Anda di halaman 1dari 29

No Kode: DAR2/Profesional/204/5/2022

PENDALAMAN MATERI SEJARAH INDONESIA

MODUL 5:
INDONESIA MASA DEMOKRASI LIBERAL DAN DEMOKRASI TERPIMPIN
KEGIATAN BELAJAR 1:
KEMBALI KE NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Penulis:
NINA WITASARI, S.S., M.Hum.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


2022

1
MODUL 5.1
KEMBALI KE NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

A. Pendahuluan
Perlu proses dan perjuangan untuk menjadi sebuah negara yang maju dan berdaulat.
Proses menuju kedaulatan merupakan dinamikan perjalanan yang meliputi beberapa
tahapan yang bermuara pada didirikannya republik Indonesia. Setelah itu terjadi proses
kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa ini penting sebagai
tahapan baru sejarah indonesia memasuki masa demokrasi liberal atau demokrasi
parlementer. Melihat realitas ini, sangatlah perlu untuk dibahas tentang bagaimana
dinamika kembali ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam modul ini terdapat beberapa pokok bahasan yang menggambarkan
secara umum mengenai proses bubarnya RIS dan kembali ke NKRI. Agar pencapaian
setelah mempelajari modul ini menjadi maksimal, ada beberapa hal yang perlu Anda
perhatikan.
1. Pahami terlebih dahulu tentang proses revolusi yang terjadi di Indonesia setelah
proklamasi kemerdekaan.
2. Pelajari materi tahap demi tahap secara tuntas dan gunakanlah pengetahuan yang
telah diperoleh di materi sebelumnya sebagai dasar untuk memahami materi
selanjutnya yang akan Anda kaji.
3. Tambahkan sumber bacaan atau referensi untuk memperkaya wawasan, terutama
dari rujukan yang terdapat dalam daftar pustaka serta sumber lain dari internet
sepanjang masih relevan.
4. Keberhasilan proses pembelajaran Anda dalam mata kegiatan ini sangat tergantung
kepada kesungguhan Anda dalam mengerjakan tugas dan latihan. Untuk itu,
berlatihlah secara mandiri atau berkelompok dengan teman sejawat.
5. Bila Anda menemui kesulitan, silakan hubungi instruktur/widiaiswara
pembimbing atau fasilitator yang mengajar mata diklat ini.

1
B. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Melalui belajar mandiri, peserta dapat Menguasai dan memahami Pemerintahan
Militer Jepang di Indonesia, Persiapan dan Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan
Bangsa Indonesia, Perang dan Diplomasi Kemerdekaan

C. Pokok-Pokok Materi
Pokok-pokok materi pada kegiatan belajar 1 ini adalah sebagai berikut.

Kembali ke NKRI

Konferensi Meja Republik Indonesia


Kembali ke RI
Bundar Serikat

D. Uraian Materi
Negara Republik Indonesia Serikat didirikan atas Undang-Undang Dasar Sementara
yang ditandatangani oleh para wakil negara bagian pada tanggal 14 Desember 1949
dan mulai berdiri sejak 27 Desember 1949. Perjalanan pemerintahannya sendiri
mengalami dinamika, dikarenakan bentuk negara federal tidak dikehendaki oleh
rakyat. Masalah-masalah yang bersifat prinsipil juga menjadi kendala dalam
perjalanannya, seperti reorganisasi di tubuh Angkatan Perang, Pembentukan DPR-
RIS, pergantian kabinet, dan kondisi keuangan negara. Selain secara konsepsional ide
pembentukan negara federal bertentangan dengan cita-cita proklamasi 1945. Pada saat
yang sama dilingkup negara-negara bagian sendiri muncul gerakan pro-republik yang
berhasrat menegakkan kembali NKRI.
Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah
bersama-sama dengan DPR dan Senat. Sistem pemerintahan presidensial berubah
menjadi parlementer, yang bertanggung jawab kebijaksanaan pemerintah berada di
tangan menteri-menteri baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Namun demikian pada konstitusi RIS ini
juga belum dilaksanakan secara efektif, karena lembaga-lembaga negara belum
dibentuk sesuai amanat UUD RIS. (Santoso:2013)

2
1. Dari Konferensi Meja Bundar ke Republik Indonesia Serikat
Hal yang melatarbelakangi terjadinya KMB adalah kegagalan Belanda untuk
meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan karena adanya kecaman
dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa
pertemuan untuk melakukan penyelesaian secara diplomasi. Sebelumnya telah
terjadi beberapa perundingan antara pihak Belanda dan Indonesia lewat perjanjian
Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi yang mengecam
serangan militer Belanda terhadap tentara Indonesia. Dewan Keamanan PBB juga
menyerukan diadakannya perundingan untuk menemukan penyelesaian damai
antara dua pihak.
Konferensi Meja Bundar diselenggarakan di kota Den Haag, Belanda. Waktu
pelaksanaannya diadakan mulai tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November
1949.

Gambar 1 Suasana Konferensi Meja Bundar Agustus 1949

Ada beberapa tujuan diadakannya Konferensi Meja Bundar ini antara lain
adalah :
1. Mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara
melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik

3
Indonesia dengan Belanda, khususnya mengenai pembentukan Negara
Indonesia Serikat (RIS).
2. Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui
sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian
Barat.
Ada tiga pihak yang terlibat dalam konferensi Meja Bundar, yakni pihak
Indonesia, pihak Belanda yang diwakili BFO dan pihak UNCI (United Nations
Comissioner for Indonesia) selaku penengah.
a. Pihak Indonesia
Pihak Indonesia diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta dan terdiri dari 12
delegasi secara keseluruhan: Drs. Mohammad Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof Dr.
Mr. Supomo, Dr. J. Leitnena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Dr.
Sukiman, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul
Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, Mr. Muwardi

b. Pihak Belanda
Dalam KMB, pihak Belanda diwakili oleh BFO (Bijeenkomst voor Federaal
Overleg) yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di
kepulauan Indonesia.Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI
diwakili Chritchley.

c. Pihak UNCI
Pihak UNCI atau United Nations Comissioner for Indonesia bertindak sebagai
penengah jalannya konferensi antara Indonesia dan Belanda. Pembentukan
UNCI dilakukan sebagai penengah dan mediator perdamaian perselisihan
Indonesia dan Belanda.

Ada beberapa poin kesepakatan Konferensi Meja Bundar. Berikut


merupakan isi dan hasil Konferensi Meja Bundar selengkapnya.
1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai
sebuah negara yang merdeka.

