebagai
Republik Indonesia, karena pemerintah Belanda belum mengakui pemerintahan
Republik Indonesia. Dalam pokok pikiran Van Mook menyatakan, bahwa NICA
bersedia membangun hubungan ketatanegaraan yang baru dan status Indonesia menjadi
‘negara dominion’ dalam persekutuan ‘persemakmuran Uni-Belanda’.

Demikianlah karena tidak ada titik temu antara Indonesia dan Belanda, Cristion
tetap berusaha mempetemukan mereka. Pemerintah Belanda diwakili oleh Van Mook
dan wakilnya, Charles O. Van der Plas. Indonesia diwakili oleh Sukarno dan Moh.
Hatta yang didampingi oleh H. Agus Salim dan Ahamd Subarjo. Dalam pertemuan itu
tidak ada hasil yang memuaskan bagi pihak Indonesia, pihak Belanda masih
menginginkan kebijakan politiknya yang lama.

Pada pekan terakhir Bulan Oktober 1945, berbagai insiden dan konfrontasi
dengan semakin banyakanya tentara NICA yang datang ke Indonesia. Konfrontasi itu
menyebabkan pihak sekutu yang ingin segera mengakhiri tugasnya di Indonesia,
terlebih ketika aksi-aksi kekerasan di kota besar di Indonesia, terutama pertempuran
sengit di Surabaya. Pihak sekutu ingin segera meninggalkan Indonesia, tetap tidak
mungkin melepaskan tanggungjawab internasionalnya. Untuk itulah satu-satunya jalan
untuk menyelesaikan itu dengan melakukan perundingan.1

1. Perundingan Awal di Jakarta

Pada tanggal 1 Oktober 1945 telah diadakan perundingan antara Christison


(Inggris) dengan pihak Republik Indonesia. Dalam perundingan ini Christison
mengakui secara de facto terhadap Republik Indonesia. Hal ini pula yang memperlancar
gerak masuk Sekutu ke wilayah Indonesia. Kemudian, pihak pemerintah RI pada
tanggal 1 November 1945 mengeluarkan maklumat politik. Dalam maklumat itu
disebutkan bahwa pemerintah bersedia membayar semua hutang yang dibuat Belanda
sebelum Perang Dunia II, mengembalikan milik asing atau memberi ganti rugi atas
milik asing yang sudah dikuasai pemerintah.2

Inggris yang ingin melepaskan diridari kesulitan pelaksanaan tugas-tugasnya di


Indonesia, mendorong agar segera diadakan perundingan antara Indonesia dan Belanda.
Oleh karena itu, Inggris mengirim Sir Archibald Clark Kerr. Di bawah pengawasan dan
perantaraan Clark Kerr, pada tanggal 10 Februari 1946 diadakan perundingan Indonesia
dengan Belanda di Jakarta. Dalam perundingan ini Van Mook selaku wakil dari Belanda
mengajukan usul-usul antara lain sebagai berikut:

a. Indonesia akan dijadikan negara persemakmuran berbentuk federasi,


memiliki pemerintahan sendiri tetapi di dalam lingkungan Kerajaan
Nederland (Belanda).
b. Masalah dalam negeri di urus oleh Indonesia, sedangkan urusan luar negeri
ditangani oleh pemerintah Belanda.
c. Sebelum dibentuk persemakmuran, akan dibentukpemerintahan peralihan
selama sepuluh tahun.
d. Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB.
1
Purnawan Basundorodan Baha Uddin.Sejarah Indonesia.(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014). H 156-157

2
Marwati Djoened Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia VI. (Jakarta: Balai Pustaka, 2009). h 203
Pihak Indonesia belum menanggapi dan mengajukan usul-usul balasannya.
Kebetulan situasi Kabinet Syahrir mengalami krisis, Persatuan Perjuangan (PP)
pimpinan Tan Malaka melakukan oposisi. PP mendesak pada pemerintahan bahwa
perundingan hanya dapat dilaksanakan atas pengakuan seratus persen terhadap RI.

Di dalam sidang KNIP di Solo pada 28 Februari-2 Maret 1946 mayoritas suara
menentang kebijaksanaan yang telah ditempuh oleh Syahrir.Oleh karena itu, Kabinet
Syahrir jatuh. Presiden Sukarno kemudian menunjuknya kembali sebagai Perdana
Menteri. Kabinet Syahrir II terbentuk pada tanggal 12 Maret 1946. Kabinet Syahrir II
mengajukan usul balasan dari usul-usul Van Mook. Usul-usul Kabinet Syahrir II antara
lain sebagai berikut:

a. RI harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah Hindia
Belanda.
b. Pinjaman-pinjaman Belanda sebelum tanggal 8 Maret 1942 menjadi
tanggungan pemerintah RI.
c. Federasi Indonesia Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu.
Mengenai urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan
federasi yang anggotanya terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda.
d. Tentara Belanda segera ditarik kembali dari republik.
e. Pemerintah Belanda harus membantu pemerintah Indonesia untuk menjadi
anggota PBB.
f. Selama perundingan sedang terjadi, semua aksi militer harus dihentikan.3

Usulan Syahrir tersebut ternyata ditolak oleh Van Mook. Sebagai jalan
keluarnya Van Mook mengajukan usul tentang pengakuan Republik Indonesia sebagai
wakil Jawa untuk mengadakan kerja sama dalam upaya pembentukan negara federal
yang bebas dalam lingkungan Kerajaan Belanda. Pada tanggal 27 Maret 1946, Sutan
Syahrir memberikan jawaban disertai konsep persetujuan yang isi pokoknya antara lain
sebagai berikut.

a. Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa dan


Sumatera.
b. Supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk RIS.
c. RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname dan Curacao, menjadi
peserta dalam ikatan kenegaraan Belanda.

