Anda di halaman 1dari 44

PRESENTASI KASUS

KASUS GAWAT DARURAT


PNEUMONIA KOMUNITI

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Diajukan kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M.Kes (Pembimbing IGD)
dr. Benediktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Jalan dan Rawat Inap)

Disusun oleh:
dr. Rujitra Tanaya Namaskara

RSUD KANJURUHAN KEPANJEN


KABUPATEN MALANG

2017
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS GAWAT DARURAT
PNEUMONIA KOMUNITI

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal :

Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat

dr. Hendryk Kwandang, M.Kes

1
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS GAWAT DARURAT
PNEUMONIA KOMUNITI

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal :

Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Jalan dan Rawat Inap

dr. Benediktus Setyo Untoro

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas bimbinganNya sehingga


penulis telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang berjudul
PNEUMONIA KOMUNITI. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr.Hendryk Kwandang, M.Kes selaku dokter pembimbing instalasi gawat
darurat
2. dr.Benediktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat jalan dan
rawat inap
3. dr. Antarestawati, dr. Anita Ikawati, dr. Janny Fajar Dita, dan dr. Yudha
Pratama selaku dokter jaga dua
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Kepanjen, Maret 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.....i

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI..iv

BAB 1 Pendahuluan...1

BAB 2 Laporan kasus2

2.1 Identitas.............2

2.2 Anamnesa..2

2.3 Pemeriksaan Fisik..3

2.4 Pemeriksaan Laboratorium.....................................................................5


2.5 Pemeriksaan Radiologi...........................................................................5
2.6 Resume...6
2.7 Diagnosis....7
BAB 3 Tinjauan pustaka.......................................................................................9
3.1 Definisi Pneumonia.............................................................................11
3.2 Etiologi13
3.3 Patofisiologi19
3.4 Diagnosis.22

3.5 Diagnosi banding.........29

3.6 Tatalaksana pneumonia..31

3.7 Komplikasi.....37
BAB 4 Kesimpulan...39
Daftar Pustaka..40

4
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7
di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia
dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per
1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi
pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika
adalah 10 %.

Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya


ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit


infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan
11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 %
kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam
Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi
nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia
komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat per tahun.
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas.
Nama : Tn. P
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 34 tahun
Status : Menikah
Suku : Madura
Agama : Islam
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Pekerja proyek pembangunan

Anamnesa.
1. Keluhan Utama.
Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pasien mengeluh sesak 2 minggu SMRS dan makin memberat 2 hari SMRS.
Sesak dipicu bila pasien batuk. Sesak tidak berkurang dengan istirahat. Pasien
mengeluhkan demam tinggi sejak 1 minggu yang lalu dan tidak mereda setelah
minum obat obatan warung. Sehari-hari pasien sulit tidur karena sesaknya. Saat
tidur pasien menggunakan 1 bantal. Nyeri dada tipikal disangkal. Keluhan batuk
disangkal, penurunan berat bdan disangkat dan berkeringat pada malam hari
disangkal. Nafsu makan baik, BAB dan BAK lancar. Pasien memiliki riwayat
hipertensi.

3. Riwayat Penyakit Dahulu.


Pasien tidak memiliki riwayat gejala yang sama sebelumnya. Riwayat hipertensi (+)
4. Riwayat Keluarga.

2
Tidak ada keluarga maupun kerabat yang mengalami gejala yang sama.
5. Riwayat Sosial
Pasien saat ini bekerja sebagai pekerja proyek pembangunan di bagian
pembangunan lahan parkiran. Lingkungan tempat bekerja sangat berdebu. Debu
berupa semen sika yang terbawa angin (untuk pembangunan lahan parkir). Pasien
dalam bekerja senantiasa menggunakan masker.

2.1. Pemeriksaan Fisik.


1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis.
2. Tanda Vital
a. Laju denyut jantung:96x/menit reguler.
b. Laju pernapasan : 32x/menit.
c. Suhu aksiler : 39,9OC.
d. Tekanan Darah : 150/90
3. Kepala
a. Bentuk : normosefal, benjolan massa (-) UUB cekung (-).
b. Ukuran : mesosefal.
c. Rambut : tebal, hitam.
d. Wajah : simetris, bundar, rash (-), sianosis (-), edema (-).
e. Mata
konjungtiva : anemis (-).
sklera : ikterik (-).
palpebra : edema (-).
reflek cahaya : (+/+).
pupil : isokor, (+/+), 1mm/1mm..
telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (-).

3
f. Hidung : sekret (-) jernih, pernafasan cuping hidung(-), perdarahan
(-), hiperemi (-).
g. Mulut : mukosa bibir kering, mucosa sianosis (-), lidah kotor (-)
4. Leher
a. Inspeksi : massa (-/-).
b. Palpasi : pembesaran kelenjar limfa regional (-/-).
5. Thoraks
a. Inspeksi : bentuk dada kesan normal dan simetris; retraksi dinding
dada (-), tidak didapatkan deformitas.
b. Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba di MCL (S) ICS V(S).
Perkusi : batas jantung normal.
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, ekstrasistol (-), gallop (-),
murmur (-).
c. Paru:
Inspeksi : gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding
dada,retraksi (-),RR 28 kali/menit, teratur, simetris.
Palpasi : pergerakan dinding dada saat bernafas simetris.
Perkusi : sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
Auskultasi : bronkial di seluruh lapang paru.
+ + - -
Rh + + Wh - -
+ + - -

4
6. Abdomen
a. Inspeksi : datar, kulit abdomen : jaringan parut (-).
b. Auskultasi: soefl, bising usus (+), normal.
c. Perkusi : timpani, shifting dullnes (-).
d. Palpasi : H/L tidak teraba.

7. Ekstremitas
a. Edema -/-
b. Ikterik -/-
c. Akral hangat +/+
d. CRT < 2
e. Ptechiae (-)

2.4 Pemeriksaan Laboratorium


15 Desember 2016

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


1. HB 116,1 L:13,3-13,5 P:11,7-15,7
2. Leukosit 11.566 6000-17000
3. Hematokrit 47,6% 34-40%
4. Trombosit 305.000 150000-400000
5. Eritrosit 4,23 L: 4,5-6,5 P: 3,0-6,0

2.5 Pemeriksaan Radiologi

5
Bacaan Radiologi :
Foto thorax AP
Soft Tissue: Normal
Bone: Fracture -, Intercostae space hemithorax kiri atas menyempit
Trachea: tidak deviasi
Sudut konstovertebral: kiritampak perkabutan; Kanan Lancip
Diagfragma: Normal
Hilus: kananperkabutan, Kiri normal
Jantung: CTR < 50%
Paru: kirifibroinfiltrat pada bagian medial, coracan vascular normal,
konsolidasi()
Kanan Normal

2.6. Resume.
Tn. A/ Laki-laki/ 34 tahun
Anamnesis
Keluhan utama: Sesak
Pasien mengeluh sesak 2 minggu SMRS dan makin memberat 2 hari SMRS. Sesak
dipicu bila pasien batuk. Sesak tidak berkurang dengan istirahat. Pasien mengeluhkan
demam tinggi sejak 1 minggu yang lalu dan tidak mereda setelah minum obat obatan

6
warung. Sehari-hari pasien sulit tidur karena sesaknya. Saat tidur pasien
menggunakan 1 bantal. Riwayat hipertensi (+)

Pemeriksaan fisik
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis
Tanda vital
Laju denyut jantung :96x/menit reguler.
Laju pernapasan : 32 x/menit.
Suhu aksiler : 39,9OC.
Tekanan Darah : 150/90
Kepala : tidak ditemukan kelainan.
Leher : tidak ditemukan kelainan.
Thoraks : bronkial di seluruh lapang paru.
+ + - -
Rh + + Wh - -
+ + - -

Abdomen : tidak ditemukan kelainan.


Ekstrimitas : edema (-/-) CRT <2
Status neurologis : normal

Pemeriksaan Radiologi

7
2.7 Diagnosis.
a. Diagnosis Kerja:
Community acquired Pneumonia
b. Rencana diagnosis: Sputum BTA SPS

2.8 Rencana Terapi


a. O2 nasal canule 2 lpm
b. IVFD NS 20 tpm
c. Inj. Cefotaxim 3x1 gram, IV
d. Inj. Levofloxacin 1x750mg, IV
e. Inj Antrain 3x1 Amp

BAB III

8
TINJAUAN PUSTAKA

Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan

kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Dari hasil survei kesehatan

rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah

menempati urutan ke dua sebagai penyebab kematian. ISNBA dapat dijumpai dalam

berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Laporan WHO 1999

menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia

adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia. Di Indonesia, dari buku

SEAMIC Health statistic 2001, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor

enam.

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut,

sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka

nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,

angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.

Anatomi Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk

kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi

9
oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul

di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal.

Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada

bagian hilus.

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus

pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus

medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius

dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus

inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang

menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai

dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan

dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil,

segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.

10
Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang

11
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan

paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan

toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

Epidemiologi Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang

terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia.

Angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Berdasarkan umur, pneumonia

dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Di

Amerika Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit infeksi saluran nafas pada

anak di bawah 2 tahun.


UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena

penyakit pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di negara berkembang tidak

hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan

kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan

bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena

Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang

juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data

mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian

pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang. Pneumonia yang

disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4

musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, dinegara tropis

pada musim hujan.

12
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan ( morbiditas )

pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas ) pada bayi

23,8% dan balita 15,5%.

Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu

bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.

Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia.

Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien,

dan keadaan klinis terjadinya infeksi.

Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV),

parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang

berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus

influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik

klamidia dan mikoplasma.

Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes

merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak

pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain

itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia

bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan

penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired

acute pneumonia sering disebabkan oleh streptokokkus pneumonia atau

13
pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical pneumonia penyebab

umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan batang gram

negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering

ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya


infeksi.
Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang
Lahir-20 hari Bakteria Bakteria
Escherichia colli Group D streptococci
Group B streptococci Haemophillus influenzae
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus

3 minggu Bakteria Bakteria


3 bulan Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillusinfluenza type B &
Virus non typeable
Respiratory syncytial virus Moxarella catarrhalis
Influenza virus Staphylococcus aureus
Para influenza virus 1,2 Ureaplasma urealyticum
and 3 Virus
Adenovirus Cytomegalovirus

4 bulan Bakteria Bakteria


5 tahun Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza type B
Clamydia pneumoniae Moxarella catarrhalis
Mycoplasma pneumoniae Neisseria meningitis
Virus Staphylococcus aureus
Respiratory syncytial virus Virus
Influenza virus Varicella zoster virus
Parainfluenza virus

14
Rhinovirus
Adenovirus
Measles

5 tahun dewasa Bakteria Bakteria


Clamydia pneumonia Haemophillus influenza type B
Mycoplasma pneumonia Legionella species
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya


infeksi.
Communityy-acquired acute pneumonia
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.
Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B (adults);
adenovirus
(military recruits); SARS virus
Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens, Escherichia coli)
and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)

15
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma
capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

2.5 Klasifikasi Pneumonia

1. Menurut sifatnya, yaitu:

a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak

mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu

Staphylococcus pneumoniae ( pneumokokus), Hemophilus influenzae, juga

Virus penyebab infeksi pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu

juga bakteri pneumonia yang tidak khas( atypical) yaitu mykoplasma,

chlamydia, dan legionella.


b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi,

selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi

mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV,

dan kanker,dll.
2. Berdasarkan Kuman penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri

mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella

pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi

influenza.

16
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada

penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia

yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia

yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam.
b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan

pneumonia yang terjadi di rumah sakit, infeksi terjadi setelah 48 jam berada

di rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan

yaitu Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya

seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll.

Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP.


c. Pneumonia aspirasi

4. Berdasarkan lokasi infeksi

a. Pneumonia lobaris

Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar

umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran airbronchogram.

Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar

melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah

Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang

terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh

17
adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses

keganasan.

b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus

terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk

bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan

adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat

disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang

dihubungkan dengan obstruksi bronkus.

c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan

peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan

mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan

interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus

masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.

Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi

sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan

gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan

tubuhnya , adalah yang paling berisiko.


Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan

yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia

18
lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan

merusak organ paru-paru.


Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru

banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.

Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis

dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara

mikroorganisme mencapai permukaan:


1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria

atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat

mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila

terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi

aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini

merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian

kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan

penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).


Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan

reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan

diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya

antibodi.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling

mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun

19
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru

kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,

infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri

pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.


Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium Kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan

aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat

pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel

imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot

polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini

mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen

dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan

sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.


2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang

dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang

terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium

20
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.

Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.


3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada

saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus

masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu

dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.


4. Stadium Akhir (Resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara

enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru

kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan

normal.

2.7 Diagnosis Pneumonia


2.7.1 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya
meliputi:

Gejala Mayor: 1.Batuk


2.Sputum produktif
3.Demam (suhu>38 0c)

Gejala Minor: 1. sesak napas


2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh

21
kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai

batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.


Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu

bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi

terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang

melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar

pada stadium resolusi.

2.7.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis

leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan

diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur

darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah

menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis

respiratorik.
2.7.3 Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus

atau segment paru secara anantomis.


Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.

Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.


Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi

dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di

lobus medius kanan.

22
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling

akhir terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya

udara pada bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).


Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,

hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab

pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,

Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran

bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi

yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.6
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax

23
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.
CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke
perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Foto Thorax

24
Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus
bawah kiri.
CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar

sampai perifer.

3. Pneumonia Interstisial

Foto Thorax

25
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial

prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat,

diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.


CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19


tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler
yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan

26
area konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis
atau bronkiolektasis (tanda panah)

Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,

torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum

disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.

Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur

dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian

membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.

Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi

kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria

dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu

bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.

Diagnosis Banding Pneumonia


A.Tuberculosis Paru (TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah

saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang

produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik

meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan

penurunan berat badan.

27
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
B.Atelektasis

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak

sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak

mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia

tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum

ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi

lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit.

Sehingga akan tampak thorax asimetris.

28
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA
C. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram.

Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan

mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura

sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi pleura.

29
Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

Penatalaksanaan

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan

hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.

3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara

umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat

sebagai berikut :

1. Pemberian Antibiotik

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)


Golongan Penisilin

30
TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin

31
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia -S.pneumonia - Klaritrom - Siprofloksasin


-M.pneumonia
penderita isin 2x500mg atau
-C.pneumonia
< 65 tahun
-H.influenzae 2x250 mg Ofloksasin 2x400mg
-Penyakit
-Legionale sp - - - Levofloksasin
Penyerta (-) -S.aureus
Azitromisin 1x500mg atau
-Dapat -M,tuberculosis
-Batang Gram (-) 1x500mg Moxifloxacin
berobat jalan
- Rositrom
1x400mg
isin 2x150 mg - Doksisiklin 2x100mg
atau 1x300 mg
Kategori II -Usia -S.pneumonia -Sepalospporin -Makrolid
-Levofloksasin
penderita > H.influenzae generasi 2
-Gatifloksasin
-Trimetroprim
65 tahun Batang gram(-) -Moxyfloksasin
- Peny. +Kotrimoksazol
Aerob
-Betalaktam
Penyerta (+) S.aures
-Dapat
M.catarrhalis
berobat jalan
Legionalle sp

32
Kategori -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +
-H.influenzae
III berat. Generasi 2 atau tazobaktam
-Polimikroba
- Perlu -Sulferason
3
termasuk Aerob
dirawat di - Betalaktam +
-Batang Gram (-)
Penghambat
RS,tapi tidak -Legionalla sp
-S.aureus Betalaktamase
perlu di ICU
M.pneumoniae
+makrolid

Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/


-Legionella sp meropenem
IV berat generasi 3
-Batang Gram (-) -Vankomicin
-Perlu dirawat
(anti -Linesolid
aerob
di ICU -Teikoplanin
-M.pneumonia pseudomonas)
-Virus
+ makrolid
-H.influenzae
- Sefalosporin
-M.tuberculosis
-Jamur endemic generasi 4
- Sefalosporin
generasi 3 +
kuinolon

2. Terapi Suportif Umum

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan

pemeriksaan analisis gas darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat

disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.

33
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan

napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan

ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan

pernapasan.

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan

paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia

bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada

keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud

mengencerkan dahak tidak diperkenankan.

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak

bermanfaat pada keadaan renjatan septik.

6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila

terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.

7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia

adalah:

a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan

menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan

pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu

dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2

menjadi 50% atau lebih rendah.

b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau

didapat asidosis respiratorik.

34
c. Respiratory arrest.

d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang

didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan

CO2 yang berlebihan.

3. Terapi Sulih (switch therapy)

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat

suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya

perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara

sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan

step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari

intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti

secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran pencernaan

berfungsi normal.

Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah :

1. Temp 37,8 C, Kesadaran baik

2. Denyut jantung 100 denyut / menit,

3. Respirasi rate 24 napas / menit

4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg

5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara,

6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

35
Komplikasi Pneumonia

1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi

bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%,

Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%.

Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan

steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.

2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa

meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi

kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian

fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.

3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.

4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi

oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.

5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6

minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti

Pseudomonas aeruginosa.

6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi

dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau

hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans.

Prognosis Pneumonia

36
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya

antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan

kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah

sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi

yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif

kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan

komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram

negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.

Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di

RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan

kecuali:

1. Bila terdapat penyakit paru kronik

2. PN Meliputi banyak lobus

3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:

a. Usia > 60 tahun.

b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30

x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500->30.000)

BAB IV

KESIMPULAN

Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang

dapat menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi

37
bakteri Streptococcus pneumonia dengan gejala yang muncul seperti demam, batuk

berdahak, sesak napas, dan terkadang disertai nyeri dada.


Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan

menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Gambaran khas pada

pneumonia adalah adanya konsolidasi dengan adanya gambaran air bronchogram.

Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk

menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto

thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan

laboratorium.
Penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah pemberian antibiotik yang

sesuai dengan kuman penyebab pneumonia disamping terapi supportif lainnya.

Prognosis pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi antibiotik yang adekuat,

faktor predisposisi pasien dan ada tidaknya komplikasi yang menyertai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat


Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru
FK UNAIR. Surabaya

38
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;
2007.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.2003
7. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin
infect Dis 2000; 31: 347-82
8. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of
community-acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
9. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia,
007;132:1348
10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient
and outpatient, Chest 2007;131;1205

39

Anda mungkin juga menyukai