Anda di halaman 1dari 24

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT
HALAMAN JUDUL

SINUSITIS MAKSILARIS KRONIS SINISTRA

PENYUSUN

Syafira Anggraini Khusna, S.Ked


J510215085

PEMBIMBING

dr. Lissiani Candra, Sp. Rad

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS

CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Sinusitis Maksilaris Kronis Sinistra


Penyusun : Syafira Anggraini Khusna, S.Ked (J510215085)
Pembimbing : dr. Lissiani Candra, Sp. Rad

Magetan, 11 Januari 2022

Menyetujui, Penyusun
Pembimbing

dr. Lissiani Candra, Sp. Rad Syafira Anggraini Khusna, S.Ked

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc, Sp.Pd

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2
A. ANATOMI............................................................................................................2
B. DEFINISI..............................................................................................................3
C. EPIDEMIOLOGI..................................................................................................4
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI.......................................................4
E. PATOFISIOLOGI.................................................................................................5
F. KLASIFIKASI......................................................................................................6
G. DIAGNOSIS.........................................................................................................6
H. PENATALAKSANAAN.....................................................................................14
I. KOMPLIKASI....................................................................................................15
BAB 3 KASUS................................................................................................................16
A. IDENTITAS PASIEN.........................................................................................16
B. ANAMNESIS......................................................................................................16
C. PEMERIKSAAN FISIK......................................................................................17
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................................18
E. DIAGNOSIS.......................................................................................................18
F. PLANNING TERAPI..........................................................................................18
BAB 4 PEMBAHASAN..................................................................................................19
BAB 5 KESIMPULAN....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Sinusitis merupakan suatu inflamasi pada (mukosa) hidung dan sinus


paranasal. Terdapat dua atau lebih gejala sinusitsis dimana salah satunya adalah
hidung buntu (nasal blockage/obstruction/congestion) atau nasal discharge
(anterior/posterior nasal drip) ditambah nyeri wajah dan penurunan atau
hilangnya daya penciuman (Augesti, 2018).
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering di seluruh dunia. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga
disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang
merupakan infeksi virus. Selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid
dan maksila (Soepardi, 2014).
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah dapat mencurigai adanya sinusitis
maksilaris. Untuk mendapatkan diagnosis yang lebih dini diperlukan pemeriksaan
radiologis. Foto waters merupakan pemeriksaan yang paling baik karena sudah
mampu mendiagnosis suatu kelainan di sinus dengan sensitifitas dan spesifisitas
yaitu 85% dan 80% (Posumah, 2017).
Para ahli radiologi akan memberikan gambaran anatomi dan kelainan
patologis pada sinus paranasalis sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih
dini. Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang sering digunakan untuk
mengevaluasi sinus paranasal yaitu : foto polos kepala dan ct scan (Rasad, 2011).

1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Sinus paranasal merupakan suatu ruang berisi udara yang berada di tulang
kepala (os maxillae, os frontale, os sphenoidale, dan os ethmoidale). Sinus
paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala.Sinus paranasal
berhubungan dengan kavum nasi melalui suatu ostium. Manusia memiliki
empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,
sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid. Sama halnya dengan tuba
eustachius, telinga tengah dan saluran pernapasan, epitel sinus paranasal
dilapisi oleh epitel kubus bertingkat bersilia (Soepardi, 2014).

Gambar 1. Anatomi sinus paranasal

Gambar 2. Anatomi nasal

Sinus frontal terletak pada os frontal. Sinus frontal menyerupai pyramid,


dengan dinding anterior os frontal yaitu dahi, dinding posterosuperior

2
dibentuk oleh os frontal yang berbatasan dengan lobus frontal cerebri, dan
dasarnya dibentuk oleh sel etmoid, atap fossa nasal dan orbita. Sinus frontal
kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Sinus frontal bermuara ke bagian
anterior meatus medius melalui infundibulum ke dalam hiatus semilunaris
(Soepardi, 2014).