4
2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30
Desember 1949.
3. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun
setelah pengakuan kedaulatan.
4. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk mengadakan kerjasama antara
RIS dan Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
5. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan
memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan
Belanda.
6. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda sejak
tahun 1942.
7. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan
beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
8. Tentara Kerajaan Belanda akan ditarik mundur, sedangkan Tentara
Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa
anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

Pengesahan dan penandatanganan isi Konferensi Meja Bundar


dilakukan pada tanggal 29 Oktober 1949. Hasil KMB ini
kemudian disampaikan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Selanjutnya KNIP melakukan sidang pada tanggal 6-14 Desember 1949 untuk
membahas hasil dari KMB. Pada akhirnya KNIP menyetujui hasil KMB. Pada
15 Desember 1949, Soekarno sebagai calon tunggal terpilih sebagai presiden
Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik
federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan
persekutuan dengan Kerajaan Belanda. Kabinet RIS terbentuk di bawah
pimpinan Drs. Moh. Hatta yang menjadi Perdana Menteri.
Penyerahan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia akhirnya disahkan
pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam upacara penyerahan kedaulatan pihak
Belanda ditandatangani oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees
dan Menteri Seberang Lautan Mr. AM . J.A Sassen. Sedangkan delegasi
Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Di waktu yang sama di Jakarta, Sri

5
Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH. J. Lovink
menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan
RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah
menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS). Penyerahan
kedaulatan menandai pengakuan Belanda atas berdirinya Republik Indonesia
Serikat dan wilayahnya mencakup semua bekas wilayah jajahan Hindia-
Belanda secara formal kecuali wilayah Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh
Belanda setahun kemudian. (https://www.zonareferensi.com/konferensi-meja-
bundar/)

2. Republik Indonesia Serikat sebagai Transisi


Ide tentang negara yang bersatu dalam sebuah visi kebangsaan setidaknya bisa
dimanifestasikan pada 1949. Lebih tepatnya pada tanggal 27 Desember. Pada
tanggal itu, banyak negeri berkumpul dan bersatu untuk membentuk sebuah negara
yang amat besar, yang bernama Republik Indonesia Serikat.

Gambar 2 Wilayah Republik Indonesia Serikat

Kabinet Republik Indonesia Serikat atau Kabinet RIS adalah kabinet yang
dibentuk sebagai hasil dari pembentukan negara Republik Indonesia Serikat
setelah pengakuan kedaulatan dari kekuasaan Kolonial Belanda. Kabinet ini

6
bertugas kurang dari satu tahun sebelum akhirnya Indonesia kembali menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kronologisnya sendiri, dalam sidang bersama Parlemen dan Senat RIS
tanggal 16 Desember 1949 Ir. Soekarno terpilih sebagai Presiden RIS. Untuk
membentuk kabinet, Presiden menunjuk empat orang formatur, dua orang dari RI
yakni Mohammad Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX dan dua orang dari
Negara federal yakni Anak Agung Gde Agung dan Sultan Hamid II.
Pada tanggal 20 Desember, kabinet RIS terbentuk dengan Mohammad Hatta
sebagai Perdana Menteri. Kabinet ini terdiri atas 13 menteri dan tiga menteri
Negara, 11 orang diantaranya adalah Republiken. Tokoh-tokoh terkemuka yang
duduk dalam kabinet ini antara lain dari pihak Republik Sri Sultan Hamengku
Buwono IX, Ir, Djuanda, Mr. Wilopo, Prof. Dr. Supomo, dr. Leimena, Arnold
Mononutu, Ir, Herling Laoh, sedangkan dari BFO adalah Sultan Hamid II dan Ide
Anak Agung Gde Agung. Susunan bentuk kabinet RIS dengan mengikutsertakan
pihak RI (Yogyakarta) serta PMF sebagai berikut;
a. Perdana Menteri Drs Mohammad Hatta
b. Menteri luar Negeri Drs.Mohammad Hatta
c. Menteri dalam Negeri Anak Agung Gede Agung
d. Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX
e. Menteri Kehakiman Prof Mr. Supomo
f. Menteri Penerangan Arnold Mononutu
g. Menteri Keuangan Mr Syafruddin Prawiranegara
h. Menteri Kemakmuran Ir Djuanda
i. Menteri Perhubungan Ir Hering Laoh
j. Menteri Perburuhan Mr. Wilopo
k. Menteri Sosial Mr Moh Kosasih Purwanegara
l. Menteri PPK Dr Abu Hanifah
m. Menteri Agama KH Wahid Hasyim

Kabinet ini merupakan zaken kabinet (yang mengutamakan keahlian anggota-


anggotanya) dan bukan kabinet koalisi yang bersandar pada kekuatan partai-partai
politik. Memang ada menteri yang merupakan anggota partai politik (PNI,

7
Masyumi, dan Parkindo), tetapi mereka duduk dalam kabinet bukan sebagai wakil
partai, melainkan sebagai perseorangan. Anggota-anggota kabinet ini sebagian
besar pendukung unitarisme dan hanya dua orang pendukung sistem federal yaitu
Sultah Hamid II dan Anak Agung Gde Agung. Arnold Mononulu memang berasal
dari Negara federal (NIT), tetapi ia lebih republiken daripada federalis. Dalam
Parlemen NIT ia memimpi Fraksi Progresif yang lebih berorientasi kepada RI
daripada kepada NIT. (Posesponegoro, Notosusanto 2010:301) Kabinet RIS di
bawah pimpinan Hatta memerintah sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950. Pada
hari itu RIS menjelma menjadi Negara kesatuan Republik Indonesia (RI). Dengan
demikian, Negara federal itu tidak sampai mencapai usia satu tahun. Dalam usia
yang singkat itu RIS dengan satu-satunya pemerintahannya dibawah Perdana
Menteri Hatta harus memecahkan masalah-masalah yang timbul akibat perang
kemerdekaan dan masalah-masalah yang inheren dengan kehidupan suatu Negara
muda.
Kabinet Hatta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif, walaupun
hubungan diplomatik masih lebih banyak dilakukan dengan negara-negara Barat
daripada dengan Negara komunis. Hubungan dengan negeri Belanda diusahakan
menjadi lebih baik dengan harapan Belanda akan menyerahkan Irian Barat (Irian
Jaya). Atas inisiatif pihak RI, pada bulan April 1950 di Jakarta dilangsungkan
Konferensi Tingkat Menteri yang pertama antara Indonesia dan Belanda. Pada
konferensi tersebut dibicarakan persiapan-persiapan untuk menyelesaikan
sengketa Irian Barat. Sebagai hasilnya dibentuk Komisi Irian, yang anggota-
anggotanya terdiri dari atas wakil-wakil Indonesia dan Belanda. Tugas komisi ini
ialah mengadakan penyelidikan di Irian Barat serta melaporkan hasilnya.
Konferensi selanjutnya memutuskan untuk melanjutkan perundingan mengenai
masalah Irian Barat atas dasar laporan Komisi dalam Konferensi Tingkat Menteri
Kedua di Den Haag pada tanggal 4 Desember 1950.
Delegasi RI yang diketuai oleh Menteri Luar Negeri Mr. Mohammad Roem
mengajukan dua usul kompromi, yaitu agar pengakuan kedaulatan atas Irian Barat
dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1950, sedangkan penyerahannya dapat
dilaksanakan pada pertengahan tahun 1951. (Posesponegoro, Notosusanto
2010:303) Delegasi Indonesia juga memberikan jaminan mengenai kemerdekaan

8
agama, hak-hak asasi manusia, dan otonomi seluas-seluasnya bagi penduduk Irian
Barat serta jaminan perlindungan atas kepentingan-kepentingan Belanda. Namun,
pihak Belanda tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa kedaulatan atas Irian
Barat berada pada Uni Indonesia-Belanda, sedangkan de facto pemerintahan tetap
di tangan mereka. Belanda menyerahkan pembentukan Dewan Irian Barat dan
dalam dewan ini Indonesia mempunyai wakil-wakil Belanda. Dengan adanya
perbedaan pendapat itu, perundingan tidak dapat diharapkan mencapai hasil.
Sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), pada akhir tahun
1949 dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu, dibentuk pula
Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan TNI dan KNIL dengan
TNI sebagai intinya. Pada bulan Agustus 1950 RIS dibubarkan dan Indonesia
kembali ke bentuk Negara kesatuan. APRIS pun berganti nama menjadi Angkatan
Perang RI (APRI). (https://tni.mil.id/pages-10-sejarah-tni.html)
Reorganisasi tentara menjadi salah satu tugas yang harus diselesaikan oleh
pemerintah RIS. Penyelesaian masalah peleburan KNIL harus dilakukan dalam
waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan. Pemerintah RIS membentuk sebuah
panitia persiapannasional yang diketuai oleh Sultan Hamengku Buwono IX.
Panitia persiapan nasional memegang kekuasaan tertinggi atas badan kepolisian
dan militer. Pemerintahan militer dinyatakan tetap berlaku dalam rangka
pemindahan tanggung jawab dari angakatan perang Belanda kepada APRIS.
Pemindahan tanggung jawab dari angkatan perang Belanda kepada APRIS
meliputi materil, personil, dan kependidikan. Setelah KNIL dibubarkan pada
tanggal 26 Juli 1950, sesuai dengan hasil perjanjian KMB, maka seluruh peralatan
KNIL akan diserahkan kepada APRIS.Serah terima dari angkatan perang Belanda
kepada APRIS diwakilkan kepada Gubernur militer dan komandan pasukan
angkatan perang Belanda.
Reorganisasi APRIS juga dihadapkan pada permasalahan psikologis tentara.
Pemerintah RIS mengeluarkan beberapa peraturan untuk mengatasi masalah
tersebut. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah RIS bertujuan agar proses
peleburan bekas tentara KNIL ke dalam APRIS dapat berjalan dengan aman dan
tertib, serta tidak timbul permasalahan di Belakang hari, akan tetapi permasalah
tetap saja timbul menyangkut penyerahan dan pemasukan bekas tentara KNIL ke

9
dalam APRIS. Permasalah psikologis yang timbul antara bekas tentara KNIL
dengan tentara APRIS yang berasal dari unsur TNI disebabkan oleh latar belakang
yang berbeda diantara keduanya. TNI lahir sebagai tentara rakyat yang
memperjuangkan kemerdekaan, sedangkan tentara KNIL adalah tentara yang
dibentuk oleh Belanda dan bekerja di bawah komando Belanda, maka tidak
mengherankan jika pemberontakan yang terjadi pada masa RIS sebagian besar
didukung oleh tentara KNIL yang dimanfaatkan oleh beberapa golongan yang
ingin mempertahankan bentuk federal di Indonesia. Pada masa RIS, APRIS
menjadi angkatan perang nasional bagi RIS. APRIS melakukan penyempurnaan
dalam segala bidang salah satunya dalam struktur organisasi sebagai sebuah
angkatan perang. Struktur organisasi APRIS disesuaikan dengan pekerjaan yang
harus mereka selesaikan pada awal tahun 1950.
Penyelesaian masalah reorganisasi KNIL pada masa awal dibentuknya
APRIS mempengaruhi struktur angkatan perang pada masa itu. Pada masa APRIS,
struktur pemerintahan militer dinyatakan tetap berlaku. Jabatan gubernur militer
bertanggung jawab atas keamanan daerah serta merangkap sebagai koordinator
keamanan untuk daerah kekuasaannya. Strukrur oraganisasi APRIS pada awal
pembentukannya disesuaikan pada masalah peleburan eks KNIL ke dalam APRIS
yang sebagian besar adalah Angkatan Darat.
Struktur organisasi APRIS terdiri atas Staf G, Staf A, dan Staf Q. Penetapan
struktur organisasi ini didasarkan pada penetapan yang dikeluarkan oleh menteri
pertahanan pada tanggal 10 Desember 1949 No. 126/MP/1949 yang menerangkan
bahwa organisasi angkatan darat terdiri dari kepala staf, kepala direktorat,
Inspektorat, serta pasukan sebagai berikut : Angkatan Darat terdiri dari staf G, staf
A, Staf Q, direktorat pendidikan, inspektorat-inspektorat infantri dan senjata
bantuan. Menteri pertahanan juga mengeluarkan penetapan mengenai pembagian
wilayah RIS menjadi 11 teritorrium, yang kemudian diperkecil lagi menjadi 7
Terirorium militer diantaranya ;
a. Teritorium I, berkedudukan di Medan; panglimanya kolonel Maludin
Simbolon
b. Teritorium II, berkedudukan di Palembang; panglimanya kolonel Bambang
Utoyo

10
c. Teritorium III, berkedudukan di Bandung; panglimanya kolonel Sadikin
d. Teritorium IV, berkedudukan di Semarang, panglimanya kolonel Gatot
Subroto
e. Teritorium V, Berkedudukan di Malang; panglimanya kolonel Sungkono
f. Teritorium VI, berkedudukan di Banjarmasin; panglimanya Letnal kolonel
Sukanda Bratamenggala
g. Teritorium VII, berkedudukan di Makasar; panglimanya letnan kolonel A.Y.
Mokoginta.4
Reorganisasi juga terjadi pada lingkup ALRIS (Angkatan Laut Republik
Indonesia Serikat) dan AURIS (Angkatan Udara Republik Indonesia Serikat).
(Andik Suryawan:2013)
Di berbagai perundingan RI dengan Belanda, terutama Konferensi Meja
Bundar (23 Agustus-2 November 1949), nasib KNIL turut dibahas. Dalam
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949,
disepakati para serdadu KNIL, yang ditetapkan akan dibubarkan pada 26 Juli 1950
pukul 00.01, diberi pilihan untuk bergabung ke dalam APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat).
Penyerahan markas besar dan alutsista KNIL dari tiga matra dilakukan
dalam sebuah upacara di kediaman Komisaris Tinggi Belanda Hirschfeld pada 25
Juli 1950 malam. Pihak republik diwakili Menteri Pertahanan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) Kolonel TB
Simatupang, dan KSAD Kolonel AH Nasution. Peresmiannya ditandai dengan
penurunan bendera triwarna Belanda dan digantikan sangsaka merah-putih. Pagi
sebelum resepsi itu, Letjen Buurman van Vreeden ditemani kastaf-nya Mayjen
Dirk Reinhard Adelbert van Langen berpamitan ke Presiden Sukarno di Istana
Kepresidenan. “Bersama jajaran stafnya, Jenderal Buurman van Vreeden akan
langsung berangkat ke Belanda setelah pembubaran resmi KNIL,” tulis De West,
26 Juli 1950.
Di Belanda pun, dihelat upacara pembubaran serupa. Suratkabar
Provinciale Drentsche en Asser Courant, 26 Juli 1950, memberitakan upacaranya
dipimpin Menteri Zonder Portfolio L. Götzen, ditemani Menteri Perang W.F.
Schokking, Sekretaris Kementerian Perang W.H. Fockema, dan perwakilan KNIL

11
Jenderal E. Engles beserta Jenderal J.J Mojet. Ratu Juliana turut memberi pidato
dalam resepsi di Den Haag itu. “KNIL dibubarkan pada 26 Juli 1950. Hari yang
mengakhiri kejayaan 120 tahun dalam sejarah. Saya menyadari transisi dari
kehidupan militer ke sipil akan berdampak pada kehidupan Anda sekalian. Namun,
kini bukan waktunya melihat ke belakang, melainkan ke depan bersama Anda
sekalian adalah prajurit yang berani. Namun pemerintah Belanda akan melepas
Anda… Bagi yang kembali ke Belanda, kami menyambut Anda kembali. Semoga
Tuhan membimbing dan memimpin Anda semua di kehidupan yang baru,” kata
Ratu Juliana.
Pembubaran itu mengakibatkan sekira 3.250 serdadu KNIL berkulit putih
dipulangkan ke Belanda. Sejumlah 26 ribu serdadu dilebur ke APRIS, dan 18.750
personil lainnya dibebastugaskan meski masih menyisakan 17 ribu yang
menunggu penyelesaian. Banyak mantan serdadu KNIL, terlebih yang berasal dari
Indonesia Timur, enggan bergabung dengan TNI lantaran ogah bersanding dengan
bekas lawan. TNI merupakan kekuatan inti APRIS, lawan mereka dalam beragam
bertempuran sejak 1946. Mantan KNIL dari Indonesia Timur merasa beda
(prasangka), di mana pihak Jawa dan Indonesia timur masih kuat ketika itu. Yang
tidak melebur ke APRIS sementara dikirim ke Papua. Lalu ada beberapa dari
mereka yang juga ikut Perang Korea sebagai kontingen Belanda. banyaknya eks-
KNIL yang enggan melebur ke APRIS lantaran imbas dari berdirinya negara
boneka di Indonesia Timur yang belum mau berpisah dari Belanda. Intinya hidup-
mati mereka ingin dengan Belanda.

Gambar 3 Prosesi sejumlah eks-KNIL yang bergabung ke APRIS


(Foto: nationaalarchief.nl)

12
Sistem pemerintahan federal sesuai dengan KMB ternyata tidak berumur
panjang. Pengakuan kedaulatan yang dilakukan pada tanggal 27 Desember 1949,
itu justru mendorong gerakan persatuan yang bukan saja muncul di kalangan elit
Indonesia, tetapi juga di kalangan masyarakat bawah sendiri. Gerakan ini
menghendaki diubahnya bentuk federalis menjadi bentuk negara kesatuan. Oleh
banyak pengamat luar negeri, gerakan persatuan itu dianggap terlalu dini, tergesa-
gesa, tidak perlu, dan agakangkuh, karenatidakmemperhatikan semangat dan
segala fasilitas dari persetujuan KMB. Akan tetapi, apabila diperhatikan lebih jauh
lagi, gerakan persatuan itu bukan saja tampak kuat, tetapi juga sehat. Secara politik
dan sosial, Indonesia akan berada dalam keadaan yang buruk jika tidak ada
perkembangan ini.
Bagi kebanyakan orang Indonesia, sistem federal dianggap sebagai warisan
kolonial sehingga harus segera diganti. Dalam pandangan rakyat Indonesia, sistem
federal dipandang sebagai alat pengawasan Belanda, sehingga sistem federal
merupakan halangan bagi tercapainya kemerdekaan Indonesia. Mempertahankan
sistem federal berarti mempertahankan warisan penjajahan masa lampau yang tidak
disukai. (Kahin, 1955:571). Adanya halangan psikologis yang seperti itu di
kalangan masyarakat Indonesia terhadap bentuk negara federal, ternyata masih
ditambah realitas politik yang terjadi pada saat itu. Dalam federasi RIS, Republik
Indonesia yang lama pada dasarnya tetap otonom. Tidak hanya administrasinya
yang tidak tergantung pada ibukota federasi di Jakarta, tetapi
banyakpegawainegerisipildalamnegaranegara bagian seperti Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Pasundan lebih taat kepada aturan-aturan dari ibukota RI Yogyakarta,
daripada Jakarta. Kondisi itu seringkali menimbulkan administrasi ganda yang
membingungkan, dengan dua kelompok pegawai negeri sipil berusaha mengatur
teritorial yang sama dengan dua aturan yang mungkin berbeda. Keadaan itu
sesungguhnya merupakan bentuk manifestasi politik pada masa sebelumnya.
Pembentukan negara-negara bagian di berbagai wilayah Indonesia oleh
Belanda serta eksistensinya tidak pernah diakui oleh RI di Yogyakarta. Pemerintah
RI untuk mempertahankan eksistensi di daerah-daerah yang sudah didirikan negara
bagian itu, kemudian ganti mendirikan pemerintahan daerah bayangan, mulai dari
desa sampai ke provinsi. Bukan itu saja dalam menunjukkan eksistensinya di

13
daerahdaerah yang kemudian dikenal sebagai daerah BFO itu, Pemerintah RI juga
mengirim uang-uang ORI (Oeang Republik Indonesia). Hal itu dilakukan untuk
menunjukkan eksistensi RI baik secara politis maupun ekonomis. (Swasono, 1980:
184-187). Faktor lainnya adalah prestise RI yang besar karena dianggap sebagai
pemenang perang dan perjuangan kemerdekaan. Prestise itu semakin meningkat
dengan terjaminnya di wilayahnya, kelancaran administrasi pemerintahan, korupsi
yang relatif tidak ada jika dibandingkan dengan negara-negara bagian lainnya.
(Moedjanto, 1988: 70).
Dengan kondisi itu, tidak heran banyakpejabat-pejabatdaerahataunegara
bagian yang lebih berkiblat kepada Yogyakarta daripada ke Jakarta. Pada sisi yang
lain juga patut untuk diperhatikan bahwa Presiden RIS yaitu Soekarno dan Perdana
Menteri RIS, Moh. Hatta tidak pernah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
Presiden dan Perdana Menteri RI, dan mereka yang menggantikan, yaitu Mr. Assat
dan Dr. A. Halim hanya menjalankan tugasnya sebagai pejabat presiden dan
perdana menteri. (Kahin, 1995: 571). Dengan demikian lengkap sudah alasan
terjadinya administrasi ganda di kalangan para pegawai negeri sipildidaerah.
Kondisi itu semakin diperparah dengan kuatnya kelompok republiken di tubuh
kabinet Perdana Menteri Moh. Hatta. Soekarno dan kaum republiken lainnya dalam
tubuh pemerintahan RIS banyak memberikan dorongan semangat kepada gerakan
penyatuan di berbagai daerah atau negara bagian. Kondisi itu dapat berjalan dengan
tanpa gangguan, karena dalam susunan anggota kabinet Hatta didominasi kaum
republiken. Dalam susunan kabinet itu anggota yang berasal dari kaum federalis
hanya lima orang, yaitu: Anak Agung Gde Agung sebagai menteri dalam negeri,
Kosasih sebagai menteri sosial, Arnold Monomutu sebagai menteri penerangan,
Sultan Hamid II dan Suparmo sebagai menteri tanpa portofolio. Hal itu masih
ditambah catatan, bahwa meskipun Arnold Monomutu berasal dari kelompok BFO,
akan tetapi dalam parlemen Negara Indonesia Timur, Arnold merupakan ketua
kelompok pro-republik, sehingga dia dipandang lebih republiken daripada
federalis. (Kahin, 1995: 569) Sesungguhnya dari seluruh anggota kabinet Moh.
Hatta yang sungguhsungguh mendukung bentuk negara federal hanyalah Sultan
Hamid II dan Anak Agung Gde Agung. (Faith, 1962:47).

