Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SEJARAH PERUNDINGAN HOOGE VELUWE, LINGGARJATI, AGRESI


MILITER 1, DAN PERJANJIAN RENVILLE

DISUSUN OLEH:

FARIS ABQARI

IRFANI ZAHRA

LAILA TANZILA

RATU ZAHIYA HUMAIRA EFNO

RINALDY

GURU PEMBIMBING:

DELLA FUJI ASTUTI S.Pd

SMA NEGERI 3 SUMATERA BARAT

TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

LUBUK SIKAPING,9 MEI 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

BAB I

LATAR BELAKANG

RUMUSAN MASALAH

TUJUAN PENULISAN

BAB II

ISI

KERAJAAN GOWA TALLO

KERAJAAN TERNATE TIDORE

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Sejarah merupakan peristiwa kejadian atau apa yang telah terjadi di masa lampau, setiap
peristiwa hanya sekali terjadi dan tidak akan pernah terulang kembali. Setiap peristiwa
meninggalkan bekas yang kemudian di gunakan sebagai “Saksi” atau “Bukti” bahwa kejadian itu
sungguh – sungguh terjadi, Sejarah sangat berperan dalam berbagai hal seperti pada diri sendiri,
benda dan sebagainya. Setiap yang berada di dunia ini mempunyai sejarah yang memang harus
diketahui asal usulnya agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan waktu dan kegunaanya. Sejarah
memang hanya menceritakan yang terjadi dimasa lampau akan tetapi sejarah pula akan
berpengaruh besar bagi kehidupan saat ini dan pada masa depan, agar dapat berkembang sesuai
yang diharapakan. Sejarah juga menjadi tolak ukur dalam setiap perubahan yang terjadi di masa
sekarang dan masa yang akan datang.

Setelah Indonesia merdeka, Belanda masih ingin kembali menjajah. Belanda ingin melakukan
agresi militer saat itu, tetapi Indonesia terus menggagalkan usaha Belanda. Cara yang digunakan
oleh Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi, yaitu dengan
perjuangan diplomasi.Perjuangan diplomasi yang dilakukan melalui meja perundingan. Jalur
diplomasi digunakan untuk mempertahankan kedaulatan negara dengan menghindari jatuhnya
korban jiwa antara kedua pihak.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah tentang perjanjian Hooge Veluwe?


2. Bagaimana sejarah tentang Perundingan Linggarjati?
3. Bagaimana sejarah tentang Agresi Militer 1?
4. Bagaimana sejarah tentang Perjanjian Renville ?

C.TUJUAN PENULISAN

1.Untuk mengetahui sejarah tentang perjanjian Hooge Veluwe


2.Untuk mengetahui sejarah tentang perundingan Linggarjati
3.Untuk mengetahui sejarah tentang Agresi Militer 1
4.Untuk mengetahui sejarah tentang perjanjian Renville