Sinus maksilaris merupakan sinus terbesar berbentuk piramida yang


terletak pada os maksilaris. Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral dari
rongga hidung, dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila,
dinding posterior adalah permukaan infratemporal maksila, dinding superior
adalah dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan
palatum. Sinus maksila bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid (Soepardi, 2014).

Sinus etmoid terletak didalam os ethmoidale, diantara hidung dan orbita.


Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Sinus ini dibagi dalam dua kelompok
: anterior dan posterior. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan disebut infundibulum, tempat bermuara sinus maksila. Sehingga
peradangan di recessus frontal dapat menyebabakan sinusitis frontal dan
peradangan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila (Soepardi,
2014).

Sinus sphenoid terdapat dalam corpus ossis sphenoidales. Sinus ini dibagi
dua oleh septum intersfenoid. Batas superior sinus adalah fosa serebri media
dan kelenjar hipofisa, sebelah inferior adalah atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna, dan sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. Sinus
sphenoidales bermuara ke dalam recessus sphenoethmoidales di atas concha
superior (Soepardi, 2014).

B. DEFINISI

Sinusitis merupakan suatu peradangan membran mukosa yang dapat


mengenai satu ataupun beberapa sinus paranasal. Sinus paranasal merupakan

3
rongga-rongga disekitar hidung dengan bentuk bervariasi dan terdiri dari
empat pasang sinus, yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis,
dan sinus spenoidalis (Augesti, 2018).

Apabila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila


mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis umumnya
disertai peradangan di hidung (rhinitis), sehingga sering disebut
rhinosinusitis. Penyebab utama sinusitis adalah selesma (common cold) yang
merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri
(Soepardi, 2014).

C. EPIDEMIOLOGI

Insidens sinusitis merupakan penyakit yang cukup parah yang membuat


orang memeriksakan diri ke dokter yaitu antara 1,3 dan 3,5 per 100 kasus
orang dewasa per tahun. Data dari DEPKES RI (2003) menyebutkan bahwa
penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit
peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Di
Indonesia data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM menyebutkan
jumlah pasien rinologi pada kurun waktu 6 bulan sebanyak 435 pasien dan
69% (300 pasien) adalah sinusitis. sinusitis maksilaris berada pada urutan ke
tiga dari 10 penyakit hidung terbanyak (Posumah, 2017).

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Beberapa etiologi dan factor predisposisi berdasarkan Soepardi, 2014 :

- Sinusitis disebabkan oleh beberapa faktor pejamu yaitu genetik, kondisi


kongenital, alergi dan imun, abnormalitas anatomi.

- Faktor lingkungan yaitu infeksi bakteri, trauma, medikamentosa, tindakan


bedah.

- Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung


(rhinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran
hematogen walaupun jarang.

- Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang

4
atau menyelam.

- Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah


kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis
alergi.

- Bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus


pneumonia (30-50%), Hemophylus influenza (20-40%). Pada anak lebih
banyak ditemukan M catarrhalis (20%).

- Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya


bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri negatif gram dan anaerob.

E. PATOFISIOLOGI

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya


klirens mukosiliar (mucociliary clearance) didalam kompleks osteomeatal
(KOM). Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang
melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan
lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk
membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-
zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju
ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan (Augesti, 2018).
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan. Bila terjadi
edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di
dalam rongga sinus yang menyebabkan transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non bacterial dan biasanya
sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan (Soepardi, 2014).
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan
memerlukan terapi antibiotic. Jika terapi tidak berhasil, inflamasi akan
berlanjut, terjadi hipoksia dan baktei anaerob berkembang. Mukosa makin

5
membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai
akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista (Soepardi, 2014).

Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena
infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga
jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman
akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk
gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium
menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga
terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai
tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk
dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi
silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan
akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila (Augesti,
2018).

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini


berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan
kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah
sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis (Soepardi, 2012).

