Anda di halaman 1dari 38

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 19 BULAN DENGAN DENGUE


FEVER WITH WARNING SIGN

Disusun oleh:
Fajar Bagus Priawan, S. Ked
J510215088

Pembimbing:

dr. Siti Ariffatus S., Sp. A, M. Kes

dr. Rahma Anindita., Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK


RSUD DR SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Seorang Anak Usia 19 Bulan Dengan Dengue Fever With


Warning Sign
Penyusun :Fajar Bagus Priawan, S. Ked J510215088

Pembimbing : dr. Siti Ariffatus S., Sp. A, M. Kes


dr. Rahma Anindita., Sp. A

Magetan, Juni 2022

Penyusun

Fajar Bagus Priawan, S. Ked

Menyetujui,
Pembimbing Pembimbing

dr. Siti Ariffatus S., Sp. A, M. Kes dr.Rahma Anindita, Sp.A

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp. PD


ii
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS

Nama : An. A
Umur : 19 bulan
Berat Badan : 11 kg
Tinggi Badan : 76 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pelem
Agama : Islam
Tanggal MRS : 28-04-2022
Tanggal Pemeriksaan : 29-04-2022

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Demam hari ke-4

2. Riwayat penyakit sekarang


Pasien diantar orangtuanya karena demam sejak 4 hari yang lalu
dimulai pada hari minggu pagi, demamnya mendadak dan terus
menerus, tidak ada batuk pilek sebelumnya. Orang tua pasien
menggatakan saat mingggu pagi pasien sempat kejang 1 x kurang lebih
1 menit, kejang baru pertama kali. Demam pada hari mingu mencapai
40 derajat. Tetangga lingkungan sekitar tidak ada yang sakit serupa
tetapi ayah dan kakaknya demam tetapi 1-2 hari sudah sembuh,
demamnya baru timbul setelah pasien demam.

Pasien sudah periksa ke dokter kemudian diberi antibiotic dan penurun


panas, kemudian muncul ruam disekitar bibir dan punggug pasien.
Orang tua pasien mengatakan anaknya alergi antibiotic cefixime.

3
4

Orang tua pasien menggatakan nafsu makan pasien menurun.


Keluhan lain seperti nyeri perut, batuk pilek, keluhan mual, muntah,
gusi berdarah dan mimisan disangkal oleh orang tua pasien. BAB dan
BAK tidak ada keluhan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit demam dengue : Disangkal
Riwayat penyakit gastroenteritis : Disangkal
Riwayat penyakit paru, jantung : Disangkal
Riwayat penyakit mata : Disangkal
Riwayat alergi : Diakui (Cefixime)
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes Militus : Disangkal
Riwayat Penyakit Lain : Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga dan Pohon Keluarga


Riwayat demam dengue : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Diakui (nenek)
Riwaayat Diabetes Mellitus : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat Kejang : Diakui (kakak)
5

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


a. Riwayat Kehamilan
1) ANC: Kontrol rutin ke bidan.
2) Konsumsi tablet Fe & vitamin diakui
3) Penyakit kehamilan: Tidak ada
4) Riwayat demam, trauma, DM, HT, asma, alergi, minum jamu
saat hamil, & obat-obatan selain resep dari dokter disangkal
b. Riwayat Persalinan
1) Tempat lahir : Bidan desa
2) Cara persalinan : Partus spontan
3) Masa gestasi : Cukup bulan
4) BBL : 2800 g
5) PB : 50 cm
6) Keadaan bayi : Baik
7) Ketuban : Jernih
8) kelainan bawaan (-), gerak aktif (+)
c. Riwayat Imunisasi :
Jenis Jumlah Usia Ulangan
Hepatitis B 5 kali 0, 2, 3, 4 bulan 18 bulan

