Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

RESPON BANGSA INDINESIA TERHADAP


IMPERIALISME DAN KOLONIALISME

Disusun oleh:
- Dela Oktaviani
- Deri Seprianto
- Indah Kurniasari
- Vito Ardiva Putra
- Cahya Ningtyas
- Eka Khoirul Candra

SMA NEGERI 3 MERANGIN


TP. 2021/2022
1
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


            Puji dan syukur kami panjatkan  kehadirat Allah SWT  karena atas berkat rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelasaikan  makalah ini. Tak lupa Shalawat
serta Salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah diutus kemuka bumi ini
sebagai Rahmatanlil Alamin.
            Makalah ini disusun untuk mengetahui Respon Bangsa Indonesia Terhadap
Imperialisme dan Kolonialisme. Dimana dalam makalah ini diharapkan lebih membuka
wawasan berpikir dibidang terkait dengannya.
            Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
            Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.

Muara Delang, 01 Februari 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Tujuan ........................................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertia Imperialisme dan Kolonialisme............................................................... 4
B. Tujuan Imperialisme dan Kolonialisme................................................................... 5
C. Respon Bangsa Indonesia Di Bidang Politik .......................................................... 6
D. Respon Bangsa Indonesia di Bidang Ekonomi ....................................................... 9
E. Respon Bangsa Indonesia Di Bidang Sosial Budaya............................................... 13
F. Respon Bangsa Indonesi Di Bidang Pendidikan ..................................................... 16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imperialisme dan kolonialisme merupakan suatu bentuk penindasan dan pemerasan


dari sebuah negara terhadap daerah jajahan. Tujuannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi negara dengan mengeksploitasi sumber daya negara jajahan agar
memperoleh keuntungan dan status sebagai negara yang besar dan kuat. Hal ini yang
mengakibatkan penderitaan dan rasa tidak puas dari bangsa yang dijajah.1
Bentuk imperialisme dan kolonialisme di Indonesia berkaitan erat dengan negara-
negara yang ingin menguasai Indonesia, seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, dan
Jepang. Negara-negara tersebut melakukan berbagai cara untuk menguasai Indonesia
demi kepentingan negaranya. Hal ini dikarenakan Indonesia dianggap sebagai negara
yang penuh dengan sumber daya, baik alam dan manusianya.

Banyaknya negara yang ingin menguasai Indonesia menjadikan Indonesia mengalami


berbagai bentuk sistem pemerintahan dengan berbagai kebijakan yang tentunya lebih
banyak merugikan bangsa Indonesia. Akibat dari kebijakan yang diterapkan oleh
negara-negara yang ingin menguasai Indonesia sangat banyak, bangsa Indonesia
mengalami berbagai penderitaan mulai dari kemiskinan, kelaparan, dan kematian.
Oleh karena itu, kemudian muncul perjuangan bangsa Indonesia untuk bebas dari
pengaruh pemerintahan asing.
Perjuangan bangsa Indonesia memiliki arti penting bagi kemerdekaan
Indonesia. Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekannya pada tanggal 17
Agustus 1945, sejak saat itu Indonesia menjadi sebuah negara yang merdeka dan
berdaulat. Kedaulatan Indonesia menjadi sebuah negara tetap tidak diakui oleh
Belanda. Proklamasi kemerdekaan Indonesia bagi Belanda merupakan suatu
pemberontakan. Sikap Belanda tersebut dikarenakan kemerdekaan Indonesia hanya
sebuah gerakan yang dibuat oleh para pimpinan Indonesia yang bekerjasama dengan
Jepang.2 Sehingga bagi Belanda, kemerdekaan Indonesia belum sepenuhnya mendapat
dukungan dari rakyat Indonesia dan kedaulatan Indonesia masih berada di tangan
Belanda.
Kedatangan Belanda yang membonceng tentara sekutu tanggal 29 September 1945
pada dasarnya untuk mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia.3 Hal ini karena

4
Belanda mengganggap Indonesia merupakan wilayah milik Belanda. Belanda juga
sebelumnya telah melakukan perjanjian dengan Inggris demi mewujudkan tujuannya
menguasai kembali Indonesia. Perjanjian yang dikenal dengan “Civil Affairs
Agreement” ditandatangani di London tanggal 24 Agustus 1945 menyatakan bahwa
tentara Inggris akan memegang kekuasaan di Indonesia dan kemudian akan
diserahkan kepada kerajaan Belanda.4 Oleh sebab itu setelah Jepang menyerah pada
sekutu, tentara yang datang mengamankan Indonesia adalah pasukan AFNEI5 dari
Inggris.

Kedatangan sekutu di Indonesia disambut netral oleh bangsa Indonesia. Selain itu,
pihak sekutu juga secara tidak langsung telah mengakui secara de facto6 kemerdekaan
Indonesia. Sekutu juga menyatakan tidak akan mencampuri masalah politik dalam
negeri Indonesia. Pernyataan tersebut yang dikemukakan oleh Letjen Christison,
Panglima Sekutu di Indonesia bahwa, “Kita tidak tertarik kepada masalah politik.
Pasukan-pasukan Inggris dan India tidak akan melibatkan diri di dalam masalah
politik di dalam negeri. Pemerintah Indonesia diakui dan diharapkan tetap berfungsi
untuk menjalankan pemerintahan di luar daerah-daerah yang diduduki oleh pasukan-
pasukan Inggris…”.7 Pernyataan Letjen Christison tersebut tentunya membuat
Belanda kecewa. Belanda merasa bahwa Inggris memihak Indonesia. Oleh karena itu
Belanda dengan membonceng tentara sekutu segera melakukan cara untuk dapat
segera mengambil alih kekuasaan Indonesia dari Inggris. Belanda kemudian
melakukan tindakan-tindakan provokasi bersenjata yang menimbulkan pertempuran di
beberapa kota di Indonesia.
Kembalinya Belanda ke Indonesia memunculkan perlawanan dari bangsa
Indonesia yang merasa telah bebas dari penjajah sejak 17 Agutus 1945. Pertempuran
melawan Belanda yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia menjadikan Belanda
semakin melemah. Belanda mengalami banyak kerugian akibat banyaknya
pertempuran yang terjadi. Belum sepenuhnya kembali menguasai Indonesia, Belanda
sepakat untuk memilih jalur diplomasi dengan Indonesia untuk menyelesaikan
masalah.

Pada tanggal 25 Maret 1947 diadakan perundingan Linggarjati antara Belanda dengan
Indonesia mengenai pengakuan kekuasaan Indonesia secara de facto.8 Namun, pada
tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan agresi militernya yang pertama ke
berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa Belanda mengingkari hasil
perundingan Linggarjati. Kemudian setelah adanya gencatan senjatan, dilakukan lagi

5
perundingan diatas sebuah kapal bernama Renville yang ditandatangani pada tanggal
17 Januari 1948.9
Perundingan Renville juga menimbulkan permasalahan. Secara tidak langsung
Belanda tidak puas dengan hasil dari perundingan Linggarjati maka Belanda bertekad
untuk menguasai seluruh wilayah Indonesia. Perundingan Renville ini menjadikan
wilayah Indonesia menjadi semakin sempit yang hanya meliputi sebagian wilayah di
Jawa, Sumatra dan Madura.10 Hal ini berdampak pada keadaan pertahanan di
Indonesia.
Belanda akhirnya memutuskan untuk melancarkan agresi militernya yang
kedua pada tanggal 19 Desember 1948.11 Belanda mulai menyerang wilayah ibukota
Yogyakarta yang sejak 4 Januari 1946 dipindahkan dari Jakarta dan menawan
Presiden dan Wakil Presiden. Sebelumnya Belanda telah menyerang lapangan terbang
Maguwo. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda berhasil menguasai Yogyakarta
dan mulai melakukan pemulihan pemerintahan serta keamanan Yogyakarta. Namun
hal itu tidak berjalan lancar karena pemerintah Republik Indonesia telah
mempersiapkan baik pemerintah militer maupun pemerintah sipil untuk merebut
kembali ibokota.