4
BAB II
ISI

A. PERUNDINGAN HOOGE VELUWE

Sebelum terjadinya perundingan Hooge-Valuwe, pada tanggal 27 Maret 1946, Sutan


Syahrir memberikan balasan atas usulan yang dikemukakan oleh Dr. Van Mook. Van Mook
secara pribadi memberi usulan agar Indonesia setuju menjadi wakil Jawa dalam upaya
membentuk negara yang bebas dalam lingkup kerajaan Belanda.
Kemudian pada tanggal 14 April 1946 perundingan dilakukan di Hooge-Valuwe, Belanda.
Perundingan ini adalah perundingan lanjutan yang dilakukan oleh Indonesia dan Belanda,
mengingat perundingan-perundingan sebelumnya mengalami kebuntuan dan juga pengingkaran
oleh pihak Belanda, seperti yang terjadi dalam Sejarah Perjanjian Renville. Perundingan Hooge-
Valuwe dilakukan selama 12 hari sampai tanggal 25 April 1946.
Pokok pembicaraan dalam perundingan itu adalah memutus pembicaraan yang dilakukan di
Jakarta oleh Van Mook dan Syahrir. Sebagai penengah dalam perundingan Inggris mengirim Sir
Archibald Clark Kerr. Pada kesempatan itu Syahrir mengirim 3 orang delegasi dari Jakarta, yaitu
Mr. W. Suwandi, dr. Sudarsono, dan A. K. Pringgodigdo.Mereka berangkat bersama Kerr pada 4
April 1946. Dari Belanda hadir 5 orang yaitu, Van Mook, J. H. Van Royen. J.H. Logeman,
Willem Drees, dan Dr. Schermerhorn.
Konsep perundingan yang dibawa oleh diplomat Indonesia yaitu agar pemerintah Belanda
mengakui kedaulatan de facto Republik Indonesia atas Jawa dan Sumatera. Namun, usul ini
ditolak oleh delegasi Belanda yang terdiri Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburg, Dr.
Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santoso. Perundingan lagi-lagi
berakhir dengan kegagalan dan kebuntuan. Dengan demikian perundingan ini tidak memberi
kemajuan bagi Republik Indonesia, akhirnya perundingan ini dianggap gagal.
Pihak Belanda hanya akan mengakui kedaulatan Indonesia atas wilayah Jawa dan Madura
saja dikurangi oleh daerah-daerah yang diduduki oleh pasukan Belanda di Indonesia. Dengan
ditolaknya semua usulan Indonesia, hubungan Indonesia-Belanda menjadi terputus. Pada 2 Mei
1946, Van Mook atas nama pemerintah Belanda kembali mengajukan usulan yang isinya sama
dengan usulan pemerintah Belanda sebelumnya. Namun, usulan tersebut ditolak dengan keras
oleh pemerintah Indonesia.
Kegagalan perundingan Hooge Veluwe bagi kedua Negara membawanya untuk kembali
mengadakan perundingan. Bagi Indonesia perundingan Hooge Veluwe memperkuat posisi
Indonesia di depan Belanda. Perundingan itu juga menjadikan masalah Indonesia menjadi
perhatian dunia internasional. Perundingan ini pula yang mengantarkan pada diplomasi
internasional dalam Perjanjiaan Linggarjati pada kemudian hari.

5
B. PERUNDINGAN LINGGARJATI

Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status
quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti
contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab
untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Pada awalnya, Indonesia dan Belanda
diajak untuk berunding di Hoge Veluwe yang akan dilaksanakan pada tanggal 14-15 April 1946,
tetapi perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya
atas Jawa, Sumatra dan Madura, tetapi Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan
Madura saja.
Perundingan antara Indonesia dan Belanda dilanjutkan di Linggajati, Cirebon, pada tanggal
10 November 1946. Hal tersebut terjadi karena dalam perundingan Hooge Veluwe tidak
memperoleh kesepakatan. Sebagai penengah perundingan, dari pihak Inggris diwakili oleh Lord
Killeam, dari Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Mohammad Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo,
S.H., dan Dr. A.K. Gani, serta dari Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn, De Boer, dan Van
Pool.
Dalam perundingan itu dihasilkan kesepakatan yang terdiri atas 17 pasal. Isi pokok
Perundingan Linggarjati antara lain sebagai berikut:
1. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secara de facto pemerintahan RI atas wilayah
Jawa, Madura, dan Sumatera. Daerah – daerah yang diduduki Sekutu atau Belanda secara
berangsur – angsur akan dikembalikan kepada RI
2. Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh wilayah Hindia
Belanda (Indonesia) sebagai Negara berdaulat
3. Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh
raja Belanda
4. Pembentukan NIS dan Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh raja Belanda
diusahakan sudah selesai sebelum 1 Januari 1949
5. Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi hak milik asing
6. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan pengurangan jumlah tentara
7. Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan menyerahkan
masalahnya kepada Komisi Arbitrase
Isi pokok hasil kesepakatan perundingan Linggarjati:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera,dan
Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat
(RIS).

6
4. Pemerintah RIS akan bekerja sama dengan pemerintah Belanda membentuk Uni
Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda sebagai ketuanya.
Isi perjanjian Linggajati tersebut mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat
Indonesia. Partai politik yang menantang persetujuan Linggajati adalah PNI, Partai Wanita,
Angkatan Comunis Muda (Acoma), Partai Rakyat Indonesia, Lakar Rakyat Jawa Barat, dan
Partai Rakyat Jelata. Partai yang mendukung adalah PKI, Pesindo, BTI, Laskar Rakyat, Partai
Buruh, Parkindo, dan Partai Katolik.
Setelah melalui perdebatan dalam masyarakat dan dalam lingkungan KNIP, akhirnya tanggal
25 Maret 1947, Perjanjian Linggajati ditandatangani di Istana Riswijk (sekarang Istana Merdeka,
Jakarta).
Hubungan Indonesia-Belanda kurang begitu baik, walaupun Perjanjian Linggajati telah
ditandatangani. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan penafsiran terhadap pasal-pasal
dalam naskah perjanjian tersebut.
Dengan adanya penafsiran yang berbeda terhadap pasal-pasal Perjanjian Linggajati, maka hal
tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli
1947. Dalam waktu singkat, Belanda telah berhasil menerobos garis pertahanan Republik
Indonesia.