BCG 1 kali 1 bulan

DPT 5 kali 2, 3, 4 bulan 18 bulan, 6 tahun, 10 tahun

Polio 5 kali 0, 2, 3, 4 bulan 18 bulan

HiB 4 kali 2, 3, 4 bulan 18 bulan

MR 3 kali 9 bulan 18 bulan, 6 tahun


6

6. Riwayat Tumbuh Kembang


a. Riwayat Pertumbuhan
1) Berat badan : 11 kg
2) Tinggi badan : 76 cm
3) BB/U : Normal

4) TB/U : Normal

5) BB/TB : Berisiko gizi lebih

b. Riwayat Perkembangan

Ibu mengatakan bahwa pertubuhan dan perkembangan anak nya


sesuai dengan teman-teman seusianya.

c. Riwayat Makan
1) Anak mendapat ASI eksklusif sejak usia 0 sampai 1 bulan, usia 1
bulan hingga sekarang pasien mengkonsumsi susu formula dan
7

makanan pendamping yang berisi sayuran dan lauk yang


bervariasi.
2) Sebelum sakit asupan makanan dan minuman baik, setelah sakit
makan dan minum sedikit berkurang.
3) Makan 3x sehari: nasi, sayur, buah, lauk pauk
4) Minum: air putih dan susu formula
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
KU : Cukup
Kesadaran : GCS E4V5M6 (Compos mentis)
2. Tanda Vital
TD : 90/50 mmHg
HR : 115x/menit
RR : 30x/menit
T : 39,0˚ C
Sp02 : 96%
3. Pemeriksaan Status Generalis
a. Kepala :
Ukuran : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), edem palpebral
(+).
Hidung : sekret (-), epistaksis (-).
Telinga : Bentuk normal, sekret (-).
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (+), pembesaran tonsil (-),
stomatitis (-), perdarahan gusi (-), nyeri telan (-).
Leher : Pembesaran KGB (-)
b. Thorax :
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Dada teraba simetris normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor disemua lapan paru
Auskultasi : Vesikuler (+ / +), wheezing (-/-), Ronki (-/- )
8

c. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan normal, tidak ada pelebaran
batas jantung
Auskultasi : BJ I / BJ II normal regular
d. Abdomen
Inspeksi : Distensi (+)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Pekak beralih (+), acites (+).
Palpasi : hepatomegali (-), splenomegali (-), turgor kulit
menurun (-), nyeri tekan epigastrik (-)
e. Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik, ADP kuat angkat, tonus
otot baik, edema (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Lengkap

Hasil Satuan Nilai Rujukan


Pemeriksaan
28-04-2022

Hemoglobin 12.0 g/dL 10,8-15,6

Hematokrit 36.0 % 33-45

Lekosit 8.5 103/μL 4,5-14,5

Trombosit 23 (LL) 103/μL 156-408

MCV 78,6 Fl 69-93

MCH 26.2 Pg 22-34

MCHC 33.3 g/dl 32-36

Eritrosit 4.58 106/ μL 3,8-5,8

Basofil 0,2 % 0-1


9

Eosinofil 0,8 % 1-5

Neutrofil segmen 13,3 % 25-60

Limfosit 74(H) % 25-50

Monosit 11(H) % 1-6

Nilai
Hasil Satuan
Pemeriksaan Rujukan

28/04/22 29/04/22 30/04/22 1/5/2022

Hemoglobin 14,0 12 11,7 12,1 g/dL 10,8-15,6

Hematokrit 41,8 36 35,9 37,7 % 33-45

Lekosit 11 8,5 8,0 8,3 103/μL 4,5-14,5

Trombosit 38 23 30 88 103/μL 181-521

Kesimpulan pemeriksaan DL:


 Trombositopenia
2. Kimia Klinik (29 April 2022)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Natrium (Na) 136 mmol/L 136-146

