Anda di halaman 1dari 10

DI/TII Jawa Tengah

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pancasila

Dosen Pengampu:

Fathonah K. Daud. Lc., M.Phil

Oleh:

Moh. Masruh

NIM : 2019.01.01.1452

Azir Mustafidl

NIM : 2019.01.01.1446

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR

SARANG REMBANG
2019

A. Pendahuluan

Gerakan DI/TII adalah organisasi yang berjuang atas nama Umat Islam yang
ada di seluruh Indonesia. Nama NII sebenarnya kependekan dari “Negara Islam
Indonesia” dan kemudian banyak orang yang menyebutkan dengan nama Darul islam
atau yang dikenal dengan nama “DI” arti kata Darul Islam ini sendiri adalah “Rumah
Islam” dari kata tersebut dapat kita ambil pengertian bahwa organisasi ini merupakan
tempat atau wadah bagi umat islam yang ada di Indonesia untuk menyampaikan
aspirasi-aspirasi mereka, agar aspirasi-aspirasi mereka dapat tertampung dan dapat
terorganisir sehingga berguna bagi umat Islam di Indonesia.
B. DI/TII Jawa Tengah

1. DI/TII
Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah
pemberontakan yang hendak mendirikan negara dengan dasar syariat Islam di
Indonesia, yang disebut dengan Negara Islam Indonesia.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada
tahun 1948 dan berusaha mendirikan negara berpaham Islam di Jawa Barat.
Pemberontakan ini kemudian diikuti oleh pemberontakan serupa di Aceh, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Pemberontakan dikalahkan dengan
kombinasi diplomasi di Aceh dan penumpasan oleh TNI.

2. DI/TII Jawa Tengah

DI/TII Jawa Tengah, yang kemunculannya diproklamasikan pada bulan


Agustus 1949 di Desa Pengarasan wilayah Brebes Selatan, mengalami kekecewaaan
itu.1 Gerakan DI/TII Kartosuwiryo sendiri kemudian menyebar ke bagian-bagian
Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Juga sampai ke
Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, dan Halmahera.2Gerakan DI Jawa Tengah baru

1
C. Van Dijk, Op. cit, halaman 131-132.
2
C. Van Dijk, Op. cit, halaman xvii-xviii.

2
timbul sesudah di Jawa Barat bergolak, ketika sebelumnya pada pertengahan masa
Renville, yakni pada waktu pasukan- pasukan Amir Fatah (Brigade V)3 dikirim
kedaerah Tegal-Brebes. Dengan tujuan menjadi penghambat dan mengatur
perlawanan terhadap Belanda di daerah tersebut. Brebes Selatan, adalah bagian dari
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang merupakan daerah penuh konflik dan gerakan.
Berada di titik pusat daerah kekuasaan terbesar DI/TII di Jawa Tengah. Sebuah
daerah yang sangat dekat dengan asal mula kemunculannya di Jawa Barat, daerah ini
adalah sebuah daerah pertanian yang saat itu masih jarang penduduk dan masih
tergolong banyak hutan-hutan, sehingga memungkinkan suatu gerakan dapat bergerak
dengan leluasa dan berkembang. Wilayah Brebes sendiri berada di titik perbatasan
dengan Jawa Barat tepatnya di daerah pantai utara Jawa. Masa sebelum kedatangan
pasukan Amir Fatah di daerah Brebes-Tegal, sudah menjadi ancaman yang gawat.
Waktu itu, setelah persetujuan Renville, pusat-pusat pedesaan di sebagian besar Jawa
Barat dan Jawa Tengah sebelah barat diduduki Belanda, yang juga menuntut daerah-
daerah yang mengitari pusat-pusat tersebut. Di Jawa Tengah, wilayah Karesidenan
Pekalongan merupakan daerah yang dikuasai Belanda, daerah ini juga harus
ditinggalkan oleh pasukan Indonesia, baik pasukan Indonesia profesional maupun
pasukan liar yang bergerak di Karesidenan Pekalongan, pada akhir Januari. Kesatuan
Tentara Republik kemudian mengundurkan diri ke Desa Karangkobar di
Banjarnegara, dan satuan tentara liar, seperti Hizbullah dan BPRI, ke Wonosobo.4

Amir Fatah adalah komandan Laskar Hizbullah di daerah Tulangan,


Sidoardjo, dan Mojokerto di Jawa Timur pada pertempuran 10 November 1945.
Setelah perang kemerdekaan ia meninggalkan Jawa Timur dan bergabung dengan
pasukan TNI di Tegal. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah
kemudian diangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat
Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari
1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini.

3
Dinas Sejarah TNI-AD, dokumentasi tentang: Laporan Khusus Mengenai Yon 423 dan Yon 426 Yang
Berada di Jawa Tengah. Intel Kementrian Pertahanan (Biro “S”), 2 Desember 1951,halaman. 1.
4
C. Van Dijk, op. cit, halaman 126-127

3
Gerakan DI/Tll Amir Fatah muncul setelah Agresi Militer Belanda II, yang
ditandai dengan diproklamasikannya NII di desa Pengarasan, tanggal 28 April 1949.
Gerakan ini didukung oleh Laskar Hisbullah dan Majelis Islam (MI), yang
merupakan pendukung inti gerakan, serta masa rakyat yang mayoritas terdiri dari para
petanipedesaan. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut memberikan dukungannya
kepada DI/TII karena alasan ideologi, yaitu memperjuangkan Ideologi Islam dengan
mengakui eksistensi Negara Islam Indonesia (NII). Amir Fatah merupakan tokoh
yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula ia bersikap setia pada RI,
namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan
sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, terdapat persamaan ideologi
antara Amir Fatah dengan S.M.Kartosuwiryo, yaitu keduanya menjadi pendukung
setia Ideologi Islam. Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa
aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah
terpengaruh oleh “orang-orang Kiri”, dan mengganggu perjuangan umat Islam.
Ketiga, adanya pengaruh “orang-orang Kiri” tersebut, Pemerintah RI dan TNI tidak
menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah
Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan MI yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II,
harus disebahkan kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah
penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo.

Gerakan DI/TII Amir Fatah di Tegal-Brebes muncul saat Amir Fatah


bergabung dengan Majelis Islam di daerah Karesidenan Pekalongan, hal tersebut oleh
Kartosuwiryo ditindaklanjuti dengan mengangkat Amir Fatah menjadi Komandan
Pertempuran Jawa Tengah melalui utusan, Kamran Cakrabuana (Komandan TII
Divisi I Jawa Barat). Yang membawa pengaruh besar bagi daerah ini. Selain itu, Amir
Fatah dengan “ideologi Islam-nya” mencoba menyeret gerombolan yang lain, yakni
gerombolan Kastolani di daerah Brebes Selatan. Dengan bergabungnya gerombolan
ini, kekuatan DI di daerah Brebes Selatan menjadi semakin luas, karena memang di
daerah inilah basis DI/TII yang sebenarnya bagi daerah Brebes.

4
Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI)
yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai
Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi
militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro.
Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu
dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi
kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu
Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan
DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.

DI / TII Jawa Tengah terjadi Pada tanggal 23 Agustus 1949, Pemimpinnya


Amir Fatah dan Mahfu’dz Abdurachman (Kyai Somalangu). DI/TII itu kemudian
memusuhi pasukan TNI dengan mengadakan penghadangan dan menyerang pasukan
TNI yang sedang dalam perjalanan kembali ke Jawa Barat. Pemberontakan DI/TII di
Jawa Barat dengan segala cara menyebarkan pengaruh nya ke Jawa Tengah. Gerakan
DI/TII di Jawa Tengah di pimpin Amir Fatah. Daerah operasinya di daerah
Pekalongan Tegal dan Brebes dimana daerah tersebut mayoritas pendudukanya
beragama Islam yang fanatik.

Pada waktu daerah pendudukan Belanda terjadi kekosongan, maka pada bulan
Agustus 1948 Amir Fatah masuk ke daerah pendudukan Belanda di Tegal dan Brebes
dengan membawa 3 kompi Hizbullah. Amir Fatah masuk daerah pendudukan melalui
Sektor yang dipimpiin oleh Mayor Wongsoatmojo. Mereka berhasil masuk dengan
kedok untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda dan mendapat tugas istimewa
dari Panglima Besar Sudirman untuk menyadarkan Kartosuwiryo. Amir Fatah setelah
tiba di daerah pendudukan Belanda di Pekalongan dan Brebes kemudian melepaskan
kedoknya untuk mencapai tujuan. Dengan jalan intimidasi dan kekerasan berhasil
membentuk organisasi Islam yang dinamakan Majlis Islam (MI) mulai tingkat
dewasa sampai karesidenan. Disamping itu menyusun suatu kekuatan yaitu Tentara
Islam Indonesia (TII) dan Barisan Keamanan serta Pahlawan Darul Islam (PADI).

5
Dengan demikian di daerah pendudukan, Amir Fatah telah menyusun kekuatan DI di
Jawa Tengah.

Sementara itu Mayor Wongsoatmojo pada bulan Januari 1949 masuk daerah
pendudukan Belanda di Tegal dan Brebes dengan kekuatan 4 kompi. Kemudian
diadakan perundingan dengan pimpinan Majelis Islam (MI) yang diawali Amir Fatah.
Dengan perundingan itu dapat dicapai suatu kerjasama antara pemerintah militer
dengan MI juga antara TNI dengan pasukan Hizbullah dan Amir Fatah diangkat
menjadi Ketua Koordinator daerah operasi Tegal Brebes.

Dibalik itu semuanya Amir Fatah menggunakan kesempatan tersebut untuk menyusun
kekuatan TII dan DI nya. Usaha untuk menegakkan kekuasaan di Jawa Tengah
semakin nyata. Lebih-lebih setelah datangnya Kamran Cakrabuana sebagai utusan
DI/TlI Jawa Barat untuk mengadakan perundingan dengan Amir Fatah maka keadaan
berkembang dengan cepat. Amir Fatah diangkat Komandan Pertempuran Jawa
Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal TII. Sejak itu Amir menyerahkan tanggung
jawab dan jabatannya selaku Ketua Koordinator daerah Tegal Brebes kepada
Komandan SWKS (Sub Wherkraise) III. Ia mengatakan bahwa Amir Fatah dengan
seluruh kekuatan bersenjatanya tidak terikat lagi dengan Komandan SWKS III.

Untuk melaksanakan cita citanya di Jawa Tengah, DI mengadakan teror terhadap


rakyat dan TNI yang sedang mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Dengan
demikian dapat dibayangkann betapa berat perjuangan TNI di daerah SWKS III,
karena harus menghadapi dua lawan sekaligus yaitu Belanda dan DI/TII pimpinan
Amir Fatah. Kemudian pasukan DI mengadakan penyerbuan terhadap markas SWKS
III di Bantarsari. Pada waktu itu pula terjadilah pembunuhan massal terhadap satu
Regu Brimob pimpinan Komisaris Bambang Suprapto. Pukulan teror DI di daerah
SWKS III membuat kekuatan TNI menjadi terpecah belah tanpa hubungan satu sama
lain. Akibatnya teror DI tersebut, daerah SWKS III menjadi gawat.

6
Untuk mengatasi keadaan ini Letkol Moch. Bachrun Komandan Brigade 8/WK I
mengambil tindakan mengkonsolidasikan SWKS III yang telah terpecah pecah.
Kemudian diadakan pengepungan terhadap pemusatan DI. Gerakan selanjutnya
dilaksanakan dalam fase ofensif. Gerakan tersebut berhasil memecah belah kekuatan
DI/TII sehingga terjadi kelompok-kelompok kecil. Dengan terpecahnya kekuatan DI
menjadi kelompok-kelompok kecil tersebut akhirnya gerakan mereka dapat
dipatahkan. Setelah itu gerakan diarahkan kepada pasukan Belanda DI/TII. Gerakan
itu dilaksanakan siang dan malam, sehingga kedudukan mereka terdesak. Dalarn
keadaan moril pasukan tinggi, datang perintah penghentian tembak menembak
dengan Belanda. Akhirya menghasilkan KMB yang keputusan keputusannya harus
dilaksanakan oleh TNI antara lain penggabungan KNIL dengan TNI. Dalam situasi
TNI berkonsolidasi, Amir Fatah mengambil kesempatan untuk menyusun kekuatan
kembali. Kekuatan baru itu memilih daerah Bumiayu menjadi basis dan markas
komandonya. Setelah mereka kuat mulai menyerang pos-pos TNI dengan cara
menggunakan masa rakyat.

Untuk mencegah DI Amir Fatah agar tidak meluas ke daerah daerah lain di Jawa
Tengah, maka diperlukan perhatian khusus. Kemudian Panglima Divisi III Kolonel
Gatot Subroto mengeluarkan siasat yang bertujuan memisahkan DI Amir Fatah
dengan DI Kartosuwiryo, menghancurkan sama sekali kekuatan bersenjatanya dan
membersihkan sel sel DI dan pimpinannya. Dengan dasar instruksi siasat itu maka
terbentuklah Komando Operasi Gerakan Banteng Nasional (GBN). Daerah Operasi
disebut daerah GBN.

Pimpinan Operasi GBN yang pertama Letkol Sarbini, kemudian diganti oleh Letkol
M. Bachrun dan terakhir Letkol A. Yani. Dalam kemimpinan Letkol A. Yani untuk
menumpas DI Jawa Tengah dan gerakan ke timur dari DI Kartosuwiryo yang
gerakannya meningkat dengan melakukan teror terhadap rakyat, maka dibentuk
pasukannya yang disebut Banteng Raiders. Kemudian diadakan perubahan gerakan
Banteng dari defensif menjadi ofensif. Gerakan menyerang musuh dilanjutkan
dengan fase pembersihan. Dengan demikian tidak memberi kesempatan kepada

7
musuh untuk menetap dan konsolidasi di suatu tempat. Operasi tersebut telah berhasil
membendung dan menghancurkan ekspansi DI ke timur, sehingga rakyat Jawa tengah
tertindar dari bahaya kekacauan dan gangguan keamanan dari DI.

Dibawah kepemimpinan Amir Fatah, sampai dengan tahun akhir tahun 1950, Gerakan
DI/TII mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bahkan ia behasil
mempengaruhi Angkatan Oemat Islam (AOI), dan Batalyon 426 untuk melakukan
pemberontakan. Sedangkan pengaruhnya terhadap Batalyon 423 tidak sempat
memunculkan pemberontakan kerena adanya tindakan pencegahan dan Panglima
Divisi Diponegoro.

3. TujuanPemberontakan
1. Ingin mendirikan negara yang berdasarkan agama islam lepas dari NKRI
2. Menjadikan Syariat islam sebagai dasar Negara (pola tingkah laku, dalam
keluarga /masyarakat/ bangsa ataupun Negara) bersumber pada”Al-Qur’an ,
Hadist,Ijma’, dan Qias”.
4. Upaya Pemerintah Mengatasi Pemberontakan

Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah


melakukan operasi kilat yang disebut “Gerakan Banteng Negara” (GBN) di bawah
Letnan Kolonel Sarbini (selanjut-nya diganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan
kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani). Gerakan operasi ini dengan pasukan
“Banteng Raiders.” Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang
merupakan bagian dari DI/ TII, yakni dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam (AUI)”
yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “Romo
Pusat” atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan
waktukuranglebihtigabulan.

Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang


dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan Desember

8
1951. Untuk menumpas pemberontakan ini pemerintah melakukan “Operasi Merdeka
Timur” yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo.

Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak terrsebut dapat


dihancurkan dan sisa- sisanya melarikan diri ke Jawa Barat dan ke daerah GBN.

C. Kesimpulan

Amir Fatah bernama lengkap Amir Fatah Wijaya Kusumah, adalah salah satu
pimpinan Hizbullah Fisabilillah di daerah Besuki, Jawa Timur sebelum bergolaknya
pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah. Ketika Perjanjian Renville ditanda tangani
oleh pihak Belanda dan Indonesia, maka semua kekuatan Republik diharuskan hijrah
ke Jawa Tengah, termasuk kesatuan Hizbullah dan Fisabilillah yang dipimpinnya.

Pada tahun 1950, ia memproklamirkan wilayahnya merupakan bagian DI/TII


Kartosuwiryo. Melalui operasi yang dilakukan oleh TNI untuk sementara waktu
kekuatan mereka melemah tetapi akibat ada pembelot, kekuatan DI/TII Amir Fatah
kembali kuat. Pada akhirnya pasukan Amir Fatah dapat ditaklukkan di perbatasan
Pekalongan – Banyumas.

9
Daftar Pustaka

C. Van Dijk, Op. cit,

Dinas Sejarah TNI-AD, dokumentasi tentang: Laporan Khusus Mengenai Yon


423 dan Yon 426 Yang Berada di Jawa Tengah. Intel Kementrian
Pertahanan (Biro “S”), 2 Desember 1951

https://www.gurupendidikan.co.id/sejarah-terbentuknya-di-tii

10

Anda mungkin juga menyukai