A, 17 tahun, datang ke UGd RSMH dengan keluhan demam tinggi terus menerus sejak dua hari
yang lalu. Demam sudah mulai dirasakan Nn. A sejak 9 hari yang lalu, naik perlahan-lahan pada sore
dan malam hari dan turun pada pagi hari namun dalam 2 hari ini demam tinggi dirasakan terusmenerus. 1,7
a. Apa jenis-jenis Demam? P
Pola demam
Kontinyu
Remitten
Intermiten
Hektik atau septik
Quotidian
Double quotidian
Penyakit
Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Malaria, limfoma, endokarditis
Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Malaria karena P.vivax
Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian
kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag
yang telah teraktivasi. hiperaktif; maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gjala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise. mialgia, sakit kepala,
sakit perut, gangguan vaskular, mental, dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan
(S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe Iambat.
hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononukleardi dinding usus.
Proses patologisjaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke Iapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya.
e. Mengapa pada sore dan malam hari naik dan turun pada pagi hari? DK
f. Bagaimana Fisiologis pengaturan suhu tubuh? K
Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah Hipothalamus, Hipothalamus ini dikenal
sebagai thermostat yang berada dibawah otak. Terdapat dua hipothalamus, yaitu:
-Hipothalamus anterior yang berfungsi mengatur pembuangan panas
-Hipothalamus posterior yang berfungsi mengatur upaya penyimpanan panas
Saraf-saraf yang terdapat pada bagian preoptik hipotalamus anterior dan
hipotalamus
posterior memperoleh dua sinyal, yaitu :
1. berasal dari saraf perifer yang menghantarkan sinyal dari reseptor panas/dingin
2. berasal dari suhu darah yang memperdarahi bagian hipothalamus itu sendiri.
Thermostat hipotalamus memiliki semacam titik kontrol yang disesuaikan untuk
mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu tubuh turun sampai dibawah atau naik
sampai di titik ini, maka pusat akan memulai impuls untuk menahan panas atau
meningkatkan pengeluaran panas.
a. Termoreseptor perifer
Termoreseptor yang terletak dalam kulit ,mendeteksi perubahan suhu kulit dan
membrane mukosa tertentu serta mentransmisi informasi tersebut ke
hipotalamus.
b. Termoreseptor sentral
Termoreseptor ini terletak diantara hipotalamus anterior, medulla spinalis, organ
abdomen dan struktur internal lainnya juga mendeteksi perubahan suhu darah.
PENJALARAN SINYAL SUHU PADA SISTEM SYARAF
Sinyal suhu yang dibawa oleh reseptor pada kulit akan diteruskan ke dalam otak
melalui jaras spinotalamikus (mekanismenya hampir sama dengan sensasi nyeri).
Ketika sinyal suhu sampai di tingkat medulla spinalis , sinyal akan menjalar dalam
traktus Lissauer beberapa segmen di atas atau di bawah, dan selanjutnya akan
berakhir terutama pada lamina I, II dan III radiks dorsalis.
Gambar.2. Lamina
Setelah mengalami percabangan melalui satu atau lebih neuron dalam medulla
spinalis, sinyal suhu selanjutnya akan dijalarkan ke serabut termal asenden yang
menyilang ke traktus sensorik anterolateral sisi berlawanan, dan akan berakhir di
tingkat reticular batang otak dan komplek ventrobasal thalamus. Beberapa sinyal
suhu pada kompleks ventrobasal akan diteruskan ke korteks somatosensorik.
ASAL PANAS PADA MANUSIA
Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan panas
secara mandiri dan tidak tergantung pada suhu lingkungan. Tubuh manusia
memiliki seperangkat sistem yang memungkinkan tubuh menghasilkan,
mendistribusikan, dan mempertahankan suhu tubuh dalam keadaan konstan.
Panas yang dihasilkan tubuh sebenarnya merupakan produk tambahan proses
metabolisme yang utamA (panas merupakan energi kinetik pada gerakan
molekul).
Adapun suhu tubuh dihasilkan dari :
1. Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR) di semua sel tubuh.
2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk kontraksi
otot akibat
menggigil).
3. Metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin dan sebagian kecil
hormon lain,
misalnya hormon pertumbuhan (growth hormone dan testosteron).
4. Metabolisme tambahan akibat pengaruh epineprine, norepineprine, dan
rangsangan simpatis
pada sel.
5. Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel itu
sendiri terutama
bila temperatur menurun.
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur),
yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga
abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan
(sekitar 37C). selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur), yaitu suhu
yang terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat
berfluktuasi sebesar 20C sampai 40C.
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUHU TUBUH
1. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi
dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana
disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
2. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi
100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah
lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh
metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf
Sesuai dengan kegiatan metabolisme, suhu tubuh pria lebih tinggi daripada
wanita. Suhu tubuh wanita dipengaruhi daur haid. Pada saat ovulasi, suhu tubuh
wanita pada pagi hari saat bangun meningkat 0,3-0,5C
13. Usia individu
Usia sangat mempengaruhi metabolisme tubuh akibat mekanisme hormonal
sehingga memberi efek tidak langsung terhadap suhu tubuh. Pada neonatus dan
bayi, terdapat mekanisme pembentukan panas melalui pemecahan (metabolisme)
lemak coklat sehingga terjadi proses termogenesis tanpa menggigil (non-shivering
thermogenesis). Secara umum, proses ini mampu meningkatkan metabolisme
hingga lebih dari 100%. Pembentukan panas melalui mekanisme ini dapat terjadi
karena pada neonatus banyak terdapat lemak coklat. Mekanisme ini sangat
penting untuk mencegah hipotermi pada bayi.
SISTEM PENGATURAN SUHU TUBUH
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh
manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh
manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh
pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus
mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme
umpan balik.
Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu tubuh inti telah melewati batas
toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point).
Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37C. apabila
suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk
melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara
menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu
kembali pada titik tetap.
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur),
yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga
abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan
(sekitar 37C).
Selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur), yaitu suhu yang terdapat
pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi
sebesar 30C sampai 40C.
MEKANISME TUBUH KETIKA SUHU TUBUH BERUBAH
1. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat :
a. Vasodilatasi : disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus
posterior (penyebab vasokontriksi) sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada
kulit, yang memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke kulit
hingga delapan kali lipat lebih banyak.
b. Berkeringat : pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran
panas melalui evaporasi.
c. Penurunan pembentukan panas : Beberapa mekanisme pembentukan panas,
seperti termogenesis kimia dan menggigil dihambat dengan kuat.
2. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun :
a. Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh karena rangsangan pada pusat simpatis
hipotalamus posterior.
b. Piloereksi Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat
pada folikel rambut berdiri.
I.
1.1. Definisi
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology mendefinisikan
demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan
bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau
benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan
demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan
thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan
secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal
di tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk
mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas
dan memproduksi panas.1,2
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu terendah
dicapai pada pagi hari pukul 04.00 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 18.00.
Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini. 1,2 Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor
individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena
itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi
tergantung pada tempat pengukuran (Tabel 1).3,4
Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda
Tempat
pengukuran
Aksila
Sublingual
Rektal
Telinga
Jenis termometer
Air
elektronik
Air
elektronik
Air
Rentang; rerata
suhu normal (oC)
raksa,
34,7
37,3;
raksa,
36,4
35,5
37,5;
Dema
m
(oC)
36,6
raksa,
elektronik
Emisi infra merah
36,6 37,9; 37
35,7
37,5;
36,6
37,4
37,6
38
37,6
Suhu rektal normal 0,27o 0,38oC (0,5o 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila kurang lebih
0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral. 5 Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila
suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai
37,6oC.1 Hiperpireksia merupakan istilah pada demam yang digunakan bila suhu tubuh melampaui
41,1oC (106oF).5
1.2. Pola demam
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik
sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan
tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini
dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.).1
Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik
Pola demam
Kontinyu
Remitten
Intermiten
Hektik atau septik
Quotidian
Double quotidian
Penyakit
Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Malaria, limfoma, endokarditis
Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Malaria karena P.vivax
Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama
periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola
demam klasik meliputi:1,2,6-8
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang
menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4 oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal
biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan
fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan
dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal
biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya
pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di
praktek klinis.
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan
antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi
setiap hari.
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama
beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi
yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit
yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback
fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini.
Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever,
spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam
Lassa).
Relapsing fever dan demam periodik:
o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau
irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa
bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila
demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan
brucellosis.
Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan
oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau
tick (tick-borne RF).
o
o
Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus
moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk
diagnosis.
Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada
awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit
Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode
rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi
yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan
atau berhubungan dengan anemia hemolitik.
Penyebab tersering
Infeksi saluran nafas atas
Infeksi virus, infeksi saluran
kemih
Infeksi, juvenile idiopathic
arthritis
Lama demam
pada umumnya
<1 minggu
<1minggu
>1 minggu
Definisi
Demam dengan
localization
Demam tanpa
localization
Letargi
Toxic appearance
Penyakit
PUO
(persistent
pyrexia of
unknown
origin) atau
FUO
Contoh
Petunjuk diagnosis
Bakteremia/sepsis
Dipstik urine
Malaria
Di daerah malaria
Juvenile idiopathic
arthritis
Pasca vaksinasi
Drug fever
Daftar Pustaka
1. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N, penyunting.
Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag; 2009.h.1-24.
2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffets
Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William &
Wilkins; 2005.h.318-73.
3. El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child 2006;91:351-6.
4. Avner JR. Acute Fever. Pediatr Rev 2009;30:5-13.
5. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical methods: The
history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-3. :Butterworths;1990.h.990-3.
6. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.
7. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-44
8. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting. Fever: Basic
mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-Raven;1997.h.215-36