14
Pada sisi yang lain, tidak dapat disangkal bahwa ambisi politik untuk
menciptakan sebuah negara kesatuan tetap terpelihara dalam tubuh Negara RI. Hal
itu terlihat dengan ditempatkannya usaha untuk meneruskan perjuangan mencapai
negara kesatuan yang meliputi seluruh Kepulauan Indonesia dalam program
kabinet Dr. A. Halim, Perdana Menteri Negara RI. (Kedaulatan Rakyat, 21 Januari
1950). Dorongan semangat yang lebih besar lagi datang dengan ditariknya
kekuasaan polisi dan militer Belanda dari negara atau daerah bagian ciptaan
Belanda, dan dengan dibebaskannya beberapa ribu tahanan politik yang sangat pro-
republik dari penjara-penjara Belanda. Dengan kondisi itu, maka kekuatan gerakan
persatuan menjadi begitu besar dan hanya mendapat perlawanan nyata di tempat-
tempat dimana sejumlah besar pasukan kolonial, KNIL, belum dimobilisasi dan
menentangnya. (Kahin, 1995:572). Dengan kondisi sosial politik yang seperti itu,
membuat sejumlah daerah atau negara bagian mulai muncul berbagai macam
gerakan yang menuntut pembubaran pemerintah daerah atau negara bagiannya dan
menggabungkan daerah atau negara bagiannya dengan RI. Daerah atau negara
bagian yang masyarakatnya memelopori tindakan semacam itu adalah Negara
Bagian Pasundan. Di daerah itu muncul resolusi untuk menggabungkan wilayahnya
dengan Negara RI. Kondisi itu sebagian besar disebabkan oleh kurang mampunya
Pemerintah Pasundan untuk memelihara keamanan dan ketertiban di wilayahnya.
Keadaan itu mendorong munculnya resolusi dari daerah Indramayu yang ditujukan
kepada Presiden RI, UNCI, dan Ketua KNIIP. Isi resolusinya adalah mendesak
(pemerintah RIS) supaya sebelum pengakuan kedaulatan selekas mungkin
mengubah status Jawa Barat untuk dijadikan daerah RI, dengan menghapus Negara
Pasundan. Tindakan ini dilakukan supaya keadaan di Jawa Barat aman dan
tenteram. Resolusi muncul didasarkan atas kejadian-kejadian di desa-desa
berkaitan dengan masalah keamanan yang tidak terjamin. Hal itu membuktikan
bahwa Negara Pasundan tidak dapat menjamin keamanan dan ketenteraman rakyat.
Pada umumnya Rakyat Indramayu menaruh kepercayaan besar kepada TNI untuk
melindungi mereka dan mengembalikan keamanan dan ketenteraman. (Kedaulatan
Rakyat, 17 Desember 1949).

15
3. UU Federal No. 7 Tahun 1950
Meskipun demikian masih diperlukan sebuah jalan agar perubahan bentuk negara
dapat berjalan mulus tanpa halangan. Dalam hal ini, dipikirkan bagaimana cara
menjalankan secara resmi rancangan UUD yang baru dibuat tanpa harus
menimbulkan permasalahan dengan berbagai pihak. Pada akhirnya disepakati
bahwa rancangan UUD yang baru itu diberlakukan melalui cara memasukkannya
dalam suatu paket undang-undang yang berjalan dalam kerangka konstitusi lama.
Dengan demikian, tidak akan bertentangandengan konstitusi RIS yang masih
berlaku.
Pemerintah RIS kemudian merancang sebuah undang-undang yangberfungsi
menjadi jalan agar rancangan konstitsusi yang baru dapat secara legal dan resmi
berlaku di Indonesia menggantikan Konstitusi RIS. Dengan jalan itu, tidak perlu
mengubah bentuk negara, tetapi cukup mengganti konstitusi atau undang-undang
dasarnya, karena dalam undang-undang dasar yang baru dicantumkan pasal tentang
bentuk negara. Untuk itu kemudian dikeluarkan sebuah Undang-Undang Federal
No 7 tahun 1950, nama lengkap ialah UndangUndang tentang perubahan Konstitusi
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara. (Joeniarto,
1996:75). Undang-Undang Federal No 7 itu ditandangani oleh Presiden RIS
Soekarno dan Menteri Kehakiman RIS Prof. Soepomo pada tanggal 15 Agustus
1950. Dengan demikian saat undang-undang federal tersebut resmi berlaku,
otomatis secara remi dan legal mulai diberlakukan pula UUD S negara kesatuan
atau yang dikenal sebagai UUD S 1950 menggantikan Konstitusi RIS.
Undang-Undang Federal No. 7 tahun 1950 menjadi penting bagi
pemberlakuan UUDS 1950 karena sesungguhnya UUDS 1950 terdapat dalam
undang-undang federal itu. Apabila kita melihat ke dalam isi Undang-Undang
Federal No 7 tahun 1950, maka isinya hanya terdiri dari dua pasal saja. Pasal 1
menentukan tentang diubahnya Konstitusi RIS menjadi UUDS 1950 dan setelah itu
dimuat selengkapnya naskah undang-undang dasar sementara itu, yaitu
Mukaddimah beserta dengan 146 pasalpasalnya. Sedangkan Pasal 2 menentukan
tentang mulai diberlakukannya undangundang dasar sementara itu. Dengan
dimuatnya undang-undang dasar sementara di dalam Pasal 1 Undang-Undang
Federal No 7 tahun 1950, secara formal undang-undang dasar yang baru itu (UUDS

16
1950) merupakan bagian dari Undang-Undang Federal No 7 tahun 1950, khususnya
pasal 1 undang-undang federal tersebut. Dengan demikian fungsi UU Federal No 7
tahun 1950 adalah hanya memberlakukan UUDS 1950 atau lebih tegasnya hanya
mengubah Konstitusi RIS menjadi UUDS 1950. Oleh karena itu, begitu berlaku
UUDS 1950, maka selesailah tugas UU Federal No 7 tahun 1950 itu.Dengan kata
lain undang-undang federal itu hanya berlaku satu kali saja. (Joeniarto, 1996: 75).
Berdasarkan keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa pemerintah di
Indonesia tidak pernah secara resmi membubarkan negara RIS. Negara federal ini
tidak pernah dibubarkan oleh siapapun, tidak oleh RI yang ada di Yogya maupun
pemerintah federal yang ada di Jakarta. Bentuk negara berubah karena
undangundang dasar yang berlaku mengalami perubahan. Konstitusi RIS yang
secara resmi menjadi dasar atas legalitas negara federal RIS diubah menjadi
undangundang dasar sementara. Satu faktor yang lebih pentinglagi adalahdalam
perubahan undang-undang yang baru itu, bentuk negara federal diubah menjadi
negara kesatuan. Dengan demikian, perubahan bentuk negara Indonesia dapat
dimungkinkan karena konstitsusi resmi yang berlaku diubah oleh rezim yang
berkuasa. Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah, Konstitusi RIS
sesungguhnyatidakdigantiolehsiapapun. Penguasa saat itu menggunakan
perubahan undang-undang memakai fasilitas yang ada dalam Konstitusi RIS.
Perubahan Konstitsusi RIS menjadi sebuah UUD yang baru itu dilakukan
dengan menggunakan ketentuan yang dimungkinkan dalam kerangka hukum
ketatanegaraan RIS. Penguasa federal RIS saat itu menggunakan Pasal 190 dan 191
Konstitusi RIS. Pada kedua pasal itu dimungkinkan terjadinya perubahan konstitusi
atau undang-undang atas persetujuan DPR maupun Senat RIS. Berdasarkan
keterangan di atas dapat dikatakan bahwa Konstitusi RIS tidak pernah diganti oleh
sebuah UUD yang baru. Konstitusi RIS berubah melalui UU Federal No. 7 menjadi
sebuah undangundang baru. Hal yang lebih penting adalah, dalam undang-undang
baru itu bentuk negara federal diubah menjadi kesatuan dan diikuti oleh beragam
perubahanpentinglainnya.

17
4. Dari RIS ke Republik Indonesia
RI yang berpusat di Yogyakarta, memiliki peran yang besar dalam mewujudkan
NKRI. Hal ini bisa dilihat dengan adanya unsur-unsur RI di dalam negara-negara
dan daerah-daerah bagian lainnya di dalam RIS. Unsur-unsur tersebut ialah
pemerintahan gerilya Tentara Nasional Indonesia (TNI) di daerah-daerah
pedalaman yang dibentuk sejak Agresi Militer Belanda dimulai dan para pamong
praja (pegawai) RI yang bersikap tidak mau bekerjasama dengan pemerintahan
federal (Ranty, 1985:99). Keadaan tersebut menimbulkan dua macam
pemerintahan, yaitu pemerintahan kembar (dubbel bestuur). Pemerintahan kembar
adalah pemerintahan RI yang diselenggarakan oleh para pamong praja RI yang
bergerilya bersama TNI serta pemerintahan yang diselenggarakan oleh pamong
praja negara bagian yang menunggu likuidasinya (Ranty, 1985: 100).
Rakyat yang menetap di negara bagian, sebagian besar berpihak kepada
pemerintah RI, karena mereka lebih percaya kepada pamong praja pemerintahan
RI dan juga masih banyak rakyat di negara bagian yang mendambakan kembali
kepada RI. Sehingga, pemerintah negara bagian tersebut tidak berjalan dengan
lancar. Hal inilah yang menyebabkan di beberapa tempat diadakan kompromi
antara pemerintah RI dengan pemerintah negara bagian. Adanya perundingan-
perundingan terkait pemerintahan kembar antara pemerintah RI dengan pemerintah
negara bagian, menyebabkan banyak daerah di wilayah kekuasaan negara bagian
diperintah oleh pamong praja RI, dengan demikian semua daerah-daerah dari
tingkat Kabupaten hingga Keresidenan terdapat pemerintahan RI yang diikuti oleh
rakyat. Pemerintahan para pamong praja RI itu didukung sepenuhnya oleh
pemerintah pusat RI di Yogyakarta (Ranty, 1985: 100-102).
Selanjutnya, semakin kuatnya gerakan kesatuan dari rakyat di negara-negara
dan daerah-daerah bagian RIS yang menginginkan agar wilayahnya dikembalikan
kepada RI, menyebabkan hampir semua negara- negara dan daerah-daerah bagian
secara resmi dibubarkan oleh pemerintah RIS dan menggabungkan wilayahnya ke
negara RI berdasarkan UU Darurat No. 11 Tahun 1950 (Anonim, 1977: 278).
Maka, dikeluarkanlah Surat Keputusan (SK) Presiden RIS dan UU RI yang
diperlukan sebagai dasar penggabungan wilayahnya tersebut ke dalam RI, salah
satu contohnya adalah Negara Jawa Timur yang memiliki SK Presiden RIS No.

18
109 Tahun 1950 tentang pembubaran Negara Jawa Timur dan penggabungan
wilayahnya ke dalam RI dan ada juga UU RI No. 2 Tahun 1950 mengenai
pembentukan Provinsi Jawa Timur di dalam lingkungan RI sebagai konsekuensi
dari pembubaran Negara Jawa Timur dan penggabungan wilayah tersebut ke dalam
RI (Arsip Nasional Republik Indonesia, Kabinet Perdana Menteri RI Jogjakarta
1949-1950: No. 10; Koesnodiprodjo, 1951:9).
Peran RI semakin besar ketika pada 5 April 1950, RIS hanya tinggal terdiri
dari 3 negara bagian, yakni RI, NST, dan NIT (Ranty, 1985: 100-102). Untuk
menyelesaikan penggabungan dan pembentukan negara kesatuan di Indonesia,
maka dimulailah rencana mengadakan konferensi- konferensi mulai dari konferensi
segi empat antara RIS-NIT-NST-RI hingga terwujudnya konferensi antara RIS
dengan RI.
Sebelumnya, terdapat Mosi Integral Natsir yang dikeluarkan pada 3 April
1950, mosi ini dijadikan dasar pemerintah RIS untuk menyelesaikan persoalan
pembentukan negara kesatuan. Hal ini dilakukan karena adanya suatu kebuntuan
antara NIT, NST, dan RI mengenai konsep negara kesatuan. RI keberatan apabila
negaranya dibubarkan dan masuk ke NKRI, karena bisa berarti kehilangan negara.
Namun, akhirnya RI menyetujui mosi tersebut (Hakiem (penyunt.), 2008: 220-
221).
Selanjutnya, untuk pertama kalinya, konferensi RIS-RI diadakan pada 19 Mei
1950 yang dipimpin oleh PM Mohammad Hatta (RIS) dan PM dr. A. Halim (RI)
di Jakarta. Pada hari itu juga tercapai persetujuan mengenai pembentukan suatu
negara kesatuan yang tertuang di dalam Piagam Persetujuan Pemerintah RIS dan
RI. Piagam tersebut menyatakan bahwa kedua pemerintah menyetujui dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya bersama-sama melaksanakan negara kesatuan, sebagai
jelmaan dari RI berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 (Abdullah dan Lapian
(penyunt.), 2012a: 19; Koesnodiprodjo, 1951: 455-458).
Pemerintah RIS dengan RI sepakat untuk membentuk Panitia Bersama yang
bertugas menyelenggarakan segala persetujuan tersebut dalam waktu secepatnya.
Panitia Bersama ini terbentuk dan selanjutnya dilantik oleh Presiden Sukarno pada
3 Juni 1950. Panitia Bersama ini memiliki lima Sub-Panitia, yakni (1) Perancang
UUD; (2) Politik; (3) Ekonomi dan Keuangan; (4) Keamanan; (5) Sosial. Selain

19
itu, Panitia Bersama juga menyusun kementerian-kementerian negara kesatuan
yang terdiri dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Pertahanan, Kementerian Kehakiman, Kementerian Keuangan,
Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian
Perhubungan, Kementerian Perburuhan, Kementerian Kesehatan, Kementerian
P.P. dan K., Kementerian Sosial, dan Kementerian Agama. Susunan kementerian
ini disetujui oleh kedua pemerintah (Abdullah dan Lapian (penyunt.), 2012a: 20-
21). Pada 30 Juni 1950, di Jakarta diadakan konferensi yang kedua antara RIS-RI.
Di dalam konferensi itu membicarakan hal-hal yang belum disepakati dalam
konferensi pertama. Selanjutnya, pada 19 dan 20 Juli 1950, diadakan konferensi
yang ketiga dan merupakan konferensi terakhir yang diadakan antara RIS-RI di
Jakarta (Abdullah dan Lapian (penyunt.), 2012a: 21).
Salah satu poin penting yang dihasilkan dari konferensi antara RIS-RI adalah
pembuatan UUD Negara Kesatuan yang masih berupa rancangan harus disetujui
oleh pemerintah dan parlemen masing-masing. Rancangan Undang-Undang Dasar
Sementara (RUUDS) NKRI ini disetujui dengan baik oleh pemerintah RIS dan RI
di dalam sidang kabinet masing-masing pemerintah pada 11 Juli 1950 (Abdullah
dan Lapian (penyunt.), 2012a: 19 dan 21). Kemudian, di tingkat parlemen, RUUDS
ini disetujui pada 12 Agustus 1950 di Parlemen RI dan 14 Agustus 1950 di
Parlemen RIS (Kahin, 2013: 646; Abdullah dan Lapian (penyunt.), 2012a: 22).
Setelah disetujuinya RUUDS tersebut oleh BP KNIP, maka pemerintah RI bersama
dengan BP KNIP membuat suatu UU untuk mengesahkan Piagam Persetujuan RI-
RIS, yakni UU RI No. 20 Tahun 1950 (Koesnodiprodjo, 1951: 163-164). Adanya
UU ini, membuat RI melebur ke dalam NKRI yang merupakan jelmaan dari RI
berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Selanjutnya, Presiden Sukarno terbang ke Yogyakarta pada 15 Agustus 1950
untuk menerima kembali jabatan Presiden RI dari Pemangku Jabatan Presiden RI,
Assaat. Sebelumnya, dilaksanakan penyerahan mandat PM dr. Abdul Halim kepada
Assaat selaku Pemangku Jabatan Presiden RI (Noer dan Akbarsyah, 2005: 340;
Anonim, 1977: 279). Pada saat itu, Sukarno berpidato mengucapkan terima
kasihnya kepada segenap pejuang tanah air yang telah bersama- sama
mempertahankan kelangsungan hidup RI sampai terbentuknya kembali NKRI yang

20
berlandaskan Proklamasi 17 Agustus 1945 (Sudirjo, dkk., 1975: 380). Hal ini
menandakan RI eksis terus, meskipun pada saat itu RI menjadi negara bagian dari
RIS. Lalu, pada 17 Agustus 1950, Sukarno mengucapkan pidato pemproklamasian
kembali negara ke NKRI, sekaligus memperingati ulang tahun kelima Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia (Abdullah dan Lapian (penyunt.), 2012a: 24). Pada hari
itu RIS pun bubar dan berubah menjadi NKRI.

Gambar 4 Garis Waktu peralihan dari RIS ke RI


Sehingga, bisa dilihat bahwa serangkaian peristiwa yang terjadi di negara
bagian RI, mulai dari anggapan rakyat yang memandang bahwa martabat RI sudah
besar sebagai pembela kemerdekaan Indonesia yang berjaya, adanya pemerintahan
kembar, RI yang melebur ke dalam NKRI, hingga RI yang ikut dan aktif berperan
di dalam konferensi antara RIS RI, dan terakhir adalah Abdul Halim yang
menyerahkan kembali mandatnya sebagai Pemangku Jabatan PM RI kepada Assaat
dan selanjutnya Assaat menyerahkan kembali mandatnya sebagai Pemangku
Jabatan Presiden RI kepada Sukarno yang menyebabkan semakin cepatnya gerakan
menuju ke arah NKRI dan puncaknya adalah terbentuknya NKRI. Berikut faktor-
faktor yang melatarbelakangi pembubaran RIS:
a. Tidak sesuainya negara Republik Indonesia Serikat dalam Konstitusi Republik
Indonesia Serikat dengan tujuan awal dan cita-cita proklamsi negara Republik
Indonesia pada tahun 1945.

21
b. Sebagian besar rakyat Indonesia tidak puas dengan hasil Konferensi Meja
Bundar (KMB) yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
sehingga menyebabkan banyaknya demonstrasi menuntut bergabung kedalam
bagian dari Republik Indonesia.
c. Bentuk negara federal merupakan bentukan Belanda dibawah pimpinan Van
Mook sehingga orang yang menyetujui bentuk negaara ini berarti setuju
dengan kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia.
d. Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah sistem pemerintahan dari kolonial
Belanda yang tidak menginginkan kekuasaan dan pengaruhnya hilang begitu
saja dari Indonesia setelah berkuasa lama.
e. Tidak hanya memecah belah persatuan dan kesatuan RI namun RIS juga
menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi rakyat
Indonesia.
f. Pemerintah tidak berpihak kepada rakyat namun lebih berpihak kepada
Belanda yang jelas-jelas hanya akan menguasai kembali RI.
g. Pendukung unitarisme adalah anggota kabinet sehingga menimbulkan gerakan
untuk membubarkan bentuk negara federal dan mengembalikanya ke bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

22
E. Diskusi
Kembali ke Negra Kesatuan Republik Indonesia menjadi jalan pembuka
pemerintahan Indonesia yang berdaulat. Diskusikanlah apa penilaian Saudara
tentang proses kembali ke NKRI di tahun 1950?