F. KLASIFIKASI

Klasifikasi sinusitis berdasarkan konsensus 2004 (Soepardi, 2012):

 Akut : bila infeksi terjadi kurang dari 4 minggu.

 Subakut : bila infeksi terjadi 4 minggu sampai 3 bulan.

 Kronis : bila infeksi terjadi lebih dari 3 bulan.

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise, nyeri
kepala, wajah terasa bengkak dan penuh, gigi terasa nyeri pada gerakan
kepala mendadak (sewaktu naik atau turun tangga), nyeri pipi khas yang

6
tumpul dan menusuk, sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
berbau busuk.
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada sinusitis maksilaris
kronik berupa hidung tersumbat, sekret kental, cairan mengalir di
belakang hidung, hidung berbau, indra pembau berkurang, dan batuk.
Kriteria Saphiro dan Rachelefsky:
a. Gejala Mayor: 1) Rhinorea purulen 2) Drainase Post Nasal 3) Batuk
b. Gejala Minor: 1) Demam 2) Nyeri Kepala 3) Foeter ex oral
Dikatakan sinusitis maksilaris jika ditemukan 2 gejala mayor atau 1
gejala mayor dan 2 atau lebih gejala minor (Soepardi, 2012).
2. Pemeriksaan fisik (pada sisi yang sakit)
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior,
pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini.Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada
sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior
(pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid).
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak
sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius
(Soepardi, 2012).
3. Pemeriksaan penunjang
Pada sinusitis akut tampak (Rasad, 2011) :
- Penebalan mukosa
- Air-fluid level
- Perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu/ lebih
sinus paranasal
Pada sinusitis kronis tampak :
- Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus kronik)
a. Foto polos
1) Foto AP kepala (posisi caldwell)  menilai sinus frontalis
Foto diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang
midsagittal kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film

7
tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah
orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-
meatal line tegak lurus pada film dan sentrasi membentuk sudut
150 kaudal (Rasad, 2011).

Gambar 3. Normal sinus paranasalis

Gambar 4. Air fluid level pada sinus maksilaris kanan.


2) Foto lateral kepala
Dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral dengan
sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar
sinus maksilaris berhimpit satu sama lain. Posisi lateral untuk
menilai sinus frontalis, sfenoidalis dan etmoidalis (Rasad, 2011).

Gambar 6. Normal sinus paranasalis

8
3) Foto posisi waters
Foto waters dilakukan dengan posisi dimana kepala
menghadap kaset, garis orbito-meatus membentuk sudut 37oC
dengan kaset. Sentrasi sinar kira-kira dibawah garis interorbital.
Pada foto waters, secara ideal pyramid tulang petrosum
diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris sehingga kedua sinus
maksilaris dapat dievaluasi seluruhnya. Foto waters umumnya
dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka
akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sphenoid
dengan baik (Posumah, 2017).
Foto Waters merupakan pemeriksaan yang paling baik
karena sudah mampu mendiagnosis suatu kelainan di sinus
maksilaris dengan sensitifitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 80%
(Posumah, 2017).
Posisi waters terutama digunakan untuk melihat adanya
kelainan di sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis (Posumah,
2017).

Gambar 7. Normal sinus paranasalis

9
Gambar 8. Perselubungan pada sinus maksilaris kiri

Gambar 9. Penebalan dinding sinus maksilaris sinistra.


4) Foto posisi kepala submentoverteks
Posisi submentoverteks diambil dengan meletakkan film
pada vertex, kepala pasien menengadah sehingga garis
infraorbital meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus kaset
dalam bidang midsagittal melalui sella tursika kearah vertex.
Banyak variasi-variasi sudut setrasi pada posisi submentoverteks,
agar supaya mendapatkan gambaran yang baik pada beberapa
bagian basis kranii, khususnya sinus frontalis dan dinding
posterior sinus maksilaris (Rasad, 2011)..
5) Foto posisi rhese
Posisi rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian
posterior sinus etmoid, kanalis optikus dan lantai dasar orbita sisi
lain (Rasad, 2011)..
6) Foto posisi towne
Diambil dengan variasi sudut angulasi antara 30o-60o kea
rah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm diatas

