Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awal abad 19, di Sumatra masih terdapat banyak kerajaan tradisional seperti Aceh,

Palembang, Siak, Kampar, dan Jambi. Aceh merupakan salah satu kerajaan besar yang penting di

Sumatera. pada waktu itu, Aceh mempunyai peranan penting karena terletak di ujung utara

Sumatra yang merupakan jalur lalu lintas perdagangan laut dan satu-satunya kerajaan yang

berdaulat penuh atas wilayahnya. Hal tersebut ditandai dengan adanya traktat London tahun

1824 yang ditandatangani oleh Inggris dan Belanda.

Aceh terletak di jalur lalulintas perdagangan laut yang sangat ramai. Hal tersebut

memberi manfaat bagi kerajaan Aceh sendiri, antara lain bertambahnya pemasukan upeti dari

para pedagang yang melintasi perairan yang dikuasai kerajaan Aceh. Dibukanya Terusan Suez

juga membuat Aceh semakin ramai sebagai jalur lalulintas perdagangan dunia. Letak strategis

Aceh tersebut tidak hanya memberi dampak positif tetapi juga memberi dampak negatif bagi

Aceh. Banyak kerajaan-kerajaan dan kekuasaan diluar Aceh yang berusaha merebut Aceh,

diantaranya adalah Belanda.

Pada awal abad 19 pemerintah Hindia Belanda mulai melebarkan sayap kekuasaannya

diluar pulau Jawa, termasuk wilayah Sumatra. Hal tersebut untuk melindungi wilayah jajahan

Belanda supaya tidak direbut oleh Inggris yang pada saat itu menguasai Semenanjung Malaya.

Pada tahun 1930-an Belanda berhasil menguasai daerah Sibolga dan Tapanuli yang maíz menjadi

daerah kekuasaan Aceh.. Selain itu pada tanggal 1 februari 1858 sultan Siak diikat perjanjian

oleh pemerintah Hindia Belanda. Padahal daerah-daerah tersebut sejak Sultan Iskandar Muda,

berada di bawah kekuasaan Aceh.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Perlawanan apa sajakah yang dilakukan Teuku Umar?


2. Apa sebab terjadinya perang di aceh?

3. Bagaimana proses terjadinya peristiwa perang aceh?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui sebab terjadinya perang aceh.

2. Untuk mengetahui proses perlawanan aceh.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan para siswa tentang perang aceh.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Perlawanan Aceh

Dengan dikuasainya Siak oleh Belanda, menunjukkan bahwa Belanda sudah tidak konsisten

dengan isi traktat London 1924. Hal tersebut benar-benar membuat Aceh marah dan tidak tinggal

diam. Akhirnya Aceh pun menyusun rencana dalam menghadapi pihak Belanda, pemerintah

Hindia Belanda juga mempersiapkan diri guna menyerang Aceh. Akhirnya pada tanggal 26

maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan melakukan serangan di daratan Aceh.

Perang Aceh dilatar belakangi oleh beberapa sebab, diantaranya yaitu :

2.1.1 Belanda meduduki daerah Siak

Sultan Ismail dari Siak (1827-1867) merupakan penguasa yang tidak pernah berhasil

menjadi penguasa di negerinya yang penuh gejolak. Setelah lepas dari kendali ayahnya pada

tahun 1840, ia berhadapan berhadapan dengan pemberontakan yang dilancarkan oleh iparnya

sendiri. Kemudian pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan oleh Tengku Putra, yang sejak

itu juga memerintah Siak sebagai Raja muda. Sultan Ismail berselisih dengan saudaranya sendiri

yakni Tengku Putra untuk memperoleh kekuasaan di Siak. Sultan Ismail meminta bantuan dari

pihak Belnda untuk mengalahkan saudaranya. Tetapi sebelum memberi bantuan kepada Sultan

Ismail, Belanda lebih dahulu mengikat Ismail dengan sebuah perjanjian. Nieuwenhuyzen,

Residen Riau dikirim ke Siak untuk mengatasi masalah Sultan Ismail dan Tengku Putra.

Nieuwenhuyzen membuat perjanjian persahabatan dengan Sultan Ismail jika nantinya bantuan

yang diberika Belanda berhasil mengalahkan musuh Sultan Ismail maka Siak harus tunduk

dibawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Sultan Ismail menyetujui isi perjanjian yang

diajukan oleh Residen Riau teresbut. Belanda pun mulai melancarkan serangannya terhadap

3
Tengku Putra, akhirnya Tengku Putra pun melarikan diri dari Siak karena tidak mampu melawan

serangan dari pihak Belanda.

Sesudah Tengku Putra melarikan diri dari Siak, Sultan Ismail naik tahta menjadi

pemimpin di Siak. Tetapi berdasarkan perjanjian yang sudah disepakati antara Sultan Ismail dan

Pemerintah Hindia Belanda maka Siak harus tunduk kepada Pemerintah kolonial, padahal daerah

Siak sejak pemerintahan Sultan Iskandar Muda berada dibawah kekuasaan Aceh. terjadinya

perang Aceh. Karena hal tersebut bertentangan dengan hegemoni Aceh maka untuk mencegah

penetrasi lebih lanjut banyak kapal perang Aceh yang dikerahkan di pantai timur Sumatera,

tetapi akhirnya wilayah Deli, Serdang, dan Asahan tetap jatuh ke tangan Belanda. Hal tersebut

juga menjadi salah satu faktor tejadinya perang Aceh.

2.1.2 Dibukanya Terusa Suez oleh Ferdinand de Lesseps

Dibukanya Terusan Suez pada awal abad 19 membuat Aceh mempunyai kedudukan

strategis karena terletak dalam urat nadi perkapalan internasional. Belanda memandang situasi

tersebut sangat gawat karena memasuki masa dimana imperialisme dan kapitalisme mulai

memuncak dan negara-negara barat mulai berlomba mencari daerah jajahan baru. Lalu lintas

Selat Malaka juga semakin ramai sesudah dibukanya Terusan Suez dan Aceh merupakan pintu

gerbang utama untuk menuju Selat Malaka. Hal tersebut juga melatar belakangi ekspansi

Belanda terhadap Aceh.

Ditandatanganinya perjanjian Sumatera antara Inggris dan Belanda pada 1871 yang

melanggar isi Traktat London 1824. Kebijakan Inggris terhadap Aceh mengalami perubahan

pada tahun 1860-an dan tidak lagi memberi kedaulatan penuh bagi Aceh. Ketika persaingan

diantara keluatan-kekuatan Eropa untuk mendapatkan daerah jajahan meningkat, maka London

memutuskan lebih baik Belanda yang menguasai Aceh dari pada negara yang lebih kuat seperti

Perancis dan Amerika yang akan menguasainya. Hasilnya adalah ditandatanganinya perjanjian

4
Sumatera pada 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk melakukan ekspansi

diseluruh wilayah Sumatera termasuk Aceh atas persetujuan Inggris dan sebagai gantinya

Belanda menyerahkan pantai emas Afrika kepada Inggris. Perjanjian tersebut juga

mengumumkan bahwa Belanda ingin menguasai Aceh. Hal tersebut juga memicu terjadinya

perlawanan dari Aceh pada pihak Belanda.

Akibat perjanjian Sumatera, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul

Amerika, kerajaan Italia, kesultanan Usmaniah Singapura dan Turki Ustmani. Melihat negaranya

yang terancam oleh penetrasi Belanda, Aceh mulai mengadakan hubungan dengan negara-negara

lain seperti Amerika Serikat, Italia, Singapura, dan Dinasti Turki Ustmani untuk meminta

bantuan. Pada bulan januari 1873 Sultan Aceh mengirimkan seorang utusan ke Turki untuk

meminta bantuan apabila Belanda menyerang Aceh dengan kekerasan. Kemudian sebuah utusan

yang dipimpin oleh Teuku Panglima Muhammad Tibang dikirim kepada Residen Hindia

Belanda di Riau untuk menyampaikan pesan Sultan bahwa Belanda sebaiknya menangguhkan

kunjungan untuk menghadap Sultan Aceh sampai Sultan mengadakan hubungan dengan Turki.

Utusan Aceh tersebut dalam perjalanan pulang diantar oleh kapal perang Murnix milik

Hindia Belanda dan singgah di Singapura. Kesmpatan tersebut digunakan oleh utusan-utusan

Aceh untuk menemui Konsul Italia, dan konsul Amerika Serikat yang pada saat itu berada di

Singapura. Melalui konsulnya yang ada di Singapura, pemerintah Hindia Belanda mengetahui

bahwa konsul-konsul Amerika dan Italia akan berusaha supaya pemerintahannya masing-masing

bersedia membantu Aceh. Hal tersebut mbuat khawatir pihak Belanda, apalagi muncul desas-

desus bahwa bantuan Amerika Serikat pada Aceh akan datang pada awal maret 1873. Walaupun

kenyataanya pihak Amerika dan Italia tidak memberi bantuan apapun bagi Aceh, tetapi Belanda

sudah bersiap diri untuk menyerang Aceh. Hubungan diplomatik yang terjalin antara Aceh

dengan beberapa negara yang tersebut diatas juga dijadikan alasan oleh Belanda

untukmenyerang Aceh, sebab menurut pihak Belanda Aceh mempunyai maksud untuk meminta
5
bantuan dari Amerika Serikat, Turki, Italia maupun Singapura sehubungan dengan serangan

yang akan dilancarkan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada Aceh.

2. 2 Jalannya Perang Aceh Dari Tahun 1873 Sampai Tahun 1904

Pemerintahan Belanda pada tanggal 18 februari 1873 memerintahkan Gubernur jendral di

Batavia untuk mengirimkan untuk mengirimkan kapal dan pasukan yang kuat ke Aceh.

Kemudian dikirimlah komisaris Hindia Belanda untuk Aceh yaitu F.N Nieuwenhuysen yang

berangkat ke Aceh dengan menggunakan dua kapal perang lengkap dengan pasukannya.

Nieuwenhuysen berangkat pada tanggal 7 Maret 1873, tidak lama kemudian datang juru bicara

Belanda yang bernama Said Tahir menghadap Sultan Mahmud Syah untuk menyampaikan surat

dari Komisaris Nieuwenhuysen. Surat teresbut berisi permintaan kepada Sultan Aceh untuk

mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas negaranya. Sultan Mahmud syah menolak isi surat

tersebut dan tidak bersedia menerima perintah dari komisaris Hindia Belanda tersebut. Surat-

surat selanjutnya dari komisaris Hindia Belanda juga ditak diberi jawaban serta ditolak oleh

Sultan Aceh, sehingga pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda mulai menyerang Aceh.

2.2.1 Perang periode pertama tahun 1873-1874


Aceh sudah mempersiapkan diri dalam menghadapi serangan yang akan dilaksanakan

oleh Belanda. Sepanjang pantai Aceh besar dibangun benteng-benteng untuk memperkuat

wilayah. Demikian juga untuk tempat-tempat yang penting seperti istana raja, masjid raya

Baiturrachman, dan Gunongan juga diperkuat. Terdapat sekitar 3000 laskar pejuang Aceh yang

bersiaga disepanjang pantai dan 4000 opasukan lain yang menjaga istana Sultan. Walaupun

Belanda sudah mendapat laporan tentang persiapan Aceh yang kuat untuk menghadapi agresi

militer dari Belanda, tetapi pihak Belanda masih menganggap remeh Aceh dan berpikir Aceh

pasti dapt dengan mudah ditakhlukkan oleh Belanda.

6
Pada tanggal 5 April 1873, tampaklah suatu kesatuan penyerbu Belanda yang kuat dan

dipimpin oleh Mayor Jendral J.H.R. Kohler. Pada penyerangan Belanda yang pertama ini,

Belanda berhasil menyerang dan mengepung Masjid Raya Baiturrachman serta menembakkan

peluru api ke arah masjid tersebut, sehingga Msjid tersebut terbakar dan berhasil diduduki oleh

pihak Belanda. Tetapi setelah Belanda berhasil menduduki Masjid tersebut, panglima perangnya

yakni Jendral Kohler tewas, akibat ditembak oleh pasukan Aceh. Kekuatan pasukan Aceh

semakin lama bertambah besar. Orang-orang Aceh yang sudah lama bersikap anti Belanda dan

mengetahui negerinya akan diserang oleh Belanda, membuat masyarakat Aceh mengobarkan

semangat juang untuk mempertahankan negerinya dari serangan Belanda. Peran ulama dan

ulebang dalam perang Aceh juga sangat besar. Masyarakat Aceh sebagian besar adalah pemeluk

agama islam yang kuat sehingga begitu ulama menyerukan kepada umat untuk perang fisabilillah

(perang sabil) maka rakyat aceh dengan serentak akan menyerahkan jiwa dan raganya untuk

berjuang di jalan Tuhan dan demi mempertahankan negerinya dari serangan Belanda. Pemimpin

perang periode pertama dari pihak Aceh adalah Panglima Polem Cut Banta, Panglima Sagi XXII

Mukim, Dan Teuku Imam Luengbata. Setelah berhasil menduduki Masjid Raya Baiturachman,

Belanda kini memusatkan penyerangan pada Istana Sultan. Serangan Belanda atas istana Sultan

ternyata mengalami kegagalan dan atas persetujuan pemerintah Hindia Belanda di Batavia

akhirya pasukan Belanda meninggalkan Aceh pada 29 April 1873.

Pada tanggal 9 Desember 1873, kapal perang Belanda kembali mendarat di pantai Aceh.

Dalam penyerangan ini, pasukan Belanda dipimpin oleh Letnan Jendral J. Van Swieten. Tugas

utama dari Swieten adalah untuk menyerang dan merebut istana serta mengadakan perjanjian

dengan Sultan Aceh. Sesudah Belanda meninggalkan Aceh pada April 1873, masjid raya

Baiturrachman kembali diduduki oleh pasukan Aceh. Dalam ekspedisi kedua ini, Belanda

membawa 8000 prajurit untuk menyerang Sultan Mahmud Syah dan merebut istananya.

Akhirnya pertempuran terjadi di kawasan istana sultan dan sekitar masid raya. Setelah lebih dari
7
dua minggu berhasil bertahan, akhirnya laskar Aceh pun terdesak dan istana jatuh ketangan

Belanda. sultan beserta keluarga dan pengikutnya hijrah ke Leunbata pada tanggal 24 januari

1874 untuk menyelamatkan diri. Bersama panglima Polim dan pengikut yang lain, Sultan

mendirikan markas pertahanan di Leunbata. Tetapi ditengah perjuangan Sultan meninggal dunia

akibat terkena wabah kolera. Kini kepemimpinan Aceh diserahkan kepada putra mahkota yang

masih muda yakni Muhammad Daud Syah dan dibantu oleh Dewan Mangkubumi yakni Tuanku

Hasyim. Pada tanggal 31 januari 1874 Van Swieten memproklamirkan bahwa Belanda telah

menguasai Aceh besar. Tetapi rakyat Aceh tidak gentar dengan seruan Belanda tersebut dan

masih merasa merdeka walaupun ibukota Aceh direbut oleh Belanda. Bagi rakyat Aceh sultan

masih berdaulat bahkan dengan dikuasainya Aceh besar oleh Belanda, semakin besar pula

semangat laskar Aceh dalam merebut kembali Aceh besar.

2.2.2 Perang periode kedua tahun 1874-1880

Jenderal Pel yang menggantikan Van Swieten pada bulan April 1874 mulai membangun

pos-pos pertahanan di Kutaraja. Pada tahun 1877, pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Van

Der Heyden. Van Der Heyden mulai melakukan ofensif dengan mengirim ekspedisi untuk

menakhlukkan Mukim XXII. Panglima Polim terpaksa mengundurkan diri ke daerah lain.

Daerah daerah lain dalam Aceh besar akhirnya jatuh ke tangan Belanda. Suasana yang dianggap

sudah damai dan kesulitan keuangan keuangan mendorong peguasa Kolonial Hindia Belanda

menerapkan sistem pemerintahan sipil. Ternyata langkah yang diambil oleh pemerintah Hindia

Belanda itu salah. Paska diberlakukannya pemerintahan sipil, perlawana dari rakyat semakin

besar sehingga Belanda kembali menerapkan sistem pemerintahan militer.

Pada tahun 1877 Habib Abdurrahman kembali dari Turki. Dia berhasil mengadakan

perundingan dengan Teuku Cik Di Tiro dan Imam Leungkata di Pidi untuk membicarakan soal

strategi perang. Penyerangan Habib Abdurrahman terutama untuk memperlemah pos-pos

8
Belanda yang melingkar antara Krueng, Raba, Lambaroh Uleekarang dan Klieng. Para pejuang

juga berusaha membatasi ruang gerak pasukan Belanda dengan menghentikan konvoi pasukan

Belanda. Memasuki tahun 1878 kegiatan llaskar Aceh semakin luas. Pertempuran antara pasukan

Habib Abdurrahman dengan pasukan Belandadi Blang Ue, Peuka Badak dan Bukit Sirun.

Sementara itu, Teuku Cik Di Tiro masih tetap melakukan perlawanan di daerah Pidi. Di Aceh

barat perlawanan terhadap Belanda dipimpin oleh Teuku Umar. Ia dibantu oleh istrinya, Cut

Nyak Dien yang juga aktif dalam medan pertempuran. Perlawanan Teuku Umar membuat

Belanda kesulitan, sehingga Belanda dengan sekuat tenaga berusaha menakhlukkannya.

2.2.3 Perang periode Ketiga tahun 1880-1896

Memasuki tahun 1880 situasi di Aceh semakin buruk bagi Belanda. Perlawanan rakyat

Aceh semakin menghebat dan terjadi diseluruh lapisan msyarakat. Kaum bangsawan seperti

Ulebalang langsung memimpin perjuangan di medan pertempuran dan ulama mengobarkan

semangat juang di kalangan rakyat Aceh dengan mendengungkan perang Sabil dan

mengkhotbahkan kisah-kisah peperangan seperti hikayat perang sabil, dan syair Aceh.

Pemerintah Hindia Belanda mulai menyadari kesulutan menakhlukkan aceh. Pada awal tahun

1880 biaya yang dikeluarkan sudah mencapai 115 juta gulden dan pada akhir tahun 1884

mencapai 150 juta gulden. Karena pejuang-pejuang Aceh selalu berhasil memasukkan

perbekalannya melalui pantai utara, maka pada bulan Agustus 1881 pemerintah Hindia Belanda

memutuskan untuk menjalankan blokade ketat. Tindakan yang diambil antara lain :

1. Seluruh pantai utara Aceh dari Ulee Lhene sampai ujung Diemant tertutup baik untuk

ekspor-impor maupun untuk penangkapan ikan.

2. Pelabuhan yang terbuka namun dengan pengawasan ketat ialah Ulee Lheue, Sigli,

Samalanga, dan Lhok Seumawe.

3. Armada belanda diperkuat dengan dua armada lagi.

9
Pada tahun 1884 Belanda mulai menerapkan sistem konsentrasi (konsentrasi stelsel).

Daerah yang dikuasai Belanda dimakmurkan agar orang-orang Aceh yang melakukan

perlawanan meletakkan senjatanya dan kembali ke daerah yang aman dan makmur ciptaan

Belanda. Kotaraja sebagai pusat pemerintahan dibangun benteng-benteng dan jalan. Di bagian

luar benteng, hutan dan semak belukar ditebang, sehingga ada tanah selebar 1 km sebagai

pengamanan terhadap penyelundupan pasukan Aceh. Dalam perkembangannya, sistem

konsentrasi ini mengalami kegagalan karena strategi konsentrasi ternyata memberi peluang bagi

para pejuang Aceh untuk menggalakkan perang gerilya. Strategi pemerintahan Belanda dalam

perang Aceh ini selalu berubah setiap kali berganti pemimpin. Gubernur Deykerhoff (1890)

berusaha mendekati kaum bangsawan dan para pedagang, karena mereka yang menyumbangkan

dana terbesar untuk jalannya perang Aceh. Siasat tersebut ternyata berhasil untuk mendorong

Teuku Umar untuk tunduk kepada pihak Belanda. Ia dan pasukannya membantu Belanda dalam

”mempasifikasikan” Aceh besardengan menundukkan mukim XXII, XXV, XXVI. Dengan

demikian Teuku Umar mendapat kepercayaanyang besar dari Belanda. Hal itu digunakan Teuku

Umar untuk kembali ke pihak aceh dengan peralatan perang yang cukup lengkap (1896). Dengan

kembalinya Teuku Umar, daerah Aceh besar mulai bergolak lagi. Oleh karena itu Belanda

mendatangkan kembali ekspedisi untuk menundukkan kembali seluruh Aceh besar.

2.2.4 Perang periode keempat tahun 1896-1904

Belanda sudah melaksanakan perang dengan berbagai strategi dari pemimoin perang

yang berbeda pula. Tetapi pertahanan Aceh mesih sulit dihancurkan bahkan semangat juang

masyarakat Aceh semakin membara. Oleh karena itu Belanda berusaha menyelidiki rahasia dari

kekuatan besar Aceh terutama yang menyangkut kehidupan sosial budayanya. Dr. Snouck

Hurgrunje yang faham tentang agama islam dan pernah bergaul dengan orang-orang Aceh yang

10
naik haji, oleh pemerintah Hindia Belanda dipandang sebagai orang yang tepat untuk diberi tugas

memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi Belanda dalam menakhlukkan Aceh.

Sejak tahun 1890 Snouck Hurgronje mempelajari masyarakat Aceh. Ia juga pernah

bermukim secara rahasia di Mekkah, dapat menguasai bahasa Arab serta sejara dan ajaran-ajaran

islam. Pada tahun 1889 menjabat Penasihat Pemerintahan Agung Hindia Belanda untuk urusan

Arab dan pribumi. Snouck Hurgronje juga yang merintis politik devide et impera di kalangan

umat Islam dan juga politik menjinakkan watak Islam. Hurgronje memberikan nasihat kepada

pemerintah Hindia Belanda selama perang Aceh supaya memecah belah persatuan antara kaum

Ulebalang dan kaum ulama. Mereka harus didisolir satu sama lain. Bersamaan dengan dengan

usaha memecah belah itu, kaum Ulebalang secara militerharus didesak. Apabila ada dari kaum

tersebut yang memberontak maka harus dihancurkan dan kaum Ulebalang yang lemah harus

dirangkul. Demikian pula dengan kaum ulama, harus dilakukan penidasan militer tanpa ampun,

sambil menyalurkan ajaran-ajaran islam hanya pada bidang ubudiyah saja.ajran-ajaran islam

tentang peperangan dan kenegaraan harus dimatikan.

Snouck Hurgronje juga memberi saran kepada pemerintah Hindia Belanda supaya

menggempur semua pemimpin aceh yang mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Untuk

menjaga keamanan Aceh Besar di setiap segi ditempatkan pasukan mobil. Ekspedisi di Aceh

Besar dipimpin oleh Van Der Heyden dibantu oleh Van Heutz. Ofensif yang dilakukannya

memaksa pemimpin Aceh untuk lari ke Pidie, antara lain Panglima Polim, Teuku Umar, dan

pengikutnya. Strtegi ofensif itu diteruskan waktu Van Heutz diangkat sebagai gubernur Aceh.

Strategi itu sesuai dengan apa yang disarankan Snouck Hurgronje dan bertahun-tahun mereka

perjuangkan.

Waktu diadakan operasi Pidie, didaerah pantai Timur muncul gerakan Teuku Tapa,

seorang dari Gayo yang bertindak sebagai orang keramat dan berhasil menarik pengikut besar-

besaran. Dicanangkannya pula perang sabil. Pada bulan juni 1898 diadakan rapat para pemimpin
11
perang dimana Teuku Umar dipilih menjadi pemimpinnya. Operasi Van Heutz memaksa pihak

Aceh lebih bersikap defensif dengan menghindari konfrontasi. Pada waktu menyerang Belanda

di Meulaboh (1889) Teuku Umar gugur.

Sultan Muhammad Daud Syah sangat sulit untuk ditakhlukkan oleh Belanda. Oleh karena

itu, Belanda menggunakan taktik baru yaitu dengan menculik istri Sultan. Dengan memberi

tekanan-tekanan keras kepada Sultan, akhirnya Sultan Muhammad Dawud menyerah kepada

Belanda tahun 1903. Cara yang sama juga dilakukan Belanda untuk menangkap Panglima Polim.

Isteri, ibu dan anak-anak panglima Polim diculik oleh Belanda, kemudian Belanda menekan

Panglima Polim terus-menerus. Akhirnya karena keadaan sudah mendesak maka panglima Polim

dengan sisa pasukannya yang berjumlah 150 orang terpaksa menyerah kepada Belanda pada

tanggal 6 september 1903.

Laskar Aceh semakin terdesak terus, Meurado, Samalangan, Pensangan, Batu merah dan

Batu illiejatuh ke tangan Belanda. Beberapa rentetan peristiwa mulai dari gugurnya para

pemimpin perang sampai menerahnya para penglima dan Sultan Aceh kepada pihak Belanda

perlahan-lahan membuat pertahanan laskar Aceh lemah bahkan benar-benar sulit untuk bangkit

dan kuat seperti dahulu. Kesempatan tersebut digunakan pemerintah Hindia Belanda untuk

menenmkan kekuasaan di seluruh wilayah Aceh . Peristiwa menyerahnya para pemimpin perang

dan Sultan Aceh serta melemahnya kekuatan laskar Aceh sekaligus menandakan berakhirnya

perang Aceh.

Setelah perang Aceh berakhir, maka kerajaan Aceh didikat oleh pemerintah Hindia

Belanda dengan jalan menandatangani pelakat pendek, suatu perjanjian yang berisi tentang

beberapa hal yakni :

1. Tiap-tiap swapraja harus mengakui kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

2. Raja tidak boleh berhubungan dengan pemerintah asing lain.

3. Perintah pemerintah Belanda harus dijalankan


12
Walaupun Belanda sudah berhasil menguasai seluruh Aceh dan menundukkan Sulatan

aceh, tetapi rakyat Aceh masih tetap mengadakan perlawanan terhadap Belanda walaupun hanya

perlawana dalam skala yang lebih kecil.

2.3 Dampak Perang Aceh bagi Pemerintah Hindia Belanda dan Aceh

Perang aceh merupakan perang berat dan paling lama yang dihadapi oleh pemerintah

Hindia Belanda maupun pihak Aceh sendiri. Walaupun kekuatan Aceh pada abad ke 19 tidak

sehebat Aceh pada abad sebelum-sebelumnya, tetapi semangat juang rakyat Aceh tidak pernah

menyurut dan persatuan antar seluruh lapisan masyarakat baik dari golongan ulama, ulebalang

maupun rakyat biasa terjalin dengan baik demi kelancaran perlawanan kepada pihak Belanda.

Oleh karena itu perang Aceh membawa dampak bagi Belanda maupun Kerajaan Aceh yaitu :

1. Waktu perang Aceh yang sangat lama yakni sekitar tahun 1873-1904 sangat menguras kas

keuangan Belanda dan juga menimbulkan jatuhnya banyak korban dari pihak Belanda.

Bahkan panglima perang Belanda untuk perang Aceh yang pertama yakni Kohler juga gugur

dalam penyerangan.

2. Belanda dapat mengetahui kelemahan dari pertahanan rakyat Aceh. Yakni lewat penyelidikan

yang dilakukan oleh Dr. Snouck Hurgronje. Akhirnya dapat diketahui bahwa peran ulama dan

bangsawan sangat penting bagi persatuan rakyat Aceh.

3. Walaupun Belanda harus berjuang bertahun-tahun dalam melakukan penyerangan guna

menakhlukkan Aceh, namun pada akhirnya Aceh berhasil dikuasai oleh Belanda.

13
2.3.1 Dampak perang Aceh bagi kerajaan Aceh

2.3.1.1 Menguatnya rasa persatuan dan kesatuan diseluruh lapisan masyarakat Aceh.

Pertempuran yang berlangsung terus-menerus membuat rasa persatuan laskar Aceh

semakin terjalin kuat. Apalagi para ulama yang mengobarkan semangat perang sabil diantara

laskar Aceh membuat rakyat stidak gentar dalam menghadapi Belanda.

2.3.1.2 Jatuh banyak korban dipihak Aceh

Perang yang berlangsung selama kurang lebih 33 tahun, membuat jatuhnya banyak

korban dari pihak Aceh juga gugurnya beberapa panglima Perang Aceh. Hal tersebut juga

didorong oleh semangat perang sabil yang berkobar di hati para pejuang Aceh. Pada tanggal 14

juni 1904 terjadi pembunuhan masal di Kuta Reh yang merupakan siasat dari Van daalen.

Korban dari rakyat Aceh sekitar 2922 orang yang terdiri dari 1773 laki-laki dan 1149

perempuan. Peristiwa tersebut semakin menabah besarnya jumlah korban perang Aceh

2.3.1.3 Jatuhnya seluruh Aceh ke tangan Pemerintah Hindia Belanda

Perang Aceh diakhiri dengan kemenangan dipihak Belanda. Setelah berhasil menguasai

seluruh Aceh, jenderal Hindia Belanda untuk Aceh, yakni Van Heutz memaksa Sultan Aceh

untuk menandatangani perjanjian yang berisi tentang pengakuan kedaulatan Hindia Belanda oleh

Aceh dan sultan aceh harus tunduk dengan perintah Belanda. hal tersebut sudah menghilangkan

hak Aceh untuk merdeka.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Perang Aceh merupakan perang yang berlangsung antara kerajaan Aceh dan Belanda.

Perang tersebut berlangsung kurang lebih sekitar tahun 1873 -1904. Semangat juang rakyat Aceh

yang tidak pernah surut membuat pihak Belanda kesulitan untuk menakhlukkan Aceh. Apalagi

dengan semangat perang sabil yang semakin membuat rakyat Aceh semangat dalam menyerang

Belanda. berbagai strategi perang telah digunakan Belanda untuk melemahkan rakyat Aceh,

tetapi usaha tersebut selalu mengalami kegagalan. Sampai pada akhirnya Belanda meminta

nasihat dari seorang pengamat masyarakat aceh yakni Snouck Hurgronje untuk menyelidiki

kelemahan rakyat Aceh. Dengan adanya bantuan dari snouck Hurgronje, akhirnyA Pemerintah

Hindia Belanda dapat melaksanakan siasat licik untuk menakhlukkan Aceh dan hal tersebut

ternyata berhasil dan pada tahun 1903 sultan Muhammad Daud Syah menyerah kepada Belanda.

Walaupun akhirnya Belanda berhasil menguasai Aceh dan mengikat Sultan Aceh dengan

perjanjian, tetapi perlawanan-perlawanan dari rakyat Aceh kepada pihak belanda masih terus

berlangsung selama awal abad 20.

3.2 Saran

Perang Aceh dapat menjadi suatu pembelajran bagi bangsa Indonesia akan pentingnya

rasa persatuan dan persaudaraan antar seluruh lapisan masyarakat. Dengan adanya rasa persatuan

dan persaudaraan yang terjalin kokoh, maka suatu bangsa akan sulit untuk dihancurkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://roseglacelisse.wordpress.com/2018/07/09/makalah-perang-aceh-sejarah-sma/

https://imansofyan-bisanet2014.blogspot.com/2015/03/makalah-perlawanan-rakyat-aceh-

terhadap.html

16

Anda mungkin juga menyukai