Anda di halaman 1dari 14

II.

Rangkaian Perjanjian Linggarjati

2.1 Sejarah Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati, merupakan perjanjian antara Belanda dan


Indonesia yang dibuat pada tanggal 15 November 1946, di Linggarjati
Kuningan. Setelah Jepang menyerah pada Perang Dunia kedua,
kemerdekaan Indonesia dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945
oleh Soekarno. Belanda d a t a n g k e mb a l i d a n berusaha untuk
kembali berkuasa di Indonesia dan oleh karena itu berkonflik dengan
pemerintah Indonesia, yang pengaruhnya hanya dalam lingkup Jawa dan
Sumatera. Setelah kepergian pasukan Sekutu, Belanda dan republik
Indonesia memulai diplomasi, yang berujung pada Perjanjian Linggarjati
yang ditandatangani di Istana Negara yang berada di Jakarta pada tanggal
25 Maret 1947.

Isi utama dari perjanjian tersebut yaitu Belanda mengakui Indonesia


secara de facto di Jawa, Sumatera dan Madura. Indonesia dan Belanda
akan bekerja sama untuk membentuk Negara Indonesia Serikat yang
terdiri dari seluruh wilayah Hindia Belanda, Republik Indonesia,
Kalimantan, dan Timur Raya.. Kedua pemerintah akan bekerja sama
dalam mendirikan Uni Belanda-Indonesia dengan ratu Belanda selaku
kepalanya. Baik Republik Indonesia dan Belanda akan dibentuk paling
lambat tanggal 1 Januari 1949. (Britannica, 2021, p 1-2) Kedua
pemerintah akhirnya sepakat untuk menyelesaikan setiap konflik yang
mungkin akan timbul nantinya.

2.2 Hasil Pokok Perjanjian Linggarjati antara lain :

1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah


kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Belanda harus
meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949. (Museum 7
Perundingan Linggarjati, 2020).
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk
Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang
salah satu bagiannya adalah Indonesia.
3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni
Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya

Dalam isi perjanjian Linggarjati diatas, dapat disimpulkan bahwa


Republik Indonesia berhasil mempertahankan kedaulatan Negara
Republik Indonesia karena setelah perjanjian selesai, Negara-negara lain
mulai mengakui Negara Indonesia sebagai Negara yang berdaulat yaitu
Amerika Serikat, Inggris, Mesir, Myanmar, Afganistan, India, Pakistan,
dan Saudi Arabia.

2.3 Latar Belakang Perjanjian Linggarjati

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17


Agustus 1945. Belanda yang sebelumnya menjajah Nusantara selama 350
Tahun ingin kembali menjajah Indonesia. Awalnya, 29 September 1945
pasukan sekutu dan AFNEI tiba di Indonesia untuk melucuti tentara
Jepang setelah kalah dari perang dunia kedua. Namun kedatangannya
diikuti oleh Netherlands-Indies Civil Administration (NICA). (Heri,
2018, p 5-9).

Kedatangan NICA menimbulkan kecurigaan rakyat dan pemerintah


Indonesia karena Belanda dinilai ingin kembali berkuasa di Indonesia.
Karena kecurigaan tersebut, akhirnya menimbulkan peperangan, seperti
di peperangan 10 November di Surabaya, Medan area, Pertempuran di
Ambarawa, Pertempuran Merah Putih di Manado dan lain-lain. Karena
seringnya terjadi konflik yang merugikan kedua pihak. Akhirnya pihak
Belanda dan Indonesia sepakat untuk melakukan kontak diplomasi yang
menginginkan berakhirnya konflik dan selesainya persengketaan wilayah
kekuasaan serta kedaulatan Republik Indonesia.

