Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN

MUSEUM GEDUNG PERUNDINGAN LINGGARJATI

Dosen Pembimbing: Dr. Aman., M.Pd

Disusun oleh:
Fitria Suniarsih
17406241029

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah
satu syarat menempuh mata kuliah Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dengan lancar
dan tanpa adanya halangan yang berarti. Adapun makalah yang berjudul “Laporan
Kuliah Kerja Lapangan Museum Gedung Perundingan Linggarjati” merupakan
salah satu proses pembelajaran dalam mata kuliah Kuliah Kerja Lapangan yang
dibina oleh Bapak Dr. Aman, M.Pd.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung kelancaran dalam penyusunan makalah ini. Penulis berharap makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Disertai keseluruhan rasa rendah
hati, kritik dan saran yang membangun sangat penulis nantikan agar dapat
meningkatkan kelengkapan dan kualitas makalah yang penulis susun di masa yang
akan datang.

Gunungkidul, Januari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul...................................................................................................i
Kata Pengantar......................................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
A. Sejarah Peristiwa Perundingan Linggarjati..................................................... 3
B. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Museum Perundingan Linggarjati...........7
C. Koleksi dan Manfaat Museum Gedung Perundingan Linggarjati................... 9
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 11
Kesimpulan...........................................................................................................11
Daftar Pustaka.......................................................................................................12
Lampiran...............................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemerdekaan yang kita rasakan saaat ini merupakan hasil perjuangan
panjang para pahlawan dalam merebut sekaligus mempertahankan
kemerdekaan. Dimana perjuangan para pahlawan tidak berhenti setelah
proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Kala itu proklamasi
kemerdekaan Indonesia masih belum diterima oleh kekuatan kolonial yang
hendak menguasai kembali Indonesia.Oelh karena itu, para pendahulu masih
harus tetap melakukan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kemerdekaan
pasca proklmasi banyak berupa upaya diplomasi yang dilakukan dengan cara
hadir dalam konferensi atau perundingan. Tercatat sejumlah perundingan
dilakukan antara Indonesia dengan pihak kolonial, Belanda. Perundingan
kedua antara Indonesia dan Belanda pasca kemerdekaan dilaksanakan pada
11-13 November 1946 bertempat di Desa Linggarjati, Cilimus, Kuningan,
Jawa Barat. Proses diplomasi tersebut dikenal dengan Perundingan
Linggarjati.
Saat ini gedung yang digunakan untuk perundingan Linggarjati telah
difungsikan sebagai museum dengan nama Museum Gedung Perundingan
Linggarjati. Gedung ini menyimpan nilai diplomasi yang besar dan
menunjukkan upaya maksimal tokoh pendahulu untuk mempertahankan
kemerdekaan serta upaya diakuinya Indonesia sebagai negara merdeka. Salah
satu buah manis perundingan ini salah satunya pengakuan secara de facto
oleh Inggris pada 31 Maret 1947, kemudian disusul pengakuan de facto dari
Amerika Serikat pada 23 April kemudian pengakuan negara Mesir pada 10
Juni 1947 dan setelahnya sejumlah negara Timur Tengah juga mengakui
eksistensi Indonesia sebagai negara merdeka di kancah dunia.
Museum Gedung Perundingan Linggarjati tidak hanya menyimpan
koleksi yang menjadi saksi terjadinya perundingan Linggarjati namun
Museum Gedung Perundingan Linggarjati juga memiliki peran yang strategis
sebagai salah satu sumber pembelajaran peristiwa bersejarah yang unik

1
sekaligus wahana pelestarian nilai-nilai cinta tanah air (nasionalisme) dan rela
berkorban (patriotisme) yang harus tertanam dalam karakter seorang warga
negara.
Dikarenakan peran strategis tersebut maka diperlukan upaya pelestarian
museum utamanya di kalangan generasi muda. Kunjungan museum
merupakan salah satu alternatif yang biasa dilaksanakan oleh lembaga
pendidikan untuk mengenalkan dan mengajak generasi muda berpartisipasi
dalam upaya pelestarian cagar budaya beserta nilai-nilai di dalamnya. Dengan
demikian, diharapkan para penerus bangsa dapat mengetahui dan
merefleksikan peristiwa sejarah untuk kehidupan berbangsa dan bernegara di
masa yang akan datang serta paham akan perannya dalam pelestarian
benda-benda bersejarah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah peristiwa perundingan Linggarjati?
2. Bagaimana sejarah berdiri dan perkembangan Museum Gedung
Perundingan Linggarjati?
3. Bagaimana koleksi dan manfaat Museum Gedung Perundingan
Linggarjati?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah peristiwa perundingan Linggarjati.
2. Mengetahui sejarah berdiri dan perkembangan Museum Gedung
Perundingan Linggarjati.
3. Mengetahui koleksi dan manfaat Museum Gedung Perundingan
Linggarjati..

