MAKALAH
PERJUANGAN MENGHADAPI AGRESI MILITER
KE 2
Disusun oleh:
1. DONNIE EVAN PERMANA(09)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya. Kami selaku penulis dapat menyelesaikan makalah sejarah ini
tentang perlawanan rakyat Bali menghadapi penjajahan Belanda.
Pada isi makalah ini akan dijelaskan latar belakang sejarah perjuangan
menghadapi agresi militer belanda ke 2. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................11
BAB II PEMBAHASAN
A. gambaran sejarah wilayah Desa Argomulyo pada tahun 1948.................11
B. terjadinya peristiwa serangan Belanda di Desa Argomulyo saat
Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta_________________________ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
merintis hubungan dengan luar negeri. Secara formal hubungan itu menjadi
untuk menindas gerakan rakyat Indonesia. Hal ini merupakan suatu ancaman
Jawa dan Sumatera dalam satu persetujuan yaitu Persetujuan Linggajati, tanggal
Internasional.
isi Persetujuan Linggajati tersebut. Pihak Belanda tidak dapat menahan diri dan
melanjutkan agresinya dengan aksi militer pada tanggal 2 Juni 1947. Karena itu
timbul reaksi dari seluruh dunia. Masalah Indonesia dimasukkan ke dalam acara
5
bahwa atas dasar Pasal 39 Piagam PBB, Dewan Keamanan agar mengambil
kepada kedua belah pihak yang sedang berselisih, antara Indonesia dengan
kepada perundingan.
seorang dipilih oleh Belanda, sedangkan kedua anggota itu memilih anggota
wakilnya untuk duduk dalam komisi itu. Pemerintah Belgia menunjuk Paul van
revolusi Dewan Keamanan pada tanggal 1 November 1947, maka tugas Komisi
Tiga Negara tidak hanya dibidang politik, tetapi juga dibidang militer. Amerika
perundingan netral.
Renville. Dengan melalui prosedur yang sulit, KTN berunding secra informal
yang antara lain berisi: “persetujuan gencatan senjata antara Indonesia dan
Belanda; dan enam pokok prinsip tambahan untuk perdagangan guna mencapai
penyelesaian politik”.1
facto dan pernyataan Komisi Jasa Baik (Komisi Tiga Negara) 2 yang dibentuk
bagian, seperti negara Sumatera Timur pada 29 Januari 1948, negara Madura
pada tanggal 20 Februari 1948, dan negara Pasundan di Jawa Barat pada April
1948.
pada pendirian bahwa status TNI hanya berubah bila sudah terbentuk Angkatan
Indonesia akan menjadi intinya. Pendirian itu sama sekali tidak diterima
pada akhir Mei 1948. Republik Indonesia tidak bersedia memenuhi tuntutan
Maguwo dibom oleh pesawat-pesawat pembom Mitchell B-25 yang diikuti oleh
penerjunan satu batalayon pasukan Baret Hijau yang ditugaskan untuk merebut
dengan pesawat angkut C-47 yang mendaratkan pasukan. Mulai pukul 09.30
3
Ibid, hlm. 133-135.
tambahan. Setelah kekuatan lengkap, pada pukul 11.00 barulah mereka bergerak
ketertiban dan keamanan di kota Yogyakarta. Hal ini tidak dapat berjalan karena
Klangon, bekas bangunan pabrik gula di Balangan, Bekas bangunan pabrik gula
5
Ibid, hlm.19-20.
10
menduduki daerah Klangon adalah untuk menjaga agar Jembatan Bantar jangan
Purworejo. Letak Desa Argomulyo tidak jauh dari Jembatan Bantar di Klangon,
satunya yaitu Monumen Setu Legi sebagai saksi sejarah Agresi Militer Belanda
II di Yogyakarta.
11
B. Rumusan Masalah
Argomulyo?
