PENDAHULUAN
Pada awal abad 19, di Sumatra masih terdapat banyak kerajaan tradisional seperti Aceh,
Palembang, Siak, Kampar, dan Jambi. Aceh merupakan salah satu kerajaan besar yang penting di
Sumatera. pada waktu itu, Aceh mempunyai peranan penting karena terletak di ujung utara
Sumatra yang merupakan jalur lalu lintas perdagangan laut dan satu-satunya kerajaan yang
berdaulat penuh atas wilayahnya. Hal tersebut ditandai dengan adanya traktat London tahun
Aceh terletak di jalur lalulintas perdagangan laut yang sangat ramai. Hal tersebut
memberi manfaat bagi kerajaan Aceh sendiri, antara lain bertambahnya pemasukan upeti dari
para pedagang yang melintasi perairan yang dikuasai kerajaan Aceh. Dibukanya Terusan Suez
juga membuat Aceh semakin ramai sebagai jalur lalulintas perdagangan dunia. Letak strategis
Aceh tersebut tidak hanya memberi dampak positif tetapi juga memberi dampak negatif bagi
Aceh. Banyak kerajaan-kerajaan dan kekuasaan diluar Aceh yang berusaha merebut Aceh,
Pada awal abad 19 pemerintah Hindia Belanda mulai melebarkan sayap kekuasaannya
diluar pulau Jawa, termasuk wilayah Sumatra. Hal tersebut untuk melindungi wilayah jajahan
Belanda supaya tidak direbut oleh Inggris yang pada saat itu menguasai Semenanjung Malaya.
Pada tahun 1930-an Belanda berhasil menguasai daerah Sibolga dan Tapanuli yang maíz menjadi
daerah kekuasaan Aceh.. Selain itu pada tanggal 1 februari 1858 sultan Siak diikat perjanjian
oleh pemerintah Hindia Belanda. Padahal daerah-daerah tersebut sejak Sultan Iskandar Muda,
1
1.2 Rumusan Masalah
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan para siswa tentang perang aceh.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Perlawanan Aceh
Dengan dikuasainya Siak oleh Belanda, menunjukkan bahwa Belanda sudah tidak konsisten
dengan isi traktat London 1924. Hal tersebut benar-benar membuat Aceh marah dan tidak tinggal
diam. Akhirnya Aceh pun menyusun rencana dalam menghadapi pihak Belanda, pemerintah
Hindia Belanda juga mempersiapkan diri guna menyerang Aceh. Akhirnya pada tanggal 26
maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan melakukan serangan di daratan Aceh.
Sultan Ismail dari Siak (1827-1867) merupakan penguasa yang tidak pernah berhasil
menjadi penguasa di negerinya yang penuh gejolak. Setelah lepas dari kendali ayahnya pada
tahun 1840, ia berhadapan berhadapan dengan pemberontakan yang dilancarkan oleh iparnya
sendiri. Kemudian pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan oleh Tengku Putra, yang sejak
itu juga memerintah Siak sebagai Raja muda. Sultan Ismail berselisih dengan saudaranya sendiri
yakni Tengku Putra untuk memperoleh kekuasaan di Siak. Sultan Ismail meminta bantuan dari
pihak Belnda untuk mengalahkan saudaranya. Tetapi sebelum memberi bantuan kepada Sultan
Ismail, Belanda lebih dahulu mengikat Ismail dengan sebuah perjanjian. Nieuwenhuyzen,
Residen Riau dikirim ke Siak untuk mengatasi masalah Sultan Ismail dan Tengku Putra.