2.4 Gedung Perundingan Linggarjati

Pemilihan tempat perundingan merupakan kesepakatan dari kedua belah


pihak berdasarkan usulan-usulan yang diberikan pada saat pertemuan
informal, tempat 8 yang menjadi rekomendasi masing-masing delegasi
yaitu Jakarta dan Yogyakarta, namun kedua lokasi tersebut tidak disetujui
karena dirasa tidak nyaman untuk dilakukannya perundingan. Pihak
Belanda mengusulkan agar diadakan di Jakarta, tetapi ditolak Pihak
Republik Indonesia karena dianggap tidak aman bagi delegasi republik.
Tentara Belanda yang beringas dan selalu mengintimidasi masyarakat
Indonesia di Jakarta dan sekitarnya sulit diharapkan dapat dikendalikan
oleh Belanda.
Sebaliknya Belanda juga tidak bersedia berunding di Yogyakarta, tempat
kedudukan pemerintah dan pemimpin Republik Indonesia setelah
mengungsi dari Jakarta yang tidak aman itu.

Akhirnya diputuskan sebagai tempat berlangsungnya perundingan adalah


di sebuah desa bernama Linggarjati yang letaknya tidak terlalu jauh dari
Jakarta dan masih di berada di wilayah RI. Linggarjati adalah sebuah desa
yang terletak di kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan Jawa Barat,
Linggarjati berada di kaki gunung Ciremai. Linggarjati terletak pada
ketinggian 400 meter dari permukaan laut dan dapat dijangkau dengan
mudah dari Cirebon maupun Kuningan.

Maria Ulfah Santoso yang merupakan menteri sosial pertama Indonesia


adalah orang yang mengusulkan perjanjian dilakukan di Linggarjati.
Gedung Perundingan Linggarjati telah beberapa kali beralih fungsi, di
masa sekarang Gedung ini telah menjadi tempat wisata bersejarah yang
disebut Museum Perundingan Linggarjati.

2.5 Tokoh-Tokoh Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati dilakukan oleh dua Negara yaitu Belanda dan


Indonesia. Perjanjian ini diwakili oleh tokoh dari masing-masing pihak,
sedangkan Inggris sebagai penanggung jawab, tokoh-tokoh tersebut
diantara lain sebagai berikut:

1. Sutan Syahrir Sutan Syahrir lahir di Padang Panjang pada ttanggal 5


Maret 1909, Sutan Syahrir memulai karir politik di Indonesia lalu dipilih
menjadi ketua umum PNI Baru (Partai Pendidikan Nasional Baru). Usai
Proklamasi Kemerdekaan, Sutan Syahrir dilantik menjadi ketua KNIP
(Komite Nasional Indonesia Pusat). (Serafica, 2020, h. 1-6)
2. Mohammad Roem Mohammad Roem lahir pada tanggal 16 Mei 1908
di Parakan, Temanggung. Mohammad Roem dikenal sebagai diplomat
handal dan sering ditunjuk menjadi anggota diplomasi Indonesia dalam
berbagai perundingan diantaranya adalah: Perjanjian Linggarjati,
Perjanjian Gencatan Senjata dengan Sekutu, Perjanjian Renvile,
Perjanjian Roem-Royen, dan Koferensi Meja Bundar.
3. Susanto Tirtoprodjo Susanto Tirtoprodjo lahir di Solo pada tahun 1900
tanggal 3 Maret, Susanto Tirtoprodjo pernah menjabat sebagai Menteri
Kehakiman dalam enam kabinet yang berbeda (Serafica, 2020, h. 1-6).
Mulai dari kabinet Syahrir III hingga Kabinet Hatta II. Dalam Perjanjian
Linggarjati, Susanto Tirtoprodjo menemani Sutan Syahrir yang saat itu
menjabat sebagai ketua perwakilan.
4. Adnan Kapau Gani Mayjen TNI dr Adnan Kapau Gani atau dikenal
dengan AK Gani lahir di Sumatra Barat pada tahun 1905 tanggal 16
September (Serafica, 2020, h. 1-6). AK Gani merupakan Wakil Perdana
Menteri pada masa Kabinet Amir Sjarifuddin I dan Kabinet Amir S
jarifuddin II.