C. Pembahasan
Argomulyo. Nama Argomulyo diambil dari kata argo artinya bukit, dan mulyo artinya
mulia. Nama itu tidak lepas dari kondisi tanahnya. Bagian utara jalan raya bertanah
subur, sedang bagian selatan berbukit. Nama Kalurahan Argomulyo sangat erat
Yogyakarta Nomor 6 tahun 1946 tentang Otonomi dan Penggabungan Kalurahan. Bulan
Juni 1946 tiap Panewu membentuk Gabungan Dewan Kalurahan. Panewu sebagai
ketua, anggotanya adalah tokoh terkemuka tiap kalurahan. Asalnya empat kalurahan,
digabung menjadi satu dan diberi nama Kalurahan Argomulyo. Semula terdiri dari
Kondisi Geografi Desa Argomulyo. Kabupaten Bantul secara administratif terdiri dari
17 kecamatan, 75 desa dan 933 pedukuhan. Desa-desa di Kabupaten Bantul dibagi lagi
berdasarkan statusnya menjadi desa pedesaan (rural area) dan desa perkotaan (urban
12
area). Kecamatan berdasarkan RDTRK dan Perda mengenai batas wilayah kota, maka
status desa dapat dipisahkan sebagai desa perdesaan dan perkotaan. Secara umum
jumlah desa yang termasuk dalam wilayah perkotaan sebanyak 41 desa, sedangkan desa
Argomulyo tahun 1948 tidak lebih dari 3000 jiwa. Belum ada Kartu Tanda
Penduduk(KTP), yang ada surat keterangan Kartu Keluarga(KK). Tidak semua kepala
keluarga memiliki kartu keluarga karena beranggapan surat itu tidak berguna. Pada
umumnya seorang kepala keluarga akan mencari kartu keluarga apabila dia sudah
memisahkan diri dari kedua orang tuanya dan mendiami sebuah rumah. Warga Desa
Argomulyo pada waktu itu 80% buta huruf. Wilayah Kalurahan Argomulyo hanya ada
rumah penduduk. Penyelenggaraan pendidikan hanya sampai kelas IV. Siswa yang
ingin melanjutkan dapat ke Sekolah Rakyat Tiwir (sekarang untuk Kapel), Sekolah
Rakyat Godean, Sekolah Rakyat Pedes (Sekarang untuk Kantor Cabang Dinas
tahun. Tempat di Pedes. Sekarang SD Pedes, semula hanya tiga ruang kelas. Kelas 1
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak (bahasa Belanda: Operatie Kraai)
terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta,
ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir
dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya
Prawiranegara.
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di
Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibu kota RI di Yogyakarta.
Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa
13
pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara
Serangan ke Maguwo
Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio Antara dari Jakarta
menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan
pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan
parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul
3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar
udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan
inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah
pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama
tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui
Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu,
bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai
diterjunkan di Maguwo.
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19
Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda
tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah
14
Republik di Jawa dan Sumatra, termasuk serangan terhadap Ibu kota RI,
Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai.
Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap Ibu kota Republik, diawali dengan pengeboman atas lapangan
terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom
Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan
pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan
dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak.
Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap.
7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak
Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun
jatuh korban.
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo,
dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –
termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya
di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan
Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18
Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya,
Pemerintahan Darurat
dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena
merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu
kota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil dalam sidang
Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal
tidak ada. Jadi Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu
dapat berhubungan dengan KTN sebagai wakil PBB. Setelah dipungut suara, hampir
seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam
kota.
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis
pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatra, maka Presiden dan Wakil Presiden
membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri
Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak
berhasil membentuk pemerintahan di Sumatra, juga dibuat surat untuk Duta Besar
RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri
Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga
tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri
dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui mengenai Sidang
Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr.
apabila ini tidak dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N.
Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya
disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil
dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri
Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen
dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak
satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka
17
surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para
Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus
Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma
(Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG.
Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk
bermuatan tentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda,
Gerilya
Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar
kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di
daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau
1949.
Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun
rencana pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat
No 1 Salah satu pokok isinya ialah: Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari
daerah-daerah federal adalah ber wingate (menyusup ke belakang garis musuh) dan
Salah satu pasukan yang harus melakukan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada
tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju
daerah-daerah kantong yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal
dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai,
mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya
DI/TII.
B. SARAN
Reaksi masyarakat dunia terhadap agresi militer Belanda kedua adalah masyarakat dunia
mengecam dan mengutuk perlakuan Belanda yang dianggap telah melanggar perjanjian Renville.
Atas usulan Burma dan India, diadakan Konferensi Asia di New Delhi, India, yang
membicarakan resolusi permasalahan Indonesia yang akan disampaikan oleh PBB. Pada tanggal 4
Januari 1949, PBB mengeluarkan resolusi agar Indonesia dan Belanda menghadiri pertemuan-
pertemuan seperti Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar untuk
menghentikan permusuhan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia.com
Kompas.com