Anda di halaman 1dari 3

Perundingan Merupakan suatu kegiatan diplomasi yang itu adalah satu dari sekian strategi yang

akan dijalankan demi untuk mempertahankan sebuah kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.
Hal tersebut dipilih, untuk menghindari akan jatuhnya  korban jiwa diantara kedua belah pihak
yang sedang bertikai, dalam hal ini Bangsa Indonesia yang meminta haknya untuk merdeka
sebagai negara berdaulat. Dan Belanda yang enggan melepaskan masa penjajahannya disebabkan
potensi alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sangatlah besar jika dibandingkn dengan di
negeri Belanda itu sendiri.

Latar Belakang 
Perubahan iklim politik yang ada di Vietnam pada kenyataannya membawa sebuah pemikiran
pada Van Mook, melihat Vietnam dan Perancis yang kemudian terjadi sebuah kesepakatan yang
membawa Vietnam menjadi sebuah negara yang merdeka yang berada didalam kekuasaan
federasi Indo-Cina. Maka Van Mook juga akan memberikan usulan secara pribadi agar supaya
Indonesia setuju sebagai wakil Jawa dalam upaya membentuk negara yang bebas dalam lingkup
kerajaan Belanda.Pada 27 Maret 1946 Syahrir memberikan balasan terhadap usulan yang
dikemukakan olek Van Mook tersebut dalam bentuk traktat yang merupakan konsep persetujuan.
Berikut pokok-pokok isi konsep tersebut, diantaranya ialah.
1. Kedaulatan Republik Indonesia secara penuh atas pulau Jawa dan Sumatera untuk diakui
oleh pemerintahan Belanda.

2. Kedua belah pihak bersama-sama akan membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS)

Dengan tercapainya usulan tersebut, maka kedua belah pihak yang juga diwakili oleh Syahrir
dari Indonesia dan Van Mook yang akan mewakili pihak Belanda yang juga dihadiri oleh
Archibald Clark Kerr yang selaku pihak yang menengahi pertemuan tersebut. Yang kemudian
hasilnya tersebut akan dibawa kepada pemerintahan Belanda untuk segera memperoleh
persetujuan karena Van Mook telah mengungkapkan bahwa dirinya tak memiliki kekuasaan
untuk memenuhi usulan dari pemerintah Indonesia tersebut.

 Tokoh Perundingan
Seorang Sir Archibald Clark Kerr sekali lagi juga akan ikut serta dalam sebuah perundingan
yang akan di laksanakan di kota Hooge Valuwe Belanda pada 14 April sampai dengan 25April
1946. Perundingan tersebut adalah perundingan lanjutan yang dilakukan antara bangsa Indonesia
dan juga Belanda. Menyusul beberapa perundingan sebelumnya yang mengalami kebuntuan dan
juga pengingkaran oleh pihak Belanda, seperti misal yang terjadi dalam Sejarah Perjanjian
Renville. Perjanjian kali ini yang dilaksanakan di kota Hooge Valuwe berisi sebuah konsep
mengenai pengakuan Belanda terhadap kedaulatan bangsa Indonesia atas wilayah Pulau Jawa
dan Pulau Sumatera.
Berikut ini beberapa delegasi yang ikut serta dalam perundingan yang dilaksnakan di kota Hooge
Veluwe tersebut diantaranya pihak Indonesia yang diwakili oleh:
1. dr. Sudarsono (menteri Dalam Negeri),
2. Mr. Suwandi (Menteri Kehakiman) serta
3. Mr. A.K. Pringgodigdo (Sekertaris Kabinet)
Dan dari pihak Belanda mengirimkan wakilnya diantara adalah sebagai berikut:
1. Dr. Van Mook,
2. Dr. Idenburgh,
3. Prof. Logemann,
4. Dr. Van Royen,
5. Prof. Van Asbeck,
6. N. St Pamuncak dan Rm Setyajid (anggota perlemen Belanda)
7. Maruto Darusman (Perhimpunan Indonesia)
8. Sultan Hamid II, dan
9. Surio Santosa Kolonel KNIL
Serta Pihak sekutu yang mengutus Sir Archibald Clark Kerr sebagai wakilnya, pihak Sekutu
yang bertindak menjadi penengah diantara kedua belah pihak yang melakukan perundingan,
dalam hal ini bangsa Indonesia dan juga pemerintahan Belanda. Para utusan delegasi dari
Indonesia tersebut pada 4 April 1946 mulai diberangkatkan dengan menumpang sebuah pesawat
terbang milik Maskapai Penerbangan Belanda KLM. Perundingan yang akan dilaksanakan di
kota Hooge Veluwe ini pada kenyataannya mengalami kebuntuan. Hal ini disebabkan oleh dari
pihak Belanda tidak bersedia bahkan menolak keras kesepakatan yang telah dilakukan antara
Sjahrir, Van Mook dan Archibald Clark Kerr.

Isi Hasil Perundingan


Dengan tidak mengakui untuk kedaulatan bangsa Indonesia secara de facto atas Pulau Jawa dan
Pulau Sumatera. Akan tetapi, Belanda cuma akan mengakui kedaulatan bangsa Indonesia
terbatas atas Pulau Jawa dan Madura beserta daerah yang sebelumnya telah berada dibawah
kependudukan  Sekutu. Dengan terjadinya kebuntuan tersebut atas perundingan yang dilakukan
itu, membuat hubungan Indonesia dan Belanda menjadi terputus dan juga semakin memburuk.
Belanda yang tidak sungguh-sungguh untuk melaksanakan setiap perjanjian yang dibuat,
membuat Belanda selalu ingin untuk memecah belah bangsa Indonesia. Dan dengan melakukan
politik adu dombanya tersebut (devide et impera) ditengah-tengah konflik internal bangsa
Indonesia yang baru untuk memulai pemerintahan. Perpecahan ditujukan dalam upaya guna
untuk memuluskan usaha Belanda dalam menguasai bangsa Indonesia sepenuhnya, ini terlihat
dari beberapa utusan bangsa Inonesia yang berbalik arah dan bergabung dengan pihak Belanda.
Ditengah memburuknya keadaan hubungan bangsa Indonesia dan juga pihak Belanda tersebut,
pada 2 mei 1946 Van Mook datang kembali dengan membawa sebuah usulan yang ditujukan
kepada pemerintahan Indonesia. Ada beberapa pokok dari usulan tersebut, diantaranya adalah
sebagai berikut :

1. Pihak pemerintahan Belanda akan memberikan pengakuan pada Republik Indonesia 


menjadi bagian dari negeri persemakmuran (gemennebest) yaitu Republik Indonesia
menjadi negara yang berbentuk federasi atau juga perserikatan.

2. Indonesia yang menjadi negeri federasi persemakmuran Indonesia menjadi negeri


persemakmuran Belanda yang lain seperti misal Nederland, Suriname, dan Curacao yang
akan menjadi bagian dari kerajaan Belanda.

3. Pemerintahan Belanda akan bersedia mengakui bangsa Indonesia secara de facto atas


wilayah pulau Jawa, Madura, dan Sumatera tidak termasuk wilayah yang dikuasai oleh
tentara Inggris dan juga Belanda (sekutu).
Usulan yang dibawa oleh Van Mook selajutnya tersebut ditolak secara keras oleh bangsa
Indonesia karena selain tidak membawa keuntungan untuk rakyat dan juga bangsa Indonesia
secara keseluruhan hal tersebut juga hanya akan menguntungkan bagi pihak Belanda saja.
Bangsa Indonesia menjawab usulan tersebut dengan mengajukan usulan baru kepada pihak
Belanda, yakni berikut beberpa isinya menurut Mawarti Djoened Poesponegoro (1984:127).

1. Republik Indonesia akan berkuasa secara de facto atas pulau Jawa, Madura, Sumatera,
dan juga ditambah dengan beberapa wilayah yang dulunya berada dibawah kendali
tentara Sekutu (Inggris dan juga Belanda).

2. Republik Indonesia dengan sangat tegas menolak keras dijadikan sebagai negara boneka
atau negara federasi seperti gemeennebest, rijkverband, koloni, trusteenship
territory ataupun federasi ala Vietnam maupun bentuk-bentuk federasi lainnya.

3. Republik Indonesia meminta pasukan Belanda yang dikirim ke wilayah Indonesia segera
untuk dapat dihentikan, dan pemerintah Indonesia pun tidak akan melakukan
penambahan pasukan.

4. Republik Indonesia tidak akan menyetujui adanya periode peralihan atau over-gangs-


periode  yang berada dibawah kekuasaan kedaulatan pemerintah Belanda tersebut.

Karena upaya perundingan tersebut mengalami kebuntuan yang membuat suasana politik
semakin memanas, akhirnya para delegasi pun memutuskan kembali ke tanah air dengan tangan
kosong tanpa ada kesepakatan apapun. Dalam kepulangan delegasi Indonesia tersebut ikut pula
Rm Setyajid, Sugondo dan juga Maruto Darusman. Yang kemudian hari menjadi otak/dalang
dari pemberontakan yang terjadi di Madiun.

Anda mungkin juga menyukai