Nieuwenhuyzen membuat perjanjian persahabatan dengan Sultan Ismail jika nantinya bantuan
yang diberika Belanda berhasil mengalahkan musuh Sultan Ismail maka Siak harus tunduk
dibawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Sultan Ismail menyetujui isi perjanjian yang
diajukan oleh Residen Riau teresbut. Belanda pun mulai melancarkan serangannya terhadap
3
Tengku Putra, akhirnya Tengku Putra pun melarikan diri dari Siak karena tidak mampu melawan
Sesudah Tengku Putra melarikan diri dari Siak, Sultan Ismail naik tahta menjadi
pemimpin di Siak. Tetapi berdasarkan perjanjian yang sudah disepakati antara Sultan Ismail dan
Pemerintah Hindia Belanda maka Siak harus tunduk kepada Pemerintah kolonial, padahal daerah
Siak sejak pemerintahan Sultan Iskandar Muda berada dibawah kekuasaan Aceh. terjadinya
perang Aceh. Karena hal tersebut bertentangan dengan hegemoni Aceh maka untuk mencegah
penetrasi lebih lanjut banyak kapal perang Aceh yang dikerahkan di pantai timur Sumatera,
tetapi akhirnya wilayah Deli, Serdang, dan Asahan tetap jatuh ke tangan Belanda. Hal tersebut
Dibukanya Terusan Suez pada awal abad 19 membuat Aceh mempunyai kedudukan
strategis karena terletak dalam urat nadi perkapalan internasional. Belanda memandang situasi
tersebut sangat gawat karena memasuki masa dimana imperialisme dan kapitalisme mulai
memuncak dan negara-negara barat mulai berlomba mencari daerah jajahan baru. Lalu lintas
Selat Malaka juga semakin ramai sesudah dibukanya Terusan Suez dan Aceh merupakan pintu
gerbang utama untuk menuju Selat Malaka. Hal tersebut juga melatar belakangi ekspansi
Ditandatanganinya perjanjian Sumatera antara Inggris dan Belanda pada 1871 yang
melanggar isi Traktat London 1824. Kebijakan Inggris terhadap Aceh mengalami perubahan
pada tahun 1860-an dan tidak lagi memberi kedaulatan penuh bagi Aceh. Ketika persaingan
diantara keluatan-kekuatan Eropa untuk mendapatkan daerah jajahan meningkat, maka London
memutuskan lebih baik Belanda yang menguasai Aceh dari pada negara yang lebih kuat seperti
Perancis dan Amerika yang akan menguasainya. Hasilnya adalah ditandatanganinya perjanjian
4
Sumatera pada 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk melakukan ekspansi
diseluruh wilayah Sumatera termasuk Aceh atas persetujuan Inggris dan sebagai gantinya
Belanda menyerahkan pantai emas Afrika kepada Inggris. Perjanjian tersebut juga
mengumumkan bahwa Belanda ingin menguasai Aceh. Hal tersebut juga memicu terjadinya
Amerika, kerajaan Italia, kesultanan Usmaniah Singapura dan Turki Ustmani. Melihat negaranya
yang terancam oleh penetrasi Belanda, Aceh mulai mengadakan hubungan dengan negara-negara
lain seperti Amerika Serikat, Italia, Singapura, dan Dinasti Turki Ustmani untuk meminta
bantuan. Pada bulan januari 1873 Sultan Aceh mengirimkan seorang utusan ke Turki untuk
meminta bantuan apabila Belanda menyerang Aceh dengan kekerasan. Kemudian sebuah utusan
yang dipimpin oleh Teuku Panglima Muhammad Tibang dikirim kepada Residen Hindia
Belanda di Riau untuk menyampaikan pesan Sultan bahwa Belanda sebaiknya menangguhkan
kunjungan untuk menghadap Sultan Aceh sampai Sultan mengadakan hubungan dengan Turki.
Utusan Aceh tersebut dalam perjalanan pulang diantar oleh kapal perang Murnix milik
Hindia Belanda dan singgah di Singapura. Kesmpatan tersebut digunakan oleh utusan-utusan
Aceh untuk menemui Konsul Italia, dan konsul Amerika Serikat yang pada saat itu berada di
Singapura. Melalui konsulnya yang ada di Singapura, pemerintah Hindia Belanda mengetahui
bahwa konsul-konsul Amerika dan Italia akan berusaha supaya pemerintahannya masing-masing
bersedia membantu Aceh. Hal tersebut mbuat khawatir pihak Belanda, apalagi muncul desas-
desus bahwa bantuan Amerika Serikat pada Aceh akan datang pada awal maret 1873. Walaupun
kenyataanya pihak Amerika dan Italia tidak memberi bantuan apapun bagi Aceh, tetapi Belanda
sudah bersiap diri untuk menyerang Aceh. Hubungan diplomatik yang terjalin antara Aceh
dengan beberapa negara yang tersebut diatas juga dijadikan alasan oleh Belanda
untukmenyerang Aceh, sebab menurut pihak Belanda Aceh mempunyai maksud untuk meminta
5
bantuan dari Amerika Serikat, Turki, Italia maupun Singapura sehubungan dengan serangan
Batavia untuk mengirimkan untuk mengirimkan kapal dan pasukan yang kuat ke Aceh.