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Peristiwa Perundingan Linggarjati
Pasca kedatangan Jpeang ke Indonesia tahun 1942, Belanda
menyerahkan kekuasaannya atas tanah Indonesia kepada Jepang. Hegemoni
Jepang di Indonesia tidak berlangsung lama karena pada tahun 1945 Jepang
menyatakan kalah dalam Perang Pasifik. Kekalahan Jepang ini dipicu oleh
serangan Uni Soviet ke wilayah Manchuria serta dijatuhkannya bom atom di
wilayah Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Oleh karena itu pada
15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada sekutu dan mengakibatkan
adanya kekosongan kekuasaan atau status quo di tubuh pemerintahan kala itu.
Kesempatan emas ini langsung dimanfaatkan oleh para pejuang bangsa untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan. Akhirnya pada 17 Agustus 1945,
Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tanpa bantuan kekuatan kolonial
manapun.
Akan tetapi, proklamasi kemerdekaan tidak menyurutkan niat Belanda
dan sekutu untuk kembali menduduki wilayah Indonesia. Situasi awal
kemerdekaan yang masih genting diperparah dengan kedatangan pasukan
Belanda dalam NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang
membonceng sekutu. NICA dan sekutu pertama kali mendarat pada 29
September 1945 di Tanjung Priok. Tujuan dari kedatangan NICA yaitu untuk
mengambil alih tongak pemerintahan yang sebelumnya dikuasai Jepang
kemudian menguasai kembali Indonesia dengan menangkap dwitunggal-
Soekarno-Hatta.1
Pasca mendaratkan pasukannya, NICA dengan segera menyebar ke
berbagai wilayah namun upaya-upaya Belanda untuk kembali menguasai
Indonesia mendapat perlawanan dari rakyat. Sehingga meletuslah sejumlah
pertempuran di daerah seperti pertempuran di Semarang yang terjadi pada
14-19 Oktober 1945. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1945, Jendral

1
Herdi Sahrasad. Sutan Sjahrir:Manusia dan Noktah Sejarahnya di Timur Tengah. Siasat Journal
of Social, Cultural, and Political Studies Vol. 4, No. 1. Hlm. 19.

3
Sudirman berserta TKR menahan bercokolnya sekutu di wilayah Ambarawa
serta pertempuran tertanggal 10 November 1945 yang terjadi di Surabaya.2
Pada tanggal 14 November 1945, sistem pemerintahan Indonesia
mengalami perubahan dari presidensial menjadi parlementer. Sutan Sjahrir
diangkat menjadi perdana menteri pertama oleh Soekarno. Pada masa awal
pemerintahan Sutan Sjahrir, Inggris menawarkan perundingan namun pada
tanggal 23 November 1945, kabinet Sjahrir mengeluarkan maklumat bahwa
Indonesia tidak akan mengikuti perundingan apapun jika Belanda masih
berusaha menguasai Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah terus melakukan
manuver politik luar negeri dan berusaha menekan Belanda agar mau duduk
dalam meja perundingan.3 Dimana pada Maret 1946, ditandatangi nota
kesepakatan yang menjadi bahan acuan dalam perundingan selanjutnya. Di
dalam draft tersebut Belanda hanya sepakat mengakui Suamtera dan Jawa
sebagai wilayah Indonesia serta mau untuk membahas masalah sebagai
negara yang berdaulat.
Upaya diplomasi Indonesia-Belanda selanjutnya dilaksanakan pada 14-16
April 1946 di Hoge Veluwe, Belanda. Pihak ketiga yang menegahi
perundingan yaitu Inggris dengan perwakilan Sir Archibald Clark Kerr.
Indonesia mengirimkan tiga delegasinya yaitu W. Soewardi, A.K
pringgodigdo serta Sudarsono kemudian Belanda diwakili oleh Van Mook,
Van Royen, Idenburg, Van Asbeck, Sultan Hamid II, Logeman, dan Soeria
Santoso. Terdapat tiga poin penting yang diajukan oleh Indonesia. Poin
tersebut berisi pengakuan Belanda atas Republik Indonesia yang menguasai
wilayah bekas Hindia Belanda, pengakuan de facto untuk wilayah jawa dan
Madura, dan kerja sama Indonesia-Belanda dengan dasar asas persamaan
derajat. Namun, perundingan tidak menghasilkan keputusan apapun karena
Belanda menolak semua poin yang disampaikan Indonesia dan beranggapan
bahwa draft kesepakatan Jakarta merupakan sebuah kesalahan. Kegagalan

