PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
bukanlah akhir perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi, ini merupakan awal
perjuangan baru bangsa ini dalam membangun sebuah tatanan berbangsa dan
bernegara. Sebuah negara berdiri bukan hanya berdasarkan wilayah, namun
juga membutuhkan perangkat pemerintahan, dan yang terpenting adalah
pengakuan kedaulatan dari negara lain. Karena pada hakikatnya (seperti
halnya manusia sebagai makhluk sosial), dalam kehidupan bernegara juga
membutuhkan negara lain agar bangsa dan negara ini dapat bergaul dan tidak
terkucilkan dalam hubungan internasional. Pasca proklamasi, Indonesia
berupaya untuk mempertahankan kedaulatan sebagai bangsa yang merdeka.
Indonesia mencoba membuktikan bahwa proklamasi yang telah dilakukan
bukanlah isapan jempol semata, akan tetapi merupakan cita-cita yang akan
dibuktikan dengan realita. Tribulasi pasca proklamasi berkutat dalam upaya
diplomasi. Peperangan memang tidak bias dielakkan, tetapi upaya diplomasi
juga tidak boleh dilupakan. Dua bentuk perjuangan itu terus dilakukan
dengan konsisten.
Perjuangan diplomasi Indonesia dilakukan dari berbagai sisi
berdasarkan target dan sasaran yang telah ditentukan. Perundingan dan
perjanjian dengan Belanda terus dilakukan tidak kenal lelah, karena bangsa
Indonesia memang membutuhkan pengakuan kedaulatan tersebut. Namun di
sisi lain, Indonesia juga membutuhkan pengakuan negara lain sebagai sebuah
legitimasi kedaulatan. Hal itulah yang diperjuangkan para diplomat Indonesia
pada saat itu.
Indonesia yang ada dalam KNIL, ML, KM, VB, dan Territoriale Bataljons.
Pada masa permulaan RIS, Menteri Pertahanan dapat merangkap sebagai
Panglima Besar APRIS.
Konferensi Antar-Indonesia dilanjutkan kembali di Jakarta pada tanggal
30 Juli sampai dengan 2 Agustus 1949 dan dipimpin oleh Perdana Menteri
Hatta yang membahas masalah pelaksanaan dari pokok-pokok persetujuan
yang telah diambil di Yogyakarta. Kedua belah pihak setuju untuk membentuk
Panitia Persiapan Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana tertib
sebelum dan sesudah Konferensi Meja Bundar (KMB). Sesudah berhasil
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan musyawarah di dalam Konferensi
Antar-Indonesia, kini bangsa Indonesia sebagai keseluruhan telah siap
menghadapi KMB. Pada tanggal 4 Agustus 1949 diangkat delegasi Republik
Indonesia yang terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Dr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr.
Supomo,dr.J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda,dr. Sukiman, Mr.
Suyono Hadinoto dkk. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak.
Pada tanggal 23 Agustus 1949 KMB dimulai di Den Haag. Konferensi
selesai pada tanggal 2 November 1949.
Berikut merupakan hasil KMB:
4
b.
c.
d.
e.
Negeri
Menteri Dalam negeri
3
4
5
6
Menteri Pertahanan
Menteri Perekonomian
Menteri Keuangan
Menteri Perhubungan, Tenaga dan
Agung
Hamengkoe Boewono IX
Ir. Djuanda
Syarifudin Prawiranegara
Ir. Herling Loah
Pekerjaan Umum
Menteri Kesehatan
8 Menteri Sosial
9 Menteri Perburuhan
10 Menteri Pendidikan, Kesenian dan
11
12
13
14
15
16
Ilmu Pengetahuan
Menteri Agama
Menteri Kehakiman
Menteri Penerangan
Menteri Penerangan
Menteri Penerangan
Menteri Penerangan
seperti karet sehingga ekspor Indonesia meningkat dan pendapatan negara juga
bertambah.
Masalah utama lain terdapat di bidang kepegawaian, baik sipil maupun
militer. Setelah perang selesai, jumlah pasukan harus dikurangi karena keuangan
negara tidak mendukungnya. Mereka perlu mendapat penampungan jika diadakan
rasionalisasi. Oleh karena itu, pemerintah membuka kesempatan untuk
melanjutkan pelajarannya dalam pusat-pusat pelatihan yang memberi pendidikan
keahlian agar mereka dapat menempuh karier sipil profesional. Juga dilakukan
usaha transmigrasi dengan wadah Corps Tjadangan Nasional (CTN). Walaupun
demikian, masalah ini belum dapat diselesaikan.
Dalam pembentukan Angkatan Perang Republk Indonesia Serikat (APRIS)
intinya diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari kalangan bekas anggota
angkatan perang Belanda. Personel bekas anggota angkatan perang Belanda
dilebur ke dalam APRIS meliputi kira-kira 33.000 orang dengan 30 orang perwira.
Pada angkatan udara diserahkan 10.000 orang. Pembentukan APRIS sebagai salah
satu keputusan KMB dengan TNI sebagai intinya ternyta menimbulkan masalah
psikologis. Di satu pihak, TNI berkeberatan untuk bekerjasama dengan bekas
musuhnya. Sebaliknya, dari pihak KNIL terdapat pula tuntutan untuk ditetapkan
sebagai aparat negara bagian dan menentang masuknya TNI ke dalam negara
bagian tersebut. Gejala ini terlihat di Bandung berupa gerakan Angakatan Perang
Ratu Adil (APRA) yang mengirimkan ultimatum kepada pemerintah RIS dan
negara Pasundan menuntut untuk diakui sebagai tentara Pasundan dan menolak
untuk mengakui Menteri Pertahanan RIS dan menyatakan bahwa dialah yang
berkuasa di daerah tersebut. Di Makassar muncul gerakan Andi Azis dan di
Ambon gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). Keadaan tersebut sengaja
diwariskan oleh Belanda dengan tujuan mempertahankan kepentingannya dan
mengacau RIS, sehingga di dunia internasional akan timbul citra bahwa RIS tidak
mampu memelihara keamanan dan ketertiban di wilayah kekuasaannya. Selain itu
harus tinggal mengatasi suasana instabilitas nasional sebagai akibat bom-bom
waktu yang sengaja ditinggalkan oleh pihak kolonialis, pemerintah juga
menghadapi pemberontakan DI/TII.
Kabinet Hatta menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, walaupun
hubungan diplomatik masih lebih banyak dilakukan dengan negara-negara Barat
daripada dengan negara komunis. Hubungan dengan negri Belanda diusahakan
menjadi lebih baik dengan harapan Belanda akan menyerahkan Irian Barat. Atas
inisiatif pihak RI, pada bulan April 1950 di Jakarta dilangsungkan Konferensi
Tingkat menteri yang pertama antara Indonesia dan Belanda. Pada konferensi
tersebut dibicarakan persiapan-persiapan untuk menyelesaikan sengketa Irian
Barat. Sebagaimana hasilnya dibentuk Komisi Irian yang anggotanya terdiri dari
atas wakil-wakil Indonesia dan Belanda. Tugas komisi ini adalah mengadakan
penyelidikan di Irian Barat serta melaporkan hasilnya. Konferensi selanjutnya
memutuskan untuk melanjutkan perundingan mengenai masalah Irian Barat atas
dasar laporan Komisi dalam Konferensi Tingkat Menteri Kedua di Den Haag pada
tanggal 4 Desember 1950. Delegasi RI yang diketuai oleh menteri luar negeri
yakni Mr. Moh. Roem mengajukan dua usul kompromi yaitu agar pengakuan
kedaulatan atas Irian Barat dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1950
sedangkan penyerahannya dapat dilakukan pada pertengahan tahun 1951.
Delegasi Indonesia juga memberikan jaminan mengenai kemerdekaan agama, hak
asasi manusia, dan otonomi seluas-luasnya bagi penduduk Irian Barat serta
jaminan perlindungan atas kepentingan-kepentingan Belanda. Namun pihak
Belanda tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa kedaulatan atas Irian Barat
berada pada Uni Indonesia-Belanda, sedangkan de facto pemerintahan tetap
ditangan mereka. Belanda menyarankan pembentukan Dewan Irian Barat dan
dalam dewan ini Indonesia mempunyai wakil-wakil yang sama jumlahnya dengan
wakil-wakil Belanda. Dengan adanya perbedaan pendapat itu, perundingan tidak
dapat diharapakan mencapai hasil.
2.2.1 Kembali ke Negara Kesatuan
RIS lahir dari hasil kompromi antara RI dan negara-negara federal
ciptaan Belanda yang dicapai dalam konferensi inter-indonesia dan dilanjutkan
dalam KMB. Ini merupakan kompromi antarelite politik. Akan tetapi rakyat di
negara-negara federal yang sejak akhir tahun 1949 menjadi negara bagian RIS
10
tetap mengehendaki bentuk negara kesatuan. Sejak awal tahun 1950 sudah
muncul gerakan-gerakan yang menuntut pembubaran negara bagian dan
penggabungannya dengan R. Pemberontakan yang dilancarkan oleh kelompok
kecil pendukung federalis seperti APRA, Andi Azis dan RMS semakin
memperkuat tuntutan tersebut.
2.3 Dampak KMB bagi Indonesia dan Belanda
2.3.1 Bagi Indonesia
Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia:
a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat
c.
d.
dimulai.
Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu
belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia
masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan
bagian dari NKRI.
Dengan pengakuan kedaulatan tanggal 27 desember 1949, maka berakhirlah
masa revolusi bersenjata di Indonesia dan secar de jure pihak Belanda telah
mengakui kemerdekaan Indonesia dalam bentuk RIS. Namun atas kesepakatan
rakyat Indonesia tanggal 17 agustus 1950, RIS dibubarkan dan dibentuk NKRI.
Selanjutnya pada tanggal 28 september 1950, Indonesia di terima menjadi anggota
PBB yang ke-60. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan Indonesia secara resmi telah
di akui oleh dunia internaisonal
2.3.2 Bagi Belanda
2.4 Kondisi politik, ekonomi, militer, budaya dan sosial RIS
a. Politik
Orang orang Belanda yang lahir di Indonesia, atau bertempat tinggal
di Indonesia lebih dari enam bulan, berhak memohon kebangsaan
Indonesia.
Para kaulanegara yang tak termasuk golongan penduduk belanda, tetapi
yang termasuk golongan penduduk orang orang asli di Indonesia,
11
b. Ekonomi
Ekonomi Negara menjadi salah satu permasalahan yang sangat
penting, karena untuk Negara yang baru berdiri perlu ditopang oleh
ekonomi yang cukup kuat. Hal ini pun tidak terlepas dari program utama
Kabinet RIS yaitu : Berusaha memperbaiki ekonomi rakyat, keadaan
keuangan, perhubungan, perumahan dan kesehatan untuk jaminan social
dan penempatan Tenaga kambali ke dalam masyarakat; mengadakan
peraturan tentang upah minimum, pengawasan pemerintah atas kegiatan
ekonomi agar kegiatan itu terwujud kepada kemakmuran rakyat
seluruhnya.
Ini menjadi pokok yang sangat substansial, karena masalah ekonomi
dan dan keuangan ini pun telah mendapat perhatian dan rekomendasi dari
KMB
melaui
Komisi
urusan
Keuangan
dan
Ekonomi.
Selama
12
13
14
perasaan. Namun yang dituntut dari mereka tidak mudah, dan memerlukan
waktu untuk penyesuaian (A.S.S. Tambunan, 1991:62).
Merupakan sebuah proses yang membutuhkan pengorbanan yang
cukup besar demi tercapainya perdamaian dan kesatuan dalam RI. Inilah yang
menjadi beban dari kebijakan RIS dalam bidang Militer, yang memang
mengacu kepada Konferensi Inter Indonesia di Yogyakarta dan hasil
rekomendasi KMB dalam Komisi urusan Militer.
d. Budaya
Hasil hasil rekomendasi dari Komisi urusan Kebudayaan RIS dalam
KMB tidak memberikan pengaruh yang signifikan, dengan kata lain
kebudayaan yang dimiliki dan dianut oleh RIS tidak akan jauh berbeda
dengan kebudayaan yang telah dianut dan dilakukan oleh Negara Negara
lainnya.
Untuk memajukan hubungan hubungan di bidang pengajaran, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan, maka dibentuklah suatu komisi bersama, yang
untuk itu setiap peserta dapat mengengkat tujuh orang anggota. Kedua peserta
akan memajukan pengetahuan tentang kebudayaan masing masing,
demikian pula tentang penukaran penerangan tentang urusan urusan
kebudayaan. Atas permintaan, bantuan di bidang kebudayaan, pendidikan dan
karya Ilmiah akan saling diberikan, termasuk soal penukaran guru guru
besar, para ahli dan guru guru, sedangkan beasiswa beasiswa disediakan
oleh para peserta kepada para ilmuwan kedua pihak secara timbale balik akan
diberi kemungkinan untuk melakukan penyelidikan di daerah pihak yang lain
(Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:312).
Telah terjadi kesepakatan antara pihak Kerajaan Belanda dengan RIS
tentang pemecahan masalah Kebudayaan. Antara Belanda dan RIS telah
bersepakat bahwa dalam hal pengetahuan, pendidikan, serta kebudayaan
diadakan kerja sama dalam pembinaan dan pembangunan kebudayaan.
Pemerintah kerajaan Belanda bersedia untuk bertukar orang orang yang ahli
dalam ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dalam kesepakatan itu pula,
tentang pemeliharaan benda benda budaya yang dimiliki oleh pemerintah
kerajaan Belanda dan RIS secara bersama sama.
15
e.
Sosial
Permasalahan yang dikemukakan dalam sidang KMB lebih kepada
belum bisa menyesuaikan diri satu sama lainnya. Ini menyebabkan kerentanan
dalam hal pertahanan RIS, dan dapat menyebabkan perpecahan dan disintegrasi
terhadap kedaulatan RIS ke depan
2.5
18
Indonesia
telah
mengeluarkan
perintah
penangkapan
terhadap
Westerling. Sebelum itu, ketika A.H.J. Lovink masih menjabat sebagai Wakil
Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda, dia telah menyarankan Hatta untuk
mengenakan pasal exorbitante rechten terhadap Westerling. Saat itu Westerling
mengunjungi Sultan Hamid II di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebelumnya,
mereka pernah bertemu bulan Desember 1949. Westerling menerangkan
tujuannya, dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan mereka. Hamid
ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi Westerling tersebut. Namun
dia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan dari Westerling. Pertemuan
hari itu tidak membuahkan hasil apapun. Setelah itu tak jelas pertemuan
berikutnya antara Westerling dengan Hamid. Dalam otobiografinya, Mmoires,
yang terbit tahun 1952, Westerling menulis, bahwa telah dibentuk Kabinet
Bayangan di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, oleh karena itu
dia harus merahasiakannya.
Pertengahan Januari 1950, Menteri UNI dan Urusan Provinsi Seberang
Lautan,
Mr.
J.H.
van
Maarseven
berkunjung
ke
Indonesia
untuk
19
20
21
Andi Aziz memiliki cerita hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak
jauh berbeda dengan orang orang Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak
heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan yang jauh berbeda seperti orangorang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu KNIL. Bisa dipastikan
Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi serdadu
KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan
pangkat tertinggi dalam KNIL. Pemberontakan Andi Azis terjadi di Sulawesi
Selatan (Makassar) pada tanggal 5 April 1950.
Latar belakang timbulnya pemberontakan Andi Aziz adalah sebagai
berikut:
1. Timbulnya pertentangan pendapat mengenai peleburan Negara bagian
Indonesia Timur (NIT) ke dalam negara RI. Ada pihak yang tetap
menginginkan NIT tetap dipertahankan dan tetap merupakan bagian dari
wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS), sedangkan di satu pihak lagi
menginginkan NIT melebur ke negara Republik Indonesia yang
berkedudukan di Yogyakarta.
2. Ada perasaan curiga di kalangan bekas anggota anggota KNIL yang
disalurkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Setikat
(APRIS)/TNI. Anggota anggota KNIL beranggapan bahwa pemerintah
akan menganaktirikannya, sedangkan pada pihak TNI sendiri ada semacam
kecanggungan untuk bekerja sama dengan bekas lawan mereka selama
perang kemerdekaan.
Kedua hal tersebut mendorong lahirnya pemberontakan bersenjata yang
dipimpin oleh bekas tentara KNIL, Andi Aziz, pada tanggal 5 April 1950.
Padahal sebelumnya, pemerintah telah mengangkat Andi Aziz menjadi Kapten
dalam suatu acara pelantikan penerimaan bekas anggota KNIL ke dalam tubuh
APRIS pada tanggal 30 Maret 1950. Namun, karena Kapten Andi Aziz
termakan
hasutan
Mr.
Dr.
Soumokil
yang
menginginkan
tetap
22
2.
3.
tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu
4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi,
senjata-senjata
dikembalikan,
dan
semua
tawanan
harus
dilepaskan.
dihadapkan
ke
Pengadilan
Militer
di
Yogyakarta
untuk
23
C. Pemberontakan RMS
Di
Maluku
Selatan,
beberapa
tokoh
politik
dan
intelektual
memprakarsai pemisahan diri Maluku Selatan dari Negara Indonesia Timur dan
dengan demikian dari RIS. Mereka adalah a.l. Dr. Christiaan Robert Steven
Soumokil bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Timur dan kemudian menjadi
Menteri Kehakiman NIT. Selain itu Ir. Johannes A. Manusama, Albert Wairisal
dan J.H. Manuhutu. Mereka tidak menyetujui bergabungnya Negara Indonesia
Timur dengan Republik Indonesia Serikat, dan menginginkan suatu Negara
yang mandiri dan berdaulat,tidakdibawah RIS.
Pada 25 April 1950 mereka mendeklarasikan berdirinya Republik
Maluku Selatan (RMS), dan mengangkat J.H. Manuhutu sebagai Presiden dan
Albert Wairisal sebagai Perana Menteri. Para menterinya adalah, Mr.Dr.C.R.S..
Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, J.B. Pattiradjawane, S.J.H. Norimarna, H.F.
Pieter, P.W. Lokollo, A. Nanlohy, Ir. J.A. Manusama, Dr. Th. Pattiradjawane, Z.
Pesuwarissa.
Pada 27 April 1950 Dr. J.P. Nikijuluw diangkat menjadi Wakil Umum
RMS untuk luar negeri dan berkedudukan di Den Haag, Belanda. Pada 3 Mei
1950, Soumokil menggantikan ManuhutusebagaiPreisenRMS.
Pada 9 Mei, dibentuklah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan
Mayor KNIL Dantje J. Samson diangkat menjadi Panglima Tertinggi. Sebagai
Kepala Staf diangkat Sersan Mayor Pattiwael. Anggota staf lainnya adalah
Sersan mayor Kastanja, Sersan Mayor Pieter dan Sersan Mayor Aipassa. Sistim
kepangkatannya mengikuti sistem KNIL.
Pemerintah RIS mencoba menyelesaikan secara damai dan mengirim
tim yang diketuai Dr. Josef Leimena sebagai misi perdamaian ke Ambon. Tapi
delegasi yang terdiri dari para politikus, rohaniwan dan intelektual yang juga
berasal dari Maluku tidak berhasil merubah keputusan para petinggi RMS.
Pemerintah RIS kemudian memutuskan untuk menumpas RMS dengan
kekuatan bersenjata. Kolonel Alex E. Kawilarang kembali ditugaskan menjadi
komandan pasukan yang akan menumpasgerakanseparatis ini.
24
25
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
27
kemerdekaan
RI
itu.
Status
Kemerdekaan
RI
28
Saran
Di harapkan semoga pembaca khususnya caloncalon pendidik dapat
memahami dan mengerti akan Dinamika hasil perjuangan perang dan diplomasi.
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Djoened & Nugroho, Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia 6. Jakarta : Balai Pustaka.
29
30