Pasukan RI menyingkir dan mundur dari kota Yogyakarta dan melakukan konsolidasi
di hutan-hutan untuk melakukan penyerangan balasan terhadap Belanda. Pasukan RI
menyerang dengan menggunakan sistem gerilya dan membumihanguskan tempat-
tempat yang dianggap penting oleh Belanda. Hal itu yang menyulut kemarahan
Belanda. Tentara Belanda kemudian melakukan pembersihan ke desa-desa di
pinggiran kota Yogyakarta termasuk ke Dusun Kemusuk.12
Penulis sangat tertarik membahas mengenai Agresi Militer Belanda II di
Yogyakarta yang terfokus pada penyerangan terhadap Dusun Kemusuk. Alasan
pertama, Dusun Kemusuk merupakan tempat kelahiran mantan presiden kedua
Indonesia, Soeharto, yang pada masa Agresi Militer Belanda II menjabat sebagai
Komandan Brigade X /Wehrkreise III. Kedua, Dusun Kemusuk masih belum banyak
dikenal, baik letaknya dan sejarah daerah tersebut. Ketiga, penulis ingin mengetahui
peranan masyarakat dilihat dari segi sosial ekonomi Dusun Kemusuk pada saat terjadi
serangan Belanda pada masa Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta tahun 1948-
1949.

B. Tujuan

6
Tujuan penulisan makalah ini selain sebagai pemenuhan tugas mata Pelajaran Sejarah
Indonesia dan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Respon Bangsa Indonesia terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Bidang
Politik ?
2. Respon Bangsa Indonesia terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Bidang
Ekonomi ?
3. Respon Bangsa Indonesia terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Bidang Sosial
Budaya ?
4. Respon Bangsa Indonesia terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Bidang
Pendidikan?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Imperialisme dan Kolonialisme

1. Pengertian Imperialisme
Kata Imperialisme berasal dari bahasa latin “imperare” yang berarti
memerintah. Hak untuk imperare atau memerintah disebut imperium. Orang yang
diberi hak imperium (memerintah) disebut imperator. Umumnya yang diberi imperium
adalah raja, dan selang waktu berjalan raja disebut imperator dan daerah dimana
imperiumnya berlaku (kerajaannya) disebut imperium.
Pengertian Imperialisme adalah usaha (politik) untuk menguasai negara lain
atau memperluas kerajannya dengan paksa untuk kepentingan diri sendiri yang
dibentuk sebagai imperiumnya. Maksud menguasai disini yaitu tidak perlu merebut
menggunakan kekuatan senjata, tetapi bisa dijalankan menggunakan kekuatan agama,
ideologi, ekonomi, kultur, asal saja dengan paksaan.
Macam-Macam Imperialisme :
1. Imperialisme Kuno (Ancient Imperialism) adalah imperialisme yang muncul
kurang lebih dari 1500M yang berlangsung pada zaman kuno sampai zaman
pertengahan. Semboyan dari imperialisme kuno yaitu 3G (Gold, Glory,
Gospel). Dimana suatu negara menjajah negara lain untuk keperluan gold
(mendapatkan kekayaan), glory (mencapai kejayaan), dan gospel
(menyebarkan agama). Imperialisme kuno ini dipelopori oleh Portugal dan
Spanyol
2. Imperialisme Modern (Modern Imperialism) adalah imperialisme yang terjadi
saat awal revolusi indrustri (1500 M) sampai akhir perang dunia 2 (tahun
1942), revolusi indrustri mengakibatkan pasar membutuhkan bahan mentah
7
yang banyak untuk mengembangkan perekonomian. Alhasil mereka mencari
daerah yang kaya dengan bahan mentah untuk dijadikan sumber bahan mentah,
penanaman modal kapital surplus, dan pasar bagi industri. Negara pelopornya
adalah inggris.
3. Imperialisme Ultramodern (Neokolonialisme) berlangsung setelah perang
dunia 2 sampai sekarang, imperialisme ultramodern lebih mengutamakan pada
penguasaan ideologi, mental, dan psikologi.

4. Pengertian Kolonialisme

Kata Koloni berasal dari bahasa lain yaitu colonus atau colonia yang berarti
tanah jajahan (pemukiman), sehingga koloni berarti pemukiman suatu negara di luar
wilayah negaranya, yang dicap sebagai bagian dari wilayahnya.
Pengertian Kolonialisme adalah usaha untuk memperluas, mengembangkan,
menguasai suatu daerah dengan kekuasaan satu negara di luar lokasi atau wilayah
negara tersebut. Untuk menguasai suatu daerah biasanya dilakukan dengan cara paksa
untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi motherland atau negara induk.
Umumnya kolonialisme mempunyai tujuan untuk mencari dominasi ekonomi
dari sumber daya, tenaga kerja, perdagangan di wilayah tersebut. Umumnya wilayah
koloni adalah wilayah yang mempunyai bahan mentah yang banyak untuk memenuhi
keperluan negara ynag melakukan kolonialisme.
Macam Macam Bentuk Kolonialisme :
1. Koloni Eksploitasi adalah penguasaan suatu wilayah atau daerah untuk dikuras
habis tenaga penduduk secara kerja paksa atau kerja rodi dan dikuras juga
kekayaan alamnya untuk kepentingan Negara yang melakukan koloni (Negara
penguasa).
2. Koloni Penduduk adalah penguasaan daerah atau wilayah baru dengan cara
mengusir atau menghilangkan penduduk pribumi yang digantikan oleh
pendatang yang menjadikan kedudukan penduduk pribumi terabaikan.
3. Koloni Deportasi adalah daerah atau wilayah koloni yang digunakan sebagai
tempat membuang para narapidana yang tidak dapat ditangani lagi oleh
perintah. Kebanyakan dari mereka adalah narapidana yang mendapatkan
hukuman seumur hidup, dimana mereka dijadikan sebagai tenaga kerja tanpa
bayaran daripada pemerintah harus memberi makan mereka seumur hidup.
8
B. Tujuan kolonialisme dan imperialisme

1. Tujuan Kolonialisme :
Memperbanyak sumber daya alam dan juga sumber daya manusianya negara
tersebut, ekspansi budaya (lihat saja budaya inggris yang dahulu melancarkan
kolonialisme besar-besaran, hasilnya bahasa inggris tidak asing lagi di telinga, dan
juga perluasan wilayah penduduk martabat sebuah negara
2. Tujuan Imperialisme:
a. Penguasaan atau dominasi dunia yang teragisir secara politis
b. Imperium ataupun hegemoni yang kira – kira mempunyai dimensi kontinental.
c. Semata – mata pengaruh yang lebih besar dari kekuatan yang diloklisir

C. Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang Politik

Imperialisme dan kolonialisme yang pernah mendera Indonesia juga


mengakibatkan hal lain: aktivitas pemerintahan berpusat di jawa. Hal ini akhirnya terbawa
sampai sekarang. Meskipun saat ini kita sudah melakukan desentralisasi, tapi tetap terasa
bahwa wilayah Jawa seakan adalah pusat pemerintahan.