2
Herdi Sahrasad. Sutan Sjahrir:Manusia dan Noktah Sejarahnya di Timur Tengah. Siasat Journal
of Social, Cultural, and Political Studies Vol. 4, No. 1. Hlm. 19.
3
Ibid. Hlm. 20.

4
perundingan Hooge Veluwe inilah alasan dilaksanakannya perundingan
Linggarjati.
Perundingan Linggarjati dilaksanakan pada 11-13 November 1946
bertempat di gedung Hotel Merdeka kala itu. Delegasi Indonesia yang diutus
dalam perundingan ini yaitu Sutan Syahrir, Soesanto, Tirtoprodjo, Mr.
Muhammad Roem, serta Dr. A. K. Gani sedangkan dipihak Belanda diwakili
oleh Prof. Mr. Schrmerhorn, Dr. F. De Boer, Mr. Van Poll, dan Letnan
Gubernur Van Mook. Dalam perundingan dibahas mengenai 17 pasal dan
mengalami pembahasan yang alot terkait dengan pembentukan Negara
Indonesia Serikat (NIS). Schermerhorn kala itu kemudian mendatangi
Soekarno dan memberitahukan pembentukan NIS. Soekarno setuju dengan itu,
guna menanggapi sikap Soekarno tersebut Sutan Sjahrir mengajukan pasal
baru terkait arbitrase yang berisi penganjuan kepada Dewan Keamanan PBB
jika dalam pelaksanaan perjanjian terdapat perselisihan.4
Dari hasil perundingan yang alot ditarik kesepakatan di antara dua pihak
yang dapat dirincikan sebagai berikut5.
1. Belanda mengakui secara de facto untuk wilayah RI mencakup Jawa,
Sumatera, dan Madura.
2. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS).
3. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai oleh Ratu Belanda.
Perjanjian Linggarjati ditandatangani pada tanggal 14 November 1946
selanjutnya naskah disahkan di masing-masing parlemen. Belanda proses
pengesahan hasil kesepakatan menuai kritik dari pemerintah maupun
parlemen. Sedangkan di Indonesia hasil kesepakatan dibawa dalam rapat
Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Malang pada 25 Maret 1947.
Hasil dari kesepakatan tersebut oelh sejumlah tokoh dinilai menjadi batu
loncatan Belanda untuk kembali bercokol di Indonesia. Dalam penafsiran

4
Herdi Sahrasad. Sutan Sjahrir:Manusia dan Noktah Sejarahnya di Timur Tengah. Siasat Journal
of Social, Cultural, and Political Studies Vol. 4, No. 1. Hlm. 21.
5
Aman dan Muhammad Fendi Aditya. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia.
Yogyakarta:Ombak. Hlm. 93.

5
Perjanjian Linggarjati sejumlah tokoh memiliki poin ketidaksetujuan sebagai
berikut6.
1. Penghapusan atas Proklamasi dan Konstitusi yang berlaku untuk seluruh
bangsa dan tumpah darah dan digantikan dengan negara baru yaitu
Negara Indonesia Serikat.
2. Tidak ada pengakuan secara de jure kepada RI namun hanya pengakuan
de facto atas beberapa wilayah RI.
3. Indonesia mengakui bahwa Uni Belanda-Indonesia dipimpin oleh Ratu
Belanda.
4. Memberi peluang pertempuran dengan membubarkan angakatan
bersenjata.
5. Membekukan hubungan luar negeri RI.
6. Memperbarui kapitalisme asing.
7. Mempermainkan demokrasi dan kedaulatan RI.
8. Potensi federalisme dan separatisme yang menjadi ancaman terpecahnya
negara untuk keuntungan imperialisme dan kapitalisme.
Di dalam perkembangannya terjadi perbedaan penafsiran antara
Indonesia dengan Belanda terkait dengan kadaulatan Indonesia-Belanda. Poin
yang menjadi perselisihan adalah sebagai berikut7.
1. Belanda beranggapan bahwa sebelum RIS terbentuk, kedualatan berada di
tangan Belanda sehingga urusan hubungan luar negeri diatur oleh
Belanda.
2. Indonesia beranggapan bahwa sebelum RIS terbentuk kedaulatan berada
ditangan Indonesia terutama atas Jawa, Madura, Sumatera sehingga
urusan hubungan luar negeri diatur sendiri oleh Indonesia.
3. Belanda berkehendak untuk pembentukan polisi bersama namun
Indonesia menentang ususlan ini dan akhirnya meletuslah Agresi I dan
Agresi Belanda II.

6
Muhammad Yamin. 1950. Sapta Dharma. Medan: Islamijah. Hlm. 34.
7
Aman dan Muhammad Fendi Aditya. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia.
Yogyakarta:Ombak. Hlm. 94.

6
Perjanjian Linggarjati tidak dapat dipungkiri memiliki poin yang
merugikan bangsa Indonesia yaitu semakin menyempitnya wilayah Indonesia.
Terlebih perbedaan penafsiran di antara kedua pihak menyebabkan sempat
terjadinya pertumpahan darah dengan agresi militer Belanda I dan II. Namun
lebih dari itu, Perjanjian Linggarjati menjadi langkah Indonesia dalam
memperoleh pengakuan sebagai salah satu negara berdaulat di dunia
Internasional. Selanjutnya ketidakpuasan terhadap perjanjian Linggarjati
membawa Indonesia-Belanda dalam meja perundingan di atas kapal Renville
pada tahun 1948.
B. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Museum Gedung Perundingan
Linggarjati
Museum Gedung Perundingan Linggarjati merupakan bangunan yang
terletak di Blok Wage, Dusun Tiga, Kampung Cipaku, Kecamatan Cilimus,
Kuningan, Jawa Barat. Desa ini letaknya di bawah kaki gunung Ciremai
dengan jarak sejauh 17 km dari kabupaten Kuningan. Gedung dibangun
seluas 1.052 m2 dengan luas lahan total yaitu 19.946 m2.8 Awal pemilihan
gedung ini menjadi tempat perundingan merupakan usulan dari Mentri Sosial
pertama Indonesia, Maria Ulfah Santoso. Gedung ini dipilih dengan
pertimbangan letaknya yang tidak jauh dari Jakarta dan berada dalam wilayah
kekuasaan Indonesia. Dimana Belanda menolak perundingan dilaksanakan di
Yogyakarta karena menjadi basis kekuatan Indonesia kala itu sedangkan
Indonesia tidak bersedia melakukan perundingan di Jakarta dengan
pertimbangan jumlah tentara Belanda. Sehingga dipilihlah Kuningan yang
dapat mengakomodir kedua kepentingan. Selain itu Kuningan dinilai
memiliki suasana yang sejuk dan nyaman sehingga dinilai cocok untuk
tempat perundingan.
Gedung Perundingan Linggarjati pertama dibangun pada tahun 1918,
kala itu bangunan masih berupa gubuk milik Ibu Jasitem. Selanjutnya pada
tahun 1921, bangunan beralih kepemilikan kepada seorang warga Belanda
bernama Tersana. Kemudian, Tersana melakukan pembangunan ulang pada

8
Ditlinbud. Gedung Naskah Linggarjati diakses dari laman
https://cagarbudaya.kemendikbud.go.id pada tanggal 18 Januari pukul 18.30

7
gubuk sehingga struktur bangunan lebih kuat namun masih dalam kondisi
semi permanen. Selanjutnya pada tahun 1930, gedung beralih sebagai
kediaman seorang warga Belanda bernama Van Oot Dome dan gedung dibuat
permanen. Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1935 gedung disewakan
kepada seorang pengusaha bernama Heiker. Gedung dialih fungsikan sebagai
sebuah hotel dengan nama hotel “Rustoord”.
Pasca kedatangan Jepang pada tahun 1942, fasilitas-fasilitas yang
sebelumnya dikuasai Belanda diambil alih oleh pihak Jepang termasuk Hotel
Rustoord. Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini masih berfungsi sebagai
hotel namun berubah nama menjadi Hotel Hokay Ryokan. Selanjutnya pada
tahun 1943 gedung berhasil direbut oleh pejuang bangsa dan digunakan
sebagai markas BKR dan TKR.9 Pada tahun 1945, gelombang nasionalisme
pasca proklamasi melanda ke berbagai daerah di Indonesia, Sehingga nama
hotel diubah menjadi Hotel Merdeka. Pada tahun 1946, gedung ini menjadi
saksi bisu terjadinya perjuangan diplomasi bangsa Indonesia. Dalam
perundingan yang dilaksanakan pada 11-13 November 1946 ini, dihasilkan
kesepakatan yang dirumuskan dalam naskah Linggarjati.
Gedung ini berubah fungsinya pada tahun 1948 ketika Belanda
melakukan agresi militer keduanya di Yogyakarta dan berhasil menahan
pemimpin Republik Indonesia. Dimana gedung ini difungsikan sebagai
markas tentara Belanda. Gedung Linggarjati kembali beralih fungsi pada
tahun 1950-1975, gedung dimanfaatkan sebagai bangunan sekolah untuk
Sekolah Dasar Negeri Linggarjati. Pada tahun 1975, gedung Linggarjati
direncanakan untuk dipugar oleh Pertamina sampai gedung sekolah SDN
Linggarjati selesai dibangun.10
Awal pembangunan gedung Linggarjati sebagai sebuah museum dimulai
pada tahun 1976. gedung ini sempat mengalami dua kali pemugaran pada
tahun pendanaan 1977/1978 serta 1979/1980. Pemerintah kala itu
9
Ditlinbud. Gedung Naskah Linggarjati diakses dari laman
https://cagarbudaya.kemendikbud.go.id pada tanggal 18 Januari pukul 18.30
10
Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. Museum Konferensi Linggarjati diakses dari
laman kemlu.go.id/portal/I/read/57/tentang_kami/museum-konferensi-linggarjati pada tanggal 18
Januari 2021 pukul 18.00

8
menyerahkan hak pengelolaan gedung kepada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan guna dikembangkan menjadi museum memorial. Gedung
Perundingan Linggarjati resmi ditetapkan sebagai benda cagar budaya dengan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1992. Museum Gedung Perundingan
Linggarjati saat ini dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dengan
dukungan Pemerintah Daerah Kuningan.
C. Koleksi dan Manfaat Museum Gedung Perundingan Linggarjati
Museum Gedung Perundingan Linggarjati menyimpan dan menampilkan
sejumlah koleksi yang menjadi saksi bisu peristiwa Perundingan Linggarjati
tahun 1946. Koleksi tersebut bukan hanya benda peninggalan peristiwa
penting namun lebih dari itu, koleksi dalam Museum Gedung Perundingan
Linggarjati memiliki nilai-nilai cinta tanah air dan patriotik yang sejatinya
haruslah tertanam dalam karakter seorang warga negara. Koleksi yang ada
juga menjadi sarana generasi selanjutnya untuk belajar dan merefleksikan diri
atas peristiwa sejarah. Untuk saat ini, sejumlah koleksi yang dimiliki oleh
Museum Gedung Perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut:
1. Gedung
Untuk saat ini gedung yang menjadi koleksi Museum Gedung
Perundingan Linggarjati berupa bangunan induk yang sempat mengelami
dua kali renovasi dan rehabilitasi pada tahun anggaran 1994/1995
dibawah pelaksana Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala.
2. Foto-Foto
Foto yang menjadi koleksi Museum Gedung Perundingan Linggarjati
berupa dokumentasi peristiwa Perundingan Linggarjati. Sejumlah foto
yang ditampilkan seperti foto seorang wartawan mancanegara yang
sedang mengetik berita acara di depan pagar rumah Sutan Sjahrir di Desa
Linggasana yang dekat dengan Desa Linggajati, kemudian ada juga foto
Sutan Sjahrir dan perwakilan Belanda W. Schermerhorn yang sedang
menandatangani naskah hasil kesepakatan Perundingan Linggarjati di
Pegangsaan Timur No. 56. Ada pula dokumentasi Sutan Sjahrir yang
berbincang dengan rakyat pasca penandatanganan Perjanjian Linggarjati.