Kemudian dikirimlah komisaris Hindia Belanda untuk Aceh yaitu F.N Nieuwenhuysen yang
berangkat ke Aceh dengan menggunakan dua kapal perang lengkap dengan pasukannya.
Nieuwenhuysen berangkat pada tanggal 7 Maret 1873, tidak lama kemudian datang juru bicara
Belanda yang bernama Said Tahir menghadap Sultan Mahmud Syah untuk menyampaikan surat
dari Komisaris Nieuwenhuysen. Surat teresbut berisi permintaan kepada Sultan Aceh untuk
mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas negaranya. Sultan Mahmud syah menolak isi surat
tersebut dan tidak bersedia menerima perintah dari komisaris Hindia Belanda tersebut. Surat-
surat selanjutnya dari komisaris Hindia Belanda juga ditak diberi jawaban serta ditolak oleh
Sultan Aceh, sehingga pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda mulai menyerang Aceh.
oleh Belanda. Sepanjang pantai Aceh besar dibangun benteng-benteng untuk memperkuat
wilayah. Demikian juga untuk tempat-tempat yang penting seperti istana raja, masjid raya
Baiturrachman, dan Gunongan juga diperkuat. Terdapat sekitar 3000 laskar pejuang Aceh yang
bersiaga disepanjang pantai dan 4000 opasukan lain yang menjaga istana Sultan. Walaupun
Belanda sudah mendapat laporan tentang persiapan Aceh yang kuat untuk menghadapi agresi
militer dari Belanda, tetapi pihak Belanda masih menganggap remeh Aceh dan berpikir Aceh
6
Pada tanggal 5 April 1873, tampaklah suatu kesatuan penyerbu Belanda yang kuat dan
dipimpin oleh Mayor Jendral J.H.R. Kohler. Pada penyerangan Belanda yang pertama ini,
Belanda berhasil menyerang dan mengepung Masjid Raya Baiturrachman serta menembakkan
peluru api ke arah masjid tersebut, sehingga Msjid tersebut terbakar dan berhasil diduduki oleh
pihak Belanda. Tetapi setelah Belanda berhasil menduduki Masjid tersebut, panglima perangnya
yakni Jendral Kohler tewas, akibat ditembak oleh pasukan Aceh. Kekuatan pasukan Aceh
semakin lama bertambah besar. Orang-orang Aceh yang sudah lama bersikap anti Belanda dan
mengetahui negerinya akan diserang oleh Belanda, membuat masyarakat Aceh mengobarkan
semangat juang untuk mempertahankan negerinya dari serangan Belanda. Peran ulama dan
ulebang dalam perang Aceh juga sangat besar. Masyarakat Aceh sebagian besar adalah pemeluk
agama islam yang kuat sehingga begitu ulama menyerukan kepada umat untuk perang fisabilillah
(perang sabil) maka rakyat aceh dengan serentak akan menyerahkan jiwa dan raganya untuk
berjuang di jalan Tuhan dan demi mempertahankan negerinya dari serangan Belanda. Pemimpin
perang periode pertama dari pihak Aceh adalah Panglima Polem Cut Banta, Panglima Sagi XXII
Mukim, Dan Teuku Imam Luengbata. Setelah berhasil menduduki Masjid Raya Baiturachman,
Belanda kini memusatkan penyerangan pada Istana Sultan. Serangan Belanda atas istana Sultan
ternyata mengalami kegagalan dan atas persetujuan pemerintah Hindia Belanda di Batavia
Pada tanggal 9 Desember 1873, kapal perang Belanda kembali mendarat di pantai Aceh.
Dalam penyerangan ini, pasukan Belanda dipimpin oleh Letnan Jendral J. Van Swieten. Tugas
utama dari Swieten adalah untuk menyerang dan merebut istana serta mengadakan perjanjian
dengan Sultan Aceh. Sesudah Belanda meninggalkan Aceh pada April 1873, masjid raya
Baiturrachman kembali diduduki oleh pasukan Aceh. Dalam ekspedisi kedua ini, Belanda
membawa 8000 prajurit untuk menyerang Sultan Mahmud Syah dan merebut istananya.
Akhirnya pertempuran terjadi di kawasan istana sultan dan sekitar masid raya. Setelah lebih dari
7
dua minggu berhasil bertahan, akhirnya laskar Aceh pun terdesak dan istana jatuh ketangan
Belanda. sultan beserta keluarga dan pengikutnya hijrah ke Leunbata pada tanggal 24 januari
1874 untuk menyelamatkan diri. Bersama panglima Polim dan pengikut yang lain, Sultan
mendirikan markas pertahanan di Leunbata. Tetapi ditengah perjuangan Sultan meninggal dunia
akibat terkena wabah kolera. Kini kepemimpinan Aceh diserahkan kepada putra mahkota yang
masih muda yakni Muhammad Daud Syah dan dibantu oleh Dewan Mangkubumi yakni Tuanku
Hasyim. Pada tanggal 31 januari 1874 Van Swieten memproklamirkan bahwa Belanda telah
menguasai Aceh besar. Tetapi rakyat Aceh tidak gentar dengan seruan Belanda tersebut dan
masih merasa merdeka walaupun ibukota Aceh direbut oleh Belanda. Bagi rakyat Aceh sultan
masih berdaulat bahkan dengan dikuasainya Aceh besar oleh Belanda, semakin besar pula
Jenderal Pel yang menggantikan Van Swieten pada bulan April 1874 mulai membangun
pos-pos pertahanan di Kutaraja. Pada tahun 1877, pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Van
Der Heyden. Van Der Heyden mulai melakukan ofensif dengan mengirim ekspedisi untuk
menakhlukkan Mukim XXII. Panglima Polim terpaksa mengundurkan diri ke daerah lain.
Daerah daerah lain dalam Aceh besar akhirnya jatuh ke tangan Belanda. Suasana yang dianggap
sudah damai dan kesulitan keuangan keuangan mendorong peguasa Kolonial Hindia Belanda
menerapkan sistem pemerintahan sipil. Ternyata langkah yang diambil oleh pemerintah Hindia
Belanda itu salah. Paska diberlakukannya pemerintahan sipil, perlawana dari rakyat semakin
Pada tahun 1877 Habib Abdurrahman kembali dari Turki. Dia berhasil mengadakan
perundingan dengan Teuku Cik Di Tiro dan Imam Leungkata di Pidi untuk membicarakan soal
8
Belanda yang melingkar antara Krueng, Raba, Lambaroh Uleekarang dan Klieng. Para pejuang
juga berusaha membatasi ruang gerak pasukan Belanda dengan menghentikan konvoi pasukan
Belanda. Memasuki tahun 1878 kegiatan llaskar Aceh semakin luas. Pertempuran antara pasukan
Habib Abdurrahman dengan pasukan Belandadi Blang Ue, Peuka Badak dan Bukit Sirun.
Sementara itu, Teuku Cik Di Tiro masih tetap melakukan perlawanan di daerah Pidi. Di Aceh
barat perlawanan terhadap Belanda dipimpin oleh Teuku Umar. Ia dibantu oleh istrinya, Cut
Nyak Dien yang juga aktif dalam medan pertempuran. Perlawanan Teuku Umar membuat
Memasuki tahun 1880 situasi di Aceh semakin buruk bagi Belanda. Perlawanan rakyat
Aceh semakin menghebat dan terjadi diseluruh lapisan msyarakat. Kaum bangsawan seperti
semangat juang di kalangan rakyat Aceh dengan mendengungkan perang Sabil dan
mengkhotbahkan kisah-kisah peperangan seperti hikayat perang sabil, dan syair Aceh.
Pemerintah Hindia Belanda mulai menyadari kesulutan menakhlukkan aceh. Pada awal tahun
1880 biaya yang dikeluarkan sudah mencapai 115 juta gulden dan pada akhir tahun 1884
mencapai 150 juta gulden. Karena pejuang-pejuang Aceh selalu berhasil memasukkan
perbekalannya melalui pantai utara, maka pada bulan Agustus 1881 pemerintah Hindia Belanda
memutuskan untuk menjalankan blokade ketat. Tindakan yang diambil antara lain :
1. Seluruh pantai utara Aceh dari Ulee Lhene sampai ujung Diemant tertutup baik untuk
2. Pelabuhan yang terbuka namun dengan pengawasan ketat ialah Ulee Lheue, Sigli,
9
Pada tahun 1884 Belanda mulai menerapkan sistem konsentrasi (konsentrasi stelsel).
Daerah yang dikuasai Belanda dimakmurkan agar orang-orang Aceh yang melakukan
perlawanan meletakkan senjatanya dan kembali ke daerah yang aman dan makmur ciptaan
Belanda. Kotaraja sebagai pusat pemerintahan dibangun benteng-benteng dan jalan. Di bagian
luar benteng, hutan dan semak belukar ditebang, sehingga ada tanah selebar 1 km sebagai
konsentrasi ini mengalami kegagalan karena strategi konsentrasi ternyata memberi peluang bagi
para pejuang Aceh untuk menggalakkan perang gerilya. Strategi pemerintahan Belanda dalam
perang Aceh ini selalu berubah setiap kali berganti pemimpin. Gubernur Deykerhoff (1890)
berusaha mendekati kaum bangsawan dan para pedagang, karena mereka yang menyumbangkan
dana terbesar untuk jalannya perang Aceh. Siasat tersebut ternyata berhasil untuk mendorong
Teuku Umar untuk tunduk kepada pihak Belanda. Ia dan pasukannya membantu Belanda dalam
demikian Teuku Umar mendapat kepercayaanyang besar dari Belanda. Hal itu digunakan Teuku
Umar untuk kembali ke pihak aceh dengan peralatan perang yang cukup lengkap (1896). Dengan
kembalinya Teuku Umar, daerah Aceh besar mulai bergolak lagi. Oleh karena itu Belanda
Belanda sudah melaksanakan perang dengan berbagai strategi dari pemimoin perang
yang berbeda pula. Tetapi pertahanan Aceh mesih sulit dihancurkan bahkan semangat juang
masyarakat Aceh semakin membara. Oleh karena itu Belanda berusaha menyelidiki rahasia dari
kekuatan besar Aceh terutama yang menyangkut kehidupan sosial budayanya. Dr. Snouck
Hurgrunje yang faham tentang agama islam dan pernah bergaul dengan orang-orang Aceh yang
10
naik haji, oleh pemerintah Hindia Belanda dipandang sebagai orang yang tepat untuk diberi tugas
Sejak tahun 1890 Snouck Hurgronje mempelajari masyarakat Aceh. Ia juga pernah
bermukim secara rahasia di Mekkah, dapat menguasai bahasa Arab serta sejara dan ajaran-ajaran
islam. Pada tahun 1889 menjabat Penasihat Pemerintahan Agung Hindia Belanda untuk urusan
Arab dan pribumi. Snouck Hurgronje juga yang merintis politik devide et impera di kalangan
umat Islam dan juga politik menjinakkan watak Islam. Hurgronje memberikan nasihat kepada
pemerintah Hindia Belanda selama perang Aceh supaya memecah belah persatuan antara kaum
Ulebalang dan kaum ulama. Mereka harus didisolir satu sama lain. Bersamaan dengan dengan
usaha memecah belah itu, kaum Ulebalang secara militerharus didesak. Apabila ada dari kaum
tersebut yang memberontak maka harus dihancurkan dan kaum Ulebalang yang lemah harus
dirangkul. Demikian pula dengan kaum ulama, harus dilakukan penidasan militer tanpa ampun,
sambil menyalurkan ajaran-ajaran islam hanya pada bidang ubudiyah saja.ajran-ajaran islam
Snouck Hurgronje juga memberi saran kepada pemerintah Hindia Belanda supaya
menggempur semua pemimpin aceh yang mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Untuk
menjaga keamanan Aceh Besar di setiap segi ditempatkan pasukan mobil. Ekspedisi di Aceh
Besar dipimpin oleh Van Der Heyden dibantu oleh Van Heutz. Ofensif yang dilakukannya
memaksa pemimpin Aceh untuk lari ke Pidie, antara lain Panglima Polim, Teuku Umar, dan
pengikutnya. Strtegi ofensif itu diteruskan waktu Van Heutz diangkat sebagai gubernur Aceh.
Strategi itu sesuai dengan apa yang disarankan Snouck Hurgronje dan bertahun-tahun mereka
perjuangkan.
Waktu diadakan operasi Pidie, didaerah pantai Timur muncul gerakan Teuku Tapa,
seorang dari Gayo yang bertindak sebagai orang keramat dan berhasil menarik pengikut besar-
besaran. Dicanangkannya pula perang sabil. Pada bulan juni 1898 diadakan rapat para pemimpin
11
perang dimana Teuku Umar dipilih menjadi pemimpinnya. Operasi Van Heutz memaksa pihak
Aceh lebih bersikap defensif dengan menghindari konfrontasi. Pada waktu menyerang Belanda
Sultan Muhammad Daud Syah sangat sulit untuk ditakhlukkan oleh Belanda. Oleh karena
itu, Belanda menggunakan taktik baru yaitu dengan menculik istri Sultan. Dengan memberi
tekanan-tekanan keras kepada Sultan, akhirnya Sultan Muhammad Dawud menyerah kepada
Belanda tahun 1903. Cara yang sama juga dilakukan Belanda untuk menangkap Panglima Polim.
Isteri, ibu dan anak-anak panglima Polim diculik oleh Belanda, kemudian Belanda menekan
Panglima Polim terus-menerus. Akhirnya karena keadaan sudah mendesak maka panglima Polim
dengan sisa pasukannya yang berjumlah 150 orang terpaksa menyerah kepada Belanda pada
Laskar Aceh semakin terdesak terus, Meurado, Samalangan, Pensangan, Batu merah dan
Batu illiejatuh ke tangan Belanda. Beberapa rentetan peristiwa mulai dari gugurnya para
pemimpin perang sampai menerahnya para penglima dan Sultan Aceh kepada pihak Belanda
perlahan-lahan membuat pertahanan laskar Aceh lemah bahkan benar-benar sulit untuk bangkit
dan kuat seperti dahulu. Kesempatan tersebut digunakan pemerintah Hindia Belanda untuk
menenmkan kekuasaan di seluruh wilayah Aceh . Peristiwa menyerahnya para pemimpin perang
dan Sultan Aceh serta melemahnya kekuatan laskar Aceh sekaligus menandakan berakhirnya
perang Aceh.
Setelah perang Aceh berakhir, maka kerajaan Aceh didikat oleh pemerintah Hindia
Belanda dengan jalan menandatangani pelakat pendek, suatu perjanjian yang berisi tentang
aceh, tetapi rakyat Aceh masih tetap mengadakan perlawanan terhadap Belanda walaupun hanya
2.3 Dampak Perang Aceh bagi Pemerintah Hindia Belanda dan Aceh
Perang aceh merupakan perang berat dan paling lama yang dihadapi oleh pemerintah
Hindia Belanda maupun pihak Aceh sendiri. Walaupun kekuatan Aceh pada abad ke 19 tidak
sehebat Aceh pada abad sebelum-sebelumnya, tetapi semangat juang rakyat Aceh tidak pernah
menyurut dan persatuan antar seluruh lapisan masyarakat baik dari golongan ulama, ulebalang
maupun rakyat biasa terjalin dengan baik demi kelancaran perlawanan kepada pihak Belanda.