Tentu, saat pemerintah kolonial Belanda menguasai Indonesia, tidak sedikit


perlawanan yang menghadang. Salah satunya adalah perlawanan ciamik lewat dunia
politik. Kebanyakan rakyat bergerak melalui organisasi dalam maupun luar negeri.

Respon Bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme di bidang


politik diantaranya :

1. Munculnya Organisasi Budi Utomo

Berdirinya Budi Utomo menjadi tanda kebangkitan nasional bangsa Indonesia


untuk mencapai kemerdekaannya sekaligus penanda perkembangan nasionalisme
Indonesia. Meskipun saat itu pendirian organisasi awalnya hanya dituukan bagi
golongan berpendidikan Jawa. Hingga saat ini tanggal berdirinya, 20 Mei, diperingati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Hal ini menjadikan sejarah Budi Utomo dari awal
hingga akhir sangat menarik untuk dipelajari.

Budi Utomo (Boedi Oetomo) ialah organisasi yang didirikan tanggal 20 Mei
1908 oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA. Mereka adalah Goenawan
9
Mangoenkoesoemo dan Soeraji. Wahidin Sudirohusodo merupakan penggagas Budi
Utomo dan namanya selalu dikaitkan dengan sejarah Budi Utomo ataupun sejarah
berdirinya Budi Utomo.

Budi Utomo dipelopori oleh para pemuda dari STOVIA, Sekolah Guru
Bandung, Sekolah Pamong Praja Magelang dan Magelang, Sekolah Peternakan dan
Pertanian Bogor, dan Sekolah Sore untuk Orang Dewasa di Surabaya. Para pelajar
tersebut terdiri dari Soeradji, Muhammad Saleh, Soewarno A, Goenawan
Mangoenkoesoemo, Suwarno B., R. Gumbreg, R. Angka, dan Soetomo. Baca juga
pahlawan nasional dari Jawa, pahlawan nasional dari Madura, pahlawan nasional dari
Jawa Tengah, dan biodata pahlawan kemerdekaan dari berbagai daerah di Indonesia.

Nama organisasi Budi Utomo diusulkan oleh Soeradji dan semboyan yang
dikumandangkan ialah Indie Vooruit (Hindia Maju) dan bukan Java Vooruit (Jawa
Maju). Budi Utomo terdiri atas kata budi yang berarti perangai atau tabiat dan utomo
yang berarti baik atau luhur. Jadi perkumpulan Budi Utomo dapat dimaknasi sebagai
perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan keluhuran budi dan kebaikan
perangai atau tabiat.

Tujuan Budi Utomo yakni memperoleh kemajuan yang harmonis bagi nusa
dan bangsa Jawa dan Madura. Pada awalnya Budi Utomo hanya mengendaki
perbaikan sosial yang meliputi Jawa dan Madura, sehingga kata kemerdekaan belum
disebut. Beberapa usaha ditemph untuk mewujudkan tujuan tersebut yakni memajukan
pengajaran sesuai dengan yang dicita-citakan oleh dr. Wahidin, peternakan, pertanian,
perdagangan, teknik, industri, dan menghidupkan kembali kebudayaan.

2. Sarekat Islam (SI)

Kita kerap mendengar seruan untuk menjauhkan Islam dari gerakan politik.
“Jangan gunakan Islam sebagai alat politik, begitu kira-kira seruan mereka. Mereka
menginginkan Islam diisolasi di ruang “netral”.

Sebetulnya ruang netral itu tidak ada. Sebab, hampir semua ruang kehidupan
manusia itu terkait dengan politik. Mana bisa Islam terpisah dari persoalan kehidupan?
Mana bisa Islam tutup mata dengan penderitaan umatnya?

10
Dan memang, jika kita menengok ke masa silam, Islam tidak berjarak dengan
politik. Itu terjadi pada permulaan abad 20, bersamaan dengan kebangkitan perlawan
rakyat Indonesia menentang kolonialisme, muncul gerakan politik Islam atau Islam
Politik.

Di awal abad ke-20, ada organisasi sosial-politik yang sangat mencolok.


Namanya: Sarekat Islam. Ini organisasi massa terbesar di zamannya. Tjokroaminoto,
pimpinan SI yang kerap disebut “Raja Jawa” itu, mengklaim jumlah anggotanya
mencapai 2 juta orang.

Sumber resmi mengatakan, SI lahir dari perkumpulan kaum pribumi yang


mengamankan Laweyan, daerah hunian saudagar batik di Solo. Pendirinya bernama
Haji Samanhudi. Awalnya, organisasi itu bermuasal dari organisasi ronda bernama
“Rekso Roemekso”. Pendapat ini diperkuat oleh Takashi Shiraishi dalam bukunya,
Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Di Jawa (1912-1926).

Namun, versi lain yang lebih akurat menyatakan, SI berasal dari organisasi
yang sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islamiyah (SDI). Pendirinya adalah
seorang bekas murid STOVIA yang terbakar api nasionalisme Tiongkok, Tirto Adhi
Soerjo, pada tahun 1909. Pendapat ini diusung oleh Pramoedya Ananata Toer dalam
tetralogi bagian ketiganya, Jejak Langkah. Namun, pada tahun 1913, sebagai upaya
menjegal perkembangan SDI, penguasa kolonial membuang Tirto ke Ambon.
Kepengurusan SI pun berpindah ke Haji Samanhudi dan kegiatannya berpusat di Solo.

Pendapat Pram itu hampir sejalan dengan pendapat Bung Hatta saat
menyampaikan ceramah berjudul “Dari Budi Utomo menuju Sarekat Islam” di gedung
Kebangkitan Nasional tanggal 22 Mei 1974. Menurut Bung Hatta, pendiri SDI adalah
Tirto di Batavia tahun 1909. Tirto kemudian melakukan tur keliling jawa, termasuk
Solo. Dengan demikian, SDI Solo yang diketuai Haji Samanhudi adalah cabang SDI-
nya Tirto Adhisuryo.

SDI di bawah Haji Samanhudi terus berkembang. Sayang, Haji Samanhudi


tidak bisa mengendalikan organisasi yang terus berkembang. Ia juga tak kuasa
melawan tekanan penguasa kolonial. Akhirnya, pada tahun 1912, kepemimpinan SI
diserahkan kepada Tjokroaminoto, seorang teknisi di pabrik gula Rogojampi. Pusat

11
kegiatan SI pun dipindahkan ke Surabaya. Namanya pun berubah menjadi Sarekat
Islam (SI).

3. Perhimpunan Indonesia

Selain rakyat yang ada di daerah kita, jiwa nasionalisme juga timbul dari luar
negeri. Para mahasiswa yang sedang belajar di Belanda, pada tahun 1908, membentuk
Indische Vereeniging. Pada mulanya, mereka membentuk ini atas dasar sosial.
Namun, seiring berjalannya waktu, namanya berubah menjadi Indonesia Vereeniging
pada tahun 1922. Mereka pun semakin melebarkan sayapnya dan memasuki dunia
politik. Gagasan-gagasannya disalurkan lewat majalah Hindia Putra. Sampai akhirnya,
tiga tahun kemudian, mereka menjadi lebih radikal dan mengganti namanya menjadi
Perhimpunan Indonesia (PI). Mereka pun secara tegas memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.

D. Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang


Ekonomi

Respon Bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme di bidang


ekonomi diantaranya :

1. Perang Padri (1821-1837)

Terjadi di Sumatera Barat atau di tanah Minangkabau. Perselisihan antara


kaum Padri dengan kaum Adat yang kemudian mengundang campur tangan pihak
Belanda.

Perang Padri pertama (tahun 1821-1825) dan perang Padri kedua (tahun 1830-1837)

 Perang Padri Pertama

Di kota Lawas, berkembang ke daerah lainnya seperti Alahan Panjang. Kaum


Padri dipimpi oleh Datok Bandaro bertempur melawan kaum Adat yang dipimpin
oleh Datuk Jati. Setelah Datuk Bandaro meninggal dunia, pucuk pimpinan
dipegang oleh Malim Basa (Tuanku Imam Bonjol) dan dibantu oleh Tuanku
Pasaman, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Cerdik, dan Tuanku Nan Gapuk.
Tahun 1821, kaum Padri menyerbu pos Belanda di semawang dan mengacaukan
12
kedudukan Belanda di daerah Lintau. Belanda membangun benteng nama Firt van
der Capllen. Tahun 1822 didaerah Baso terjadi pertempuran antara Pasukan Padri
yang dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh. 1823 terjadipertempuran lagi di Bonio
dan Agam. Belanda dapat merebut benteng pertahanan kaum Padri. 1825,
kedudukan Belanda mulai sulit karena harus berhadapan dengan kaum Padri dan
juga harus menghadapi pasukan Diponegoro.

November 1825, Belanda dan Kaum Padri menandatangani perjanjian damai


yang berisi tentang pengakuan Belanda atas beberapa daerah sebagai wilayah
kaum Padri dan untuk sementara peperangan gelombang pertama berakhir.

 Perang Padri Gelombang ke Dua

1829, di daerah pariaman. 1830, kaum Adat mulai banyak membantu kaum
Padri dan kedua kaum tersebut menyadari bahwa perlunya kerja sama. Perang
antara rakyat Minangkabau melawan penjajah Belanda.

1831, penyerangan terhadap belanda di daerah Muarapalam. 1832, dipimpin


oleh Tuanku Nan Cerdik dan Tuanku Imam Bonjol melakukan penyerangan pos
Belanda di Mangopo. 1833, terjadi pertempuran besar di daerah Agam. 1834
hingga tahun 1835, pemerintah Belanda mulai mengepung benteng Bonjol. Tahun
1837, pasukan Belanda melakukan penyerangan terhadap benteng Bonjol. Pada
tanggal 25 Oktkober 1837, benteng pertahanan Kota Bonjol jatuh ke tangan
Belanda. Imam Bonjol diasingkan ke Cianjur, kemudian dipindahkan ke Minahasa
hingga wafat dann dimakamkan di Pineleng.

2. Perang Diponegoro

Di lingkungan istana terdapat golongan yang memihak Belanda, banyak juga


yang menentang Kolonial Belanda, seperti Pangeran Diponegoro (putra Sultan
Hamengku Buwono III). Kecurigaan yang berlebihan ini pada akhirnya menimbulkan
permusuhan dan peperangan yang disebut perang Diponegoro.

Penyebab Umum Perang Diponegoro

a. Semakin menderitanya rakyat akibat kerja rodi dan berbagai macam pajak
13
b. Semakin sempitnya wilayah Kerajaan Mataram akibat dikuasai Belanda.

c. Selalu ikut campurnya Belanda dalam urusan pemerintahan Kerajaan Mataram.

d. Masuknya budaya barat ke dalam keraton yang bertentangan dengan ajaran agama.

e. Kecewanya kaum bangsawan akan aturan Van der Capellen yang melarang usaha
perkebunan swasta di wilayah Kerajaan Mataram.

f. Munculnya pejabat Kerajaan Mataram yang membantu pihak Belanda demi


keuntungan pribadi.

Penyebab Khusus Perang Diponegoro

Dipengaruhi oleh persoalan pribadi. Terjadi pada tahun 1825, tindakan


sewenang-wenang Belanda yang telah memasang tonggak untuk membangun jalan
raya yang melintasi makam leluhur Pangeran Diponegoro tanpa izin. Perang antara
Pangeran Diponegoro dengan Belanda dibantu oleh Kasunanan Surakarta,
Mangkunegaran, dan Kesultanan Yogyakarta.

Menggungakann strategi atau siasat perang gerilya, pusat pertahanan yang


selalu berpindah-pindah seperti di Gua Selarong, Dekso, lereng Gunung Merapi, dan
Bagelan(Purworejo). Terbukti bahwa pada tahun 1825 sampai 1826, pasukan
diponegoro memperoleh kemenangan hingga dapat merebut daerah Pacitan,
Purwodadi, dan Klaten.

Penggungaan sistem Benteng Stelsel oleh Belanda mempersulit pergerakan


pasukan Diponegoro dan hubungan komunikasi antar pasukan. Pada tahun 1828, Kiai
Mojo bersedia untuk diajak berunding oleh pihak Belanda namun gagal dan justru ia
ditangkap dan diasingkan ke Minahasa sampai wafat pada tahun 1849. Jendral De
Kock mengajak berunding Sentot Alibasa Prawirodirjo, Tetapi selalu mengalami
kegagalan. Pada tahun 1829, Sentot Alibasa Prawirodirjo menyerah, ia dituduh
memihak kaum Padri sehingga akhirnya ia diasingkan ke Cianjur dan kemudian
dipindahkan ke Bengkulu hingga wafat pada tahun 1855.

Pangeran Mangkubumi menyerah pada tahun 1829 dan putranya sendiri yang
bernama Dipokusumo beserta patihnya menyerah pula pada tahun 1830. Jendral de
kock ditanggapi positif oleh Pangeran Diponegoro dan disepakati bersama bahwa
14
perundingan akan dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 1830 di kota Magelang.
Pangeran Diponegoro dibawa ke Semarang dan Batavia kemudian diasingkan lagi ke
Manado. Ia kembali dipindahkan ke Makassar hingga wafat pada tanggal 8 januari
1855

3. Perlawanan rakyat Aceh (1873-1904)

Aceh merupakan salah satu kerajaan di Indonesia yang kuat dan masih tetap
bertahan hinga abad ke-19. berdasarkan Traktat London tahun 1824 bangsa Inggris
dan Belanda yang sudah pernah berkuasa di Indonesia harus saling sepakat untuk
menghormati keberadaan kerajaan Aceh.

Berdasarkan Perjanjian (Taktat) Sumatera tahun 1871 atau yang lebih dikenal
dengan Traktat London ke-3, pihak Inggris melepas tuntutannya terhadap daerah
Aceh. Kerajaan Aceh berusaha mencari bantuan ke Turki serta menghubungi
Kedutaan Italia dan Kedutaan Amerika Serikat di Singapura. Sementara bantuan dari
Turki belum datang, pada bulan Maret 1873, perangnya ke Kutaraja atau Banda Aceh
di bawah pimpinan Jendral Kohler, berusaha merebut dan menduduki ibu kota dan
Istana Kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh berhasil, tetapi dalam pertempuran tersebut
Jendral Kohler tewas tertembak. Mengawali terjadinya perang Aceh yang
berkepanjangan mulai tahun 1873 sampai 1904. pasukan Belanda melaksanakan
operasi Konsentrasi Stelsel sambil menggertak para pemimpin Aceh agar menyerah.
Beberapa pimpinan utama Aceh seperti Teuku Cik Di Tiro, Cut Nya’ Din, Panglima
Polim, dan Cut Meutia (bersama-sama dengan rakyat Aceh) untuk melancarkan
serangan umum.