9
3. Replika
Replika yang ditampilkan dalam museum ini yaitu sejumlah
perabotan seperti kursi dan meja yang dikondisikan agar mengambarkan
kondisi otentik ketika berlangsungnya perundingan Linggarjati, Di dalam
diorama ruang perundingan Linggarjati ditampilkan deretan kursi yang
mengambarkan ruang perundingan kala itu. Deret kursi sebelah kiri
ditempati olleh perwakilan Indonesia sementara sebelah kanan
merupakan tempat duduk perwakilan dari Belanda. Ruang-ruang yang
dulu digunakan dalam perundingan dilabeli oleh pengelola museum
dengan demikian pengunjung akan lebih mudah mempelajari koleksi
yang ditampilkan museum.

10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perundingan Linggarjati merupakan langkah diplomasi yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia untuk menahan kembalinya kekuatan Belanda di Indonesia.
Terdapat poin penting yang disepakati oleh kedua negara. Secara keseluruhan
perjanjian Linggarjati memiliki sisi kelebihan dan kekurangan bagi bangsa
Indonesia. Secara aspek kelebihan maka perundingan Linggarjati ini berbuah pada
pengakuan negara-negara dunia kepada kedaulatan Indonesia. Namun dari aspek
kekurangan, perjanjian Linggarjati menyebabkan wilayah Indonesia menyempit.
Peristiwa bersejarah dalam perundingan Linggarjati tersimpan dalam
Museum Gedung Perundingan Linggarjati yang teletak di kabupaten Kuningan,
Jawa Barat. Gedung yang awalnya kepunyaan pribadi tersebut mengalami
beberapa kali perubahan fungsi mulai dari kediaman pribadi, hoten, markas
tentara, sekolah dasar, hingga museum. Gedung tersebut juga pernah mengalami
dua kali pemugaran serta satu kali rehabilitasi guna menjaga pelestarian benda
cagar budaya.
Museum Gedung Perundingan Linggarjati memiliki sejumlah koleksi yang
tidakhanya ditujukan untuk pameran saja namun juga sebagai wahan pelestari
nilai-nilai cinta tanah air yaitu patriotisme dan nasionalisme.Sejumlah koleksi
yang dapat dijumpai dalam Museum Gedung Perundingan Linggarjati meliputi
replika, benda-benda seperti kursi dan meja, kemudain foto dokumentasi peristiwa
perundingan Linggarjati, serta sejumlah barang lain yang sekiranya relevan
dengan karakteristik museum.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aman dan Muhammad Fendi Aditya. 2019. Sejarah Ketatanegaraan Republik


Indonesia. Yogyakarta: Ombak.
Herdi Sahrasad. Sutan Sjahrir: Manusia dan Noktah Sejarahnya di Timur Tengah.
Siasat Journal of Social, Cultural, and Political Studies Vol. 4, No. 1. pp.
18-31.
Yamin, Muhammad. 1950. Sapta Dharma. Medan: Islamijah.
Ditlinbud. Gedung Naskah Linggarjati diakses dari laman
https://cagarbudaya.kemendikbud.go.id pada tanggal 18 Januari pukul 18.30
Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. Museum Konferensi Linggarjati
diakses dari laman websikemlu.go.id pada tanggal 18 Januari pukul 18.30

12
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Koleksi Museum Benteng Vredeburg

Gambar 1. Foto tampak depan Museum Gambar 2. Foto lawas Gedung


Gedung Perundingan Linggarjati Perundingan Linggarjati
(https://cagarbudaya.kemendikbud.go.id) (https://cagarbudaya.kemendikbud.go
.id)

Gambar 3. Foto koleksi Museum Gambar 4. Foto ruang kamar Museum


Gedung Perundingan Linggarjati Gedung Perundingan Linggarjati
(photo.sindonews.com) (photo.sindonews.com)

Gambar 5. Foto dokumentasi Gambar 6. Foto koleksi Museum Gedung


Perundingan Linggarjati Perundingan Linggarjati
(https://cagarbudaya.kemendikbud.go.id) (photo.sindonews.com)

13

Anda mungkin juga menyukai