Kalium (K) 4,10 mmol/L 3.5-5.0

Clorida (Cl) 100 mmol/L 98-106

Kalsium Ion 1.029 mmol/L 1.16-1.32

E. RESUME
Pasien diantar orangtuanya karena demam sejak 4 hari yang lalu,
demamnya mendadak dan terus menerus, tidak ada batuk pilek
10

sebelumnya. Orang tua pasien menggatakan saat mingggu pagi pasien


sempat kejang 1 x kurang lebih 1 menit, kejang baru pertama kali. Demam
pada hari mingu mencapai 40 derajat. Tetangga lingkungan sekitar tidak
ada yang sakit serupa tetapi ayah dan kakaknya demam tetapi sudah
sembuh, demamnya baru timbul setelah pasien demam.
KU , kesadaran GCS E4V5M6 Compos mentis. Vital sign: TD :
90/50 mmHg, HR : 115 x/menit, RR : 30x/menit, T : 39,0˚celcius, Sp02 :
96%. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebral dana cites.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan trombositopenia
F. DIAGNOSIS
Dengue Fever dengan warning sign
G. PLANNING
1. Planning Terapi
a. Inf Asering 60 ml/jam
b. Inf Paracetamol 150 mg/8 jam
2. Planning Monitoring
a. Observasi tanda tanda vital (Nadi, suhu, frekuensi nafas, tekanan
darah, SpO2, akral, CRT
b. Pemeriksaan darah rutin setiap 24 jam

Follow up 28-04-2022

S Pasien diantar orangtuanya karena demam sejak 4 hari yang lalu,


demamnya mendadak dan terus menerus, tidak ada batuk pilek
sebelumnya BAB (+), BAK (+), Terdapat penurunan nafsu makan
selama demam berlangsung.

O KU : Lemah, Kesadaran : GCS E4V5M6 .Compos mentis


Vital sign:
HR : 108x/menit
RR : 28x/menit
T : 36,4˚celcius
11

Sp02 : 97%
Pemeriksaan fisik: Mukosa mulut dan bibir kering (+), ptechie (+)
edem palpebra (+),acites (+), ADP kuat angkat,akral hangat (+).
Penunjang
DL(28-04-2022)
Hb:14.0
Hct: 41.8
Trombosit: 38
Leukosit: 11

A Dengue dengan warning sign

P - Inf Asering 60 ml/jam


- Observasi tanda tanda vital (Nadi, suhu, frekuensi
nafas, tekanan darah, SpO2, akral, CRT)
- Tanda klinis
- Pemeriksaan darah rutin setiap 24 jam

Follow up 29-11-2021

S Ibu mengatakan demam naik turun, bintik bitnik merah seluruh tubuh
pasien masih rewel, BAB (+), BAK (+)

O KU : Lemah
Kesadaran : GCS E4V5M6 compos mentis.
Vital sign:
HR : 110x/menit
RR : 29x/menit
T : 36,5˚C
Sp02 : 99 %
Pemeriksaan fisik: Mukosa mulut dan bibir kering (+), ptechie (+)
12

edem palpebra (+),acites (+), ADP kuat angkat,akral hangat (+).


, CRT <2
Pemeriksaan penunjang :
(29-04-2022)
-DL:
Hb:12
Hct: 36
Trombosit: 23
Leukosit: 8,5

A Dengue dengan warning sign

P - Inf Asering 60 ml/jam


- Ampicillin 250/6jam
- Ranitidine 25mg/12jam
- Observasi tanda tanda vital (Nadi, suhu, frekuensi
nafas, tekanan darah, SpO2, akral, CRT)
- Tanda klinis
- Pemeriksaan darah rutin setiap 12 jam

Follow up 30-04-2022

S Ibu mengatakan demam (-), bintik bitnik merah seluruh tubuh pasien
masih rewel, BAB (+), BAK (+)

O KU : Cukup
Kesadaran : GCS E4V5M6 Composmentis.
Vital sign:
HR : 120x/menit
RR : 28x/menit
T : 36,5˚C
13

Sp02 : 98%
Pemeriksaan fisik: Mukosa mulut dan bibir kering (+), ptechie (+)
edem palpebra (+),acites berkurang (+), ADP kuat angkat, akral
hangat (+).
Pemeriksaan penunjang :
(30-11-21)
-DL:
Hb: 11,7
Hct: 35,9
Trombosit: 30
Leukosit: 8,0

