Anda di halaman 1dari 4

LATAR BELAKANG

Kampanye "Negara Boneka" Van Mook

H.J.J van Mook

Pendirian Badan Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federale Overleg disingkat BFO) tidak
lepas dari pembentukan negara federal di Indonesia. Rencana pembentukan negara federasi di Indonesia
awalnya dicetuskan oleh Letnan- Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Mook. Rencana tersebut
mengharuskan van Mook mengubah ketatanegaraan di Indonesia. Pengubahan ketatanegaraan
mengalami hambatan karena di Indonesia telah berdiri Republik Indonesia, sehingga Van Mook
mengawali rencana membentuk negara federal dengan menyebarluaskan federalisme di Indonesia pada
konferensi yang berlangsung di Hooge Veluwe. Konferensi tersebut gagal memperjuangkan federalisme
di Indonesia karena bertentangan dengan keinginan Belanda yang menginginkan RI juga masuk dalam
persemakmuran di bawah Belanda.

SEJARAH DIBENTUKNYA BFO

Van Mook kembali mengadakan konferensi di Malino tanggal 15 Juli sampai 25 Juli 1946. Konferensi
tersebut menghasilkan keputusan bahwa peserta konferensi dengan suara bulat menyetujui pengubahan
ketatanegaraan di Indonesia menjadi federasi. Setelah konferensi Malino, van Mook kembali
mengadakan Konferensi Pangkal Pinang dan Konferensi Denpasar. Konferensi tersebut menjadi langkah
awal pembentukan negara federal di Indonesia, yaitu membentuk Negara Indonesia Timur, sebagai
negara bagian yang pertama didirikan. Setelah itu Belanda berhasil membentuk negara-negara dan
daerah otonom lainnya di Indonesia.
Konferensi Malino, 1946

Van Mook kembali mengadakan konferensi untuk mewujudkan rencananya membentuk Negara
Indonesia Serikat (NIS) di Indonesia. Konferensi diadakan di Bandung tanggal 27 Mei 1948 bertempat di
Gedung Parlemen Negara Pasundan. Konferensi tersebut dihadiri oleh wakil dari negara dan daerah
otonom di Indonesia, yaitu Negara Indonesia Timur, Sumatra Timur, Sumatra Selatan, Jawa Tengah,
Pasundan, Jawa Timur, Borneo Timur, Borneo Barat, Bandjar, Bangka, dan Riau. Pada konferensi federal
van Mook mengajukan suatu rancangan pemerintahan yang telah disusunnya, yaitu pembentukan
Pemerintah Federal Sementara atau Voorlopige Federale Regering (VFR). VFR rancangan van Mook
merupakan lembaga pemerintahan yang telah ada di Indonesia dan hanya berganti nama untuk
mendapatkan kembali simpati dari bangsa Indonesia.

Peserta konferensi kecewa karena van Mook tidak memberikan kesempatan untuk mengajukan
keberatan ataupun usul pengubahan rancangan VFR. Kekecewaan tersebut membuat Ide Anak Agung
Gde Agung dan R.T. Adil Puradiredja sepakat kembali mengadakan konferensi serupa yang bertujuan
membuat rancangan pemerintahan federal di Indonesia. Konferensi tersebut diadakan di Bandung
tanggal 7 Juli 1948 dan diberi nama konferensi satuan-satuan kenegaraan atau konferensi kenegaraan
(Staatkundige Enheden Conferentie). Konferensi kenegaraan lebih dikenal sebagai Majelis
Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federale Overleg atau BFO).

Persidangan

Anggota BFO memulai sidang pertamanya di Bandung pada 7 Juli 1948. Konferensi BFO dihadiri oleh
peserta konferensi federal 27 Mei. Tujuan konferensi BFO adalah mencari jalan keluar dari situasi politik
yang gawat akibat permasalahan antara RI dan Belanda dan diharapkan konferensi dapat mencetuskan
suatu rancangan pemerintahan yang jauh lebih baik dari rancangan van Mook, apabila RI juga bersedia
menjadi bagian dari pemerintahan federal yang meliputi seluruh Indonesia.
Ide Anak Agung Gde Agung bersama Sultan Hamid II dari Pontianak

BFO kembali melanjutkan konferensi selama tiga hari mulai tanggal 15 Juli sampai 18 Juli 1948. Pada
konferensi tiga hari tersebut, BFO membicarakan rancangan pemerintah peralihan yang dinamai
Pemerintah Federal Interim (Federale Interim Regering atau FIR). Pembicaraan tersebut berkaitan
dengan ikut sertanya RI dalam susunan FIR. Apabila RI tidak berkenan maka FIR tetap akan dibentuk
untuk menyiapkan sebuah negara serikat yang terdiri dari orang-orang Indonesia saja. Setelah
terbentuknya FIR akan diadakan sebuah perundingan kembali untuk mengupayakan RI menjadi bagian
dari FIR.

BFO mengumumkan resolusinya pada konferensi pers tanggal 27 Juli 1948 di Gedung Indonesia Serikat Jl.
Pejambon No.6 Jakarta. Resolusi BFO berisi enam dasar yang digunakan dalam memutuskan 26 butir
pasal. Resolusi pertama BFO berisikan tentang konsep pemerintahan yang berbentuk federal dan terdiri
dari direktorium, beranggotakan sekurang-kurangnya tiga orang dari Indonesia. Resolusi tersebut juga
telah mencakup penentuan wakil negara federal dan daerah otonom di Dewan Perwakilan Rakyat
berdasarkan jumlah penduduk. Golongan minoritas juga mendapatkan hak untuk memiliki perwakilan di
dewan perwakilan.

Tanggal 21 Januari 1949 dilakukan pertemuan antara delegasi BFO, Mr. Djumhana dan dr. Ateng dengan
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta untuk membahas rencana pembicaraan antara
wakil Republiken dan Belanda. Delegasi Republik Mohammad Roem menyatakan bahwa RI bersedia
berunding dengan BFO jika diawasi oleh Komisi PBB. Pertemuan RI-Belanda-BFO kemudian dilakukan di
Hotel Des Indes, Jakarta pada tanggal 14 April 1949. Hasil pertemuan ini diantaranya angkatan
bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya, Pemerintah Republik Indonesia akan
menghadiri Konferensi Meja Bundar, Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, dan
Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua
tawanan perang.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan ini, pada 22 Juni 1949 kembali diadakan perundingan antara RI,
BFO dan Belanda. Pertemuan ini menghasilkan keputusan bahwa kedaulatan akan diserahkan kepada
Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948, Belanda dan Indonesia
akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak serta Hindia Belanda
akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia.

Konferensi Meja Bundar dan Republik Indonesia Serikat


Konferensi Inter-Indonesia

Sebelum melangkah ke forum internasional, wakil-wakil RI


berunding dua kali dengan wakil-wakil BFO dalam
Konferensi Inter-Indonesia di Yogyakarta (22 Juli 1949),
dan Jakarta (1 Agustus 1949).[6] Mereka sepakat mengenai aspek-aspek terpenting dalam usaha
menciptakan suatu sistem politik baru. Perundingan itu kemudian dilanjutkan ke Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag.

Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda

KMB digelar pada 23 Agustus 1949, ketika itu delegasi


Indonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta, sementara delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II. Pada
konferensi tersebut, dibentuk komisi-komisi yang membahas berbagai aspek dalam rangka serah terima
dari Belanda pada Republik Indonesia Serikat, serta persiapan pembentukan Uni Indonesia Belanda.
KMB berakhir pada 2 November 1949 dengan terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat.

Pada tanggal 14 November 1949 di Jakarta, wakil dari semua anggota BFO dan pemerintah Indonesia
menandatangani Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Selain menunjuk wakil-wakil untuk duduk di
Senat Republik Indonesia Serikat, BFO juga menunjuk wakil-wakilnya untuk duduk di Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS).

Anda mungkin juga menyukai