Pada bulan Desember 1873, Belanda mengirim pasukan perang ke Aceh


dengan kekuatan 8.000 personil dibawah pimpinan Mayor Jendral Van Swiesten.
Akan tetapi upaya Belanda untuk menawan Sultan Mahmud Syah belum berhasil
karena Sultan beserta para pejabat kerajaan telah menyingkir ke Luengbata. Setelah
Sultan Mahmud Syah meninggal karena sakit, ia digantikan oleh putranya yang
bernama Sultan Muhammad Daudsyah.

Setelah Teuku Cik Di Tiro sebagai pemimpin utama Aceh Wafat. Pucuk
pimpinan dilanjutkan oleh Teuku Umar dan Panglima Polim. Pada tahun 1893, Teuku
Umar beserta pasukannya memanfatkan kelengahan Belanda dengan tujuan

15
mendapatkan senjata. Disambut baik dan mendapat gelar Teuku Johan pahlawan. Pada
tahun 1896, Teuku Umar bergabung kembali dengan rakyat Aceh dengan membangun
markas pertahanan Meulaboh.

Peristiwa Teuku Umar yang berhasil menyiasati Belanda dipandang sebagai


kesalahan besar Deykerhoff sebagai gubernur militer. Digantikan oleh Jendral Van
Heutsz. Belanda memeberi tugas kepada Dr. Snock Hurgronje untuk menyelidiki
perilaku masyarakat Aceh. Dr. Snock Hurgronje dalam menjalankan tugasnya
menggunakan nama smaran, yaitu Abdul gafar.

Untuk mengalahkan Aceh, lebih cepat dan tepat, Belanda menggunakan


Strategi sebagai berikut :

a. menghancurkan dan menangkap seluruh pemimpin dan ulama dari pusat

b. membentuk pasukan gerak cepat (marschose marechausse)

c. semua pemimpin dan ulama yang tertangkap harus menandatangani


perjanjian

d. setelah melakukan operasi militer, Belanda mengikuti kegiatan perdamaian


rehabilitasi (pasifikasi)

e. bersikap lunak terhadap para bangsawan.

Atas usulan Dr. Snock Hurgronje, pemerintah Belanda memberi tugas kepda
Jendral militer Van Heutsz. Pada tahun 1899, pasukan gerak cepat pimpinanVan
Heutsz, is gugur pada tahun 1899. dilanjutkan oleh istrinya Cut Nya’ Din, tetapi
kemudian tertangkap dan diasingkan ke Sumedang hingga akhir hayatnya.

Belanda menyandera keluarga raja dan keluarga Panglima Polim. Perlawanan


Aceh berikutnya dilanjutkan oleh Cut Meutia, tetapi perlawanan ini dapat dipadamkan
dan pada tahun 1904 perang Aceh dinyatakan berakhir.

E. Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang Sosial


Budaya.

16
Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang Sosial
Budaya salah satunya melalui perlawanan Raden Ajeng Kartini.

Raden Ajeng Kartini adalah bangsawan Jawa  yang menjadi simbol dan wujud
perlawanan atas feodalisme Jawa. Pelopor sekaligus korban. R.A. Kartini adalah bentuk
perlawanan atas pemujaan feodalisme Jawa di mata penguasa kolonial Belanda. Sejarah
tentang Kartini adalah sejarah tentang penentangan pemanfaatan feodalisme Jawa yang
dilanggengkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sejarah perlawanan R.A. Kartini adalah
perlawanan atas hegemoni dan perselingkuhan antara kalangan priyayi feodal yang
menjadi antek pemerintah Hindia Belanda di Rembang dan hampir seluruh Jawa kecuali
Kerajaan Mataram Islam Jogyakarta.

R.A. Kartini yang memahami humanisme karena bersentuhan dengan tiga budaya
sekaligus: Jawa, Barat (Belanda), dan Islam, memandang feodalisme berlawanan dengan
humanisme dan kemanusiaan. Terlebih lagi sebagai perempuan Jawa, pada masa feodal
itu, para perempuan pribumi yang bukan keturunan priyayi tak memiliki hak belajar
secukupnya.

R.A. Kartini sempat mengenyam pendidikan Belanda dengan bersekolah di Europe


Lagere School sekolah khusus Eropa karena R.A. Kartini adalah anggota bangsawan
Jawa. Persentuhan pendidikan Belanda ini membangun kesadaran Kartini akan emansipasi
yang dilatarbelakangi oleh kenyataan ketidakadaan kesempatan bagi kalangan pribumi
kebanyakan untuk berkembang dan belajar.

R.A. Kartini melihat perselingkuhan kolonialisme dan feodalisme Jawa saat itu
membekap bukan hanya menciptakan berbagai golongan, juga merusak tatanan
keberadaban Islam, Jawa dan bahkan Barat. Maka berbagai kegelisahan itu dituangkan
dalam surat-surat  ke Nyonya Abendanon. Di samping itu R.A. Kartini muda belia di
waktu pendeknya dalam kehidupan secara sembunyi-sembunyi sebagai bangsawan
pemberontak, memberikan ketrampilan dan pengajaran kepada kalangan perempuan di
Rembang.

Padahal saat itu sangat dilarang dan hampir tidak mungkin pengajaran diberikan
oleh para bangsawan antek Belanda kepada warga pribumi – apalagi kalangan perempuan.
Kekuasan feodal dan kolonial di Jawa sangat diketahui dan menjadi keprihatinan Kartini.
Bahwa para penguasa lokal seperti bupati menjadi antek Pemerintah Hindia Belanda dan

17
VOC menjadikan keprihatinan yang mendalam bagi Kartini. Kartini mencatat semua
bupati dan residen di Jawa dijabat oleh dan atas penunjukan  Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda atau bahkan VOC.

Sejarah Amangkurat yang menjadi antek Belanda sangat dikenal oleh Kartini.
Bahkan ungkapan Jawa pada masa Kartini seperti ‘Ojo golek bondho koyo Amangkurat
tego ngedhol negoro’ terngiang bahkan sampai sekarang. Realita suasana batin tekanan
kebudayaan pada masa itu menyadarkan Kartini untuk meneriakkan perjuangan melawan
feodalisme yang dibangun oleh pengkhianat yakni kalangan bangasawan Jawa dan
penguasa kolonial baik VOC maupun Pemerintah Hindia Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda dalam sejarahnya memanfaatkan kalangan penguasa


feodal lokal yang disebut priyayi sebagai antek kekuasaan kolonial. Para priyayi yang di
berbagai daerah telah kehilangan kekuasaan di bawah kerajaan-kerajaan yang sudah
kehilangan kekuasaan, oleh pemerintah Hindia Belanda dimanfaatkan sebagai pejabat.
Para bekas keluarga kerajaan di Jawa dan di luar Jawa dimanfaatkan untuk menjadi bupati
dan residen.

Oleh karena itu, maka para pejabat seperti  di Kabupaten Bandung, sejak
Tumenggung Ardikusumah sebagai Bupati Bandung pertama masa kolonial Belanda
sampai pada masa akhir Hindia Belanda semua bupati Bandung bergelar raden atau
tumenggung. Hal ini bisa dimengerti karena terbentuknya Kabupaten Bandung
berdasarkan Piagam Sultan Agung Hanyokromkusumo dari Kerajaan Mataram pada 20
April 1641.

Hal yang sama yakni pengangkatan Bupati terjadi di hampir semua kabupaten dan
residen di Jawa. Bupati Jepara pertama bergelar K.R.M.A.A. Sosoningrat berkuasa sejak
1881-1905. Setelah itu sampai pada masa kemerdekaan Bupati Jepara terakhir bernama
R.A.A. Soekahar. Bahkan dekade awal pun para penguasa lokal feodal menjadi  bupati di
Jepara.

