Anda di halaman 1dari 10

KONFERENSI INTER-INDONESIA

DAN
KONFERENSI MEJA BUNDAR

KELOMPOK III :

1. Achmad Dhani

2. M. Bayhaki Hakim

3. M. Rifal Fahriz Zulian

4. Satria Pratama Wijaya

5. Wildan Nuris

SMA NEGERI RAMBIPUJI

TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perjanjian Roem-Royen (7 Mei 1949), Indonesia dan Belanda telah menyepakati
tentang pelaksanaan Konferensi Meja Bundar yang akan diselenggarakan di Den Haag, Belanda
pada bulan Desember 1949. Pemerintah Indonesia menilai perlu adanya persiapan strategi
diplomasi dan konsolidasi sebelum pelaksanaan KMB. Maka, diadakanlah Konferensi Inter-
Indonesia antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara bagian yang tergabung dalam
Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO).
Bijeenkomst voor Federaal Overlaag (BFO) adalah negara boneka bentukan Belanda.
BFO bersimpati terhadap Indonesia setelah serangan kedua Belanda terhadap Indonesia atau
lebih dikenal sebagai Agresi Militer II. Karena simpati, negara-negara BFO kemudian
membebaskan beberapa pemimpin-pemimpin Indonesia. BFO juga turut andil dalam
pelaksanaan Konferensi Inter Indonesia yang berlangsung di Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah terjadinya Konferensi Inter-Indonesia?
2. Siapa saja yang menghadiri Konferensi Inter-Indonesia?
3. Bagaimana hasil Konferensi Inter-Indonesia?
4. Apa dampak dari Konferensi Inter-Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah Konferensi Inter-Indonesia.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang hadir di Konferensi Inter-Indonesia.
3. Untuk mengetahui hasil Konferensi Inter-Indonesia.
4. Untuk mengetahui dampak dari Konferensi Inter-Indonesia.

1.4 Manfaat

Memberikan pemahaman mengenai proses untuk memperoleh kedaulatan penuh


Indonesia yang diperjuangkan oleh para pemimpin negeri lewat perundingan-perundingan.
BAB II

ISI

A.Sejarah Konferensi Inter-Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan
kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia
kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi,
lewat perundingan Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer
Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintah
Republik. Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara
dua pihak.[2]
Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan
oleh resolusi Dewan Keamanan, Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik Indonesia,
yang para pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja
Bundar untuk mempercepat penyerahan kedaulatan.[3]
Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke ibu kota
sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi memastikan kesamaan posisi perundingan
antara delegasi Republik dan federal, dalam paruh kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli–2 Agustus,
Konferensi Inter-Indonesia diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian
dari Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan
kerangka dasar untuk konstitusinya.[4] Menyusul diskusi pendahuluan yang disponsori oleh
Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa Konferensi Meja Bundar akan digelar
di Den Haag

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah Konferensi Meja Bundar?
2. Siapa saja yang menghadiri Konferensi Meja Bundar
3. Bagaimana hasil Konferensi Meja Bundar?
4. Bagaimana penyerahan kedaulatan dilakukan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dan tokoh-tokoh yang hadir di Konferensi Meja Bundar.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang hadir di Konferensi Meja Bundar.
3. Untuk mengetahui hasil Konferensi Meja Bundar.
4. Untuk mengetahui proses penyerahan kedaulatan Indonesia.

1.4 Manfaat
Untuk mengetahui sejarah, tokoh-tokoh yang hadir, hasil dan dampak dari Konferensi
Meja Bundar terhadap proses perolehan kedaulatan Indonesia.
BAB II
ISI

A.Sejarah Konferensi Meja Bundar


Setelah Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam Konferensi Inter-
Indonesia, sekarang Indonesia telah siap secara keseluruhan untuk menghadapi Konferensi Meja
Bundar (KMB) yang dilaksakan di Gedung Parlemen di Den Haag, Belanda pada tanggal 23
Agustus – 2 November 1949. Tujuan dari Konferensi Meja Bundar adalah untuk menyelesaikan
sengketa antara Indonesia-Belanda, sekaligus memperoleh pengakuan kedaulatan Indonesia yang
merdeka dan berdaulat.
Sementara pada bulan Agustus 1949, Presiden Soekarno sebagai Panglima Tertinggi di
satu pihak dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda di pihak lain mengumumkan pemberhentian
tembak-menembak.
Pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah Republik Indonesia menyusun delegasi untuk
menghadiri Konferensi Meja Bundar. Perwakilan delegasi KMB dari Indonesia terdiri atas Drs.
Mohammad Hatta, Mr. Mohammad Roem, Prof. Mr. Soepomo, dr. J. Leimena, Mr. Ali
Sastromidjojo, Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B.
Simatupang dan Mr. Soemardi. Adapun dari delegasi pihak BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II
dari Pontianak. Delegasi Belanda dipimpin oleh van Maarseveen. Sebagai ketua Konferensi
Meja Bundar ialah Perdana Menteri Belanda, Dr. Willem Drees dan ada dari Pihak UNCI yang
bertindak sebagai moderator.