F. Rangkuman
1. Dengan disetujuinya KMB pada tanggal 2 November 1949, di Indonesia
terbentuklah satu negara federal yang bernama Indonesia Serikat (RIS). RIS
terdiri dari negara-negara bagian yaitu Republik Indonesia, negara Sumatera
Timur, negara Sumatera Selatan, negara Pasundan, negara Jawa Timur, negara
Madura, negara Indonesia Timur, Kalimantan Tenggara, Banjar, Dayak Besar,
Biliton, Riau, dan Jawa Tengah. Masing-masing negara bagian mempunyai luas
daerah dan penduduk yang berbeda.
2. Setelah berdirinya negara RIS, segera muncul usaha-usaha untuk membentuk
kembaliNegara Kesatuan Republik Indonesia. Rakyat di daerah-daerah
melakukan kegiatan-kegiatan seperti demonstrasi dan pemogokan untuk
menyatakan keinginannya agar bergabung dengan Republik Indonesia di
Yogyakarta.
3. Pada tanggal 14 Agustus 1950 Rancangan UUD itu diterima baik oleh senat,
parlemen RIS, dan KNIP. Pada tanggal 15 Agustus 1950 Presiden Sukarno
menandatangani Rancangan UUD tersebut menjadi UUD Sementara Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau lebih dikenal sebagai UUDS 1950. Pada
tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan dan kita kembali ke
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

23
G. Tes Formatif
1. Latar belakang terjadinya Konferensi Meja Bundar atau KMB adalah….
A. Kegagalan Belanda untuk meredam kemerdekaan Indonesia
B. Adanya kecaman dari dunia internasional atas langkah-langkah represif
Belanda
C. Meskipun sudah berusaha dengan cara-cara kekerasan ternyata Belanda tidak
mampu menghentikan upaya kemerdekaan Indonesia
D. Belanda tidak menginginkan persetujuan dunia untuk kemerdekaan Indonesia
E. Belanda menginginkan kemerdekaan Indonesia sebagai bentuk pemberian,
sehingga tetap dapat berkuasa sebagai negeri induk.

2. Badan dari PBB yang mendorong diadakannya perundingan antara pihak Belanda
dan Indonesia yaitu….
A. NATO
B. UNHCR
C. Amnesti Internasional
D. Dewan Keamanan
E. UNCI

3. Tujuan dari diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah….


A. Mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda
B. Membentuk Negara Indonesia Serikat (RIS).
C. Pengakuan sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda
D. Perseteruan tentang kemerdekaan dapat dihentikan sekaligus mengakui
kadaulatan Indonesia
E. Merumuskan bentuk negara federal untuk diterapkan pada pemerintahan
Indonesia

4. BFO atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg merupakan sebuah komite yang
dibentuk untuk mewadahi….
A. Pihak Belanda dalam KMB
B. Wakil berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.
C. Pihak yang ditunjuk untuk mengikuti perundingan KMB
D. Negara-negara federal bentukan Belanda
E. Pihak perantara bagi pemerintah Belanda dalam perundingan KMB

24
5. Manakah yang bukan termasuk poin kesepakatan Konferensi Meja Bundar….
A. Belanda mengakui kedaulatan RIS, selambat-lambatnya tanggal 30 Desember
1949
B. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia
C. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda
D. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda sejak tahun
1942.
E. Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan

6. Tokoh yang bukan merupakan formatur kabinet RIS yang ditunjuk Presiden
adalah….
A. (Mohammad Hatta
B. Hamengku Buwono IX
C. Mr. Asaat
D. Anak Agung Gde Agung
E. Sultan Hamid II

7. Pada masa Kabinet Djuanda, Natsir, dan Wilopo susunan kabinet bersifat zaken,
yang artinya….
A. Kabinet koalisi bersatu
B. Kabinet yang merupakan utusan dari partai-partai
C. Kabinet yang anggotanya dipilih langsung oleh Perdana Menteri
D. Kabinet yang mengutamakan keahlian anggotanya
E. Kabinet yang berisikan orang-orang Republiken

8. Kabinet yang dipimpin PM Hatta menjalankan politik luar negeri yang bebas-
aktif, arah kebijakan tersebut tergambar dalam….
A. Hubungan diplomatik masih lebih banyak dilakukan dengan negara-negara
Barat daripada dengan Negara komunis
B. Hubungan dengan negeri Belanda diusahakan menjadi lebih baik, demi
wilayah Irian Barat
C. Harusmemecahkan masalah-masalah yang timbul akibat perang kemerdekaan
D. Bentuk negara federal tidak sampai mencapai usia satu tahun
E. Ada menteri yang merupakan anggota partai politik

25
9. Program “reorganisasi dan rasionalisasi” (Re-ra) digagas oleh Perdana Menteri
Hatta, maksud dari reorganisasi dalam kebijakan tersebut adalah….
A. Pembentukan angkatan perang dan atau angkatan bersenjata RI
B. Masalah-masalah yang muncul akibat peleburan KNIL ke dalam APRIS
C. Pemerintahan militer dinyatakan tetap berlaku dalam rangka pemindahan
tanggung jawab dari angakatan perang Belanda kepada APRIS
D. Proses peleburan bekas tentara KNIL, pasukan TNI serta Lasykar Rakyat ke
dalam APRIS
E. Penyusunan struktur Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat yang
disesuaikan

10. Faktor yang melatarbelakangi pembubaran RIS adalah….


A. Bentuk pemerintahan RIS tidak sesuai dengan tujuan awal pembentukan
negara dan cita-cita Proklamasi
B. Ketidakpuasan rakyat atas kinerja delegasi RIS di KMB
C. Bentuk negara federal merupakan bentukan Belanda dibawah pimpinan Van
Mook
D. Berpotensi menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan politik yang
mempengaruhi rakyat Indonesia
E. Pendukung unitarisme adalah anggota kabinet sehingga menimbulkan gerakan
untuk membubarkan bentuk negara federal

26
H. Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik & Lapian, A.B. A. L. (2012). Indonesia Dalam Arus Sejarah.
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van hoeve.
Bhakti, Ikrar Nusa dkk. 1999. Tentara yang Gelisah Hasil Penelitian Yipika tentang
Posisi ABRI dalam Gerakan Reformasi. Jakarta: Peerbit Mizan
Feith, Herbert. 1962. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. New
York: Ithaca.
Joeniarto. 1996. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Kahin, G. McYurnan. 1955. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan bekerjasama dengan UNS Press.
Katoppo, Aristides dkk., Menyingkap Kabut Halim 1965, (Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 2000), hal. 36
Kedaulatan Rakyat, 17 Desember 1949.
Kedaulatan Rakyat, 21 Januari 1950.
Moedjanto, G. 1988. Indonesia Abad ke 20. Jilid II. Yogyakarta: Kanisius.
Notosusanto, Nugroho dan Ismail Saleh, 1989, Tragedi Nasional: Percobaan Kup G
30 S/PKI di Indonesia, Jakarta, Intermasa.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional
Indonesia VI, Jakarta : Balai Pustaka.
Poesponegoro, Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto (ed). 2010. Sejarah
Nasional Indonesia VI. Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka.
Risnadi, Haryono. Dari RIS menjadi Negara RI: Perubahan Bentuk Negara Indonesia
pada Tahun 1950. Mozaik: Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 12, No. 2.
Rosa, J. (2008). Dalih Pembunuhan Massal. Jakarta: Hasta Mitra.
Sejarah Indonesia, Buku Teks SMA kelas XII kurikulum 2013, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia: Dari Era Klasik hingga Kini. Diva
Press. Yogyakarta.
Thaib, Dahlan. 1994. Pancasila Yuridis Ketatanegaraan(Edisi Revisi), UPP AMP
YKPN, Yogyakarta

27

Anda mungkin juga menyukai