Di lain tempat Demak selama beberapa ratus tahun dalam kekuasaan Pangeran
Jimbun alias Raden Patah – sekaligus penguasa Kesultanan Demak – sejak tahun  1478
sampai tahun 1518. Kekuasan atas Kota Demak mengikuti penguasa atau sultan. Pada
masa kolonial, pada 1801-1845 berkuasalah Bupati Pangeran Cokronegoro.

18
Bupati Kudus pertama pun kalangan feodal: K.R.A.A. Padmonegoro, yakni
menantu Sunan Pakubuwono III, seterusnya sampai masa kemerdekaan para bupati
bergelar Raden dan Tumenggung seperti  K.R.T. Cokrohadinegoro, lalu K.K.A.A.
Condronegoro III sampai pun tahun 1943-1945 dengan K.R.T. Soebianto.

Kabupaten Rembang pun dibentuk atas dasar pemecahan oleh Belanda atas Lasem.
Sejak tahun 1682 sampai tahun 1750 semua Bupati Rembang termasuk Adipati
Tumenggung Anggajaya diangkat oleh Residen atau Oproep Mataram di Kartosuro.
Rembang pun menjadi kekuasaan kolonial.

Dalam pandangan Kartini, gambaran kekuasan para penguasa feodal dan VOC
serta Pemerintah Hindia Belanda yang hanya menekankan kekuasan ada pada para
bangsawan, serta perselingkuhan mereka, menyadarkan R.A. Kartini tentang pentingnya
pendisikan untuk pembebebasan dan kemanusiaan. Dari gambaran surat-surat Kartini
dapat terlihat kecerdasan, kegelisahan, dan semangat humanisme dalam masa kekuasan
feodalisme Jawa – yang R.A. Kartini pun juga mengalami perlakuan budaya Jawa yang
membekap perempuan masa itu. Plus kekuasan kolonial yang didukung oleh bangsawan
Jawa yang menjadi antek penguasa VOC dan Pemerintah Hindia Belanda.

Maka tak salah kalau sekarang di seluruh Indonesia perayaan Hari Kartini juga
dihiasi dengan mengenakan kebaya atau apapun yang berbau kebudayaan lokal dengan
aneka modifikasi misalnya dengan jilbab seperti di sebuah restoran di Ambarawa ini.

F. Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang


Pendidikan.
Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang
Pendidikan yaitu munculnya Taman Siswa dan kayu Tanam.
1. Taman Siswa
Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 oleh Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara merupakan putera dari KPH Suryaningrat dan cucu dari
Pakualam III. Nama kecilnya adalah R. M. Suwardi Suryaningrat, pada usia 39
tahun, ia berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Kelahiran Taman Siswa
dianggap sebagai titik balik dalam pergerakan Indonesia, karena kaum
revolusioner yang mencoba menggerakkan rakyat dengan semboyan-semboyan
asing dan ajaran-ajaran Marxis terpaksa memberikan tempat untuk gerakan baru,

19
yang benar-benar berasas kebangsaan dan bersikap kooperatif dengan
pemerintahan.
Perguruan Taman Siswa untuk pertama kali berdiri pada tahun 1922
dengan pimpinannya Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Taman Siswa
merupakan organisasi yang bertujuan menggembangkan edukasi dan cultural, yang
direalisasikan dengan baik. Berdirinya sekolah-sekolah dilingkungan Taman Siswa
adalah bukti dari edukasi Nasional dan pengembangan kebudayaan Nasional
adalah kreasi Taman Siswa. Merupakan salah satu senjata yang digunakan untuk
menghadapi dominasi kolonial. Taman Siswa berpendapat bahwa pendidikan
nasional merupakan sarana untuk menumbuhkan nasionalisme. Melalui
pendidikan yang berjenjang di lingkungan Taman Siswa itu akan dapat
menghasilkan elit Kultural yang akan berperan besar dalam pergerakan nasional.
Pendiri Taman Siswa adalah bapak pendidikan nasional yang lahir di
yogyakarta pada tanggal 2 mei 1889. Hari lahirnya lalu hingga kini diperingati
sebagai hari pendidikan nasional. Ia terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat, yang berasal dari lingkungan keratin Yogyakarta. Lalu ia berganti
nama dengan Ki Hajar Dewantara, tujuannya yaitu supaya ia dapat dengan bebas
bergaul dengan rakyat. Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan
pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS
(Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter
Bumiputera). Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar
antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem
Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal.
Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu
membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
Selain ulet sebagai wartawan muda Ia juga aktif dalam organisasi sosial
dan politik. Tahun1908, Ia tergabung dalam organisasi Budi Utomo untuk
mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu
mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Kemudia bersama dengan teman-temanya tergabung dalam Tiga Serangkai yang
beranggotakan Raden Mas Soewardi Soeryaningrat (Ki Hajar Dewantara), Douwes
Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, mereka mendirikan Indische Partij
(partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25
Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Mereka berusaha
mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada
20
pemerintah kolonial Belanda. Namun organisasi ini ditolak Alasan penolakannya
adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme
rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia
pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu
sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun
Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik
terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya
negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat
jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Lalu Ki Hajar Dewantara mengkririk pemerintahan Kolonial Belanda
dengan tulisan yang berjudul antara lain yaitu Seandainya Aku Seorang Belanda,
Als Ik Eens Nederlander Was. Akibat dari tulisan tersebut pemerintahan Kolonial
Belanda menjatuhkan hukuman tanpa proses kepada Ki Hajar Dewantara,
hukuman tersebut berupa hukuman Buang, lalu Ia pun dihukum dan dibuang ke
Bangka. Lalu Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan
seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang
bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu
menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerintah kolonial.
Akibatnya keduanya juga terkena hukuman Buang juga. Douwes Dekker dibuang
di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda. Namun mereka
menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa mempelajari
banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri
Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan
pengajaran, Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia
mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan
meraih kemerdekaan. Setelah pulang dari pengasingan bersama dengan rekan-
rekannya Ia mendirikan sebuah perguruan yang bercorak Nasional yang di beri
nama Onderwijs Instituut Taman Siswa ( Perguruan Taman Siswa).
Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir
batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan
rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung
jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
21
Sejak berdirinya pada tahun 1922 hingga kini Taman siswa sangat dikenal
sebagai lembaga pendidikan yang menasional. Meski beberapa dekade belakangan
ini nama Tamansiswa agak surut, termasuk dalam dunia pendidikan yang menjadi
andalannya itu sendiri. Hal tersebut tidak semata-mata karena semakin banyaknya
bermunculan lembaga-lembaga pendidikan yang kompetif, meski cenderung
menjadi pasar, namun juga karena tampaknya Tamansiswa sendiri kehabisan
energi, terutama energi pembaruan, di bidang pendidikan.
Setelah didirikannya Taman Siswa pada tanggal 3 juli 1922, perjalanan
Taman Siswa ini tidak berhenti disitu saja melainkan Taman Siswa ini terus
berkembang dimana Taman Siswa ini berperan dalam menumbuhkan rasa
Nasionalisme bangsa Indonesia. Seperti kita ketahui sejak awal Taman Siswa
dibentuk memberikan pendidikan yang berdasarkan pada kepribadian bangsa.
Meskipun menggunakan sistem pendidikan modern Belanda akan tetapi Taman
Siswa tidak mengambil kepribadian Belanda. Dengan demikian, anak didiknya
tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang sangat berbeda dengan
Belanda. Peran Guru Taman Siswa berasal dari bangsa Indonesia dan umumnya
berasal dari para aktivis pergerakan nasional yang bercita-cita memerdekakan
bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.
Dimana Taman Siswa ini mempunyai prinsip dasar atau semboyan dalam
pendidikan yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita dan menjadi semboyan
pendidikan sampai sekarang. Isi dari prinsip dasar pendidikan tersebut antara lain:
 Ing Ngarso sung Tulodo Maksudnya Di depan seorang pendidik harus
memberi teladan dan memberi contoh tindakan yang baik.
 Ing Madya Mangun karso Maksudnya Di tengah atau di antara murid guru
harus menciptakan prakarsa, ide serta kerja sama.
 Tut Wuri Handayani Maksudnya Di belakang seorang guru harus bisa
memberi daya-semangat, dorongan dan arahan.
2. INS ( Indonesische Nederlandsche School ) Kayu Tanam
Moh. Syafei seorang yang berdarah Minang dilahirkan di Kalimantan Barat
tepatnya di daerah Natan tahun 1895. Anak dari Mara Sutan dengan Indung
Khadijah. Ia menamatkan di Sekolah Rakyat tahun 1908, masuk sekolah Raja
(Sekolah Guru) lulus pada tahun 1914. Kemudian beliau hijrah ke Jakarta dan
menjadi guru pada sekolah Kartini selama 6 tahun. Disela-sela kesibukannya
menyempatkan diri untuk belajar menggambar lulus tahun 1916, bahkan aktif
dalam Budi Utomo serta Insulide serta membantu Wanita Putri Merdeka.
22
Moh. Syafei pada tanggal 31 Mei 1922 berangkat ke negeri Belanda
menempuh pendidikan atas biaya sendiri. Belajar selama 3 tahun dengan
memperdalam ilmu musik, menggambar, pekerjaan tangan, sandiwara termasuk
memperdalam pendidikan dan keguruan. Pada tahun 1925 kembali ke Indonesia
untuk mengabdikan ilmu pengetahuannya.
a. Perkembangan Pendidikan INS Kayu Tanam
Masa Awal RP INS Kayutanam
Kayutanam adalah nama desa kecil di Sumatera Barat sedangkan INS
sebuah lembaga pendidikan yang merupakan akronim dari Indonesche
Nederlandsche School. Cikal bakal sekolah ini adalah milik jawatan kereta api
yang dipimpin oleh ayahnya. Tanggal 31 oktober 1926 diserahkan kepada M.
Syafei untuk mengelolanya dan kemudian tersohor dengan nama Ruang
Pendidikan Indonesche Nederlandsche School (RP INS) Kayutanam.
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut :
 Berpikir logis dan rasional
 Keaktifan atau kegiatan
 Pendidikan masyarakat
 Memperhatikan pembawaan anak
 Menentang intelektualisme
Zaman Penjajahan Belanda
RP INS kayutanam tahun 1926 memiliki 75 orang siswa terdiri atas dua
kelas (1A dan 1B) dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Gedung sekolah RP
INS Kayutanam dibangun sendiri oleh siswa tahun 1927 terbuat dari bambu
beratap rumbia. Karena membutuhkan lahan luas maka pada tahun 1937
dipindahkan ke Pelabihan, 2 kilometer dari Kayutanam dan selesai pada tahun
1939. Kemajuan terus tercapai dengan adanya :
 Terbangunnya asrama dengan kapasitas 300 orang dan 3 perumahan guru
 Murid 600 orang
 Asrama dilengkapi dengan satu ruang makan dan dapur
 1 pesanggerahan 
Zaman Penjajahan Jepang
Pecahnya PD II 1941 INS diduduki secara paksa oleh Belanda dan proses
pembelajaran terhenti. Setelah Jepang menang tahun 1942 RP INS berubah
terjemahannya menjadi Indonesche Nippon School. Di zaman ini pembelajaran

23
merosot tajam yang disebabkan oleh sulitnya memperoleh alat-alat pelajaran dan
digunakan untuk bekerja serta berlatih demi kepentingan perang Jepang.
Zaman Kemerdekaan
Nama INS tetap dipakai akan tetapi sebagai singkatan dari Indonesia
Nasional School, pada masa kemerdekaaan Kayu tanam mengalami perkembangan
ini dilihat dari :
1. Atas ijin pemerintah Kayutaman mendirikan ruang pendidikan pengajaran,
dan kebudayaan di bekas kantor penyelidikan di Padang Panjang.
Perpustakaan ini pada masa itu memiliki koleksi buku sebanyak 23.000
buku.
2. Pada tahun 1952 mendirikan percetakan dan penerbitan sendiri yang
bernama Sridharma, dan menerbitkan majalah bulanan Sendi, serta
mengarang buku Kunci 18 untuk memberantas buta huruf.
3. Pada tanggal 31 Oktober 1952 INS dijadikan SGBN Istimewa,
keistimewaan ini terletak pada :
 Moh Syafei tidak 100% terikat oleh peraturan-peraturan pemerintah.
 Murid-murid INS berasal dari seluruh Indonesia.
 Pelajaran yang diutamakan adalah ekspresi, seperti menggambar, musik,
tari-tarian, pekerjaan tangan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kolonialisme dan imperialisme bangsa Eropa merupakan satu masa yang tidak dapat
dihilangkan dari sejarah bangsa Indonesia, bahkan sejumlah bangsa di beberapa belahan
dunia. Nusantara adalah salah satu wilayah yang tidak luput dari kolonialisme bangsa
Eropa, kemudian lebih dikenal dengan sebutan Hindia Belanda oleh bangsa kolonial.
Pembentukan tanah koloni di wilayah Hindia Belanda membutuhkan banyak sumber daya