A Dengue dengan warning sign

P - Inf Asering 60 ml/jam


- Ampicillin 250/6jam
- Aphyalis 1x1
• Observasi tanda tanda vital (Nadi, suhu, frekuensi
nafas, tekanan darah, SpO2, akral, CRT)
• Tanda klinis
• DL
14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
yang banyak ditemukan pada daerah tropis. Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus
Dengue yang ditandai dengan demam 2–7 hari disertai dengan manifestasi
perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang ditandai dengan kebocoran plasma (peningkatan
hematokrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia), dapat disertai dengan
gejala- gejala tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, ruam
kulit atau nyeri belakang bola mata (Budi Utami, 2015).
Spektrum klinis infeksi dangue dapat dibagi menjadi gejala klinis
paling ringan tanpa gejala (silent dangue infection), demam gangue (DD),
demam berdarah dangue (DBD), demam berdarah dangue dengan disertai
syok (Dangue Syok Syndrom) (Soedarmo & Rampengan, 2009).
Dangue Shock Syndrom (DSS) adalah syndrome syok yang terjadi
pada penderita demam berdarah dangue (DBD) dimana sekitar 30-50%
pendereita DBD mengalami syok dan dapat berakhir pada kematian
apabaila tidak ditangani dengan baik, secara dini dan adekuat (Pradipta, et
al., 2016, 32 (5)).
Terdapat 3 faktor yang memegang peran pada penularan infeksi
dengue, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue
ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti setelah
melalui masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari. Pada manusia
diperlukan waktu 4-6 hari. Penularan hanya terdapat pada saat tubuh
dalam keadaan viremia yaitu antara 3-5 hari, sedangkan nyamuk dapat
menularkan virus selama hidupnya (Setiabudi , et al., 2013).
15

B. KLASIFIKASI

C. EPIDEMIOLOGI
Menurut data WHO menunjukkan bahwa jumlah kasus demam
berdarah yang dilaporkan meningkat lebih dari 8 kali lipat selama 2
dekade terakhir, dari 505.430 kasus pada tahun 2000 menjadi 2,4 juta pada
2010, dan 4,2 juta pada 2019. Dan laporan kematian diantara tahun 2000-
2015 meningkat dari 960 menjadi 4032. Di Indonesia sendiri, DBD masih
menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama. meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk membuat jumlah penderita dan luas
penyebaran penyakit ini semakin bertambah. Pada tahun 2015, data
kemenkes mencatat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di
Indonesia, dimana 1.229 diantaranya meninggal dunia. Data tersebut lebih
banyak dibandingkan kejadian DBD tahun sebelumnya, dimana pada 2014
tercatat 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 diantaranya meninggal
dunia. Jumlah kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD juga meningkat
dari 1.081 kasus di tahun 2014 menjadi 8.030 kasus di tahun 2015, dimana
16

dari 5 provinsi dan 21 kabupaten yang melaporkan KLB DBD di tahun


2014 menjadi 7 Provinsi dan 69 kabupaten pada 2015.
Menurut data dari KEMENKES, Incidence Rate (IR) DBD per
100.000 penduduk di Indonesia berdasarkan provinsi terdapat 3 provinsi
dengan IR tertinggi, yaitu Bali (208,7 per 100.000 penduduk), Kalimantan
Timur (183,12 per 100.000 penududuk), dan Kalimantan Tenggara
(120,08 per 100.000 Penduduk). Sedangkan 3 provinsi dengan IR paling
rendah yaitu Nusa Tenggara Timur (0,68 per 100.000 penduduk), Maluku
(4,63 per 100.000 Penduduk), dan Papua Barat (7,57 per 100.000
penduduk) (Podung, et al., 2021, 13 (2)).
D. ETIOLOGI
Infeksi virus dangue merupakan suatu penyakit virus akut yang
disebabkan oleh virus dangue dimana host alaminya adalah manusia,
agennya adalah virus dengue yang termasuk kedalam famili Flaviviridae
dan genus flavivirus terdiri dari 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4, ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi
khususnya nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus (Candra, 2015, 2
(2)).
Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk
Aedes aegypti):
 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
 Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
 Hidup di dalam dan di sekitar rumah
 Menggigit/menghisap darah pada siang hari
 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di
sekitar rumah bukan di got/comberan
 Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat
minum burung, dan lain-lain.
17