Oleh karena itu perang Aceh membawa dampak bagi Belanda maupun Kerajaan Aceh yaitu :
1. Waktu perang Aceh yang sangat lama yakni sekitar tahun 1873-1904 sangat menguras kas
keuangan Belanda dan juga menimbulkan jatuhnya banyak korban dari pihak Belanda.
Bahkan panglima perang Belanda untuk perang Aceh yang pertama yakni Kohler juga gugur
dalam penyerangan.
2. Belanda dapat mengetahui kelemahan dari pertahanan rakyat Aceh. Yakni lewat penyelidikan
yang dilakukan oleh Dr. Snouck Hurgronje. Akhirnya dapat diketahui bahwa peran ulama dan
menakhlukkan Aceh, namun pada akhirnya Aceh berhasil dikuasai oleh Belanda.
13
2.3.1 Dampak perang Aceh bagi kerajaan Aceh
2.3.1.1 Menguatnya rasa persatuan dan kesatuan diseluruh lapisan masyarakat Aceh.
semakin terjalin kuat. Apalagi para ulama yang mengobarkan semangat perang sabil diantara
Perang yang berlangsung selama kurang lebih 33 tahun, membuat jatuhnya banyak
korban dari pihak Aceh juga gugurnya beberapa panglima Perang Aceh. Hal tersebut juga
didorong oleh semangat perang sabil yang berkobar di hati para pejuang Aceh. Pada tanggal 14
juni 1904 terjadi pembunuhan masal di Kuta Reh yang merupakan siasat dari Van daalen.
Korban dari rakyat Aceh sekitar 2922 orang yang terdiri dari 1773 laki-laki dan 1149
perempuan. Peristiwa tersebut semakin menabah besarnya jumlah korban perang Aceh
Perang Aceh diakhiri dengan kemenangan dipihak Belanda. Setelah berhasil menguasai
seluruh Aceh, jenderal Hindia Belanda untuk Aceh, yakni Van Heutz memaksa Sultan Aceh
untuk menandatangani perjanjian yang berisi tentang pengakuan kedaulatan Hindia Belanda oleh
Aceh dan sultan aceh harus tunduk dengan perintah Belanda. hal tersebut sudah menghilangkan
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Perang Aceh merupakan perang yang berlangsung antara kerajaan Aceh dan Belanda.
Perang tersebut berlangsung kurang lebih sekitar tahun 1873 -1904. Semangat juang rakyat Aceh
yang tidak pernah surut membuat pihak Belanda kesulitan untuk menakhlukkan Aceh. Apalagi
dengan semangat perang sabil yang semakin membuat rakyat Aceh semangat dalam menyerang
Belanda. berbagai strategi perang telah digunakan Belanda untuk melemahkan rakyat Aceh,
tetapi usaha tersebut selalu mengalami kegagalan. Sampai pada akhirnya Belanda meminta
nasihat dari seorang pengamat masyarakat aceh yakni Snouck Hurgronje untuk menyelidiki
kelemahan rakyat Aceh. Dengan adanya bantuan dari snouck Hurgronje, akhirnyA Pemerintah
Hindia Belanda dapat melaksanakan siasat licik untuk menakhlukkan Aceh dan hal tersebut
ternyata berhasil dan pada tahun 1903 sultan Muhammad Daud Syah menyerah kepada Belanda.
Walaupun akhirnya Belanda berhasil menguasai Aceh dan mengikat Sultan Aceh dengan
perjanjian, tetapi perlawanan-perlawanan dari rakyat Aceh kepada pihak belanda masih terus
3.2 Saran
Perang Aceh dapat menjadi suatu pembelajran bagi bangsa Indonesia akan pentingnya
rasa persatuan dan persaudaraan antar seluruh lapisan masyarakat. Dengan adanya rasa persatuan
dan persaudaraan yang terjalin kokoh, maka suatu bangsa akan sulit untuk dihancurkan.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://roseglacelisse.wordpress.com/2018/07/09/makalah-perang-aceh-sejarah-sma/
https://imansofyan-bisanet2014.blogspot.com/2015/03/makalah-perlawanan-rakyat-aceh-
terhadap.html
16