B. Perwakilan Belanda
1) Wim Schermerhon Wim Schermerhon lahir pada tanggal 17 Desember
1894 di Castrium. Schermerhon adalah seorang perdana menteri Belanda
antara Juni 1945 – Juli 1946 yang membentuk kabinet setelah Perang
Dunia II. (Serafica, 2020, h. 1-6) Schermerhon mewakili Belanda dalam
Perjanjian Linggarjati. Jabatan itu dipegang sampai tahun 1947.
2) Max Van Poll Max Van Poll lahir pada tanggal 24 Februari 1881 di
Roosendaal. Dia adalah seorang jurnalis dan politisi Belanda (Serafica,
2020, h. 1-6). Max Van Poll adalah anggota Komisi Umum untuk Hindia
Belanda, dewan penasihat yang membantu Van Mook dalam negosiasi
dengan Soekarno tentang masa depan Republik Indonesia melalui
Perjanjian Linggarjati.
3) HJ Van Mook Hubertus Johannes Van Mook lahir pada tahun 1894 di
Semarang. Van Mook ditugaskan sebagai inspektur yang mengurus
pangan di Semarang. Tahun 1921 Van Mook menjadi penasihat urusan
pertanahan di Yogyakarta. Tahun 1927 menjadi asisten residen urusan
kepolisian di Jakarta dan pada tahun 1930-an menjadi ketua departemen
urusan ekonomi.
4) Feike De Boer (F. De Boer) Feike De Boer atau F .De Boer adalah
seorang walikota Amsterdam pasca perang yang pertama. Feike De Boer
dilatih di Angkatan Laut dan kemudian bekerja di angkatan laut
pedagang. Sudah pada usia 27 tahun menjadi wakil direktur Stoomvaart
Maatschappij 'Nederland' di Hindia Belanda.

C. Perwakilan Inggris
1) Miles Wedderburn Lampson Killearn (Lord Killearn) Lord Killearn
merupakan diplomat berkebangsaan Ingriss yang lahir pada tanggal 24
Agustus 1880 di Skotlandia. Lord Killearn masuk ke kementrian Luar
Negeri Inggris sejak tahun 1903 dan bekerja sebagai komisaris Tinggi
untuk Sudan, Mesir, Siberia, dan duta besar di China. (Serafica, 2020, h
1-6) Pada tahun 1946, Lord Killearn menjabat sebagai komisaris khusus
untuk Asia- Tenggara. Berkat perantarannya, Belanda dan Indonesia
berhasil melakukan gencatan senjata dan akhirnya terbentuk Perjanjian
Linggarjati.
2.6 Dampak Dan Pro Kontra Dalam Perjanjian Linggarjati

Dampak Perjanjian Linggarjati


Gorys Keraf (1998:35) dalam Otto Soemarwoto menyatakan bahwa,
“dampak adalah pengaruh yang kuat dari sekelompok orang atau
seseorang yang dalam menjalankan tugas sesuai dengan tugasnya di
masyarakat yang dapat membawa perubahan yang baik ataupun buruk”.

Hasil dari Perjanjian Linggarjati pun menghasilkan dampak yang positif


dan negatif. Dampak Positif dari Perjanjian Linggarjati untuk Indonesia
adalah, Indonesia yang menjadi semakin kuat dimata dunia internasional
karena pengakuan secara de facto dari Belanda atas kekuasaan Indonesia
di Sumatera, Jawa, dan Madura. Sementara dampak Negatif dari
Perjanjian Linggarjati adalah, kekuasaan Negara Indonesia yang menjadi
sempit/kecil karena daerah yang diakui hanya Sumatera, Jawa, dan
Madura saja.

Pro dan Kontra di kalangan Indonesia


Hasil Perjanjian Linggarjati langsung menuai kontroversi. Partai politik
seperti Partai Masyumi dan PNI yang menentang dan mengecam Syahrir
sebagai penjual Negara karena pasal dari Perjanjian dengan Belanda
membuat NKRI runtuh seketika, dikarenakan pemerintah Indonesia dan
Belanda bersepakat untuk mendirikan RIS (Republik Indonesia Serikat)
dan kedua negara terjalin dalam Uni Indonesia-Belanda dengan ratu
Belanda sebagai pemimpinnya.

Perjanjian Linggarjati juga menuai kritik dari pengikut Tan Malaka, Bung
Tomo, atau tentara yang menuntut kemerdekaan 100%. Salah satu tokoh
yang berperan dalam Perjanjian Linggarjati yaitu Sutan Syahrir
disalahkan karena perjanjian itu dianggap merugikan Indonesia, padahal
jika ditelaah lebih dalam lagi, Perjanjian Linggarjati sebenarnya
memberikan jeda dan menjadi batu loncatan bagi Negara Indonesia untuk
mencapai kemerdekaan penuh. (TEMPO, 2019 h 28-29, h 65)
Sekelompok orang yang tidak menyukai Syahrir juga menuduh Syahrir
orang yang terlalu lembek kepada Belanda. Padahal Syahrir dan para
diplomat Indonesia sudah berusaha untuk mempertahankan Indonesia
dengan caranya sendiri.
2.7 Pesan Moral
Menurut Pratikto (1987 : 42) menyatakan, “pesan adalah bentuk
komunikasi yang dapat berupa verbal dan non verbal”. Sedangkan moral
menurut Sonny Keraf (1991) adalah sesuatu yang digunakan untuk
menentukan sebuah tindakan dari seseorang yang dianggap baik ataupun
buruk di dalam masyarakat. Jadi dapat disimpulakan bahwa, pesan moral
adalah pesan yang memiliki ukuran baik dan buruk bagi sekelompok
orang yang dapat digunakan untuk mengatur tingkah lakunya di
kehidupan bermasyarakat.

Setiap kejadian atau cerita pasti memiliki pesan moral yang dapat
diterapkan dalam keseharian.Begitupun Sejarah Perjanjian Linggarjati,
banyak pesan moral yang dapat diambil dari sejarah ini.
Setelah ditelaah lebih dalam, dapat disimpulkan pesan moral dari Sejarah
Perjanjian Linggarjati yaitu  :
- Terus berjuang meskipun banyak orang yang tidak suka dan menentang,
selama tujuannya baik. 
- Belajar lebih menghargai pendapat/keputusan orang lain dan jangan
menghinanya. Kalau tidak setuju sebaiknya dibicarakan dengan baik-
baik.
III. AGRESI MILITER BELANDA 1
3.1 Latar Belakang

Agresi Militer Belanda I menjadi rangkaian peristiwa penting dalam


sejarah perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia atau
Masa Revolusi Fisik. Serangan pada 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947
menjadi bukti bahwa Belanda telah melanggar Perjanjian Linggarjati.
Beberapa pekan setelah proklamasi kemerdekaan RI dinyatakan tanggal
17 Agustus 1945, Belanda datang kembali dengan membonceng pasukan
Sekutu. Belanda rupanya ingin menguasai wilayah Indonesia lagi. Pihak
RI tentu saja menentang keinginan itu. Maka, tulis Ide Anak Agung Gde
Agung dalam buku bertajuk Persetujuan Linggarjati (1995), diadakanlah
Perjanjian Linggarjati pada 25 Maret 1947 yang isinya sebagai berikut:

(1) Belanda mengakui Jawa dan Madura sebagai wilayah RI secara de


facto.
(2) Belanda meninggalkan wilayah RI paling lambat 1 Januari 1949.
(3) Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara RIS (Republik
Indonesia Serikat).
(4) RIS menjadi negara persemakmuran di bawah naungan negeri
Belanda.

3.2 Latar Belakang Agresi Militer Belanda I

Mengutip dari tirto.id, perjanjian Linggarjati yang sudah disepakati


ternyata tidak membuat perselisihan antara Indonesia dan Belanda
mereda. Pihak Indonesia merasa bahwa setelah proklamasi kemederkaan,
maka Indonesia telah menjadi negara yang berdaulat dan berhak
mempertahankan kemedekaannya atas seluruh wilayah bekas jajahan
Belanda.

Di lain hal, Belanda tetap teguh pada isi pidato Ratu Wilhelmina pada 7
Desember 1942. Pidato tersebut berisi bahwa suatu hari akan dibentuk
persemakmuran antara Kerjaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah
naungan Kerjaan Belanda. Hal tersebut yang menjadi penyebab Agresi
Militer Belanda 1.
Dari sumber lain diterangkan setidaknya ada tiga tujuan Agresi Militer
Belanda I, yaitu tujuan politik, ekonomi, dan militer.
- Tujuan politik: menghilangkan negara Indonesia secara de facto dengan
cara mengepung ibu kota Indonesia dan menghapus nusantara dari peta.
- Tujuan ekonomi: merebut daerah yang menghasilkan bahan pangan,
produk eksport, dan pertambangan.
- Tujuan militer: menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

3.2 Pelaksanaan Agresi Militer Belanda 1

Menurut penjelasan dalam skripsi berjudul “Agresi Militer Belanda I dan


II (Periode 1947 – 1949) dalam Sudut Pandang Hukum Internasional”,
disebutkan bahwa Belanda menyebut Agresi Militer Belanda 1 terjadi
pada tanggal 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947.

Operasi militer terjadi terjadi di Pulau Jawa dan Sumatra. Belanda juga
menyebut operasi ini sebagai Aksi Polisionil dan menyebutkan bahwa
tindakan yang dilakukannya sebagai urusan dalam negeri demi
mengembalikan ketertiban umum. Maka dari itu, Belanda mengabaikan
seruan dunia internasional untuk menaati isi perjanjian Linggarjati dan
menghentikan pertikaian dengan Indonesia.

Agresi militer dilancarkan setelah Gubernur Jendral Van Mook


mengeluarkan ultimatum agar pihak Indonesia menarik mundur
pasukannya sejauh 10 km dari garis demarkasi. Tentu saja ultimatum
tersebut ditolak oleh pihak Indonesia.

Tak hanya mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan pasukan


Indonesia mundur, Van Mook juga dengan lantang menyatakan bahwa
Belanda tidak terikat lagi dengan Perjanjian Linggarjati. Setelah itu,
Belanda mulai melakukan serangan dengan cepat dan mendadak
menggunakan kekuatan militer yang besar dengan perlengkapan modern.
Serangan tersebut membuat pihak Indonesia terkejut dan Indonesia tidak
bisa menandingi kekuatan belanda pada saat itu. Akibatnya, Belanda
dengan mudah menduduki beberapa wilayah di Jawa dan Sumatra. Tak
hanya itu, para diplomat Indonesia yang berada di Jakarta juga banyak
yang ditangkap Belanda.

Agresi Militer Belanda 1 menulai banyak kecaman dari dunia


internasional termasuk Inggris dan Amerika Serikat. Kedua negara
tersebut merasa kecewa dengan serangan yang dilakukan Belanda.
Sebagian besar negara mengkhawatirkan terjadi pergolakan
berkepanjangan yang mengakibatkan kekacauan politik, militer, dan
ekonomi.

Banyak negara yang memanfaatkan situasi tersebut untuk memperbesar


pengaruh di Indonesia. Di lain hal, Belanda membela tindakan mereka
dengan mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, dengan isi surat
antara lain:

1. Belanda menuduh Indonesia tidak sanggup melaksanakan Perjanjian


Linggarjati.
2. Gencatan senjata terjadi pada 14 Oktober 1946 selalu dilanggar oleh
tentara Indonesia dan pemerintah Indonesia tidak menyangkal
pelanggaran yang terjadi.
3. Di garis demarkasi selalu ada penyerbuan terhadap Belanda dan
penyerbuan ke Indonesia Timur serta Kalimantan Barat.
4. Banyak terjadi pemusnahan alat berharga.
5. Blokade ekomoni terus dilakukan sehingga membuat kelaparan.
6. Banyak tawanan di daerah Indonesia yang belum dilepaskan oleh pihak
RI.
7. Propaganda perang dibesar-besarkan oleh radio Indonesia dari
Yogyakarta.

Dari isi surat tersebut Belanda mengklaim bahwa pihak RI melakukan


tindakan kejahatan dan perlu dihukum. Sehingga Belanda merasa perlu
melakukan Aksi Polisionil demi ketertiban umum. Belanda merasa
Indonesi tidak sanggup mempertahankan keamanan dan enggan bekerja
sama dengan Belanda.

Namun dunia internasional tidak bisa menerima argumentasi yang


disampaikan Belanda. Dengan demikian, dunia internasional juga tidak
bisa menerima kenyataan bahwa Belanda telah mengerahkan kekuatan
militer secara besar-besaran untuk agresi militer di Indonesia. Tanggal 31
Juli 1947, Indonesia juga menulis surat kepada Dewan Keamanan PBB
yang berisi permintaan agar Dewan Keamanan bertindak untuk mengatasi
sengketa Indonesia-Belanda. Berkat inisiatif India dan Australia,
persoalan agresi tersebut berhasil dibawa ke Dewan Keamanan PBB.
Setelah melalui perdebatan yang sengit, akhirnya Dewan Keamanan PBB
mencela agresi militer tersebut dan berpendapat bahwa pertikaian tersebut
harus segera dihentikan. Belanda kemudian menyadari bahwa pihaknya
harus menaati PBB agar tidak terkena sanksi. Maka pada tanggal 5
Agustus 1947, Agresi Militer Belanda 1 dihentikan dan penyelesaian
masalah dilanjutkan melalui meja perundingan.
3.4 Dampak Agresi Militer Belanda I

Abdul Majid dalam riset bertajuk "Perjuangan Jalur Diplomasi: Sejarah


Perundingan Linggarjati 1946-1949 (2019)" menyatakan bahwa serangan
Belanda itu menimbulkan reaksi keras dari dunia internasional. Tanggal 1
Agustus 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta agar kedua
pihak untuk menghentikan aksi tembak menembak. Belanda menyadari
bahwa mereka harus menaati imbauan PBB agar terhindar dari sanksi
internasional. Tanggal 5 Agustus 1947, Agresi Militer Belanda I
dihentikan untuk kemudian kembali membicarakan masalah ini melalui
meja perundingan. Agresi Militer Belanda I menimbulkan dampak
negatif maupun negatif bagi Indonesia.

A. Dampak negatifnya antara lain:


1. Kekuatan militer Indonesia semakin lemah.
2. Wilayah Indonesia semakin sempit.
3. Banyak korban dari pihak Indonesia, baik tentara maupun rakyat.
4. Mempengaruhi perekonomian negara.
5. Menganggu stabilitas politik.

B. Sedangkan dampak positifnya adalah sebagai berikut:


1. Dukungan dunia internasional kepada Belanda merosot.
2. Beberapa negara lain mengakui kemerdekaan RI secara de jure.
3. Indonesia menerima dukungan dan simpati dari dunia internasional.
4. Memperkuat posisi Indonesia dalam perjanjian internasional.
IV. Komisi Tiga Negara
4.1 Latar Belakang

Pada masa Agresi Militer Belanda I, Indonesia dan Belanda masih terus
berseteru, karena Belanda belum menyerah untuk menguasai tanah air. 
Karena masalah Agresi Militer Belanda antara Indonesia dan Belanda
tidak kunjung usai, pemerintah Indonesia mengundang Menteri Luar
Negeri Australia, Herbert Vere Evatt, untuk turut membantu
menyelesaikannya. Pada waktu itu, Australia menjadi salah satu negara
yang sudah merdeka serta kuat pada bidang militer.  Sebagai bentuk
bantuan Australia kepada Indonesia, Evatt berencana membawa
permasalahan ini ke Dewan Keamanan PBB. Tindakan dari Evatt ini
mendapat dukungan dari Perdana Menteri Australia, Joseph Benedict
Chifley. Permasalahan Indonesia kemudian diterima oleh Dewan
Keamanan PBB pada 30 Juli 1947. 

Bantuan lain yang juga diberikan Australia yaitu dengan


mengusulkan rancangan resolusi. Rancangan resolusi tersebut berisi
usulan Australia kepada Dewan Keamanan PBB untuk meminta Belanda
dan Indonesia menerima komisi arbitrasi tiga pihak.  Tiga pihak tersebut
terdiri atas satu pilihan Indonesia dan satu lagi dipilih oleh Dewan
Keamanan PBB, namun usulan ini ditolak oleh Dewan Keamanan PBB. 

Selanjutnya, pada tanggal 25 Agustus 1947, Amerika Serikat turut


memberi usulan yang berisi tawaran "jasa baik" kepada Indonesia dan
Belanda.  Isi tawaran tersebut adalah dibentuknya suatu komisi yang
terdiri dari tiga anggota dewan, dua di antaranya dipilih oleh masing-
masing pihak, dan anggota ketiga ditentukan oleh dua anggota yang
sudah terpilih.  Sejak saat itu, terbentuklah Komisi Tiga Negara atau
Komisi Kantor Baik (Good Offices Comittee).  Badan yang dibentuk
PBB sebagai akibat adanya Agresi Militer Belanda I adalah KTN.

4.2 Apa itu Komisi Tiga Negara

Komisi Tiga Negara (KTN) adalah komisi yang dibentuk Dewan


Keamanan PBB pada 26 Agustus 1947. KTN memiliki satu tugas pokok
yaitu sebagai penengah konflik antara Indonesia dan Belanda dalam
Agresi Militer Belanda yang terjadi pada Juli 1947.
Pada tanggal 25 Agustus 1947, PBB memutuskan untuk membantu
Indonesia yang saat itu sedang mengalami Agresi Militer Belanda
I dengan mengusahakan gencatan senjata.

Apa tujuan PBB membentuk Komisi Tiga Negara? Setelah menyatakan


kekhawatiran mereka terhadap Indonesia, bantuan yang mereka berikan
adalah penunjukkan tiga negara yang akan mewakili dalam upaya
mediasi Indonesia dengan pihak Belanda.

Committee of Good Office for Indonesia atau yang sering kita sebut


dengan Komisi Tiga Negara adalah komite yang berusaha menjadi
penengah bagi pihak Indonesia dan Belanda, supaya bisa bernegosiasi
dengan damai tanpa agresi militer.

Komisi Tiga Negara terdiri atas tiga negara pilihan Indonesia dan
Belanda yang dinilai memahami kepentingan kedua belah pihak. Negara-
negara tersebut adalah Australia sebagai negara pilihan Indonesia,
Amerika Serikat yang posisinya di tengah-tengah, dan Belgia sebagai
negara pilihan Belanda.

4.3 Apa Tugas Komisi Tiga Negara?

1. Menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan Belanda


Pada 20 Oktober 1947, diadakan acara pertemuan KTN di Sydney,
Australia, untuk membahas lebih lanjut terkait tugas KTN. Dalam
pertemuan ini, Amerika Serikat mengirim perwakilannya, Dr. Frank
Graham, sementara Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, dan Belgia
diwakili oleh Paul van Zeeland. Pertemuan di Sydney menyatakan bahwa
salah satu tugas utama KTN adalah menyelesaikan sengketa antara
Indonesia dan Belanda secara damai. Dengan demikian, apabila salah
satu pihak, baik Indonesia maupun Belanda, hendak melakukan agresi
militer ke negara lain, ketiga negara anggota KTN akan langsung
mengerahkan kekuatannya guna menenangkan situasi.

2. Mempertemukan Indonesia dan Belanda dalam Perundingan Renville


Komisi Tiga Negara berusaha mendekatkan kedua belah pihak guna
menyelesaikan persoalan-persoalan militer dan politik.
KTN kemudian mempertemukan kembali Indonesia dan Belanda dalam
Perundingan Renville. Amerika Serikat, sebagai salah satu pihak
penengah dan netral, menyediakan kapal USS Renville sebagai tempat
bertemunya Indonesia dan Belanda. Setelah dibujuk, Indonesia dan
Belanda bersedia menghadiri perundingan pada 8 Desember 1947, yang
kemudian dikenal sebagai Perundingan Renville.
Dalam perundingan ini, pihak Indonesia diwakili oleh Amir Sjarifuddin,
delegasi Belanda diwakili Abdul Kadir Widjojoatmodjo (orang Indonesia
yang pro-Belanda), dan Frank Graham sebagai perwakilan Amerika
Serikat.

Pokok pembahasan dalam perundingan ini adalah upaya gencatan senjata


dan penyelesaikan masalah Garis Demarkasi Van Mook. Akhirnya, pada
19 Januari 1948, Belanda dan Indonesia menandatangani Perjanjian
Renville, yang isinya sebagai berikut :
1. Pembentukan dengan segera Republik Indonesia Serikat (RIS).
2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh Indonesia, sebelum RIS terbentuk.
3. Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS.
4. Pembentukan Uni Indonesia-Belanda, dipimpin oleh Raja Belanda.
5. Akan diadakan plebisit atau pemungutan suara, guna menentukan
kedudukan politik rakyat Indonesia dalam RIS, serta pemilihan umum
untuk pembentukan Dewan Konstituante RIS.

Sayangnya, Perjanjian Renville dianggap merugikan Indonesia, karena


wilayah kekuasaan Indonesia semakin sedikit, sedangkan Belanda
menguasai wilayah yang menghasilkan pangan. Selain itu, Belanda juga
melanggar janjinya sendiri, di mana mereka melancarkan Agresi Militer
Belanda II pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta.
4.4 Anggota Komisi 3 Negara

1. Amerika Serikat

Amerika Serikat jadi salah satu negara yang tergabung dalam Komisi
Tiga Negara yang diwakili oleh Frank Porter Graham.

Hal ini juga bisa dikatakan sebagai pencetus terbentuknya Komisi Tiga
Negara setelah mengajukan usulannya pada Dewan Keamanan PBB pada
25 Agustus 1947. Amerika Serikat berniat untuk membantu
menyelesaikan pertikaian yang terjadi antara Indonesia dan Belanda.
Amerika Serikat dalam Komisi Tiga Negara ini dipilih oleh dua negara
yang terpilih yaitu Australia dan Belgia.

2. Australia

Australia menjadi anggota Komisi tiga Negara yang diwakili oleh


Richard C. Kirby. Australia juga membantu Indonesia dalam
menyelesaikan permasalahannya dengan Belanda pada masa Agresi
Militer Belanda I. Bentuk dukungan Australia terhadap kemerdekaan dan
kedaulatan Indonesia lewat Black Armada atau Armada Hitam.

3. Belgia

Belgia menjadi negara terpilih dalam Komisi Tiga Negara karena


Belanda. Negara ini diwakili oleh Paul van Zeeland. Belgia memiliki
hubungan dekat dengan Kerajaan Inggris di Belanda tahun 1839. Kedua
negara ini jadi sekutu terbesar yang punya kesamaan budaya serta kerja
sama yang dekat antara keduanya. Maka dari itu, Belanda memilih Belgia
untuk bergabung dalam anggota KTN.

Anda mungkin juga menyukai