B. Peserta yang Hadir Dalam Konferensi Meja Bundar


KMB dihadiri oleh Perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst
voor Federaal Overleg), yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di
Indonesia, seperti dikutip dari modul Sejarah Paket C Setara SMA/MA Kelas XII terbitan
Kemendikbud yang ditulis oleh Aminullah, S.Pd., dkk.
Peserta yang menghadiri KMB antara lain:
a. Indonesia terdiri atas Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Soepomo
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II
c. Belanda diwakili Mr. Van Marseveen
d. UNCI diwakili Chritcley

C. Hasil dari Konferensi Meja Bundar


Mengutip modul PKN SMP/MTs Kelas IX terbitan Kemendikbud oleh Ai Tin Sumartini
dan Asep Sutisna Putra berikut merupakan hasil dari Konferensi Meja Bundar:
1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS), sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat.
2. Pembentukan Uni Belanda - RIS secara simbolis yang dipimpin oleh Ratu Belanda.
3. Ir. Soekarno dan Moh. Hatta akan menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden RIS untuk
periode 1949-1950, serta Moh. Hatta sebagai perdana menteri.
4. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik, dan beberapa korvet akan diserahkan ke RIS.
5. Tentara KNIL dibubarkan, dan tentara Belanda ditarik mundur dengan catatan para anggota
yang diperlukan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
6. Masalah Irian Barat yang tidak dimasukkan ke dalam RIS, karena masih dikuasai oleh
Belanda hingga sampai dilakukannya perundingan lebih lanjut.
7. Pemerintah Indonesia harus menanggung utang Hindia Belanda 4,3 miliar gulden.

D. Penyerahan Kedaulatan Pada Indonesia


Penyerahan kedaulatan RI setelah KMB dari Belanda kepada Indonesia dilakukan di 2
tempat yakni di Jakarta (Indonesia) dan Amsterdam (Belanda) pada 27 Desember 1949.
1. Pada 23 Desember 1949, Indonesia yang diwakili Moh. Hatta berangkat ke Belanda.
Penyerahan kedaulatan Indonesia di Belanda terjadi di ruang takhta Amsterdam, Belanda
diwakili oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Dress, dan Mr. A.M.J. A.
Sassen.

2. Di Jakarta, naskah penyerahan kedaulatan diwakili oleh Sultan Hamengkubuwono IX


sebagai wakil Indonesia dan A.H.J Lovink sebagai wakil dari Belanda.
Dengan pengakuan kedaulatan tersebut, berakhirlah kekuasaan Belanda atas Indonesia dan
berdirilah Negara Republik Indonesia Serikat. Sehari setelah pengakuan kedaulatan, Ibukota
negara pindah dari Yogyakarta ke Jakarta. Kemudian didlangsungkan upacara penurunan
bendera Belanda dan pengibaran bendera Indonesia.
Kesepakatan yang dihasilkan dalam KMB ternyata masih belum bisa menyelesaikan
permasalahan bagi Indonesia. RIS dianggap sebagai produk rekayasa van Mook, yang suatu saat
bisa saja dijadikan strategi untuk merebut kembali Indonesia melalui politik devide et impera.
Setelah melalui perjuangan diplomasi, deklarasi Juanda (deklarasi untuk mewujudkan
batas wilayah laut sekitar NKRI yang bersatu dan berdaulat) dapat ditetapkan dalam Konvensi
laut PBB ke III, pada 1982 (United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS).

E. Dampak dari Konferensi Meja Bundar


Dampak Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia di antaranya yaitu:

 Indonesia mengakui dan harus membayar utang sebesar 4,3 miliar gulden sebagai harga
penyerahan kedaulatan setelah perundingan cakupan utang sebelum kedaulatan.

 Adanya ikatan Uni dalam Indonesia - Belanda yang kemudian menjadi perdebatan di
antara pejabat Indonesia. Moh. Hatta menerangkan, Uni hanya sebagai lambang, dengan
Ratu Belanda hanya memiliki kekedudukan seremonial. Uni setelah KMB merupakan
forum kerja sama, bukan superstaat (negara di atas negara). Sementara itu, di perjanjian
Linggarjati disebutkan bahwa keputusan Uni diambil 'atas nama Ratu'.

 Irian Barat menjadi daerah sengketa setelah penyerahan kedaulatan atas Indonesia oleh
pemerintah Belanda pada Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949. Alasan
penundaan kedaulatan di Irian Barat di antaranya yaitu Indonesia dan Belanda sama-sama
ingin mendapatkan Irian Barat sesuai kepentingan nasional masing-masing. Sementara
itu, dokumen KMB terkait sengketa Irian Barat bersifat umum dengan niat agar lebih
mudah mencapai kompromi. Alih-alih, hal tersebut menjadi sumber ketegangan
Indonesia-Belanda karena memungkinkan perbedaan penafsiran pada dokumen tersebut.

 Upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Indonesia dilaksanakan serentak


di Indonesia dan Belanda pada 27 Desember 1949.

/
BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai