Anda di halaman 1dari 3

PERJUANGAN DIPLOMASI INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN

(1946-1949)

Abstrak
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya sebagai bangsa pada 17 Agustus
1945. Proklamasi kemerdekaan ini dilaksanakan saat terjadi kekosongan pemerintahan
dimana Jepang telah menyerah kepada sekutu dua hari sebelumnya, sedangkan Belanda
masih dalam perjalanan menerima penyerahan Jepang. Maka tak heran jika beberapa bulan
kemudian tepatnya bulan September 1945 terjadi berbagai pertempuran antara Tentara
Keamanan Rakyat dengan tentara NICA guna mempertahankan kemerdekaan yang telah
diproklamirkan dan mempertahankan eksistensi kemerdekaan Indonesia. Untuk mencegah
pertumpahan darah besar-besaran maka diplomat lokal mengadakan perjuangan diplomasi
dengan mengadakan berbagai perjanjian dengan berbagai pihak yang berkepentingan baik
sekutu maupun pemerintah Belanda.

Pembahasan
1. Perundingan Linggarjati (1946 – 1947)
Perjuangan diplomasi pertama Indonesia dilaksanakan melalui Perundingan Linggarjati
antara Belanda dan Pemerintah Indonesia dilaksanakan tanggal 10 November 1946 di
Linggarjati, Cirebon, Jawa Barat. Dengan perwakilan Indonesia yaitu, Sutan Sjahrir dan
pihak Belanda diwakili oleh Wer Schermerhorn. Hasil perundingan diumumkan tanggal 15
November 1946 dengan beberapa keputusan mengenai wilayah Indonesia secara de facto
yang merupakan Sumatra, Jawa dan Madura, pembentukan Negara Republik Indonesia
Serikat dimana salah satu negaranya adalah Republik Indonesia dan pembentukan Uni
Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai pemimpinnya. Faktanya perundingan ini
baru ditandatangani oleh kedua belah pihak pada 25 Maret 1947. Namun nyatanya dengan
perundingan ini pun tidak memberikan efek yang baik untuk kedua belah pihak, hubungan
antara Belanda-Indonesia tidak kunjung membaik, terutama saat Belanda melanggar gencatan
senjatanya dengan memulai Agresi Militer pertamanya di Jawa dan Sumatera pada 21 Juli
1947.
2. Perundingan Renville (1947 – 1948)
Pada tanggal 8 Desember 1947, diadakan perundingan Renville di atas kapal Renville
yang berlabuh di perairan Jakarta. Pada perundingan tersebut menghasilkan dua keputusan
yaitu: persetujuan genjatan senjata antara Indonesia-Belanda dan enam pokok prinsip
tambahan untuk perundingan untuk menyelesaikan politik. Namun, pada 19 Desember 1948
terjadi Agresi Militer II. Penyerangan tersebut dilaporkan oleh Komisi Tiga Negara
(Australia oleh Richard C. Kirby mewakili Indonesia, Belgia oleh Paul van Zeeland mewakili
Belanda, dan Amerika oleh Frank B. Graham sebagai pihak ketiga) kepada Dewan Keamanan
dan berakibat Belanda mendapatkan kritik dan pandangan buruk dari banyak negara.
Indonesia-Belanda bertemu kembali di atas kapal Renville pada 17 Januari 1948 untuk
menandatangani persetujuan gencatan senjata dan prinsip-prinsip politik yang telah disetujui
bersama dengan disaksikan KTN. Kesepakatan itu berisi gencatan senjata dan Belanda
mengakui wilayah Indonesia yang meliputi sebagian besar Pulau Sumatra, Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan sebagian Jawa Barat.
3. Konferensi Meja Bundar
Setelah pemimpin RI kembali ke Jogjakarta pada 6 Juli 1949 perundingan dengan
BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg, merupakan dewan yang bertanggung jawab atas
pemerintahan RIS) dimulai lagi. Pada tanggal 19-21 Juli diadakan perundingan antar kedua
belah pihak yang menjadi titik balik siasat Belanda. Disini terlihat usaha Belanda untuk
memecah belah Indonsesia gagal. Perundingan kemudian dilanjutkan pada 30 Juli sampai 2
Agustus di Jakarta dengan hasil pembentukan Panitia Persiapan Nasional yang berfungsi
menjaga keamanan sebelum dan sesudah KMB dilakukan. Setelah semua persiapan dinilai
matang pemerintah Indonesia mengirimkan delegasi yaitu Drs, Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem,
Prof. Dr. Mr. Soepomo, dr. J Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, dr. Sukiman, Mr.
Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kol. T. B.
Simatupang, dan Mr. Sumardi. Mereka melaksanakan KMB dari 23 Agustus sampai 2
November 1949 Den Haag. Setelah diratifikasi KNIP, dilakukan penandatanganan pengakuan
kedaulatan oleh Belanda dan Indonesia pada 27 Desember 1949.

Kesimpulan
Melalui perjuangan diplomasi yang telah dilakukan oleh Indonesia sejak tahun 1946
hingga 1949 membawa dampak besar bagi Indonesia dalam perjuangan mencapai kedaulatan.
Karena secara laten, berbagai diplomasi yang dilakukan Indonesia mempertahankan
eksistensi Negara Indonesia itu sendiri.
Lampiran

Gambar 1. Perundingan Renville (www.delpher.nl) Gambar 2. Konferensi Meja Bundar (www.delpher.nl)

Gambar 3. Perundingan Linggarjati (tirto.id)

Daftar Pustaka
Poesponegoro, Marwati Djoened. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
2019.
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
2007.

ANGGOTA KELOMPOK :
 Ryan Adi Parameswara (22/494406/SA/21464)
 Kezia Lilienasanti Pariyanto (22/496937/SA/21530)
 Defi Rahmadani (22/498340/SA/21660)

Anda mungkin juga menyukai