D. AGRESI MILITER I

Operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatra terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan
dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi Produk merupakan istilah yang dibuat oleh
Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang menegaskan bahwa hasil Perundingan
Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.Operasi militer ini merupakan bagian
dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran
Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini
dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.
Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia tidak serta merta
bebas dari penjajah. Belanda masih terus berupaya merebut kemerdekaan Indonesia melalui
sejumlah serangan, salah satunya Agresi Militer Belanda I atau Operatie Product. Agresi Militer
Belanda I adalah operasi militer yang digencarkan Belanda di Pulau Jawa dan Sumatera pada 21
Juli - 5 Agustus 1947.
Sebab Agresi Militer Belanda I adalah kekalahan Belanda dalam peperangan.Kekalahan itu
membuat ekonomi Belanda lesu. Belanda pun ingin membangkitkan perekonomian negaranya
dengan kembali menguasai kekayaan alam Indonesia. Sejumlah tentara Belanda pun dikirim
kembali ke Indonesia. Belanda datang dengan membonceng pasukan sekutu yang menang
Perang Dunia II. Kali ini, Belanda datang dengan bendera baru. Bukan lah VOC, melainkan
NICA (Netherlands Indies Civiele Administration) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda.

7
NICA mendarat di Sabang, Aceh dan sampai di Jakarta pada 15 September 1945. Tentara NICA
dipimpin oleh Letnan Gubernur Jenderal Hubertus van Mook.
Van Mook datang menyampaikan pidato Ratu Wilhelmina yang menyebutkan Indonesia dan
Belanda membentuk sebuah persemakmuran. Dengan kata lain, Indonesia berada di bawah
naungan Kerajaan Belanda. Namun, masyarakat dan pemerintah Indonesia yang sudah merdeka
tak menerima pidato tersebut. Mereka bertekad memukul mundur para penjajah. Situasi pun
mulai memanas. Pada 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum atau peringatan keras
meminta Indonesia menarik mundur pasukannya sejauh 10 km dari garis demarkasi atau garis
gencatan senjata. Ultimatum tersebut ditolak mentah-mentah. Lima hari kemudian, pada 21 Juli,
van Mook melalui siaran radio secara gamblang menyatakan bahwa Belanda tidak lagi terikat
pada hasil Perjanjian Linggarjati. Perundingan Linggarjati itu alah satunya pengakuan belanda
secara de facto pada Negara Republik Indonesia.
Setelah pengumuman itu, dalam waktu kurang dari 24 jam Agresi Militer Belanda I dimulai.
Agresi Militer Belanda I memiliki tujuan menguasai sumber daya alam Indonesia yang berada di
Sumatera dan Jawa. Di pulau Jawa, Belanda bergerak ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur. Mereka hendak menguasai perkebunan, pabrik, dan pelabuhan.Sementara di Sumatera,
Belanda bertujuan menguasai perkebunan dan pertambangan khususnya minyak dan batu bara.
Kekayaan alam ini akan menjadi modal ekonomi Kerajaan Belanda. Belanda melancarkan
serangan yang menyebabkan banyak orang meninggal dunia. Pemerintah Indonesia melaporkan
agresi militer ini kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB lantas mengeluarkan resolusi
pada 1 Agustus 1947. Dewan Keamanan PBB terus mendesak Belanda menghentikan agresi
militer. Belanda pun menerima resolusi itu dan menyetop pertempuran pada 5 Agustus 1947.

D. PERJANJIAN RENVILLE

Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada
tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat
sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal
8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara, yang terdiri dari Amerika Serikat,
Australia, dan Belgia. Perjanjian ini diadakan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian
Linggarjati tahun 1946. Perjanjian ini berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang
disebut Garis Van Mook.
Tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan
resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Gubernur Jendral Van Mook dari
Belanda memerintahkan gencatan senjata pada tanggal 5 Agustus. Pada 25 Agustus, Dewan
Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat bahwa Dewan Keamanan
akan menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda secara damai dengan membentuk Komisi Tiga

8
Negara yang terdiri dari Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia yang dipilih oleh Indonesia,
dan Amerika Serikat yang disetujui kedua belah pihak.
Pada 29 Agustus 1947, Belanda memproklamirkan garis Van Mook yang membatasi wilayah
Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia menjadi tinggal sepertiga Pulau Jawa dan
kebanyakan pulau di Sumatra, tetapi Indonesia tidak mendapatwilayah utama penghasil
makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian
menuju ke wilayah Indonesia.
Delegasi Indonesia terdiri dari ketua : Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, wakil : Mr. Ali
Sastroamidjojo dan Agus Salim, anggota : Dr. Leimena, Mr. Latuharhary, dan Kolonel T.B.
Simatupang. Delegasi Belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Setelah
disepakati pada 17 Januari 1948 perjanjian Renville memuat beberapa persetujuan, yaitu:
1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah
Republik Indonesia.
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda.
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa
Barat dan Jawa Timur.
Berakhirnya agresi militer Belanda I dan disetujuinya perjanjian Renville mengubah arah
perpolitikan Indonesia. Golongan kiri yang selama awal kemerdekaan ditempatkan dalam
struktur pemerintahan mulai tersingkir. Tersingkirnya golongan kiri merupakan cikal bakal
terjadinya pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948 ditengah konflik yang masih
terjadi antara pihak Belanda dan Republik. Perjanjian Renville mengurangi wilayah kekuasaan
Indonesia yang telah diakui secara de facto sangat merugikan pihak Indonesia. Wilayah-wilayah
penghasil kebutuhan pokok telah dikuasai oleh pihak Belanda menyebabkan perekonomian
Indonesia memburuk terlebih ketika Belanda melakukan blokade-blokade ekonomi.
Pemblokadean ekonomi merupakan salah satu taktik pihak Belanda untuk melemahkan
Indonesia.
Perjanjian ini juga mengakibatkan TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantong di
wilayah pendudukan Belanda di Jawa Barat dan Jawa Timur. Kondisi ini melahirkan peristiwa
Long March Siliwangi, sebuah perjalanan panjang para tentara Divisi Siliwangi dari Jawa Barat
ke Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dampak dari peristiwa ini melahirkan sebuah pemberontakan
oleh Kartosuwiryo dan pasukannya yang tidak ingin keluar dari Jawa Barat yang saat itu berada
di kekuasaan Belanda untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.

9
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Mempelajari sejarah bukan hanya bertujuan untuk mengetahui kejadian atau peristiwa
penting di masa lalu namun juga mengajarkan berbagai bentuk pengalaman yang terjadi
sepanjang sejarah manusia baik keberhasilan maupun kegagalan. Sehingga mempelajari sejarah
sangatlah penting bagi kita agar dapat mengetahui dan mengenal akar sejarah diri kita, karena
mau tidak mau, kita adalah hasil dan pencapaian dari peristiwa sejarah tersebut.
Bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang besar dan merdeka seperti saat
ini tidak lepas dari jasa dan pengorbanan para pendahulu kita yang berjuang matimatian untuk
melepaskan diri dari cengkraman penjajah. Dengan mengetahui akar sejarah kita sebagai bangsa
Indonesia dapat membuat kita menjadi bukan hanya sekedar manusia biasa yang sekedar hidup
di bumi, melainkan sebuah pencapaian dari peradaban serta perjuangan para pahlawan.

B.SARAN
Berdasarkan uraian di atas, kiranya kita sebagai bagian dari warga negara Indonesia dapat
mengapresiasikan perjuangan para tokoh-tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
dan daerah NKRI dari belenggu bangsa eropa. Dengan kegigihan dan semangat pantang
meneyerah yang mereka miliki sehingga bisa menaklukkan para penjajah.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/553352476/MAKALAH-SEJARAH-INDONESIA-REVOLUSI-
MENEGAKKAN-PANJI-PANJI-NKRI#

https://www.ruangguru.com/blog/perundingan-hooge-veluwe-upaya-indonesia-pertahankan-
kemerdekaan

https://id.wikipedia.org/wiki/Perundingan_Linggarjati

https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville

Buku paket Sejarah Indonesia kelas XI semester 2

Buku LKS Sejarah Indonesia kelas XI semester 2

11

Anda mungkin juga menyukai