24
manusia, baik sebagai tenaga kerja profesional maupun sebagai tentara kolonial. Sumber
daya manusia tersebut di didatangkan dari Eropa, maka sejak itu banyak bangsa Eropa
yang bermigrasi ke wilayah Hindia Belanda.
Kedatangan pegawai-pegawai Eropa ke Hindia Belanda sejak awal abad ke-17 tidak
dapat terlepas dari masalah-masalah sosial. Pegawai-pegawai Eropa yang bermigrasi ke
Hindia Belanda kebanyakan merupakan lakilaki lajang yang mencoba peruntungan nasib
di tanah koloni. Mereka datang ke Hindia Belanda tanpa disertai keluarga, selain Karen
perjalanan ke Hindia Belanda yang sangat jauh hingga membutuhkan waktu berbulan-
bulan, kehidupan di Hindia Belanda masih sangat berat. Kehidupan di Hindia Belanda
masih jauh dari modern, fasilitas yang ada belum dapat memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat Eropa yang mewah. Pegawai-pegawai Eropa tersebut hanya bertujuan
mengumpulkan harta 141 sebanyak-banyaknya, setelah itu mereka akan pulang ke negeri
asal tanpa berniat untuk menetap di negeri koloni.
Kesendirian pegawai-pegawai Eropa yang tanpa ditemani keluarga maupun isteri di
Hindia Belanda memunculkan masalah baru di dalam masyarakat, yaitu praktik
pergundikan. Laki-laki Eropa akan mengambil seorang perempuan pribumi untuk
menemani dan melayaninya dalam hal kebutuhan rumah tangga. Perempuan pribumi yang
dijadikan gundik oleh laki-laki Eropa biasa disebut dengan ‘nyai’. Pengambilan nyai
dilakukan karena sedikitnya jumlah perempuan Eropa didatangkan ke Hindia Belanda.
Seorang nyai akan berfungsi sebagai pembantu rumah tangga hingga pemuas kebutuhan
seksual tuan Eropanya.
Seorang nyai dapat disuruh pergi kapan pun sang laki-laki Eropa menginginkannya,
hal ini dikarenakan di dalam praktik pergundikan tidak terdapat ikatan pernikahan yang
sah. Pengusiran ini dapat dilakukan meskipun hubungan pergundikan telah menghasilkan
seorang anak. Hubungan yang demikian memposisikan nyai dalam ketidakpastian, hingga
terkadang seorang nyai akan berusaha melakukan hal-hal yang sekiranya membuat tuan
Eropanya selalu menginginkannya.
Fenomena kehadiran seorang nyai di tengah-tengah masyarakat Eropa ini bukan
berarti tidak menjadi kekhawatiran tersendiri. Tumbuh kuatnya praktik pergundikan di
Hindia Belanda bukan dikarenakan dukungan oleh pemerintah maupun masyarakat. Justru
karena beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan pada waktu itu yang
mempengaruhi 142 pesatnya pertumbuhan pergundikan hungga berabad-abad lamanya.
Peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan dari pemerintah Hindia Belanda mengenai
pergundikan sering berubah-ubah dan tidak konsisten. Ada masanya praktik pergundikan
benar-benar ditentang dengan keras, namun dengan alasan menguntungkan pihak kolonial,
25
pergundikan tidak dilarang bahkan dianjurkan. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan
oleh Jan Pieterszoon Coen, salah satu gubernur jenderal VOC. Coen sangat menentang
adanya praktik pergundikan di Hindia Belanda karena dianggap sebagai tindakan yang
tidak pantas. Coen berambisi untuk membangun koloni kulit putih di tanah jajahan, tanpa
adanya percampuran dengan pribumi. Terdapat beberapa peraturan kolonial mengenai
perkawinan campuran, yaitu Staatsblad 1898 No. 158 Besluit Kerajaan 29 Desember 1896
No. 23, S 1898/158. • Praktik pergundikan banyak terjadi dalam beberapa tempat yang
memang pada saat itu menjadi pusat-pusat pemerintahan atau perekonomian pemerintah
Hindia Belanda. Setiap tempat mempunyai karakteristik yang berbeda, baik itu dalam
pengambilan seorang nyai atau perlakuan terhadap nyai. Perlakuan terhadap nyai ini akan
berpengaruh terhadap peranan nyai itu sendiri. Tempat-tempat tersebut antara lain dalam
dunia masyarakat sipil, di perkebunan-perkebunan swasta, serta di dalam tangsi-tangsi
militer yang menjadi basis keamanan dan pertahan pemerintah kolonial Belanda.
Kebiasaan di antara orang-orang Eropa untuk tidak memanggil nyai yang hidup
bersama mereka dengan nama depannya, namun cukup menggunakan nama kelompok.
Hak tersebut dapat menjelaskan bagaimana hubungan di antara tuan Eropa dengan sang
nyai. Di tengah mayarakat sipil, para nyai sering dipanggil Mina. Di dalam tangsi-tangsi
militer, mereka disebut Sarina, sedangkan di perkebunan seorang nyai dipanggil dengan
sebutan Kartina. Kebanyakan anak yang lahir dari hubungan pergundikan baru
mengetahui nama asli ibu mereka ketika sudah dewasa dan membaca akta pengakuan
mereka. Sebelumnya mereka hanya mendengar sebutan kelompok yang digunakan oleh
ayah mereka.
Orang Eropa dikenal sebagai kelas sosial tertinggi yang sennatiasa menjaga
eksklusivitas dengan membatasi hubungan dengan kelas sosial yang lebih rendah dalam
tatanan masyarakat koloni. Pembatasan hubungan dengan kelas sosial yang lebih rendah
ternyata tidak dapat dipertahankan oleh orang Eropa. Interaksi sosial antarkelas dalam
kehidupan sehari-hari sangat mustahil dihindari. Interaksi sosial yang terpaksa terjadi atau
terjadi secara alami dalam jangka waktu yang sangat lama akhirnya membentuk kebiasan-
kebiasaan atau budaya baru. Kebiasaan yang lahir dari dua budaya yang berbeda, yaitu
budaya Eropa dengan budaya pribumi. Secara perlahan-perlahan budaya baru tersebut
akhirnya diterima oleh masyarakat Eropa sendiri maupun pribumi.
Proses percampuran antara budaya pribumi dengan budaya Belanda yang dilahirkan
wujud atau budaya baru tersebut kemudian dinamakan kebudayaan Indis. Kelestarian
kebudayaan Indis pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari peran masyarakat
pendukungnya yang mewujudkan gaya hidup, meliputi seni bangunan, cara berpakaian,
26
bahasa, dan kebiasaan makan. Keberadaan budaya Indis adalah saling membutuhkan,
tergantung, dan menghidupi antar-keduanya.
Kebudayaan Indis muncul secara alami, laki-laki Eropa mengawini perempuan-
perempuan pribumi dan orang Eropa mengadopsi kebiasaan orang pribumi, juga
sebaliknya. Hubungan yang tidak dapat dihindari ini akhirnya menuntut adanya perubahan
dalam gaya hidup seperti bahasa, cara berpakaian, cara makan, kelengkapan alat, perabot
rumah tangga, pekerjaan, kesenian, religi, dan penghargaan atas waktu.
Kehidupan bersama antara laki-laki Eropa dan perempuan pribumi telah memunculkan
pengaruh tersendiri bagi perkembangan kehidupan keduanya, terutama bagi para laki-laki
yang kemudian lebih banyak terkena pengaruh budaya si perempuan pribumi. Fenomena
perkawinan campuran yang telah melahirkan pembauran kebudayaan antara kebudayaan
pribumi dan Belanda, di samping membawa ide dan pranata Barat ke Jawa, ketika itu
orang-orang Belanda beradaptasi pula dengan tradisi atau kebiasaan masyarakat pribumi.
Sementara itu, kehidupan elite pribumi pun ikut dipengaruhi budaya Indis. Akses
hubungan dengan orang-orang Belanda menjadi faktor masuknya pengaruh budaya Indis
dalam kehidupan para elite pribumi tersebut.
Para nyai biasanya dibiasakan oleh Tuan Eropanya untuk menjalani kehidupan
keseharian dalam suasana Eropa. Misalnya, mereka diajari berbahasa asing, membaca
buku-buku asing, hingga beretika hidup barat. Proses pembaratan memang terjadi dalam
kehidupan para nyai ini, nyainyai inilah perempuan-perempuan maju di zamannya.
Seorang nyai akan mendampingi tuan mereka dalam pergaulan, tidak seperti
perempuanperempuan pribumi yang bersembunyi di balik dinding kamar atau dapur untuk
mencuri dengar pembicaraan kaum lelaki dengan tamu-tamu. Nyai merupakan
perempuan-perempuan pertama yang terpenetrasi oleh kebudayaan baru yang dibawa tuan
Eropanya. Peranan nyai sebagai mediator budaya Jawa dan Eropa dapat dilihat dalam
berbagai bidang kehidupan, antara lain rijsttafel (kebiasaan makan), busana, bahasa, dan
gaya hidup

27
28
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/41934249/
Respon_Bangsa_Indonesia_Terhadap_Kolonialisme_dan_Imperialisme_
http://eprints.uny.ac.id/21339/8/BAB%20I%20FIKS.pdf
http://eprints.uny.ac.id/21754/8/8.BAB%20V%20DAN%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai