Disusun untuk Menyelesaikan Tugas Project Based Learning pada Mata Kuliah
Fundamental Pathophysiology of Digestive System
Oleh
Novia Ecci
NIM. 145070201131016
2. ETIOLOGI
Menurut Simadibrata (2006) diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain: Infeksi yang disebabkan oleh bakteri: shigella sp, E.coli pathogen,
salmonella sp, vibrio cholera, yersinia entero colytika, campylobacter jejuni,
v.parahaemolitikus, staphylococcus aureus, klebsiella, pseudomonas,
aeromonas, dll. Virus: rotavirus,adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
cytomegalovirus, echovirus. Makanan beracun atau mengandung logam,
makanan basi, makan makanan yang tidak biasa misalnya makanan siap saji,
makanan mentah, makanan laut. Obat- obatan tertentu (penggantian hormone
tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida).
3. KLASIFIKASI
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes (2002), diare
akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang- seling
berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh
penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori,
yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan
yang hilang 2- 5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila
cairan yang hilang berkisar 5- 8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi
berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8- 10%.
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15- 30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang- timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non- infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan
metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut
(Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau
persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.
4. EPIDEMIOLOGI
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya
yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare,
Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan
insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun
2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa
(KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada
tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang,
kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.)
Menurut Riskesdas 2007, Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang:
4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta
(4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD,
Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Bila dilihat per kelompok umur diare
tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada
anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi
laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada
perempuan. Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan,
yaitu sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih
tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan
buruh. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan
berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat
ke-3 setelah TB dan Pneumonia.
Menurut survey morbiditas diare, kejadian Diare juga menpunyai trend
yang semakin naik pada periode tahun 1996-2006. Sedangkan dari tahun 2006
sampai tahun 2010 terjadi sedikit penurunan angka kesakitan, yaitu dari 423
menjadi 411 per 1000 penduduk. Dari hasil survery tersebut, proporsi terbesar
penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 11 bulan yaitu sebesar
21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29
bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54 59
bulan yaitu 2,06%.
Menurut Kejadian Luar Biasa 2009- 2010, sebaran frekuensi KLB diare
yang umumnya lebih banyak di wilayah Sulawesi bagian tengah kemudian Jawa
bagian timur. Kematian terbanyak terjadi di provinsi Sulawesi Tengah, Jawa
Timur kemudian disusul Sulawesi Selatan, Banten, Sulawesi Tenggara dan
Bengkulu. Bila dilihat berdasarkan golongan umur, kasus pada KLB diare lebih
banyak terjadi pada golongan umur 1-4 tahun kemudian golongan 20-44 tahun.
Hal ini merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare
yang umumnya diderita oleh balita dan menjadi penyumbang kematian pada
balita. Faktor hygiene dan sanitasi lingkungan, kesadaran orang tua balita untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberian ASI menjadi faktor yang
penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada balita. Sedangkan bila
dilihat dari jenis kelamin, kasus KLB diare pada tahun 2010 tidak berbeda jauh
antar laki-laki (51%) dengan perempuan (49%). Hal senada juga terjadi pada
tahun 2009, tidak ada perbedaan yang signifikan kasus KLB diare antara
perempuan (51%) dengan laki-laki (49%). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit
diare merupakan penyakit yang tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin.
5. FAKTOR RESIKO
Menurut Muttaqin dan Sari (2011), faktor Predisposisi dan penyebab
Gastroenteritis adalah
a. Infeksi virus, berkisar 50-70% dari kejadian Gastroenteritis
Novovirus atau Norwalk virus merupakan penyebab utama gastroenteritis
viral di Amerika Serikat. Cara transmisi adalah fekal-oral, manusia ke manusia,
air yang terkontaminasi feses novovirus. Masa inkubasi 12-48 jam dengan
gejala awal mual, diare, muntah, nyeri kepala, dan hipertermi (RSW, 2008).
Agen virus lainnya yang juga menyebabkan gastroenteritis viral (Thielman,
2004), meliputi: Caliviruses, Rotavirus, Adenovirus, Provovirus, Astrovirus,
Coronavirus, Pestivirus, dan Torovirus.
b. Infeksi bakteri, berkisar 15-20% dari kejadian Gastroenteritis
Berbagai agen bakteri yang masuk ke dalam gastrointestinal dapat
memberikan respon peradangan. Pada kondisi di Indonesia dengan higienis
dan sanitasi yang kurang, seperti pada musim penghujan, dimana air
membawa sampah dan kotoran lainnya, juga pada waktu kemarau dimana
lalat tidak dapat dihindari apalagi disertai tiupan angin yang cukup besar
sehingga penularan lebih mudah terjadi. Persediaan air bersih kurang
sehingga terpaksa menggunakan air seadanya, dan terkadang lupa cuci
tangan sebelum dan sesudah makan, meningkatkan transmisi bakteri.
c. Infeksi parasit, berkisar 10-15% dari kejadian gastroenteritis
Berbagai agen parasit bisa menginvasi saluran gastrointestinal dan
memberikan respons peradangan dengan manifestasi diare, mual, dan
muntah. Agen parasit tersebut meliputi: Giarda Amebiasis, Cryptosporidium,
dan Cylospora.
d. Toksisitas makanan (CDC, 2006)
Kondisi toksisitas makanan bisa memberikan respons peradangan dengan
manifestasi diare. Agen toksisitas bisa dihasilkan oleh toksin (S. aureus, B.
cereus) dan postkolonisasi kuman (V. cholera, C. perfringens, enterotoxigenic,
E. coli, Aeromonas).
e. Keracunan kerang dan binatang dari laut (CDC, 2006)
Beberapa makanan dari laut seperti kerang dan beberapa binatang laut
yang masuk ke saluran gastrointestinal akan memberikan respons inflamasi
dan memberikan manifestasi gangguan gastrointestinal. Beberapa kondisi
keracunan bahan laut dibagi menjadi :
- Paralytic shelfish poisoning (PSP) Saxitoxin
- Neurologic shelfish poisoning (NSP) Brevetoxin
- Diarrheal shelfish poisoning (DSP) Okadiac acid
- Amnesic shelfish poisoning Domic acid
- Ciguatera (ciguatoxins)
- Scombroid (melakukan konversi histidine menjadi histamine)
f. Obat-obatan (Thielman, 2004)
Berbagai agen obat dapat memberikan respons peradangan pada mukosa
saluran gastrointestinal dan memberikan manifestasi peningkatan diare. Agen
obat yang berhubungan peradangan gastrointestinal, meliputi hal-hal berikut :
- Antibiotic, berhubungan dengan perubahan flora normal
- Laksatif, termasuk magnesium yang ada di dalam antasida
- Quinidine
- Kolinergik
- Sorbitol
g. Makanan dan Minuman (Day, 2007)
Pada kondisi kekurangan zat gizi, kelaparan (perut kosng) apalagi bila
perut kosong dalam waktu yang cukup lama, kemudian diisi dengan makanan
dan minuman dalam jumlah banyak pada waktu yang bersamaan, terutama
makanan yang berlemak, terlalu manis, banyak serat, atau dapat juga karena
zat putih telur akan meningkatkan respons saluran gastrointestinal dan terjadi
peradangan.
6. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
7. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansyoer Arif (2000), tanda dan gejala gastroenteritis atau diare
adalah:
a. Mula-mula cengeng dan gelisah (jika pasien bayi/anak)
b. Suhu badan dapat meningkat/tidak
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
d. Diare
e. Feses cair dengan atau tanpa darah/lendir
f. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu
g. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam
h. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesuda diare
i. Dehidrasi, bila banyak cairan keluar mempunyai tanda-tanda ubun-ubun besar
cekung, tonus dan turgor kulit menurun, selaput lendir mulut dan bibir kering
j. Berat badan menurun
Tanda dan gejala gastroenteritis pada balita secara umum antara lain:
anak menjadi cengeng, sering menangis dan gelisah, kadang-kadang demam,
mengalami gangguan minum, dan nafsu makan berkurang. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum atau sesudah diare disebabkan oleh lambung yang meradang
dan akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Pada bayi
penderita gastroenteritis biasanya warna muntah seperti warna susu. Tinja cair
dan dapat disertai lendir. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-
hijauan karena bercampur dengan empedu.
Bila penderita telah kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi
mulai tampak. Secara umum gejala dan tanda dehidrasi pada anak antara lain:
mengantuk, tampak kehausan yang luar biasa, kulit, bibir, dan lidah kering, saliva
menjadi kental, mata dan ubun-ubun cekung, warna kulit pucat atau sianosis,
turgor kulit berkurang, ekstremitas dingin, banyaknya air kemih berkurang,
gelisah, kadang-kadang kejang kemudian syok, asidosis dan pernafasan
Kuzzmaull (pernapasan yang cepat dan dalam), pada keadaan yang luar biasa
anak terlihat kurang meresponi keadaan sekitarnya (apatik).
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Muttaqin (2010) pemeriksaan diagnostik pada klien
gastroenteritis adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui data subyektif dari klien. Pada
pemeriksaan fisik abdomen sistem yang sering di gunakan adalah
inspeksi,auskultasi, palpasi dan perkusi. Tempatkan klien posisi supine.
Kontur dan simetrisitas dari abdomen di inspeksi dengan mengidentifikasi
penonjolan lokal , distensi, atau gelombang peristaltik. Auskultasi dilakukan
sebelum perkusi dan palpasi (yang dapat meningkatkan motilitas usus dan
dengan demikian merubah bising usus). Karakter, lokasi, dan frekwensi
bising usus di catat. Palpasi di gunakan untuk menidentifikasi masa
abdomen atau area nyeri tekan.
Pada pemeriksaan gastroenteritis umumnya terdapat :
- Turgor kulit menurun, mata mulai cekung
- Asites (-), BB menurun, bising usus meningkat
- Membran mukosa mulut tampak kering
- BAK 3-5x/hari , 75-100 cc tiap BAK, warna kuning agak pekat
- BAB encer 2-3 kali atau lebih dalam sehari
- Konjungtiva subanemis
- Klien terlihat lemah/pucat
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan tinja
- Makroskopis dan mikroskopis
- Biarkan kuman untuk mencari kuman penyebab
- Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare peresisten)
- Ph dan kadar gula jika di duga ada toleransi gula
Karakteristik hasil pemeriksaan feses sebagai berikut : feses berwarna
pekat/putih kemungkinan di sebabkan karena adanya pigmen
empedu/obstruksi empedu. Feses berwarna hitam di sebabkan karena efek
dari obat Fe, diet tinggi buah dan sayur hijau tua seperti bayam. Feses
berwarna pucat disebabkan karena malabsorbsi lemak, diet tinggi susu dan
produk susu. Feses berwarna orange atau hijau di sebabkan karena infeksi
usus. Feses cair dan berlendir disebabkan karena diare yang penyebabnya
adalah bakteri. Feses seperti tepung berwarna putih disebabkan karena
virus. Feses seperti ampas disebabkan karena diare yang penyebabnya
adalah parasit. Feses yang didalamnya terdapat pus atau mukus
disebabkan karena bakteri, darah jika terjadi peradangan pada usus,
terdapat lemak dalam feses jika di sebabkan karena malabsorbsi lemak
dalam usus halus.
Pemeriksaan darah
- Darah perifer lengkap
- Analisis gas darah dan elektrolit (Na,K,Ca dan P serum pada diare yang di
sertai kejang)
- Ph dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan keseimbangan
asam basa
- Kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal
Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Saat ini WHO menganjurkan 4 hal utama yang efektif dalam menangani
anak-anak yang menderita diare akut, yaitu penggantian cairan (rehidrasi), cairan
diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi yang sudah terjadi, pemberian
makanan terutama ASI selama diare dan pada masa penyembuhan diteruskan,
tidak menggunakan obat antidiare, serta petunjuk yang efektif bagi ibu serta
pengasuh tentang perawatan anak yang sakit di rumah, terutama cara membuat
dan memberi oralit, tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk
membawa anak kembali berobat serta metoda yang efektif untuk mencegah
diare.
10. KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat)
b. Renjatan hipovolemik
c. Hypokalemia (keadaan kadar kalium darah yang rendah dengan gejala
meteriorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektrokardiogram).
d. Hypoglikemia (keadaan kadar glukosa darah yang rendah). Gejala ini akan
muncul jika kadar glukosa darah sampai 40 mg % pada bayi disertai lemas,
apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah)
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba
Medika.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.
Suharyono. 2008. Diare Akut, Klinik dan Laboratorik Cetakan Kedua. Rineka Cipta.
Jakarta.