Anda di halaman 1dari 17

FP GASTROENTRITIS

Disusun untuk Menyelesaikan Tugas Project Based Learning pada Mata Kuliah
Fundamental Pathophysiology of Digestive System

Oleh

Novia Ecci
NIM. 145070201131016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
1. DEFINISI
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan
yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja yang encer atau cair (Wong, Donna L. 2003).
Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung, usus
besar, dan usus halus disebabkan oleh infeksi makanan yang mengandung
bakteri atau virus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak
dengan konsistensi encer dan kadang-kadang disertai dengan muntah-muntah.
Dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen.
(Nursalam Dr. et. Al. 2005)
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada
lambung dan usus yang di tandai berak-berak encer 5 kali atau lebih.
Gastroenteritis adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat atau
tanpa lender dan darah (Murwani. 2009).
Gastroenteritis adalah buang air besar dengan fases berbentuk cair atau
setengah cair, dengan demikian kandunngan air pada feses lebih banyak dari
biasanya (Priyanta: 2009).

2. ETIOLOGI
Menurut Simadibrata (2006) diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain: Infeksi yang disebabkan oleh bakteri: shigella sp, E.coli pathogen,
salmonella sp, vibrio cholera, yersinia entero colytika, campylobacter jejuni,
v.parahaemolitikus, staphylococcus aureus, klebsiella, pseudomonas,
aeromonas, dll. Virus: rotavirus,adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
cytomegalovirus, echovirus. Makanan beracun atau mengandung logam,
makanan basi, makan makanan yang tidak biasa misalnya makanan siap saji,
makanan mentah, makanan laut. Obat- obatan tertentu (penggantian hormone
tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida).

3. KLASIFIKASI

Pengelompokan diare dapat berdasarkan banyak hal. Secara klinis, dapat


dibedakan menjadi dua kelompok sindroma diare, yaitu diare cair dan disentri
atau diare berdarah, masing-masing menggambarkan patogenesis yang
berbeda. Klasifikasi diare lain berdasarkan adanya invasi barier usus oleh
mikroorganisme tersering penyebab diare (virus, bakteri maupun protozoa),
dapat dikelompokkan sebagai diare infeksi atau non infeksi. Berdasarkan
patomekanisme terjadinya diare, dapat dibedakan menjadi diare sekretorik atau
diare osmotik. Diare dapat juga diklasifikasikan berdasar derajat dehidrasinya.
Haroen Noerasid membagi diare berdasarkan dehidrasi ringan, sedang dan
berat. Sedangkan menurut UKK gastro-hepatologi IDAI, 2009 berdasarkan
derajat dehidrasi yang terjadi, diare terbagi menjadi dehidrasi berat, dehidrasi tak
berat dan tanpa dehidrasi. Pengelompokan berdasarkan waktu terjadinya diare,
meliputi: diare akut, diare kronik dan diare persisten.

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari:

a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes (2002), diare
akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang- seling
berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh
penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori,
yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan
yang hilang 2- 5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila
cairan yang hilang berkisar 5- 8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi
berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8- 10%.
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15- 30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang- timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non- infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan
metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut
(Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau
persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.
4. EPIDEMIOLOGI
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya
yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare,
Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan
insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun
2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa
(KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada
tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang,
kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.)
Menurut Riskesdas 2007, Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang:
4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta
(4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD,
Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Bila dilihat per kelompok umur diare
tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada
anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi
laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada
perempuan. Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan,
yaitu sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih
tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan
buruh. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan
berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat
ke-3 setelah TB dan Pneumonia.
Menurut survey morbiditas diare, kejadian Diare juga menpunyai trend
yang semakin naik pada periode tahun 1996-2006. Sedangkan dari tahun 2006
sampai tahun 2010 terjadi sedikit penurunan angka kesakitan, yaitu dari 423
menjadi 411 per 1000 penduduk. Dari hasil survery tersebut, proporsi terbesar
penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 11 bulan yaitu sebesar
21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29
bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54 59
bulan yaitu 2,06%.
Menurut Kejadian Luar Biasa 2009- 2010, sebaran frekuensi KLB diare
yang umumnya lebih banyak di wilayah Sulawesi bagian tengah kemudian Jawa
bagian timur. Kematian terbanyak terjadi di provinsi Sulawesi Tengah, Jawa
Timur kemudian disusul Sulawesi Selatan, Banten, Sulawesi Tenggara dan
Bengkulu. Bila dilihat berdasarkan golongan umur, kasus pada KLB diare lebih
banyak terjadi pada golongan umur 1-4 tahun kemudian golongan 20-44 tahun.
Hal ini merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare
yang umumnya diderita oleh balita dan menjadi penyumbang kematian pada
balita. Faktor hygiene dan sanitasi lingkungan, kesadaran orang tua balita untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberian ASI menjadi faktor yang
penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada balita. Sedangkan bila
dilihat dari jenis kelamin, kasus KLB diare pada tahun 2010 tidak berbeda jauh
antar laki-laki (51%) dengan perempuan (49%). Hal senada juga terjadi pada
tahun 2009, tidak ada perbedaan yang signifikan kasus KLB diare antara
perempuan (51%) dengan laki-laki (49%). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit
diare merupakan penyakit yang tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin.

5. FAKTOR RESIKO
Menurut Muttaqin dan Sari (2011), faktor Predisposisi dan penyebab
Gastroenteritis adalah
a. Infeksi virus, berkisar 50-70% dari kejadian Gastroenteritis
Novovirus atau Norwalk virus merupakan penyebab utama gastroenteritis
viral di Amerika Serikat. Cara transmisi adalah fekal-oral, manusia ke manusia,
air yang terkontaminasi feses novovirus. Masa inkubasi 12-48 jam dengan
gejala awal mual, diare, muntah, nyeri kepala, dan hipertermi (RSW, 2008).
Agen virus lainnya yang juga menyebabkan gastroenteritis viral (Thielman,
2004), meliputi: Caliviruses, Rotavirus, Adenovirus, Provovirus, Astrovirus,
Coronavirus, Pestivirus, dan Torovirus.
b. Infeksi bakteri, berkisar 15-20% dari kejadian Gastroenteritis
Berbagai agen bakteri yang masuk ke dalam gastrointestinal dapat
memberikan respon peradangan. Pada kondisi di Indonesia dengan higienis
dan sanitasi yang kurang, seperti pada musim penghujan, dimana air
membawa sampah dan kotoran lainnya, juga pada waktu kemarau dimana
lalat tidak dapat dihindari apalagi disertai tiupan angin yang cukup besar
sehingga penularan lebih mudah terjadi. Persediaan air bersih kurang
sehingga terpaksa menggunakan air seadanya, dan terkadang lupa cuci
tangan sebelum dan sesudah makan, meningkatkan transmisi bakteri.
c. Infeksi parasit, berkisar 10-15% dari kejadian gastroenteritis
Berbagai agen parasit bisa menginvasi saluran gastrointestinal dan
memberikan respons peradangan dengan manifestasi diare, mual, dan
muntah. Agen parasit tersebut meliputi: Giarda Amebiasis, Cryptosporidium,
dan Cylospora.
d. Toksisitas makanan (CDC, 2006)
Kondisi toksisitas makanan bisa memberikan respons peradangan dengan
manifestasi diare. Agen toksisitas bisa dihasilkan oleh toksin (S. aureus, B.
cereus) dan postkolonisasi kuman (V. cholera, C. perfringens, enterotoxigenic,
E. coli, Aeromonas).
e. Keracunan kerang dan binatang dari laut (CDC, 2006)
Beberapa makanan dari laut seperti kerang dan beberapa binatang laut
yang masuk ke saluran gastrointestinal akan memberikan respons inflamasi
dan memberikan manifestasi gangguan gastrointestinal. Beberapa kondisi
keracunan bahan laut dibagi menjadi :
- Paralytic shelfish poisoning (PSP) Saxitoxin
- Neurologic shelfish poisoning (NSP) Brevetoxin
- Diarrheal shelfish poisoning (DSP) Okadiac acid
- Amnesic shelfish poisoning Domic acid
- Ciguatera (ciguatoxins)
- Scombroid (melakukan konversi histidine menjadi histamine)
f. Obat-obatan (Thielman, 2004)
Berbagai agen obat dapat memberikan respons peradangan pada mukosa
saluran gastrointestinal dan memberikan manifestasi peningkatan diare. Agen
obat yang berhubungan peradangan gastrointestinal, meliputi hal-hal berikut :
- Antibiotic, berhubungan dengan perubahan flora normal
- Laksatif, termasuk magnesium yang ada di dalam antasida
- Quinidine
- Kolinergik
- Sorbitol
g. Makanan dan Minuman (Day, 2007)
Pada kondisi kekurangan zat gizi, kelaparan (perut kosng) apalagi bila
perut kosong dalam waktu yang cukup lama, kemudian diisi dengan makanan
dan minuman dalam jumlah banyak pada waktu yang bersamaan, terutama
makanan yang berlemak, terlalu manis, banyak serat, atau dapat juga karena
zat putih telur akan meningkatkan respons saluran gastrointestinal dan terjadi
peradangan.

6. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)

7. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansyoer Arif (2000), tanda dan gejala gastroenteritis atau diare
adalah:
a. Mula-mula cengeng dan gelisah (jika pasien bayi/anak)
b. Suhu badan dapat meningkat/tidak
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
d. Diare
e. Feses cair dengan atau tanpa darah/lendir
f. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu
g. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam
h. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesuda diare
i. Dehidrasi, bila banyak cairan keluar mempunyai tanda-tanda ubun-ubun besar
cekung, tonus dan turgor kulit menurun, selaput lendir mulut dan bibir kering
j. Berat badan menurun
Tanda dan gejala gastroenteritis pada balita secara umum antara lain:
anak menjadi cengeng, sering menangis dan gelisah, kadang-kadang demam,
mengalami gangguan minum, dan nafsu makan berkurang. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum atau sesudah diare disebabkan oleh lambung yang meradang
dan akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Pada bayi
penderita gastroenteritis biasanya warna muntah seperti warna susu. Tinja cair
dan dapat disertai lendir. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-
hijauan karena bercampur dengan empedu.
Bila penderita telah kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi
mulai tampak. Secara umum gejala dan tanda dehidrasi pada anak antara lain:
mengantuk, tampak kehausan yang luar biasa, kulit, bibir, dan lidah kering, saliva
menjadi kental, mata dan ubun-ubun cekung, warna kulit pucat atau sianosis,
turgor kulit berkurang, ekstremitas dingin, banyaknya air kemih berkurang,
gelisah, kadang-kadang kejang kemudian syok, asidosis dan pernafasan
Kuzzmaull (pernapasan yang cepat dan dalam), pada keadaan yang luar biasa
anak terlihat kurang meresponi keadaan sekitarnya (apatik).

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Muttaqin (2010) pemeriksaan diagnostik pada klien
gastroenteritis adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui data subyektif dari klien. Pada
pemeriksaan fisik abdomen sistem yang sering di gunakan adalah
inspeksi,auskultasi, palpasi dan perkusi. Tempatkan klien posisi supine.
Kontur dan simetrisitas dari abdomen di inspeksi dengan mengidentifikasi
penonjolan lokal , distensi, atau gelombang peristaltik. Auskultasi dilakukan
sebelum perkusi dan palpasi (yang dapat meningkatkan motilitas usus dan
dengan demikian merubah bising usus). Karakter, lokasi, dan frekwensi
bising usus di catat. Palpasi di gunakan untuk menidentifikasi masa
abdomen atau area nyeri tekan.
Pada pemeriksaan gastroenteritis umumnya terdapat :
- Turgor kulit menurun, mata mulai cekung
- Asites (-), BB menurun, bising usus meningkat
- Membran mukosa mulut tampak kering
- BAK 3-5x/hari , 75-100 cc tiap BAK, warna kuning agak pekat
- BAB encer 2-3 kali atau lebih dalam sehari
- Konjungtiva subanemis
- Klien terlihat lemah/pucat
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan tinja
- Makroskopis dan mikroskopis
- Biarkan kuman untuk mencari kuman penyebab
- Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare peresisten)
- Ph dan kadar gula jika di duga ada toleransi gula
Karakteristik hasil pemeriksaan feses sebagai berikut : feses berwarna
pekat/putih kemungkinan di sebabkan karena adanya pigmen
empedu/obstruksi empedu. Feses berwarna hitam di sebabkan karena efek
dari obat Fe, diet tinggi buah dan sayur hijau tua seperti bayam. Feses
berwarna pucat disebabkan karena malabsorbsi lemak, diet tinggi susu dan
produk susu. Feses berwarna orange atau hijau di sebabkan karena infeksi
usus. Feses cair dan berlendir disebabkan karena diare yang penyebabnya
adalah bakteri. Feses seperti tepung berwarna putih disebabkan karena
virus. Feses seperti ampas disebabkan karena diare yang penyebabnya
adalah parasit. Feses yang didalamnya terdapat pus atau mukus
disebabkan karena bakteri, darah jika terjadi peradangan pada usus,
terdapat lemak dalam feses jika di sebabkan karena malabsorbsi lemak
dalam usus halus.

Pemeriksaan darah
- Darah perifer lengkap
- Analisis gas darah dan elektrolit (Na,K,Ca dan P serum pada diare yang di
sertai kejang)
- Ph dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan keseimbangan
asam basa
- Kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal

Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Saat ini WHO menganjurkan 4 hal utama yang efektif dalam menangani
anak-anak yang menderita diare akut, yaitu penggantian cairan (rehidrasi), cairan
diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi yang sudah terjadi, pemberian
makanan terutama ASI selama diare dan pada masa penyembuhan diteruskan,
tidak menggunakan obat antidiare, serta petunjuk yang efektif bagi ibu serta
pengasuh tentang perawatan anak yang sakit di rumah, terutama cara membuat
dan memberi oralit, tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk
membawa anak kembali berobat serta metoda yang efektif untuk mencegah
diare.

Penjelasan lain menurut Hidayat (2005) penatalaksanaan penderita diare


di rumah antara lain:
1) Memberi Tambahan Cairan
Berikan cairan lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian, jika
anak memperoleh ASI eksklusif berikan oralit atau air matang sebagai tambahan.
Anak yang tidak memperoleh ASI eksklusif berikan 1 atau lebih cairan berikut:
oralit, cairan makanan (kuah, sayur, air tajin) atau air matang.
Sebagai tenaga kesehatan harus memberitahu ibu berapa banyak cairan
seharinya:
a. Sampai umur 1 tahun : 50 sampai 100 ml setiap kali berak
b. Umur 1 sampai 5 tahun : 100 sampai 200 ml setiap kali berak
Minumkan cairan sedikit demi sedikit tetapi sering dan jika muntah tunggu 10
menit kemudian lanjutkan lagi sampai diare berhenti.
2) Memberi Makanan
Saat diare anak tetap harus diberi makanan yang memadai, jangan
pernah mengurangi makanan yang biasa dikonsumsi anak, termasuk ASI dan
susu. Hindari makanan yang dapat merangsang pencernaan anak seperti
makanan yang asam, pedas atau buah-buahan yang mempunyai sifat pencahar.
Bila diare terjadi berulang kali, balita atau anak akan kehilangan cairan
atau dehidrasi yang ditandai dengan:
a. Anak menangis tanpa air mata
b. Mulut dan bibir kering
c. Selalu merasa haus
d. Air seni keluar sedikit dan berarna gelap, ada kalanya tidak keluar sama
sekali.
e. Mata cekung dan terbenam
f. Bayi tanda dehidrasi bias dilihat dari ubun-ubun yang menjadi cekung
g. Anak mudah mengantuk
h. Anak pucat dan turgor tidak baik
Untuk menanggulanginya perlu diberi cairan banyak, tidak harus oralit.
Bisa berupa teh manis, larutan gula garam atau sup. Air tajin justru cukup efektif
bagi bayi untuk mengatasi diare. Dan jauh lebih baik dibandingkan dengan oralit
karena tajin mengandung glukosa primer yang mudah diserap. Penggunaan air
tajin sebagai obat diare tidak berbahaya untuk bayi sekalipun (Suryana, 2005).

Penatalaksanaan penderita diare di tempat pelayanan kesehatan atau


penatalaksanaan secara medis (Ngastiyah, 2005):
1) Pemberian Cairan
o Cairan peroral, diberikan pada pasien dengan dehidrasi rungan atau sedang
bisa diberi oralit
o Cairan parenteral, pemberiannya dapat diberikan dengan cara melalui intra
vena misalnya cairan Ringer Laktat (RL) yang selalu tersedia di fasilitas
kesehatan di mana saja.
o Pengobatan Diatetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat
badan < 7 kg jenis makanannya adalah:
o Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM (Low Lactose Milk), Almiron atau
sejenis lainnya).
o Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak
tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
o Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai
sedang atau tidak jenuh.
2) Obat-Obatan
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui
tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa atau karbohidrat lain:
a. Asetosal dosis 25 mg/kg BB/hari
b. Khlorpromazin dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari.
Untuk penatalaksanaan pada diare DEPKES RI 2011 membentuk LINTAS
DIARE (Lima langkah tuntaskan diare) yakni:
1) Oralit, berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi
dehidrasi.
2) ZINC diberikan selama 10 hari berturut-turut, mengurangi lama dan beratnya
diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. ZINC juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Cara Pemberian Obat Zinc:
Pastikan semua anak yang menderita Diare mendapat obat Zinc selama 10
hari berturut-turut
Dosis obat Zinc (1 tablet= 20 mg)
- Umur < 6 bulan: 1/2 tablet /hari
- Umur 6 bulan: 1 tablet /hari
Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah larut
30 detik), segera berikan kepada anak.
Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi
pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan
beberapa kali hingga satu dosis penuh.
Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.
3) ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat, untuk mencegah kehilangan berat badan serta
pengganti nutrisi yang hilang.
4) Antibiotik hanya diberikan pada diare berdarah, kolera dan diare dengan
masalah lain.
5) Segera kembali ke petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah, muntah
berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus diare makin sering atau
belum membaik dalam 3 hari.

RENCANA TERAPI A (TANPA DEHIDRASI)


Bila terdapat dua tanda atau lebih yakni:
Keadaan Umum baik, sadar
Mata tidak cekung
minum biasa, tidak haus
Cubitan kulit perut / turgor kembali segera
RENCANANYA YAKNI:
MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DI RUMAH
1) BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan
oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air
matang, dsb)
Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
2) BERI OBAT ZINC
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan
dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3) BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak
sehat
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4
jam)
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu
4) ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI. MISAL: DISENTERI,
KOLERA dll
5) NASIHATI IBU/ PENGASUH: Untuk membawa anak kembali ke petugas
kesehatan bila :
Berak cair lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari
RENCANA TERAPI B (DENGAN DEHIDRASI RINGAN/SEDANG)
Diare dehidrasi Ringan/ Sedang bila terdapat dua tanda atau lebih:
Gelisah, rewel
Mata cekung
Ingin minum terus, ada rasa haus
Cubitan kulit perut / turgor kembali lambat
RENCANANYA YAKNI:
1) PEMBERIAN ORALIT:
Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan
adalah 75 x BB anak.
Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:
UmurSampai 4 bulan 4 -12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun

Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg

Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.


Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.
Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air
masak selama masa ini.
Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI
dan oralit
Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
2) AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT:
Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.
Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air
masak atau ASI. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan
telah hilang.
3) SETELAH 3-4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN
PENILAIAN, KEMUDIAN
PILIH RENCANA TERAPI A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah
hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana Terapi B
Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
4) BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B
Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di rumah
Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah

RENCANA TERAPI C (DENGAN DEHIDRASI BERAT)


Diare dehidrasi berat bila terdapat dua tanda atau lebih:
Lesu, lunglai / tidak sadar
Mata cekung
Malas minum
Cubitan kulit perut / turgor kembali sangat lambat
RENCANANYA YAKNI:
Ikuti tanda panah jika ya lanjut ke kanan, bila tidak lanjut ke bawah

10. KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat)
b. Renjatan hipovolemik
c. Hypokalemia (keadaan kadar kalium darah yang rendah dengan gejala
meteriorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektrokardiogram).
d. Hypoglikemia (keadaan kadar glukosa darah yang rendah). Gejala ini akan
muncul jika kadar glukosa darah sampai 40 mg % pada bayi disertai lemas,
apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah)
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba
Medika.

Arif, Mansjoer, dkk., (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica


Aesculpalus,FKUI, Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.


Jakarta: DEPKES RI

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi DIARE di Indonesia. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2007. Laporan Nasional 2007. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI.

Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.

Suharyono. 2008. Diare Akut, Klinik dan Laboratorik Cetakan Kedua. Rineka Cipta.
Jakarta.

Wong, 2007 dalam Wicaksono, 2011 Gastroenterologi.Bandung: Penerbit Alumni.


.

Anda mungkin juga menyukai