E. PATOFISIOLOGI

Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi


mekanisme patofisiologisnya berbeda dan menyebab- kan perbedaan
klinis. Perbedaan utama adalah adanya renjatan yang khas pada DBD
yang disebabkan kebocoran plasma yang diduga karena proses
immunologi, pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis
DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang berkembang
di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag. Selama 2 hari
akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan berakhir setelah lima hari
timbul gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell
(APC) dan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T -
sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi
yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen. Proses tersebut akan menyebabkan ter-
lepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik
seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya

Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS)


adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke
kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume
18

plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post mortem
meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi

Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang


biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia
yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik
humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan
anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada
infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat. Antibodi
terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari
ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik
kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan
antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 se- dang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini
infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM
setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.

Patofisiologi DBD dan DSS sampai sekarang belum jelas, oleh


karena itu muncul banyak teori tentang respon imun. Pada infeksi pertama
terjadi antibodi yang memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein
E dan monoklonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus
penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus
tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya
banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan,
selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus
yang sama, tetapi apabila terjadi antibodi non- netralisasi yang memiliki
sifat memacu replikasi virus, keadaan penderita akan menjadi parah
apabila vepitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang
19

tersedia di hospest. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue
dengan serotipe yang berbeda, virus dengue berperan sebagai super
antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini
menampilkan antigen presenting cell (APC) yang membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari mayor histocom- patibility complex
(MHC) (Candra, 2010).
20

Patogenesis Terjadinya Perdarahan Pada DHF

Patogenesis terjadinya syok pada DHF


21

F. DIAGNOSIS

1. Anamnesis
1) Demam mendadak tinggi selama 2-7 hari
2) Lesu, tidak mau makan
3) Mual, muntah
4) Nyeri kepala, nyeri otot, nyeri perut
5) Diare kadang-kadang ditemukan
6) Perdarahan (paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan
mimisan) (Soedarmo, et al., 2009).
2. Gejala dan Tanda
1) Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39º) ditambah 2 atau lebih
gejala/tanda penyerta:

 Nyeri kepala
 Nyeri belakang bolamata
 Nyeri otot & tulang
 Ruam kulit
 Leukopenia (Lekosit ≤ 5000 /mm³)
 Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm³ )
 Peningkatan hematokrit 5 – 10 %
2) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:

 Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-


menerus

 Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan


seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis dan atau melena maupun berupa uji
tourniquet positif.
22

 Trombositopnia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)

 Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari


peningkatan permeabilitas vaskular yang ditandai salah
satu atau lebih tanda berikut:

 Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20%


dari nilai baseline, Efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia/ hypoalbuminemia.

Karakteristik gejala dan tanda utama DBD sebagai berikut:

 Demam

 Demam tinggi yang mendadak, terus menerus,


berlangsung 2-7 hari.

 Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam


mulai menurun, hati-hati karena pada fase
tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari ke-3
sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.

 Tanda-tanda perdarahan

 Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah


vaskulopati, trombositopenia dan gangguan
fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang
terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji
Tourniquet positif (uji Rumple Leed/ uji
bendung), petekie, purpura, ekimosis dan
perdarahan konjungtiva. Petekie dapat muncul
pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula
dijumpai setelah hari ke-3 demam.
23

 Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan


nyamuk, untuk membedakannya: lakukan penekanan
pada bintik merah yang dicurigai dengan kaca obyek
atau penggaris plastik transparan, atau dengan
meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat
penekanan/ peregangan kulit berarti bukan petekie.
Perdarahan lain yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena
dan hematemesis. Pada anak yang belum pernah
mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda
penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan
konjungtiva atau hematuria. Hepatomegali (pembesaran
hati)

 Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada


permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat
diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan dan dibawah procesus Xifoideus.
Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba,
dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit,
namun nyeri tekan di hipokondrium kanan disebabkan
oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut lebih
tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil.

