Anda di halaman 1dari 30

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
bukanlah akhir perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi, ini merupakan awal
perjuangan baru bangsa ini dalam membangun sebuah tatanan berbangsa dan
bernegara. Sebuah negara berdiri bukan hanya berdasarkan wilayah, namun
juga membutuhkan perangkat pemerintahan, dan yang terpenting adalah
pengakuan kedaulatan dari negara lain. Karena pada hakikatnya (seperti
halnya manusia sebagai makhluk sosial), dalam kehidupan bernegara juga
membutuhkan negara lain agar bangsa dan negara ini dapat bergaul dan tidak
terkucilkan dalam hubungan internasional. Pasca proklamasi, Indonesia
berupaya untuk mempertahankan kedaulatan sebagai bangsa yang merdeka.
Indonesia mencoba membuktikan bahwa proklamasi yang telah dilakukan
bukanlah isapan jempol semata, akan tetapi merupakan cita-cita yang akan
dibuktikan dengan realita. Tribulasi pasca proklamasi berkutat dalam upaya
diplomasi. Peperangan memang tidak bias dielakkan, tetapi upaya diplomasi
juga tidak boleh dilupakan. Dua bentuk perjuangan itu terus dilakukan
dengan konsisten.
Perjuangan diplomasi Indonesia dilakukan dari berbagai sisi
berdasarkan target dan sasaran yang telah ditentukan. Perundingan dan
perjanjian dengan Belanda terus dilakukan tidak kenal lelah, karena bangsa
Indonesia memang membutuhkan pengakuan kedaulatan tersebut. Namun di
sisi lain, Indonesia juga membutuhkan pengakuan negara lain sebagai sebuah
legitimasi kedaulatan. Hal itulah yang diperjuangkan para diplomat Indonesia
pada saat itu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menetapkan beberapa
rumusan masalah, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana usaha yang dilakukan untuk meredam persengketaan Indonesia
dengan Belanda?
2. Bagaimana kondisi sistem ketatanegaraan Indonesia setelah perundingan
KMB?
3. Bagaimana dampak KMB bagi Indonesia dan Belanda?
4. Bagaimana kondisi politik, ekonomi, militer, budaya dan sosial RIS?
5. Bagaimana kondisi rakyat Indonesia menindak lanjuti keputusan dari hasil
perundingan KMB?
1.3 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, penulis dapat merumuskan tujuan
penulisan dari makalah ini, di antaranya:
1. Mengetahui usaha yang dilakukan untuk meredam persengketaan antara
Indonesia dengan Belanda
2. Mengetahui kondisi sistem ketatanegaraan Indonesia setelah perundingan
KMB
3. Mengetahui dampak KMB bagi Indonesia dan Belanda
4. Mengetahui kondisi politik, ekonomi, militer, budaya dan sosial RIS
5. Mengetahui kondisi rakyat Indonesia menindak keputusan dari hasil
perundingan KMB
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tambahan perbendaharaan karya tulis ilmiah yang dapat dijadikan
referensi dalam pembelajaran mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah;
2. Untuk mempraktekkan teori TIK Dan Bahas Indonesia
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Usaha yang dilakukan untuk meredam persengketaan Indonesia dengan
Belanda

Bijeenkomst Federaale Overleg (BFO) atau musyawarah istimewa


kaum federal dan strategi konseptor negara federal, Ide Anak Agung Gde
Agung.
BFO (Bijeenkomst voor Federal Overlag) adalah negara bagian yang
dibentuk Belanda. BFO Berjumlah 15 negara. Tujuan pembentukan BFO
adalah untuk memecah belah Indonesia sehingga Belanda dapat terus
mempertahankan pengaruhnya.
BFO merupakan daerah daerah bagian republik Indonesia yang
selama Agresi militer Belanda berhasil dikuasai dan dijadikan Negara Boneka
demi mempersempit ruang lingkup Politik Republik Indonesia. BFO berusaha
untuk bagaimana caranya terjadi perundingan antara Indonesia dengan
belanda sehingga tercipta kesepakatan untuk mengakhiri konflik yang selama
ini membuat masyarakat Indonesia mengalami kesengsaraan akibat konflik
kedua negara.
Sejak kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta pada tanggal 6
Juli 1949, perundingan dengan BFO yang telah dirintis di Bangka dimulai
lagi. Yang dibahas dalam perundingan itu ialah pembentukan pemerintah
peralihan sebelum terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kemudian, pada
tanggal 19-22 Juli 1949 diadakan perundingan antara kedua belah pihak yang
disebut dengan Konferensi Antar Indonesia. Konferensi itu memperlihatkan
bahwa politik adu domba Belanda untuk memisahkan daerah-daerah diluar
Republik dari Republik Indonesia, mengalami kegagalan. Pada konferensi
Antar-Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta itu dihasilkan
persetujuan mengenai bentuk negara dan hal-hal yang bertalian dengan
ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat yaitu sebagai berikut :
a. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme.
b. RIS akan dikepalai seorang presiden konstitusional dibantu oleh menterimenteri yang bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat.
c. Akan dibentuk dua badan perwakilan yakni sebuah dewan perwakilan
rakyat dan sebuah dewan perwakilan negara bagian (senat). Pertama kali
akan dibentuk dewan perwakilan rakyat sementara.
3

d. Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari


pihak negara belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik
Indonesia. Selain itu, disetujui pula bahwa bendera kebangsaan adalah
sang saka Merah Putih, lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya, bahasa
nasional adalah Bahasa Indonesia, dan hari nasional adalah tanggal 17
agustus.
Di bidang militer juga telah tercapai persetujuan sebagai berikut:
a. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS
adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
a. Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS; negara-negara
bagian tidak akan memiliki angkatan perang sendiri.
b. Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa
Indonesia. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh pemerintah RIS
dengan inti Angkatan Perang RI (TNI), bersama-sama dengan orang
c.

Indonesia yang ada dalam KNIL, ML, KM, VB, dan Territoriale Bataljons.
Pada masa permulaan RIS, Menteri Pertahanan dapat merangkap sebagai
Panglima Besar APRIS.
Konferensi Antar-Indonesia dilanjutkan kembali di Jakarta pada tanggal

30 Juli sampai dengan 2 Agustus 1949 dan dipimpin oleh Perdana Menteri
Hatta yang membahas masalah pelaksanaan dari pokok-pokok persetujuan
yang telah diambil di Yogyakarta. Kedua belah pihak setuju untuk membentuk
Panitia Persiapan Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana tertib
sebelum dan sesudah Konferensi Meja Bundar (KMB). Sesudah berhasil
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan musyawarah di dalam Konferensi
Antar-Indonesia, kini bangsa Indonesia sebagai keseluruhan telah siap
menghadapi KMB. Pada tanggal 4 Agustus 1949 diangkat delegasi Republik
Indonesia yang terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Dr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr.
Supomo,dr.J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda,dr. Sukiman, Mr.
Suyono Hadinoto dkk. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak.
Pada tanggal 23 Agustus 1949 KMB dimulai di Den Haag. Konferensi
selesai pada tanggal 2 November 1949.
Berikut merupakan hasil KMB:
4

1. Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya dan tanpa


syarat kepada RIS.
2. Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas Republik Indonesia dan 15
negara federal. Corak pemerintahan RIS diatus menurut konstitusi yang
dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama Konferensi Meja Bundar
berlangsung.
3. Melaksanakan penyerahan kedaulatan selambat- lambatnya tanggal 30
Desember 1949.
4. Masalah Irian Jaya akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah
pengakuan kedaulatan.
5. Kerajaan Belanda dan RIS akan membentuk Uni Indonesia-Belanda. Uni ini
merupakan badan konstitusi bersama untuk menyelesaikan kepentingan
umum.
6. Menarik mundur pasukan Belanda dari Indonesia dan membubarkan KNIL.
Anggota KNIL boleh masuk ke dalam APRIS.
7. RIS harus membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya semenjak
tahun 1942.
Dalam Konferensi Meja Bundar telah memutuskan untuk membentuk lima
Komisi yakni:
a.

Komisi untuk urusan Politik dan Konstitusional

b.

Komisi untuk urusan Keuangan dan Ekonomi

c.

Komisi untuk urusan Militer

d.

Komisi untuk Urusan Kebudayaan

e.

Komisi untuk Urusan Sosial

2.2 Kondisi sistem ketatanegaraan Indonesia setelah perundingan KMB


Dengan diratifikasinya hasil-hasil KMB oleh KNIP yang bersidang
tanggal 6-15 Desember 1949, terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS).
Negara yang berbentuk federasi ini terdiri dari 16 negara bagian yang masingmasing mempunyai luas daerah dan jumlah penduduk yang berbeda. Negara
bagian yang terpenting, selain Republik Indonesia yang mempunyai daerah

terluas dan penduduk terbanyak, ialah Negara Sumatra Timur, Negara


Sumatra Selatan, Negara Pasundan dan Negara Indonesia Timur.
Dalam sidang bersama-sama Parlemen dan Senat RIS tanggal 16
Desember 1949 Ir. Soekarno terpilih sebagai Presiden RIS. Untuk mebentuk
kabinet, Presiden menunjuk empat orang formatur, dua orang dari RI yakni
Moh. Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX dan dua orang dari negara
federal yakni Anak Agung Gde Agung dan Sultan Hamid II. Pada tanggal 20
Desember, Kabinet RIS terbentuk dengan Moh. Hatta sebagai perdana
menteri. Kabinet ini terdiri dari atas 13 menteri dan 3 menteri negara, 11
orang diantaranya adalah Republiken. Tokoh-tokoh terkemuka yang duduk
dalam kabinet ini antara lain dari pihak Republik Sri Sultan Hamengku
Buwono IX, Ir. Djuanda, Mr. Wilopo, Prof. Dr. Supomo, dr. Leimena dkk
sedangkan dari BFO adalah Sultan Hamid II dan Ide Anak Agung Gde
Agung.
Setelah terpilihnya Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan wakil
Presiden RIS, kabinet RIS pun dibentuk. Dan tanggal 20 Desember 1949
Presiden RIS Soekarno melantik kabinet pertama Republik Indonesia Serikat.
Berikut anggota yang menduduki kabinet RIS:

Perdana Menteri merangkap Menteri Luar

Drs. Mohammad Hatta

Negeri
Menteri Dalam negeri

Ide Anak Agung Gde

3
4
5
6

Menteri Pertahanan
Menteri Perekonomian
Menteri Keuangan
Menteri Perhubungan, Tenaga dan

Agung
Hamengkoe Boewono IX
Ir. Djuanda
Syarifudin Prawiranegara
Ir. Herling Loah

Pekerjaan Umum
Menteri Kesehatan

Dr. Johannes Leimena


6

8 Menteri Sosial
9 Menteri Perburuhan
10 Menteri Pendidikan, Kesenian dan
11
12
13
14
15
16

Mr. Kosasih Poerwanegara


Mr. wilopo
Dr. Abu Hanifah

Ilmu Pengetahuan
Menteri Agama
Menteri Kehakiman
Menteri Penerangan
Menteri Penerangan
Menteri Penerangan
Menteri Penerangan

Kiayi Haji Wahid Hasjim


Prof. Mr. Dr. Soepomo
Arnold Mononutu
Dr. Soeparmo
Mr. Mohammad Roem
Sultan Hamid II

Program Kabinet RIS adalah sebagai berikut :


1. Menyelenggarakan supaya pemindahan kekuasaan ke tangan bangsa Indonesia
di seluruh Indonesia terjadi dengan seksama, mengusahakan reorganisasi KNIL
dan pembentukan Angkatan Perang RIS dan mengembalikan tentara Belanda
ke negerinya dalam waktu yang selekas lekasnya.
2. Menyelenggarakan ketentraman umum, supaya dalam waktu yang sesingkat
singkatnya terjamin berlakunya hak hak demokrasi dan terlaksananya ha
hak dasar manusia dan kemerdekaannya.
3. Mengadakan persiapan untuk dasar hukum, cara bagaimana rakyat menyatakan
kemauannya menurut asas asas UUD RIS dan menyelenggarakan Pemilihan
Umum untuk Konstituante.
4. Berusaha memperbaiki ekonomi rakyat, keadaan keuangan, perhubungan,
perumahan dan kesehatan untuk jaminan social dan penempatan Tenaga
kambali ke dalam masyarakat; mengadakan peraturan tentang upah minimum,
pengawasan pemerintah atas kegiatan ekonomi agar kegiatan itu terwujud
kepada kemakmuran rakyat seluruhnya.
5. Menyempurnakan Perguruan Tinggi sesuai dengan keperluan masyarakat
Indonesia dan membangun Kebudayaan Nasional, mempergiat pemberantasan
buta huruf di kalangan rakyat.
6. Menyelesaikan soal Irian Barat dalam setahun ini juga dengan jalan damai.
7. Menjalankan Politik Luar Negeri yang memperkuat kedudukan RIS dalam
dunia internasional dengan memperkuat cita cita perdamaian dunia dan
persaudaraan bangsa bangsa, memperkuat hubungan moril, politik dan
7

ekonomi antara Negara Negara Asia tenggara. Menjalankan politik dalam


UNI, agar supaya UNI ini berguna bagi kepentingan RIS. Berusaha supaya RIS
menjadi anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (Mohammad Hatta, dalam
Memoir:561-562).
Kabinet ini merupakan zaken kabinet (mengutamakan keahlian anggotaanggotanya) dan bukan kabinet koalisi yang bersandar pada kekuatan partai-partai
politik. Memang ada menteri yang merupakan anggota partai politik tetapi mereka
duduk dalam kabinet bukan sebagai wakil partai melainkan sebagai perseorangan.
Anggota-anggota kabinet ini sebagian besar pendukung unitarisme dan hanya dua
orang pendukung sistem federal yaitu Sultan Hamid II dan Anak Agung Gde
Agung. Arnold Mononutu memang berasal dari negara federal (NIT) tetapi ia
lebih republiken daripada federalis. Dalam Parlemen NIT ia memimpin Fraksi
Progresif yang lebih berorientasi kepada RI daripada kepada NIT.
Kabinet RIS dibawah pimpinan Hatta memerintah sampai dengan tanggal
17 Agustus 1950 . Pada hari itu RIS menjelma menjadi negara kesatuan Republik
Indonesia (RI). Dengan demikian, negara federal itu tidak sampai mencapai satu
tahun. Dalam usia yang singkat itu RIS dengan satu-satunya pemerintahannya di
bawah Perdana Meenteri Hatta harus memecahkan masalah-masalah yang timbul
akibat perang kemerdekaan dan masalah-masalah yang inherren dengan
kehidupan suatu negara muda.
Akibat perang kemerdekaan banyak prasarana yang hancur, keadaan
ekonomi pada umumnya buruk dan disana sini terdapat pula kerusakan mental. Di
bidang ekonomi masalah utama adalah terdapatnya inflasi dan defisit dalam
anggaran belanja. Untuk mengatasi inflasi pemerintah mengeluarkan peraturan
pemotongan uang pada tanggal 19 Maret 1950. Peraturan ini menentukan bahwa
uang yang bernilai 2,50 gulden keatas dipotong menjadi dua sehingga nilainya
tinggal setengahnya. Walaupun banyak pemilik uang yang terkena oleh peraturan
ini, pemerintah mulai dapat mengendalikan inflasi agar tidak cepat meningkat.
Selain soal keuangan, ekonomi juga dapat diperbaiki, karena dengan meletusnya
Perang Korea perdagangan keluar negeri meningkat terutama untuk bahan mentah

seperti karet sehingga ekspor Indonesia meningkat dan pendapatan negara juga
bertambah.
Masalah utama lain terdapat di bidang kepegawaian, baik sipil maupun
militer. Setelah perang selesai, jumlah pasukan harus dikurangi karena keuangan
negara tidak mendukungnya. Mereka perlu mendapat penampungan jika diadakan
rasionalisasi. Oleh karena itu, pemerintah membuka kesempatan untuk
melanjutkan pelajarannya dalam pusat-pusat pelatihan yang memberi pendidikan
keahlian agar mereka dapat menempuh karier sipil profesional. Juga dilakukan
usaha transmigrasi dengan wadah Corps Tjadangan Nasional (CTN). Walaupun
demikian, masalah ini belum dapat diselesaikan.
Dalam pembentukan Angkatan Perang Republk Indonesia Serikat (APRIS)
intinya diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari kalangan bekas anggota
angkatan perang Belanda. Personel bekas anggota angkatan perang Belanda
dilebur ke dalam APRIS meliputi kira-kira 33.000 orang dengan 30 orang perwira.
Pada angkatan udara diserahkan 10.000 orang. Pembentukan APRIS sebagai salah
satu keputusan KMB dengan TNI sebagai intinya ternyta menimbulkan masalah
psikologis. Di satu pihak, TNI berkeberatan untuk bekerjasama dengan bekas
musuhnya. Sebaliknya, dari pihak KNIL terdapat pula tuntutan untuk ditetapkan
sebagai aparat negara bagian dan menentang masuknya TNI ke dalam negara
bagian tersebut. Gejala ini terlihat di Bandung berupa gerakan Angakatan Perang
Ratu Adil (APRA) yang mengirimkan ultimatum kepada pemerintah RIS dan
negara Pasundan menuntut untuk diakui sebagai tentara Pasundan dan menolak
untuk mengakui Menteri Pertahanan RIS dan menyatakan bahwa dialah yang
berkuasa di daerah tersebut. Di Makassar muncul gerakan Andi Azis dan di
Ambon gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). Keadaan tersebut sengaja
diwariskan oleh Belanda dengan tujuan mempertahankan kepentingannya dan
mengacau RIS, sehingga di dunia internasional akan timbul citra bahwa RIS tidak
mampu memelihara keamanan dan ketertiban di wilayah kekuasaannya. Selain itu
harus tinggal mengatasi suasana instabilitas nasional sebagai akibat bom-bom
waktu yang sengaja ditinggalkan oleh pihak kolonialis, pemerintah juga
menghadapi pemberontakan DI/TII.

Kabinet Hatta menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, walaupun
hubungan diplomatik masih lebih banyak dilakukan dengan negara-negara Barat
daripada dengan negara komunis. Hubungan dengan negri Belanda diusahakan
menjadi lebih baik dengan harapan Belanda akan menyerahkan Irian Barat. Atas
inisiatif pihak RI, pada bulan April 1950 di Jakarta dilangsungkan Konferensi
Tingkat menteri yang pertama antara Indonesia dan Belanda. Pada konferensi
tersebut dibicarakan persiapan-persiapan untuk menyelesaikan sengketa Irian
Barat. Sebagaimana hasilnya dibentuk Komisi Irian yang anggotanya terdiri dari
atas wakil-wakil Indonesia dan Belanda. Tugas komisi ini adalah mengadakan
penyelidikan di Irian Barat serta melaporkan hasilnya. Konferensi selanjutnya
memutuskan untuk melanjutkan perundingan mengenai masalah Irian Barat atas
dasar laporan Komisi dalam Konferensi Tingkat Menteri Kedua di Den Haag pada
tanggal 4 Desember 1950. Delegasi RI yang diketuai oleh menteri luar negeri
yakni Mr. Moh. Roem mengajukan dua usul kompromi yaitu agar pengakuan
kedaulatan atas Irian Barat dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1950
sedangkan penyerahannya dapat dilakukan pada pertengahan tahun 1951.
Delegasi Indonesia juga memberikan jaminan mengenai kemerdekaan agama, hak
asasi manusia, dan otonomi seluas-luasnya bagi penduduk Irian Barat serta
jaminan perlindungan atas kepentingan-kepentingan Belanda. Namun pihak
Belanda tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa kedaulatan atas Irian Barat
berada pada Uni Indonesia-Belanda, sedangkan de facto pemerintahan tetap
ditangan mereka. Belanda menyarankan pembentukan Dewan Irian Barat dan
dalam dewan ini Indonesia mempunyai wakil-wakil yang sama jumlahnya dengan
wakil-wakil Belanda. Dengan adanya perbedaan pendapat itu, perundingan tidak
dapat diharapakan mencapai hasil.
2.2.1 Kembali ke Negara Kesatuan
RIS lahir dari hasil kompromi antara RI dan negara-negara federal
ciptaan Belanda yang dicapai dalam konferensi inter-indonesia dan dilanjutkan
dalam KMB. Ini merupakan kompromi antarelite politik. Akan tetapi rakyat di
negara-negara federal yang sejak akhir tahun 1949 menjadi negara bagian RIS

10

tetap mengehendaki bentuk negara kesatuan. Sejak awal tahun 1950 sudah
muncul gerakan-gerakan yang menuntut pembubaran negara bagian dan
penggabungannya dengan R. Pemberontakan yang dilancarkan oleh kelompok
kecil pendukung federalis seperti APRA, Andi Azis dan RMS semakin
memperkuat tuntutan tersebut.
2.3 Dampak KMB bagi Indonesia dan Belanda
2.3.1 Bagi Indonesia
Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia:
a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat
c.
d.

dimulai.
Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu

belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia
masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan
bagian dari NKRI.
Dengan pengakuan kedaulatan tanggal 27 desember 1949, maka berakhirlah
masa revolusi bersenjata di Indonesia dan secar de jure pihak Belanda telah
mengakui kemerdekaan Indonesia dalam bentuk RIS. Namun atas kesepakatan
rakyat Indonesia tanggal 17 agustus 1950, RIS dibubarkan dan dibentuk NKRI.
Selanjutnya pada tanggal 28 september 1950, Indonesia di terima menjadi anggota
PBB yang ke-60. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan Indonesia secara resmi telah
di akui oleh dunia internaisonal
2.3.2 Bagi Belanda
2.4 Kondisi politik, ekonomi, militer, budaya dan sosial RIS
a. Politik
Orang orang Belanda yang lahir di Indonesia, atau bertempat tinggal
di Indonesia lebih dari enam bulan, berhak memohon kebangsaan
Indonesia.
Para kaulanegara yang tak termasuk golongan penduduk belanda, tetapi
yang termasuk golongan penduduk orang orang asli di Indonesia,

11

maupun penduduk Republik Indonesia, pada asas berkebangsaan


Indonesia. Mereka berhak memilih kebangsaan belanda, jika mereka
bertempat tinggal di negeri Belanda atau di luar Indonesia.
Ketentuan ketentuan khusus diadakan untuk para kaulanegara
Belanda bukan orang orang belanda, yang termasuk golongan
penduduk orang orang asli Indonesia dan bertempat tinggal di
Suriname atau di Antillen Belanda atau yang asalnya bukan orang
Indonesia (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:307).

b. Ekonomi
Ekonomi Negara menjadi salah satu permasalahan yang sangat
penting, karena untuk Negara yang baru berdiri perlu ditopang oleh
ekonomi yang cukup kuat. Hal ini pun tidak terlepas dari program utama
Kabinet RIS yaitu : Berusaha memperbaiki ekonomi rakyat, keadaan
keuangan, perhubungan, perumahan dan kesehatan untuk jaminan social
dan penempatan Tenaga kambali ke dalam masyarakat; mengadakan
peraturan tentang upah minimum, pengawasan pemerintah atas kegiatan
ekonomi agar kegiatan itu terwujud kepada kemakmuran rakyat
seluruhnya.
Ini menjadi pokok yang sangat substansial, karena masalah ekonomi
dan dan keuangan ini pun telah mendapat perhatian dan rekomendasi dari
KMB

melaui

Komisi

urusan

Keuangan

dan

Ekonomi.

Selama

penyelenggaraan KMB, dan sampai selesainya KMB RIS mempunyai


utang utang kepada Kerajaan Belanda khususnya dalam hal pengeluaran
pengeluaran militer serta utang kepada beberapa Negara pendukung
KMB.
Pemerintah RIS mengakui bertanggung jawab membayar bunga dan
tebusan utang kepada Belanda, sejumlah 817 juta gulden (Rupiah Belanda)
dan utang kepada Negara Negara lain yang mencaoai alih hak hak dan
kewajiban kewajiban yang timbul dari persetujuan persetujuan yang

12

ada yang mencapai maksimum 268,5 juta gulden utang pemerintah


berjangka pendek (Historia66's Blog, 1 Maret 2010).
Berdirinya RIS sebagai Negara berdaulat, tidak serta didukung
secara ekonomi. Dengan utang utang RIS kepada kerajaan Belanda dan
Negara Negara pendukung KMB, RIS harus segera membenahi dan
menyelesaikan permasalahan ekonomi tersebut agar segera dapat
memikirkan kebijakan ekonomi RIS selanjutnya. Ini menjadi menjadi
tugas yang cukup berat bagi menteri Ekonomi RIS Ir. Djuanda dan Menteri
Keuangan Syarif Prawiranegara untuk segera menstabilkan keadaan
ekonomi Republik Indonesia Serikat.
c. Militer
Setalah terbentuk pemerintahan yang sah dari Republik Indonesia
Serikat melalui hasil hasil KMB dalam Komisi urusan Politik dan
Konstitusional, maka dengan ini RIS mulai menjalankan roda pemerintahan
dengan membangun ekonomi dan keuangan RIS yang sebagaimana telah
disepakat dari Komisi urusan keuangan dan Ekonomi dari KMB. Pemerintah
RIS mulai berbenah diri dalam hal militer. Karena militer merupakan
pertahanan utama dalam mempertahankan kedaulatan Negara RIS.
Sebelum Republik Indonesia menjadi Negara bagian dari Republik
Indonesia Serikat, telah memiliki angkatan perang sendiri yaitu tentara
Nasional Indonesia (TNI). Salah satu tuntutan belanda sebelum adanya KMB
adalah membubarkan angkatan perang RI, dengan tujuan melemahkan
pertahanan RI dan membuat seolah olah Republik Indonesia tunduk
terhadap keinginan Kerajaan Belanda dalam pembentukan Negara federal
RIS.
Menjadi sebuah dilema, bagi pemerintahan RIS yang memang pucuk
pimpinan RIS adalah pimpinan Republik Indonesia. Untuk memutuskan
bagaimana caranya mempertahankan TNI sebagai alat pertahanan Negara RI
tetap ada dengan tidak bertentang pada tujuan RIS dalam KMB.
Tinggal TNI yang menjadi kesulitan. Ketika itu mendengung dengung
dalam telinga kita ucapan Mohammad Roem, Ketua Delegasi RI, di Jakarta,
yang tidak menyebut kita TNI lagi, melainkan kesatuan bersenjata dan

13

istilah istilah lain seperti Republik pengikut pengikut Republik yang


bersenjata, yang semuanya menunjukan seolah olah tidak ada lagi TNI
(A.H. Nasution, 1973:317).
Sebenarnya, sebelum akan dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar
(KMB) tanggal 23 Agustus 1949 telah bergejolak dalam hati dan pikiran para
TNI tentang status mereka sebagai garda terdepan dalam proses
mempertahankan Republik Indonesia yang saat terjadinya Agresi Militer
Belanda KNIL berhasil menduduki Ibu Kota RI yaitu Yogyakarta.
Dalam Konferensi Inter Indonesia di Yogyakarta telah diambil
kesepakatan mengenai angkatan bersenjata RIS setelah terbentuk dengan
resminya RIS :
1. Angkatan Perang RIS adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS
adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
2. Pertahanan Negara adalah semata mata hak pemerintah RIS; Negara
Negara bagian tidak akan memiliki angkatan perang sendiri.
3. Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah semata mata soal bangsa
Indonesia. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh pemerintah RIS
dengan inti angkatan Perang RI (TNI), bersama sama orang Indonesia
yang ada dalam KNIL, ML, KM, VB dan Territorial Bataljons.
4. Pada masa permulaan RIS, Menteri Pertahanan dapat merangkap sebagai
Panglima Besar APRIS (Roeslan Abdulgani, 1980:60).
Setelah KMB bergulir dan berdiri RIS, maka semua Negara bagian
dari pada RIS dilarang untuk memiliki angkatan perang sendiri termasuk RI.
Inilah yang menjadi beban dari pada para petinggi dan Jendral serta para
Panglima besar dalam kesatuan Tentara Republik Indonesia. Negara yang
telah susah payah direbut dengan darah perjuangan TNI, dan berkat TNI RI
sampai saat terbentuknya RIS masih berdiri kokoh sebagai Negara yang
berdaulat.
Tidak cukup itu saja korban perasaan para prajurit TNI. Mereka
juga diharuskan menerima bekas anggota KNIL dalam lingkungannya.
Padahal selama perang kemerdekaan anggota KNIL itu mereka anggap
pengkhianat. Mereka mengerti, bahwa demi persatuan Indonesia untuk
menyingkirkan Belanda dari tanah air, kita harus dapat mengorbankan

14

perasaan. Namun yang dituntut dari mereka tidak mudah, dan memerlukan
waktu untuk penyesuaian (A.S.S. Tambunan, 1991:62).
Merupakan sebuah proses yang membutuhkan pengorbanan yang
cukup besar demi tercapainya perdamaian dan kesatuan dalam RI. Inilah yang
menjadi beban dari kebijakan RIS dalam bidang Militer, yang memang
mengacu kepada Konferensi Inter Indonesia di Yogyakarta dan hasil
rekomendasi KMB dalam Komisi urusan Militer.
d. Budaya
Hasil hasil rekomendasi dari Komisi urusan Kebudayaan RIS dalam
KMB tidak memberikan pengaruh yang signifikan, dengan kata lain
kebudayaan yang dimiliki dan dianut oleh RIS tidak akan jauh berbeda
dengan kebudayaan yang telah dianut dan dilakukan oleh Negara Negara
lainnya.
Untuk memajukan hubungan hubungan di bidang pengajaran, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan, maka dibentuklah suatu komisi bersama, yang
untuk itu setiap peserta dapat mengengkat tujuh orang anggota. Kedua peserta
akan memajukan pengetahuan tentang kebudayaan masing masing,
demikian pula tentang penukaran penerangan tentang urusan urusan
kebudayaan. Atas permintaan, bantuan di bidang kebudayaan, pendidikan dan
karya Ilmiah akan saling diberikan, termasuk soal penukaran guru guru
besar, para ahli dan guru guru, sedangkan beasiswa beasiswa disediakan
oleh para peserta kepada para ilmuwan kedua pihak secara timbale balik akan
diberi kemungkinan untuk melakukan penyelidikan di daerah pihak yang lain
(Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:312).
Telah terjadi kesepakatan antara pihak Kerajaan Belanda dengan RIS
tentang pemecahan masalah Kebudayaan. Antara Belanda dan RIS telah
bersepakat bahwa dalam hal pengetahuan, pendidikan, serta kebudayaan
diadakan kerja sama dalam pembinaan dan pembangunan kebudayaan.
Pemerintah kerajaan Belanda bersedia untuk bertukar orang orang yang ahli
dalam ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dalam kesepakatan itu pula,
tentang pemeliharaan benda benda budaya yang dimiliki oleh pemerintah
kerajaan Belanda dan RIS secara bersama sama.

15

e.

Sosial
Permasalahan yang dikemukakan dalam sidang KMB lebih kepada

status dari para pegawai pemerintahan yang berkebangsaan Belanda yang


bekerja di Indonesia. Pasal yang terpenting yang dibicarakan di dalam Komisi
urusan Sosial ialah kedudukan pegawai pegawai sipil pemerintah pada saat
penyerahan kedaulatan.
Di dalam soal ini telah dicapai persetujuan, yang pasal pasal
utamanya adalah sebagai berikut :
Pada asasnya Pemerintah Republik Indonesia Serikat menerima semua
pegawai sipil pemerintah Belanda, yang bekerja di Indonesia pada saat
penyerahan kedaulatan, pemerintah Republik Indonesia Serikat tak akan
mengadakan peraturan peraturan yang merugikan pegawai pemerintah
tersebut yang berkebangsaan Belanda. Pemerintah Republik Indonesia Serikat
mempertahankan hak menyaring kembali dan mengelompokkan kembali
pegawai pegawai ini, dengan pengertian bahwa, jika pegawai pegawai
demikian tersebut diberhentikan tidak atas permintaan sendiri, maka tanggung
jawabnya dipikul oleh pemerintah RIS bagi dibayarkannya ganti rugi (Ide Anak
Agung Gde Agung, 1983:314).
Pemerintah RIS akan menjamin tiap tiap pegawai pemerintah yang
berkebangsaan Belanda yang bekerja di Indonesia akan keselamatan dan hajat
hidupnya ditanggung oleh pemerintah RIS. Selama para pegwai berkebangsaan
Belanda tersebut masih menginginkan untuknbekerja di Indonesia tanpa ada
paksaan dan jika berhenti itu atas kehendaknya sendiri.
Perkembangan Republik Indonesia Serikat tidak bisa dilakukan dengan
pesat dan cepat, melihat dari pada komposisi aparatur pemerintahan, serta
rekomendasi dan kebijakan hasil Konferensi Meja bundar yang menyegerakan
berjalannya roda pemerintahan RIS. Tetapi tidak semua kebijakan dan hasil
rekomendasi KMB dapat terlaksana dan dilakukan oleh Pemerintah RIS, dalam
hasil masalah keuangan dan ekonomi RIS tidak begitu menguntungkan
pemerintah yang baru berdiri itu. Permasalahan Militer sebagai alat pertahanan
RIS yang diambil dari peleburan TNI dan anggota anggota bekas KNIL
16

belum bisa menyesuaikan diri satu sama lainnya. Ini menyebabkan kerentanan
dalam hal pertahanan RIS, dan dapat menyebabkan perpecahan dan disintegrasi
terhadap kedaulatan RIS ke depan
2.5

Kondisi rakyat Indonesia menindak keputusan dari hasil perundingan


KMB
Pada masa RIS tidak sedikit kesukaran yang dihadapi oleh
pemerintah dan rakyat. Sebagai suatu negara yang baru diakui
kedaulatannya, indonesia harus menghadapi rongrongan dari dalam yang
dilakukan oleh beberapa golongan yang mendapat dukungan dan bantuan
dari pihak Belanda atau mereka yang takut kehilangan hak-haknya jika
Belanda meninggalkan Indonesia.
Berikut permasalahan gangguan dalam negeri pada masa RIS.

A. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)


Pemberontakan APRA bulan januari 1950 menyebabkan Wali Negara
Pasundan R.A.A Wiranatakusumah mengundurkan diri. Pemerintah RIS
mengangkat Sewaka sebagai komisaris RIS untuk negara Pasundan.
Pengangkatan itu tidak sesuai dengan tuntutan rakyat Jawa Barat yang
menghendaki dibubarkannya negara tersebut. Oleh karena itu pada tanggal 8
Maret 1950 terjadi demonstrasi di Bandung yang menuntut pembubaran
Negara Pasundan dan penggabungan seluruh daerah Jawa Barat ke dalam RI.
Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil atau Kudeta 23 Januari
adalah peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1950 dimana kelompok milisi
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan
Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot
Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota Bandung dan
membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan
ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan
telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.
Pada bulan November 1949, dinas rahasia militer Belanda menerima
laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang
17

mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur


Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa
nama organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia"
(RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu
Adil (APRA). Pengikutnya kebanyakan adalah mantan anggota KNIL dan yang
melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST. Dia juga mendapat bantuan
dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di
kota Medan.
Pada 5 Desember malam, sekitar pukul 20.00 Westerling menelepon
Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda,
pengganti Letnan Jenderal Spoor. Westerling menanyakan bagaimana pendapat
van Vreeden, apabila setelah penyerahan kedaulatan Westerling berencana
melakukan kudeta terhadap Sukarno dan kliknya. Van Vreeden memang telah
mendengar berbagai kabar, antara lain ada sekelompok militer yang akan
mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan. Juga dia telah mendengar
mengenai kelompoknya Westerling.
Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas
kelancaran "penyerahan kedaulatan" pada 27 Desember 1949, memperingatkan
Westerling agar tidak melakukan tindakan tersebut, tapi van Vreeden tidak
segera memerintahkan penangkapan Westerling.
Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirim surat
kepada pemerintah RIS yang isinya adalah suatu ultimatum. Ia menuntut agar
Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan
serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan.
Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalm waktu 7 hari dan
apabila ditolak, maka akan timbul perang besar.
Ultimatum Westerling ini tentu menimbulkan kegelisahan tidak saja di
kalangan RIS, namun juga di pihak Belanda dan dr. H.M. Hirschfeld (kelahiran
Jerman), Nederlandse Hoge Commissaris (Komisaris Tinggi Belanda) yang
baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS menghujani Hirschfeld dengan berbagai
pertanyaan yang membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam

18

Negeri Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk menindak


semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerjasama dengan Westerling.
Pada 10 Januari 1950, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa
pihak

Indonesia

telah

mengeluarkan

perintah

penangkapan

terhadap

Westerling. Sebelum itu, ketika A.H.J. Lovink masih menjabat sebagai Wakil
Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda, dia telah menyarankan Hatta untuk
mengenakan pasal exorbitante rechten terhadap Westerling. Saat itu Westerling
mengunjungi Sultan Hamid II di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebelumnya,
mereka pernah bertemu bulan Desember 1949. Westerling menerangkan
tujuannya, dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan mereka. Hamid
ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi Westerling tersebut. Namun
dia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan dari Westerling. Pertemuan
hari itu tidak membuahkan hasil apapun. Setelah itu tak jelas pertemuan
berikutnya antara Westerling dengan Hamid. Dalam otobiografinya, Mmoires,
yang terbit tahun 1952, Westerling menulis, bahwa telah dibentuk Kabinet
Bayangan di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, oleh karena itu
dia harus merahasiakannya.
Pertengahan Januari 1950, Menteri UNI dan Urusan Provinsi Seberang
Lautan,

Mr.

J.H.

van

Maarseven

berkunjung

ke

Indonesia

untuk

mempersiapkan pertemuan Uni Indonesia-Belanda yang akan diselenggarakan


pada bulan Maret 1950. Hatta menyampaikan kepada Maarseven, bahwa dia
telah memerintahkan kepolisian untuk menangkap Westerling.
Ketika berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS Juanda pada
20 Januari 1950 menyampaikan kepada Menteri Gtzen, agar pasukan elit RST
yang dipandang sebagai faktor risiko, secepatnya dievakuasi dari Indonesia.
Sebelum itu, satu unit pasukan RST telah dievakuasi ke Ambon dan tiba di
Ambon tanggal 17 Januari 1950. Pada 21 Januari Hirschfeld menyampaikan
kepada Gtzen bahwa Jenderal Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan
Belanda Schokking telah menggodok rencana untuk evakuasi pasukan RST.

19

Pada 22 Januari pukul 21.00 dia telah menerima laporan, bahwa


sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan
desersi dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar.
Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL J.H.W. Nix melaporkan,
bahwa kompi "Erik" yang berada di Kampemenstraat malam itu juga akan
melakukan desersi dan bergabung dengan APRA untuk ikut dalam kudeta,
namun dapat digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt.
Engles segera membunyikan alarm besar. Dia mengontak Letnan Kolonel TNI
Sadikin, Panglima Divisi Siliwangi. Engles juga melaporkan kejadian ini
kepada Jenderal Buurman van Vreeden di Jakarta.
Antara pukul 8.00 dan 9.00 dia menerima kedatangan komandan RST
Letkol Borghouts, yang sangat terpukul akibat desersi anggota pasukannya.
Pukul 9.00 Engles menerima kunjungan Letkol. Sadikin. Ketika dilakukan apel
pasukan RST di Batujajar pada siang hari, ternyata 140 orang yang tidak hadir.
Dari kamp di Purabaya dilaporkan, bahwa 190 tentara telah desersi, dan dari
SOP di Cimahi dilaporkan, bahwa 12 tentara asal Ambon telah desersi.
Namun upaya mengevakuasi Regiment Speciale Troepen (RST),
gabungan baret merah dan baret hijau telah terlambat untuk dilakukan. Dari
beberapa bekas anak buahnya, Westerling mendengar mengenai rencana
tersebut, dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada 23
Januari 1950, Westerling melancarkan kudetanya. Subuh pukul 4.30, Letnan
Kolonel KNIL T. Cassa menelepon Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu
pasukan kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung."
Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang
mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut,
termasuk Letnan Kolonel Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak ada korban
seorang pun.
Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah
anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju Jakarta dengan
maksud untuk menangkap Presiden Soekarno dan menduduki gedung-gedung
pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan Tentara Islam

20

Indonesia (TII) yang diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga serangan


ke Jakarta gagal dilakukan.
Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan
RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing.
Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, dan pada 24 Januari 1950 bertemu lagi
dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang didampingi oleh
sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan kritik pedas terhadap Westerling atas
kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di
Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian Westerling pergi
meninggalkan hotel.
Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk
mengulang tindakannya. Pada 25 Januari, Hatta menyampaikan kepada
Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan
menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling
melakukan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam
waktu itu.
Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang
antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, menjadi berita utama media
massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita Reuters
yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan berita yang sensasional.
Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne Sun memberitakan di halaman
muka: "Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia Tenggara."
Duta Besar Belanda di Amerika Serikat, van Kleffens melaporkan bahwa di
mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui
Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "de zwarte hand van
Nederland" (tangan hitam dari Belanda).
B. Pemberontakan Andi Azis
Andi Azis adalah seorang mantan Letnan KNIL dan sudah masuk TNI
dengan pangkat Kapten, dia ikut berontak bahkan memimpinnya. Dia memiliki
riwayat yang sama uniknya dengan petualang KNIL lainnya seperti Westerling.

21

Andi Aziz memiliki cerita hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak
jauh berbeda dengan orang orang Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak
heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan yang jauh berbeda seperti orangorang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu KNIL. Bisa dipastikan
Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi serdadu
KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan
pangkat tertinggi dalam KNIL. Pemberontakan Andi Azis terjadi di Sulawesi
Selatan (Makassar) pada tanggal 5 April 1950.
Latar belakang timbulnya pemberontakan Andi Aziz adalah sebagai
berikut:
1. Timbulnya pertentangan pendapat mengenai peleburan Negara bagian
Indonesia Timur (NIT) ke dalam negara RI. Ada pihak yang tetap
menginginkan NIT tetap dipertahankan dan tetap merupakan bagian dari
wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS), sedangkan di satu pihak lagi
menginginkan NIT melebur ke negara Republik Indonesia yang
berkedudukan di Yogyakarta.
2. Ada perasaan curiga di kalangan bekas anggota anggota KNIL yang
disalurkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Setikat
(APRIS)/TNI. Anggota anggota KNIL beranggapan bahwa pemerintah
akan menganaktirikannya, sedangkan pada pihak TNI sendiri ada semacam
kecanggungan untuk bekerja sama dengan bekas lawan mereka selama
perang kemerdekaan.
Kedua hal tersebut mendorong lahirnya pemberontakan bersenjata yang
dipimpin oleh bekas tentara KNIL, Andi Aziz, pada tanggal 5 April 1950.
Padahal sebelumnya, pemerintah telah mengangkat Andi Aziz menjadi Kapten
dalam suatu acara pelantikan penerimaan bekas anggota KNIL ke dalam tubuh
APRIS pada tanggal 30 Maret 1950. Namun, karena Kapten Andi Aziz
termakan

hasutan

Mr.

Dr.

Soumokil

yang

menginginkan

tetap

dipertahankannya Negara Indonesia Timur (NIT), akhirnya ia mengerahkan


anak buahnya untuk menyerag Markas Panglima Territorium. Ia bersama anak
buahnya melucuti senjata TNI yang menjaga daerah tersebut. Di samping itu,

22

Kapten Andi Abdul Aziz berusaha menghalang halangi pendaratan pasukan


TNI ke Makassar karena dianggapnya bahwa tanggung jawab Makassar harus
berada di tangan bekas tentara KNIL.
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas
keamanan di Negara Indonesia Timur.
2. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
3. Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.
Dengan anggapan sudah merasa kuat pada tanggal 5 April 1950, setelah
menangkap dan menawan Letnan kolonel Mokoginta, Panglima Territorium
Sulawesi, Kapten Andi Aziz mengeluarkan pernyataan yang ditujukan kepada
pemerintah pusat di Jakarta. Adapun isi pernyataan itu adalah sebagai berikut :
1.

Negara Indonesia Timur harus tetap dipertahankan agar tetap berdiri


menjadi bagian dari RIS.

2.

Tanggung jawab keselamatan daerah NIT agar diserahkan kepada pasukan


KNIL yang telah masuk menjadi anggota APRIS. TNI yang bukan berasal
dari KNIL tidak perlu turut campur.

3.

Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Hatta supaya tidak mengizinkan


NIT dibubarkan dan bersatu dengan Republik Indonesia.
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat bertindak

tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu
4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi,
senjata-senjata

dikembalikan,

dan

semua

tawanan

harus

dilepaskan.

Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan


ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April
1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah
Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi
Azis

dihadapkan

ke

Pengadilan

Militer

di

Yogyakarta

untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun


penjara.

23

C. Pemberontakan RMS
Di

Maluku

Selatan,

beberapa

tokoh

politik

dan

intelektual

memprakarsai pemisahan diri Maluku Selatan dari Negara Indonesia Timur dan
dengan demikian dari RIS. Mereka adalah a.l. Dr. Christiaan Robert Steven
Soumokil bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Timur dan kemudian menjadi
Menteri Kehakiman NIT. Selain itu Ir. Johannes A. Manusama, Albert Wairisal
dan J.H. Manuhutu. Mereka tidak menyetujui bergabungnya Negara Indonesia
Timur dengan Republik Indonesia Serikat, dan menginginkan suatu Negara
yang mandiri dan berdaulat,tidakdibawah RIS.
Pada 25 April 1950 mereka mendeklarasikan berdirinya Republik
Maluku Selatan (RMS), dan mengangkat J.H. Manuhutu sebagai Presiden dan
Albert Wairisal sebagai Perana Menteri. Para menterinya adalah, Mr.Dr.C.R.S..
Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, J.B. Pattiradjawane, S.J.H. Norimarna, H.F.
Pieter, P.W. Lokollo, A. Nanlohy, Ir. J.A. Manusama, Dr. Th. Pattiradjawane, Z.
Pesuwarissa.
Pada 27 April 1950 Dr. J.P. Nikijuluw diangkat menjadi Wakil Umum
RMS untuk luar negeri dan berkedudukan di Den Haag, Belanda. Pada 3 Mei
1950, Soumokil menggantikan ManuhutusebagaiPreisenRMS.
Pada 9 Mei, dibentuklah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan
Mayor KNIL Dantje J. Samson diangkat menjadi Panglima Tertinggi. Sebagai
Kepala Staf diangkat Sersan Mayor Pattiwael. Anggota staf lainnya adalah
Sersan mayor Kastanja, Sersan Mayor Pieter dan Sersan Mayor Aipassa. Sistim
kepangkatannya mengikuti sistem KNIL.
Pemerintah RIS mencoba menyelesaikan secara damai dan mengirim
tim yang diketuai Dr. Josef Leimena sebagai misi perdamaian ke Ambon. Tapi
delegasi yang terdiri dari para politikus, rohaniwan dan intelektual yang juga
berasal dari Maluku tidak berhasil merubah keputusan para petinggi RMS.
Pemerintah RIS kemudian memutuskan untuk menumpas RMS dengan
kekuatan bersenjata. Kolonel Alex E. Kawilarang kembali ditugaskan menjadi
komandan pasukan yang akan menumpasgerakanseparatis ini.

24

Pada 14 Juli 1950 pasukan APRIS mulai penyerbuan terhadap kubu


pertahanan RMS. Pada 15 Juli Pemerintah RMS mengumumkan SOB (Staat
van Oorlog en Beleg - Negara Dalam Bahaya). Pada 28 September 1950
APRIS menyerbu Ambon dan pada 3 November seluruh Ambon dapat dikuasai
pasukan APRIS. Kekuatan bersenjata RMS berhasil ditumpas pada
akhirNovember1950.
Pada 4 dan 5 Desember 1950 melalui Haruku dan Saparua, pusat
pemerintahan RMS beserta APRMS mengungsi ke Pulau Seram. Tahun 1952
J.H. Manuhutu tertangkap di Seram, sementara sebagian pemimpin RMS
lainnya melarikan diri ke Belanda. RMS kemudian mendirikan di Belanda
pemerintahan di pengasingan (government in exile).
D. Pemberontakan DI/TII
Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud
Beureueh bahwa Aceh merupakan bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah
pimpinan Imam Kartosuwirjo pada tanggal 20 September 1953.
Daued Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer
Daerah Istimewa Aceh" sewaktu agresi militer pertama Belanda pada
pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas
pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil
maupun militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur Militer,
Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Daud Beureuh juga berhasil
memengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie.
Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya dapat
mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk sejumlah kota.
Sesudah bantuan datang dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah,
operasi pemulihan keamanan ABRI ( TNI-POLRI ) segera dimulai. Setelah
didesak dari kota-kota besar, Daud Beureuh meneruskan perlawanannya di
hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan
dengan suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember
1962 atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral
Makarawong.

25

Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga tercatat melakukan


pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para
pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan
ABRI (TNI-POLRI). Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut
pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hadjar dengan
diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota ABRI.
Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia kembali
melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah
akhirnya menugaskan pasukan ABRI (TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu
Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota
gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.
Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa
Tengah. Semula ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah
dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh
beberapa alasan. Pertama, terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah
dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia Ideologi
Islam. Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa
aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah
terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam.
Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI
tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di
daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi
Militer II, harus diserahkan kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat,
adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo. Hingga kini
Amir Fatah dinilai sebagai pembelot baik oleh negara RI maupun umat muslim
Indonesia.
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi
Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar
Muzakkar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan
gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade
Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak di antara
mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah
26

mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps


Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima
Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya
melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan
mengadakan pengacauan. Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya
menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII
Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar
Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah
baku tembak.

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan

27

Periode antara Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, dan saat


Belanda mengakui dan memindahkan kedaulatan kepada RI pada tanggal 27
Desember 1949 (disebut sebagai masa Perang Kemerdekaan), kebijakan
politik luar negeri Indonesia ditujukan pada usahausaha untuk memperoleh
pengakuan internasional terhadap kemerdekaannya. Perjuangan diplomasi
telah berperan sangat signifikan dalam usaha memperoleh pengakuan dan
mempertahankan

kemerdekaan

RI

itu.

Status

Kemerdekaan

RI

dipersengketakan oleh pihak Belanda yang ingin kembali meneruskan


penjajahannya terhadap Indonesia dengan berbagai cara. Dalam upaya
penyelesaian persengketaan ini, pemerintah RI selalu menghindari masalah
ini dianggap hanya sebagai masalah antara Indonesia dan Belanda saja.
Pemerintah RI selalu berusaha untuk menginternasionalisasi sengketanya
dengan Belanda. Pola perjuangan periode 1945-1950 mempunyai ciri utama
yaitu perjuangan dilakukan dalam dua front, yaitu front perjuangan yang
menggunakan kekuatan bersenjata dan front lainnya adalah front yang
menggunakan jalan perundingan melalui diplomasi yang damai. Dua front
perjuangan ini pada masa awal kemerdekaan sempat menjadi masalah,
dimana para pendukungnya sama-sama berkeyakinan kalau dengan frontnya
maka RI akan berhasil mempertahankan kemerdekaannya. Para pemimpin
segera mengambil tindakan bijaksana, yang jika tidak dilakukan dapat
berdampak pada perpecahan dalam tubuh RI. Perjuangan fisik dan perjuangan
diplomasi hendaknya tidak dipisah-pisahkan secara harfiah, melainkan harus
saling melengkapi, bagaikan dua sisi dalam sebuah mata uang. Ketika
perjuangan dengan jalan diplomasi tidak membawa hasil atau mengalami
kebuntuan maka perjuangan bersenjatalah yang akan menjadi tumpuan
harapan. Melalui jalan diplomasi, RI memperoleh pengakuan, baik secara de
facto maupun de jure. Keberhasilan RI memperoleh dukungan, simpati dan
goodwill adalah hasil dari perjuangan diplomasi RI baik secara bilateral,
regional maupun multilateral.
Dengan umur yang masih sangat muda, diplomasi Indonesia sudah
dipaksa untuk menjadi matang dan tangguh. Usaha para pemimpin bangsa

28

dan delegasi perwakilan RI dalam setiap perundingan senantiasa berjuang


dengan itikad baik dan tujuan yang konsisten, yaitu pembebasan dari
belenggu penjajahan Belanda selama-lamanya. Selama periode Perang
Kemerdekaan, RI melakukan kegiatan diplomasi yang intensif mengenai
berbagai masalah dan peristiwa penting yang menentukan bagi masa depan
RI. Dimulai dari perundingan informal di Hoge Veluwe sampai dengan KMB
telah memberikan pelajaran bagi perjuangan diplomasi Indonesia.
Pada masa sekarang, prioritas politik luar negeri RI berbeda dengan
prioritas ketika masa Perang Kemerdekaan. Bukan lagi untuk memperoleh
pengakuan terhadap kemerdekaan RI, tapi sekarang lebih pada usaha-usaha
untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang dapat memberikan
perbaikan bagi keadaan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan politik luar negeri
RI tersebut, harus dimanifestasikan kedalam bentuk hubungan diplomasi yang
intensif dengan berbagai negara, baik di tingkat bilateral, regional maupun
multilateral. Unjuk kekuatan senjata sekarang sudah menjadi hal yang paling
ditentang oleh dunia internasional. Aksi unilateral dimusuhi oleh hampir
seluruh negara di dunia. Pemerintah RI melalui Departemen Luar Negeri,
harus dapat menjadi ujung tombak perjuangan diplomasi bangsa. Perjuangan
diplomasi yang mampu melibatkan seluruh komponen bangsa dan memakai
semua keunggulan yang dimiliki oleh Republik Indonesia untuk mewujudkan
dan melindungi kepentingan nasionalnya.
3.2

Saran
Di harapkan semoga pembaca khususnya caloncalon pendidik dapat

memahami dan mengerti akan Dinamika hasil perjuangan perang dan diplomasi.

DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Djoened & Nugroho, Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia 6. Jakarta : Balai Pustaka.

29

Nasution, Abdul Haris. 1979. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Bandung:


Angkasa.
www.peran-diplomasi-dalam-memenangkan.html
www.jalur-diplomasi-yang-ditempuh-indonesia.html
www.perjuangan-mempertahankan-kemerdekaan-melalui-perjuangandiplomasi.htm

30

Anda mungkin juga menyukai