3
Marwati Djoened Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia VI. h 204
Usual tersebut ternyata sudah saling mendekati komromi. Oleh karena itu, usaha
perundingan perlu ditingkatan.4

2. Perundingan Hooge Valuwe

Perundingan dilanjutkan di negeri Belanda, di kota Hooge Valuwe bulan April


1946. Pokok pembicaraan pada perundingan itu adalah memutus pembicaraan yang
dilakuakn di Jakarta oleh Van Mook dan Syahrir. Sebagai penengah dalam perundingan,
Inggris mengirim Sir Archibald Clark Kerr. Pada kesempatan itu Syahrir mengirim tiga
orang delegasi dari Jakarta, yaitu Mr. W. Suwandi, dr. Sudarsono dan Mr. Abdul Karim
Pringgodigdo. Mereka berangkat bersama Kerr pada 4 April 1946. Delegasi Belanda
yang diajukan dalam perundingan ini terdiri atas, yaitu Dr. Van Mook, Dr. Van Royen,
Prof Logeman, Dr. Idenburgh, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamis II dari Pontianak dan
Suriio Santoso. Perundingan tersebut untuk menyelesaikan perundingan yang tidak
tuntas saat di Jakarta.

Perundingan mengalami deadlock sejak hari pertama, karena masing-masing


pihak sudah mempunyai harapan yang berbeda. Delegasi Indonesia berharap ada
langkah nyata dalam upaya pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia.
Sementara pihak Belanda mengganggap pertemuan di Hooge Valuwe itu hanya untuk
sekedar pendahuluan saja.

Pada hasil pertemuan dihasilkan draf Jakarta yang sudah disiapkan. Sebagian
dapat diterima dan sebagian lagi tidak dapat diterima. Usulan yang diterima antara lain
adalah pengakuan kekuasaan RI atas Jawa, sementara Sumatera tidak diakui. Dari draf
Jakarta, tidak ada satu pun yang disetujui secara resmi, sehingga tidak dilakukan
penandatanganan. Alasan utama Belanda adalah Belanda tidak siap melakukan
pengakuan atas kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menolak
bentuk perundingan di Hooge Valuwe sebagai perjanjian internasional dua negara. Bagi
Indonesia, menerima delegasi Republik Indonesia sebagai mitra sejajar berarti
mengganggap negeri bekas jajahannya sebagai mitra sejajar yang mempunyai
kedudukan yang sama di dunia internasional. Sementara itu, Belanda masih belum
mengakui Indonesia sebagai negara yang berdaulat.

Di sisi lain, kondisi Belanda yang saat itu sedang mempersiapkan pemilihan
umum pertama pasca perang tidak siap untuk mengamil keputusan yang mengikat
masalah Indonesia, karena masalah Indonesia tergantung pada peta politik yang ada di
Belanda. Satu di antara partai potik yang menentang keras kebijakan perundingan
4
Purnawan Basundoro dan Baha Uddin.Sejarah Indonesia. h 159
adalah partai katolik, seperti halnya dengan kelompok PP di Indonesia. Pada awal
dimulainya perundingan Hooge Valuwe, Romme pimpinan fraksi partai katolik di
parlemen Belanda menulis tajuk di Harian Volkskrant dengan nada keras anti negosiasi
yang berjudul De week der Schande (Minggu yang penuh aib).

Perundingan yang berlangsung selama 10 hari itu (14-25 April 1946) telah
gagal. Untuk sementara waktu hubungan IndonesiaBelanda terputus. Akan tetapi, pada
tanggal 2 Mei 1946 van Mook kembali membawa usul pemerintahannya yang terdiri
atas tiga pokok :

1. Pemerintah Belanda mengakui Republik Indonesia sebagai bagian dari


Persemakmuran Indonesia yang terbentuk federasi (serikat).
2. Persemakmuran Indonesia Serikat di satu pihak dengan Nederland, Suriname
dan Curacao di lain pihak akan meerupakan bagian-bagian dari Kerajaan
Belanda.
3. Pemerintah Belanda akan mengakui de facto kekuasaan RI atas Jawa,
Madura dan Sumatera, dikurangi dengan daerah-daerah yang diduduki oleh
tentara Inggris dan Belanda.

Usul Belanda itu pada tanggal 17 Juni ditolak oleh pemerintahan RI karena
dianggap tidak mengandung sesuatu yang baru. Adapun usul balasan pemerintah RI
adalah :

1. Republik Indonesia berkuasa de facto atas Jawa, Madura, Sumatera dan


ditambah dengan daerah-daerah yang dikuasai oleh tentara Inggris dan
Belanda.
2. Republik Indonesia menolak ikatan kenegaraan (dalam hal ini gemeenebest,
rijksverband, koloni, trusteeship territory atau federasi ala Vietnam) dan
menghendaki penghentian pengiriman pasukan Belanda ke Indonesia,
sedangkan pemerintah Republik Indonesia tidak akan menambah
pasukannya.
3. Pemerintah Republik menolak suatu periode peralihan (over gangs periode)
di bawah kedaulatan Belanda.5

Kegagalan perundingan Hooge Valuwe bagi kedua negara membawa untuk


dilakukan kembali perundingan selanjutnya. Bagi Indonesia perundingan Hooge
Valuwe memperkuat posisi Indonesia di depan Belanda. Perundingan itu juga
menjadikan masalah Indonesia menjadi perhatian dunia internasional.perundingan itu
5
Marwati Djoened Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia VI. (Jakarta: Balai Pustaka, 2009). h 206
pula yang mengantarkan pada diplomasi internasional dalam perjanjian linggarjati pada
kemudian hari.

B. Pelaksanaan dan Hasil Perjanjian Linggarjati

Kegagalan dalam perundingan Hooge valuwe pada April 1946, menjadikan


pemerintah Indonesia untuk beralih pada tindakan militer. Pemrintah Indonesia
berpendapat perlu melakukan serangan umum di kedudukan Inggris dan Belanda yang
berada di Jawa dan Sumatera. Namun genjatan senjata yang dilakukan dengan cara-cara
lama dan gerilya tidak membawa perubahan yang berarti. Resiko yang dihadapi
pemerintah semakin tinggi dengan banyaknya korban yang berjatuhan. Untuk mencegah
bertambahnya korban pada bulan Agustus hingga September 1946 direncanakan untuk.

Menyusun konsep perang secara defensif. Bagi Sukarno, Hatta dan Syahrir
perlawan dengan strategi perang defentif itu lebih beresiko dibandingkan dengan cara-
cara lama, karena akan memakan korban lebih banyak lagi. Menurut mereka pengakuan
kedaularan Republik Indonesia lebih baik dilakukan dengan jalan diplomasi.

Pada 10 November 1946, perundingan diadakan di Indonesia, bertempat di


Linggarjati, sebelah selatan Cirebon. Pelaksanaan sidang-sidangnya berlangsung pada
tanggal 10-15 November 1946. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir,
anggotanya Mr. Moh Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo dan A.K. Gani. Sementara pihak
Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn dengan beberapa anggota, yakni Van Mook,
F de Boor dan Van Pool. Sebagai penengah dan pemimpin sidang adalah Lord Killearn,
juga ada saksi-saksi yakni Amir Syarifuddin, dr. Leimena, dr. Sudarsono dan Ali
Budiarjo. Presiden Sukarno dan wakil presiden Moh Hatta juga hadir di dalma
perundingan linggarjati itu.

Dalam perundingan itu dihasilkan kesepakatan yang terdiri dari 17 pasal.


Adapun isi dari perundingan Linggarjati secara lengkap terdiri dari 17 pasal dengan 1
pasal penutup sebagai berikut :

Persetujuan

Pemerintah Belanda Dalam hal ini berwakilkan komisi Jenderal Dan Pemerintah
Republik Indonesia Dalam hal ini berwakilkan Delegasi Indonesia

Pasal 1

Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan De-facto pemerintah


Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra. Adapun daerah-daerah
yang diduduki oleh tentara serikat atau tentara Belanda dengan berangsur-angsur
dan dengan kerja sama antara kedua belah pihak akan dimasukkan pula kedalam
daerah Republik Indonesia untuk menyelenggarakan yang demikian itu, maka
dengan segera akan dimulai melakukan tindakan yang perlu, supaya lambatnya
pada waktu yang disebutkan dalam pasal 12, termaksudnya daerah-daerah yang
tersebut itu telah selesai.

Pasal 2

Pemerintah Belanda dan pemerintah Republik Indonesia bersama-sama


menyelenggarakan segera berdirinya sebuah negara berdaulat dan
berdemokratis, yang berdasarkan perserikatan dan dinamakan Negara Indonesia
Serikat.

Pasal 3

Negara Indonesia Serikat itu akan meliputi Hindia-Belanda seluruhnya dengan


ketentuan, bahwa jika kaum penduduk daripada suatu bagian daerah setelah
dimusyawarahkan dengan lain-lain bagian daerah juga, menyatakan menurut
aturan Demokratis, tidak atau masih belum suka masuk ke dalam perserikatan
Negara Indonesia Serikat itu. Maka untuk bagian dengan itulah diwujudkan
semacam kedudukan istimewa terhadap Negara Indonesia Serikat itu dan
terhadap kerajaan Belanda.

Pasal 4

(1) Adapun negara-negara yang kelak merupakan Negara Indonesia Serikat itu
ialah Republik Indonesia, Borneo, dan Timur Besar, yaitu dengan tidak
mengurangi hak kaum penduduk daripada sesuatu bagian daerah, untuk
menyatakan hendaknya, menurut aturan Demokratis supaya kedudukannya
dan Negara Indonesia Serikat itu diatur dengan cara lain.
(2) Dengan tidak menyalahi ketentuan di dalam pasal tadi dan di dalam ayat (1)
pasal ini, Negara Indonesia Serikat boleh mengadakan aturan istimewa
tentang daerah ibu negerinya.

Pasal 5

(1) Undang-undang Dasar daripada Negara Indonesia Serikat ditetapkan nanti


oleh sebuah persidangan pembentuk Negara. Yang akandidirikan dari pada
wakil-wakil Republik Indonesia dan wakil-wakil sekutu lain yang akan
termasuk kelak dalam Negara Indonesia Serikat itu, yang wakil-wakil itu
ditujukan dengan jalan demokratis serta dengan mengingat ketentuan ayat
yang berikut dalam pasal itu.
(2) Kedua belah pihak akan bermusyawarah tentang cara turut campurnya dalam
persidangan pembentuk negara itu oleh Republik Indonesia, oleh daerah-
daerah yang termasuk dalam daerah kekuasaan Republik Indonesia, oleh
daerah-daerah yang termasuk oleh golongan-golongan penduduk yang tidak
ada atau tidak cukup perwakilannya segala itu dengan mengingat
tanggungjawab daripada pemerintah Belanda dan pemerintah Republik
Indonesia masing-masing.

Pasal 6

(1) Pemerintah Republik Indonesi dan Pemerintah Belanda, untuk membela-


peliharakan kepentingan bersama dari para Negara Belanda dan Indonesia
akan bekerjasama untuk membentuk persekutuan Belanda-Indonesia, yang
dengan terbentuknya itu kerajaan Belanda, Hindia-Belanda, Suriname, dan
Curacao ditukar sifatnya menjadi persetujuan itu yang terdiri pada satu pihak
dari pada kerajaan Belanda, yang meliputi Negeri Belanda, Suriname dan
Curacao dan pada pihak lainnya dari pada Negara Indonesia Serikat.
(2) Yang tersebut diatas tidaklah mengurangi kemungkinan untuk mengadakan
pula aturan kelak kemudian berkenaan dengan antara negeri Belanda dengan
Suriname dan Curacao satu dengan lainnya.

Pasal 7

(1) Untuk membela peliharakan kepentingan-kepentingan yang tersebut di


dalam pasal diatas ini persekutuan Belanda Indonesia itu akan mempunyai
alat-alat kelengkapan sendiri.
(2) Alat-alat kelengkapan itu akan dibentuk oleh pemerintah kerajaan Belanda
dan pemeintah Indonesia Serikat, mungkin juga oleh majelis-majelis
perwakilan negara-negara itu.
(3) Adapun yang akan dianggap kepentingan-kepentingan bersama itu ialah
kerjasama dalam hal perhubungan luar negeri, pertahanan dan seberapa perlu
keuangan, serta juga hal-hal ekonomi dan kebudayaan.
Pasal 8

Dipicuk persekutuan Belanda-Indonesia itu duduklah Raja Belanda. Keputusan-


keputusan bagi mengusahakan kepentingan-kepentingan bersama itu ditetapkan
oleh kelengkapan persekutuan itu atas nama Baginda Raja.

Pasal 9

Untuk membela peliharakan kepentingan-kepentingan Negara Indonesia Serikat,


dan kepentingan-kepentingan Kerajaan Belanda di Indonesia, maka pemerintah
masing-masingnya kelak mengangkat komisaris luhur.

Pasal 10

Anggar-anggar persekutuan Belanda Indonesia itu antara lain-lain akan


mengandung ketentuan-ketentuan tentang :

(a) Pertanggungan hak-hak kedua belah pihak yang satu terhadap yang lain dan
jaminan-jaminan kepastian kedua belah pihak menetapi kewajiban-
kewajiban yang satu kepada yang lain.
(b) Hak kewarganegaraan untuk warga negara Belanda dan warga negara
Indonesia masing-masing di daerah lainnya.
(c) Aturan cara bagaimana menyelesaikannya, apabila dalam alat-alat
kelengkapan kerajan Belanda memberi bantuan kepada Negara Indonesia
Serikat itu tidak cukup mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri.
(d) Pertanggungjawaban dalam kedua bagian persekutuan itu, akan ketentuan
hak-hak dasar kemanusiaan dan kebebasan-kebebasan yang dimaksudkan
juga oleh piagam persekutuan bangsa-bangsa.

Pasal 11

(1) Anggar-anggar itu akan direncanakan kelak oleh suatu permusyawarahan


antara wakil-wakil kerajaan Belanda dan Negara Indonesia Serikat yang
hendak dibentu itu.
(2) Anggar-anggar itu terus berlaku setelah dibenarkan oleh majelis-majelis
perwakilan rakyat kedua belah pihak masing-masingnya.

Pasal 12
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia, akanmengusahakan
supaya terwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-
Indonesia itu telah selesai, sebelum tertanggal 1 Januari 1949.

Pasal 13

Pemerintah Belanda dengan segera akan melakukan tindakan-tindakan agar


supaya setelah terbentuknya persekutuan Belanda-Indonesia itu, dapatlah Negara
Indonesia Serikat diterima menjadi anggota di dalam Perserikatan Bangsa-
Bangsa.

Pasal 14

Pemerintah Republik Indonesia mengakui hak-hak orang-orang bukan bangsa


Indonesia akan menuntut dipulihkan hak-hak mereka yang dibekukan dan
dikembalikan barang-barang milik mereka, yang berada di dalam daerah
kekuasaannya de facto. Sebuah panitia bersama akan dibentuk untuk
menyelenggarakan pemulihan atau pengembalian itu.

Pasal 15

Untuk mengubah sifat Hindia, sehingga susunannya dan cara bekerjanya


seboleh-bolehnya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia dan dengan
bentuk susunan menurut hukum negara, yang direkakan itu, maka pemerintah
Belanda akan mengusahakan, supaya sementara menantikan berwujudnya
Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu, kedudukan
kerajaan Belanda dalam hukum negara dan hukum bangsa-bangsa disesuaikan
dengan keadaan itu.

Pasal 16

Dengan segera setelah persetujuan itu menjadi, maka kedua belah pihak
melakukan pengurangan kekuatan bala tentaranya masing-masing. Kedua belah
pihak akan bermusyawarah tentang sampai seberapa dan lambat cepatnya
melakukan pengurangan itu, demikian juga tentang kerja bersama dalam hal
ketentaraan
Pasal 17

(1) Untuk kerja bersama yang dimaksudkan dalam persetujuan ini Pemerintah
Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia, hendak diwujudkan sebuah
badan yang terdiri dari pada delegasi-delegasi yang ditujukan oleh tiap-tiap
pemerintah itu masing-masingnya dengan sebuah sekretariat bersama.
(2) Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bilamana ada
tumbuh perselisihan berhubungan dengan persetujuan ini, yang tidak dapat
diselesaikan dengan perundingan antara dua delegasi yang tersebut itu, maka
menyerahkan keputusan kepada arbitrase. Dalam hal itu dipersidangan
delegasi-delegasi itu akan ditambah dengan ketua bangsa lain, dengan suara
memutuskan, yang diangkat dengan semufakat antara dua delegasi itu, atau
jika tidak berhasil semupakat itu, diangkat oleh ketua Dewan Pengadilan
Internasional.

Pasal Penutup

Persetujuan ini dikarangkan dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia.Kedua-


duanya naskah itu sama kuatnya.

Adapun isi pokok Perundingan Linggarjati antara lain sebagai berikut.

1. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secarade facto pemerintahan RI


atas wilayah Jawa, Madura dan Sumatera.
2. Akan dibentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh
wilayah Hindia Belanda (Indonesia) sebagai negara berdaulat,

3. Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang


dipimpin oleh raja Belanda.

4. Pembentukan NIS dan Uni Indonesia-Belanda diusahakan sudah selesai


sebelum 1 Januari 1949.

5. Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi hak milik


asing.

6. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan pengurangan jumlah


tentara.

7. Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan


menyerahkan masalahnya kepada Komisi Arbitrase.
Naskah persetujuan kemudian di paraf oleh kedua delegasi di Istana Rijswijk
Jakarta (sekarang Istana Merdeka). Isi perundingan itu harus disahkan dahulu oleh
pparlemen masing-masing (Indonesia oleh KNIP). Untuk meratifikasi dan mensahkan
isi Perundingan Linggarjati, kedua parlemen masih enggan dan belum puas. Pada bulan
Desember 1946, presiden mengeluarkan peraturan No 6 tentang penambahan anggota
KNIP. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar suara yang pro Perjanjian Linggarjati
dalam KNIP. Tanggal 28 Februari 1947 presiden melantik 232 anggota baru KNIP
akhirnya isi Perundingan Linggarjati disahkan oleh KNIP pada tanggal 25 Maret 1947,
yang lebih dikenal sebagai tanggal Persetujuan Linggarjati.

Setelah Persetujuan Linggarjati disahkan beberapa negara telah memberikan


pengakuan terhadap kekuasaan RI. Misalnya, dari Inggris, Amerika Serikat, Mesir,
Afganistan, Burma (Myanmar), Saudi Arabia, India dan Pakistan. Perjanjian Linggarjati
itu mengandung prinsip-prinsip pokok yang harus disetujui oleh kedua belah pihak
melalui serangkaian perundingan lanjutan. Ketentuan dalam pasal (2) misalnya,
menentukan bahwa RI dan Belanda akan bekerja sama untuk membentuk Negara
Indonesia Serikat sebagai penggant Hindia Belanda. Namun perundingan lanjutan
terhambat karena masing-masing pihak menuduh tentaranya melanggar ketentuan
genjatan senjata. Dokumen perjanjiann itu pun akhirnya tidak membantu untuk
memecahkan masalah bagi kedua belah bangsa. Bahkan memperburuk keadaan.

Belanda kemudian mengadakan genjatan senjata di Jawa dan Sumatera pada 21


Juli 1947. Belanda menyebut tindakan itu sebagai ‘actie politioel’ (tindakan kepolisian).
Istilah itu berarti ‘ pengamanan dalam negeri’ atau yang dimaksud disini adalah
Indonesia. Artinya, Belanda tidak mengakui kedaulatan Republik Indonesia, seperti
yang sudah dinyatakan dalam dokumen Linggarjati. Belanda memberi sandi pada
serangan umum itu dengan ‘Operasi Produk’ yaitu operasi yang ditujukan untuk
wilayah-wilayah yang dianggap penting secara ekonoi bagi Belanda.

Kondisi itu mendorong PBB untuk mengeluarkan resolusi. Ada dua resolusi
yang disampaikan oleh PBB. Pertama, menghimbau agar RI dan Belanda segera
menghentikan perang dan membentuk Negara Indonesia Serikat, seperti yang
diamanatkan dalam Perjanjian Linggarjati. Kedua, adalah usulan Amerika agar kedua
belah pihak membentuk sebuah tim untuk membantu menyelesaikan masalah itu.
Usulan itu kemudian dikenal dengan istilah ‘Komisi Tiga Negara’.

Komisi Tiga Negera (KTN) itu terdiri dari Australia, yang diwakilkan oleh
Richard C Kirby yang dipilih oleh RI. Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul
Van Zeeland. Amerika di wakili oleh Frank P. Graham yang dipilih oleh Belgia dan
Australia. Hasil dari KTN itu adalah perundingan diadakan kembali oleh Indonesia dan
Belanda. Pihak Belanda mengusulkan agar diadakan perundingan ditempat yang netral.
Atas jasa Amerika Serikat, amaka digunakannya kapal yang mengangkut tentaranya,
dengan nama USS Renville didtangkan di teluk Jakarta dari Jepang.6

C. Dampak dari Perjanjian Linggarjati

Perjanjiian linggarjati merupakan perjanjian yang terjadi pada 25 maret 1947


antara Indonesia dan Belanda yang berlangsug di Istana Negara Jakarta. Walaupun
acara perjanjian tersebut berjalan dengan sukses, namun ternyata banyak masyarakat
Indonesia yang kontra terhadap perjanjian ini karena mereka menganggap Indonesia
lemah dalam mempertahankan kedaulatannya.

Banyaknya yang tidak mendukung terjadinya perjanjian ini salah satunya


muncul dari hasil perjanjiiannya. Dan beberapa dampak perjanjian linggarjati tersebut
adalah:

1. Wilayah Indonesia Semakin Sempit

Dampak perjanjiian linggarjati yang pertama adalah menyempitnya wilayah


Indonesia. Inilah salah satu dampak perjanjian linggarjati yang sangat disayangkan oleh
masyarakat Indonesia. Hal ini karena wilayah Indonesia yang pernah diakui sebagai
wilayah Hindia Belanda tidak dapat diakui sepenuhnya oleh Indonesia. Beberapa
wilayah Indonesia yang masih tetap menjadi wilayah Indonesia hanya Jawa, Madura,
dan sebagian dari pulau Sumatra. Salah satu tokoh utama dari diselenggarakannya
perjanjian linggarjati ini adalah Sutan Syahrir yang tidak termasuk tokoh perjanjian
renville ataupun tokoh deklarasi Juanda.

2. Pengakuan De Facto Dari Belanda

Salah satu alasan dari diadakannya perjanjiian renville adalah karena tidak
adanya pengakuan dari Belanda atas kemerdekaan Indonesia. Padahal, Indonesia sudah
lebih dahulu merdeka pada tahun 1945 sebelum diselenggarakannya perjanjian ini dua
tahun kemudian.

Masih menyangkut poin pertama, dampak perjanjian linggarjati selanjutnya


adalah pengakuan secara De Facto atas wilayah Indonesia dari Belanda. Namun, seperti
sudah disinggung diawal, wilayah yang diakui oleh Belanda hanya Jawa, Madura, dan
6
Purnawan Basundoro dan Baha Uddin.Sejarah Indonesia. h 161-162
sebagian Sumatra. Namun, walaupun sudah mengakui secara De Facto, nyatanya
Belanda belum menerima keputusan dari perjanjian karena beberapa hari setelah
diadakannya perjanjian Belanda melakukan agresi militer I di beberapa daerah
Indonesia.

3. Belanda Dapat Membangun Kembali Kekuasaannya Di Indonesia

Agresi militer yang dilakukan Belanda atas Indonesia merupakan salah satu
peristiwa besar yang pernah terjadi selain peristiwa pemberontakan PKI Madiun.
Karena peristiwa ini tidak hanya terjadi sekali melainkan berkali-kali hingga
menimbulkan perang dibeberapa daerah Indonesia. Sebenarnya, hanya ada satu tujuan
dari dilakukannya agresi militer oleh Belanda ini: Belanda ingin membangun kembali
kekuasaannya di Indonesia.

Agresi militer Belanda berawal pada tanggal 20 Juli 1947 karena gubernur
jendral H.J. van Mook menyatakan tidak lagi terikat dengan perjanjian lingarjati yang
telah disepakatinya dengan Indonesia beberapa hari sebelumnya. Keputusan ini
membuat van Mook memutuskan untuk melakukan agresi militer pada Indonesia pada
21 Juli 1947 atau sehari setelah keputusan tersebut.

4. Negara Asing Perlahan Mulai Mengakui Kedaulatan Indonesia

Dampak perjanjian linggarjati selanjutnya adalah mulai munculnya pengakuan


negara-negara lain terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Pengakuan ini
sangat penting bagi batas wilayah laut di Indonesia karena mampu memberikan dampak
pembangunan terhadap lingkungan pada Indonesia.

Pengakuan negara-negara internasional terhadap kemerdekaan Indonesia secara tidak


langsung memberikan dukungan penuh bagi Indonesia untuk tetap menjadi negara
merdeka dibalik agresi militer yang dilakukan oleh Belanda. Pengakuan inilah yang
merupakan peran dunia internasional dalam konflik Indonesia Belanda.

D. Pro dan Kontra dalam Perjanjian Linggarjati

Pada pertengahan bulan Februari 1946 Kabinet Syahrir dijatuhkan oleh


Persatuan Perjuangan dalam sidang KNIP di Solo, sebenarnya Persatuan Perjuangan
mengharapkan Tan Malaka ditunjuk sebagai formatur kabiner sesuai dengan mayoritas
suara dalam KNIP. Akan tetapi, Presiden Sukarno menunjuk kembali Sutan Syahrir
(Partai Sosialis) sebagai formatur. Penunjukkan kembali Sutan Syahrir menimpulkan
ketidakpuasan padakelompok PP. Sebelum presiden menunjuk Syahrir, Adam Malik
menghadap presiden meminta agar mandat menyusun kabinet diserahkan kepada Tan
Malaka, namun presiden menolaknya. Penolakan untuk menunjuk Tan Malaka sebagai
formatur juga disampaikan Wakil Presiden Hatta kepada Chairul Saleh. Keinginan
kelompok PP ini berdasarkan mayoritas suara dalam KNIP dan merupakan kesempatan
yang baik untuk menghantam lawan politiknya. Namun, Presiden dan Wakil Presiden
mempertahankan Sutan Syahrir karena kebijkan politiknya sesuai dengan garis mereka,
khususnya mengenai politik diplomasi. Sebaliknya, Tan Malaka dan kelompoknya
menghendaki konfrontasi total terhadap Belanda.

Pada tanggal 12 Maret 1946 Kabinet Syahrir II terbentuk dan mengumumkan


program kabinetnya dengan mengajukan 12 pasal usul balasan terhadap keterangan
pemerintahan Belanda. Persatuan Perjuangan tetap meneruskan oposisinya terhadap
Kabinet Syahrir, sekalipun program kabinet baru ini merupakan kompromi antara
pendapat Persatuan Perjuangan dan haluan politik pemerintah. Programkabinet baru itu
tidak memuaskan golongan Tan Malaka dan kawan-kawannya. Oleh karena itu,
pemerintah mencurigai Tan Malaka dan kawan-kawannya yang menginginkan
kedudukan dalam pemerintahan.

Pada tanggal 17 Maret 1946 beberapa tokoh politik, khususnya dari Persatuan
Perjuangan ditangkap. Pemerintah menyatakan bahwa tujuan penangkapan adalah untuk
mencegah timbulnya bahaya yang lebih besar sebagai akibat dari tindakan pemimpin-
pemimpin politik itu, karena terdapat buktibukti bahwa mereka akan mengacaukan,
melemahkan dan memecah persatuan. Mereka dianggap tidak melakukan oposisi yang
sehat dan loyal, tetapi hendak melemahkan pemerintah. Dikatakan ada indikasi kuat
bahwa mereka akan mengubah susunan negara di luar undang-undang. Mereka yang
ditangkap adalah Tan Malaka, Sukarni, Abikusno Tjokrosujoso, Chairul Saleh, Muh
Yamin, Suprapto dan Wondoamiseno. Dengan ditangkapnya para pemimpin PP ini
praktis organisasi PP lumpuh. PP dibubarkan pada tanggal 4 Juni 1946, tetapi pengikut
Tan Malaka masih berusaha melakuakn oposisi terhadap pemerintah. Pada tanggal 3
Juli 1946 mereka memaksa Presiden Sukarno membentuk pemerintahan yang sesuai
dengan mereka. Usaha itu gagal.7

Kemudian setelah naskah Perjanjian Linggarjati diparaf, timbul pula berbagai


macam tanggapan dari masyarakat Indonesia, ada yang pro dan ada pula yang kontra.
Beberapa partai politik menyatakan menentang yaitu Masyumi, Partai Nasional
Indonesia (PNI), Partai Wanita, Angkatan Comunis Muda, Partai Rakyat Indonesia,
Laskar Rakyat Jawa Barat, Partai Rakyat Jelata. Sedangkan yang mendukung adalah
7
Marwati Djoened Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia VI. h 206-207
PKI, Pesindo, BTI, Lasykar Rakyat, Partai Buruh, Partai Kristen Indonesia dan Partai
Katholik. Dewan Pusat Kongres Pemuda menyatakan tidak menentukan sikap terhadap
naskah persetujuan demi menjaga persatuan di kalangan organisasi mereka yang
berbentuk federasi. Golongan yang menolak Linggarjati bergabung di dalam Benteng
Republik Indonesia, yang terdiri dari partai serta organisasi tersebut di atas.

Pertentangan pendapat mengenai pro dan kontra naskah berlangsung terus.


Untuk mendobrak jalan buntu pemerintah bertindak untuk mengubah perimbangan
kekuatan di dalam KNIP supaya cenderung kepada sikap pro Linggarjati. Pada bulan
Desember dikeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, yang bertujuan untuk menambah
anggota Komite Nasional Indonesia Pusat. Peraturan Presiden No. 6 ini menggariskan
pembebasan para pejabat negara yang aktif sebagai anggota KNIP, seruan kepada
partai-partai politik besar untuk memilih calon-calonnya sejumlah dua kali lipat jumlah
hak perwakilan mereka dalam KNIP, serta penambahan wakil-wakil dari daerah di luar
Jawa dan Madura.

Peraturan Presiden ini juga mendapat tantangan keras dari partai-partai yang anti
Linggarjati termasuk PNI dan Masyumi. Kedua partai terbesar itu berpendapat bahwa
Peraturan Presiden tersebut tidak sah, karena setelah ada kabinet, Presiden tidak boleh
melakukan tindakan yang bersifat legislatif. Mereka juga menggugat bahwa dalam
membuat peraturan itu Badan Pekerja KNIP tidak diajak berunding. Hal ini mereka
anggap pemerkosaan terhadap hak-hak rakyat. Namun, partai-partai pemerintah,
khususnya Partai Sosialis, menyatakan bahwa Peraturan Presiden tersebut adalah sah
berdasarkan hak prerogatif Presiden, meskipun Badan Pekerja KNIP juga menentang
keras peraturan tersebut. Oleh karena BP KNIP menolak untuk mengesahkan PP
tersebut, pemerintah berusaha meminta pengesahan dalam sidang pleno KNIP. Sidang
diadakan di Malang dari tanggal 25 Februari sampai 5 Maret 1947. Dari pidato-pidato
yang disampaikan oleh anggota KNIP pemerintah menyimpulkan bahwa PP itu akan
ditolak. Untuk menyelamatkannya, Wakil Presiden Hatta menyampaikan pidato yang
memberikan kepada KNIP hanya dua pilihan: menerima PP atau mencari presiden dan
wakil presiden baru. Hatta mengancam bahwa ia dan Presiden Sukarno akan
mengundurkan diri kalau PP itu ditolak.

Akhirnya sidang menerima Peraturan Presiden tersebut, dan pada tanggal 28


Februari 1947 dilantik sejumlah 232 anggota baru KNIP. Dengan penambahan suara itu
pemerintah berhasil memperoleh dukungan dari KNIP untuk meratifikasi Persetujuan
Linggarjati. Akhirnya, pada tanggal 25 Maret 1947 naskah Persetujuan itu
ditandatangani oleh kedua delegasi yang mewakili pemerintah masing-masing8

E. Peta – Peta Perjanjian Linggarjati

1. Peta Indonesia Tahun 1945

2. Wilayah Indonesia setelah perjanjian linggarjati

8
Marwati Djoened Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia VI. (Jakarta: Balai Pustaka, 2009). h 212-
213
3. Wilayah Indonesia setelah perjanjian Renville

4. Wilayah Indonesia setelah perjanjian Roem Royen

5. Wilayah Indonesia setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perjanjian Linggarjati merupakan salahsatu simbol perjuangan diplomasi


Indonesia dalam menyelesaikan masalah kedaulatan dengan Belanda.Hal ini
juga menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai,
tetapi lebih mencintai kemerdekaan.

2. Perjanjian Linggarjati dilaksanakan pada tanggal 11 – 15 November 1946.


Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir, anggotanya Mr. Moh
Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo dan A.K. Gani. Sementara pihak Belanda
dipimpin oleh Prof. Schermerhorn dengan beberapa anggota, yakni Van
Mook, F de Boor dan Van Pool.

3. Isi pokok Perundingan Linggarjati yaitu :

b. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secarade facto pemerintahan


RI atas wilayah Jawa, Madura dan Sumatera.

c. Akan dibentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh


wilayah Hindia Belanda (Indonesia) sebagai negara berdaulat.

d. Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-Belanda


yang dipimpin oleh raja Belanda.

e. Pembentukan NIS dan Uni Indonesia-Belanda diusahakan sudah selesai


sebelum 1 Januari 1949.

f. Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi hak


milik asing.

g. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan pengurangan


jumlah tentara.

h. Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan


menyerahkan masalahnya kepada Komisi Arbitrase.
B. Saran

Minimnya sumber baik itu seperti  buku yang biasa dipakai perbandingan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu ,sekedar  saran dari penulis untuk penulisan
makalah berikutnya, semoga untuk kedepannya lebih giat lagi dalam mencari sumber
materi , sehingga penulisan , serta penyelesaian makalah dapat lebih baik. Hal ini
penting agar lebih dapat menyelesaikan sebuah karya penulisan yang baik dan benar,
serta menarik untuk dikaji. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan , semoga
dapat bermanfaat. Sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Basundoro, Purnawan dan Baha Uddin. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Hasan, Yunani. 2004. Sejarah Nasional Indonesia V. Palembang : FKIP Universitas


Sriwijaya.

Poesponegoro, Marwati Djoened. 2009. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai
Pustaka

Ricklefs M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.PT Serambi Ilmu Semesta:


Jakarta

Fahrul, (2013, 09 Maret). Perjanjian linggarjati . Diperoleh 07 October 2018, dari


www.Google.com.

Didi Apriatna ,(2015, 22 July). Isi Lengkap (17 Pasal) Hasil Perundingan Linggarjati.
Diperoleh 07 October 2018 jagoanbanten.blogspot.com./2017/05/isi-lengkap-
17-pasal-hasil-perundingan.html?m=1
Clarishty Grishelda, (2014, 08 October). Wilayah-wilayah Linggarjati. Diperoleh 07 October
2018, dari http://claristhygrishelda.blogspot.com/2014/10/peta-peta-perjanjian.html

Wikipedia (2017, 21 October). Diperoleh 07 October 2018, dari


https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Perundingan_Linggarjati&oldid=13258334

Anda mungkin juga menyukai