 Syok

Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi


kemungkinan terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah
Dengue dapat dilihat pada Boks A
24

Boks A Tanda Bahaya (Warning Signs)

Klinis Demam turun tetapi keadaan anak


memburuk
Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
Muntah persisten
Letargi, gelisah Perdarahaan
mukosa Pembesaran hati
Akumulasi cairan Oliguria

Laboratorium Peningkatan kadar hematokrit bersamaan


dengan penurunan cepat jumlah trombosit
Hematokrit awal tinggi
Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Dengue pada
Anak; UKK Infeksi & Penyakit Tropis IDAI; Tahun 2014

3) Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok


Dengue/ SSD)
 Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue

 Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik

baik yang terkompensasi maupun yang dekompensasi


25

4) Expanded Dengue Syndrom (EDS)


Memenuhi kriteria Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue
baik yang disertai syok maupun tidak, dengan manifestasi klinis
komplikasi infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis yang tidak
biasa, seperti tanda dan gejala:

 Kelebihan cairan
 Gangguan elektrolit
 Ensefalopati
 Ensefalitis
 Perdarahan hebat
 Gagal ginjal akut
 Haemolytic Uremic Syndrome
 Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis,
perikarditis
 Infeksi ganda
3. Pemeriksaan Penunjang
1). Hematologi
 Leukosit

 Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun


dengan dominasi sel neutrofil.
26

 Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau


limfosit plasma biru (LPB) > 4% di darah tepi yang
biasanya dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari
ke tujuh.

 Trombosit

Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan


dengan cara:
 Semi kuantitatif (tidak langsung)
 Langsung (Rees-Ecker)
 Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
 Jumlah trombosit ≤100.000/μl biasanya ditemukan
diantara hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit
perlu diulang setiap 4-6 jam sampai terbuktibahwa
jumlah trombosit dalam batas normal atau keadaan
klinis penderita sudah membaik.

 Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya


kebocoran pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini,
merupakan indikator yang peka akan terjadinya
perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya
penurunan trombosit mendahului peningkatan
hematokrit. Hemokonsertrasi dengan peningkatan
hematokrit > 20% (misalnya nilai Ht dari 35% menjadi
42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler
dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian,
bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian
cairan atau perdarahan. Namun perhitungan selisih nilai
hematokrit tertinggi dan terendah baru dapat dihitung
27

setelah mendapatkan nilai Ht saat akut dan konvalescen


(hari ke-7).

2). Radiologi

Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi


adanya efusi pleura minimal pada paru kanan. Sedangkan asites,
penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG).

3). Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada
penderita terinfeksi virus Dengue.

 Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination


Inhibition Test)

Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji


baku emas (gold standard). Namun pemeriksaan ini
memerlukan 2 sampel darah (serum) dimana spesimen
harus diambil pada fase akut dan fase konvalensen
(penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil
yang cepat.

 ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer
atau sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi
dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi
dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya
dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja,
yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini
tersedia Dengue Rapid Test (misalnya Dengue Rapid
Strip Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.
28

G. TATALAKSANA
1. Pertolongan Pertama Penderita
Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik, oleh
karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat gejala
dan tanda yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit tersebut.
Gejala dan tanda awal DBD dapat berupa panas tinggi tanpa sebab jelas
yang timbul mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari, badan lemah/lesu,
nyeri ulu hati, tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan
nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk
membedakannya kulit diregangkan bila bintik merah itu hilang, bukan
tanda penyakit DBD.
Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda di atas,
maka pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut:

 Tirah baring selama demam

 Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa,


10-15 mg/kgBB/ kali untuk anak. Asetosal, salisilat,
ibuprofen jangan dipergunakan karena dapat
menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau
perdarahan.

 Kompres hangat

 Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori


diperbolehkan kecuali cairan yang berwarna coklat dan
merah (susu coklat, sirup merah).

 Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak terjatuh


kebelakang, longgarkan pakaian, tidak memberikan
apapun lewat mulut selama kejang)
29

 Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun
disertai timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti
perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk),
muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera
dibawa berobat/periksakan ke dokter atau ke unit
pelayanan kesehatan untuk segera mendapat
pemeriksaan dan pertolongan.

2. Tatalaksana Demam Dengue (DD)


Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat inap.
Pada fase demam pasien dianjurkan:

 Tirah baring, selama masih demam.

 Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila


diperlukan.

 Untuk menurunkan suhu menjadi <39°C, dianjurkan


pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak
dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat
meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.

 Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus


buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling
sedikit diberikan selama 2 hari.

 Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai


fase konvalesens. Pada pasien DD, saat suhu turun pada
umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun
demikian semua pasien harus diobservasi terhadap
komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu
turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita
sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase
demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun,
30

yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan


pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi
(syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD
tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua
atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat,
buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit
serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi
bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan
tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera
ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami
komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi
diobservasi.

3. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD)


Tatalaksana DF atau DHF disesuaikan dengan derajatnya:
31
32
33
34
35

H. Komplikasi
1. Perdarahan

Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan


koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran
cerna, hematemesis, dan melena.

2. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang


berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati
DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis
pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang
menyeluruh

3. Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml /
kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat
sering kali dijumpai akute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin
36

4. Edema paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat


pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai
kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru
oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi
bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari
sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada. Komplikasi
demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk demam
berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome (Permatananda & Kasih,
2020)
DAFTAR PUSTAKA

Budi Utami, R. S., 2015. Hubungan Pengetahuan dan Tindakan Masyarakat


Dengan Kejadaian Demam Berdarah Dangue (DBD) di Kelurahan Patut
Jaya Surabaya Tahun 2010-2014. Jurnal Berkala Epiodemiologi, pp.
242-253, 3 (2).

Candra, A., 2010. Demam Berdarah Dangue: Epidemiologi, Patogenesis, dan


Faktor resiko Penularan.. Journal Aspirator, pp. 110-119, 2 (2).

Candra, A., 2015, 2 (2). Demam Berdarah Dangue: Epidemiologi, Pathogenesis


and Transmission Risk Factors.. Journal Aspirator, pp. 110-119.

Farchanny, A., Sitohang, V., Kandun, I. N. & Kusriastuti, R., 2017. Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah Dangue di Indonesia.
Jakarta: Katalog Dalam Terbitan, Kementrian Kesehatan Ri .

Permatananda & Kasih, P. A. N., 2020. Dangue Complication in Children.


International Journal of Science and Research, pp. 1-8, 9 (1).

Podung, G., Tatura N. N., S. & Mantik, M. F., 2021, 13 (2). Faktor Resiko
Terjadinya syndrom Syok Dangue pada Demam Berdarah Dangue.
Journal Biomedik, pp. 161-166.

Pradipta, Y., Laksanawati, I. S. & Dibyo, P., 2016, 32 (5). Determinan Sosial
Kejadian Dangue Syok Syndeom di Kota Semarang. Journal of
Community Medicine and Public Health, pp. 151- 156.

Setiabudi , D., Setiabudiawan, B., Parwati, I. & Garna, H., 2013. Perbedaan
Kadar Platelet Activiting Faktor Plasma antara Penderita Demam
Berdarah Dangue dan Demam Dangue. Journal MBK, pp. 251-256, 45
(4).

Soedarmo, S. S. P., Rampengan, H. & Soegijanto, S., 2009. Infeksi Virus


Dangue. In: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia .
Jakarta: s.n., pp. 141-149.

52
19

Soedarmo, S. S. & Rampengan, T., 2009. Infeksi virus dangue. In: Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: s.n., pp. 141-
149.

Anda mungkin juga menyukai