10
glabella dari foto polos kepala dalam bidang midsagittal. Proyeksi
ini adalah proyeksi yang paling baik untuk menganalisis dinding
posterior sinus maksilaris, fissure orbitalis inferior, kondilus
mandibularis dan arkus zygomaticus posterior (Rasad, 2011)..
b. Ct Scan
Pemeriksaan ct scan dapat menganalisis tulang secara rinci dan
bentuk jaringan lunak. Irisan aksial merupakan standar pemeriksaan
paling baik pada inferior orbitomeatal (IOM), dengan irisan setebal 5
mm, dimulai dari sinus maksilaris sampai sinus frontalis (Rasad,
2011)..

Ct scan dengan kontras :


- apabila terjadi enhance menunjukkan adanya inflamasi aktif
- bila tidak terjadi enhance biasanya terdapat jaringan fibrotic dan
jaringan parut.
Gambaran khas pada sinusitis kronik CT adalah penebalan
tulang sklerotik (hiperostosis) yang melibatkan dinding sinus akibat
reaksi mukoperiosteal yang berkepanjangan.

Gambar 10. Potongan axial bone window terdapat air-fluid level di sinus

maksilaris kiri.

11
Gambar 11. Opasifikasi sinus maksilaris kiri dan sinus ethmoidal dan obliterasi
kompleks osteomeatal dengan benda asing metalik berbentuk batang terlihat di
antrum sinus maksilaris kemungkinan pasca instrumentasi gigi. Bukti penempatan
mahkota gigi molar 1 kiri atas yang berhubungan dengan benda asing.

Gambar 12. Terdapat inflamasi mukosa pada kedua sinus maksila dengan
penebalan tulang sklerotik, batas dinding bagian dalam tidak teratur.

c. MRI
T1: penebalan mukosa isointense ke jaringan lunak dan cairan
hipointense
T2: penebalan mukosa dan cairan, pada derajat yang bervariasi,
hiperintens
T1 C+ (Gd): mukosa yang meradang meningkat sementara cairan
tidak (Rasad, 2011).

Gambar 13 dan gambar 14. Penebalan mukosa dengan air-fluid level di sinus

maksilaris kanan pada potongan axial T2.

12
d. USG
Meskipun bukan cara pemeriksaan utama, sonografi dapat
digunakan untuk mengetahui sinusitis maksilaris. Ditemukan
gangguan rasio udara/cairan normal pada sinusitis mengubah
impedansi akustik dari ruang yang biasanya diangin-anginkan (Rasad,
2011).
Sinus Maksilaris Normal
- serangkaian artefak reverberasi horizontal meluas ke medan jauh,
berkurang dengan setiap iterasi berturut-turut, sejajar dengan
korteks ekogenik linier medan dekat yang menonjol pada rahang
atas
- medan jauh tidak jelas, dan dinding posterior sinus tidak terlihat
Sinus Maksilaris Abnormal
- sinusogram lengkap
o insonasi sagital mengungkapkan tidak adanya artefak gema
horizontal, digantikan oleh ruang anechoic
o dinding posterior muncul di medan jauh sebagai garis
ekogenik
o Insonasi transversal mengungkapkan ruang gema yang
dibatasi oleh dinding medial dan lateral
o ini menunjukkan sinus berisi cairan dan sangat sugestif dari
sinusitis dalam konteks klinis yang sesuai
- Sinusogram parsial
o visualisasi sagital dari sebagian dinding posterior, dengan
artefak reverberasi horizontal yang berdekatan
o dinding medial/lateral dikaburkan
o temuan nonspesifik, menunjukkan air-fluid level dan
penebalan mukosa dianggap positif untuk sinusitis

13
Gambar 15. Sinus maksilaris normal

Gambar 16. sinusogram bilateral parsial. Penebalan mukosa (gambar kiri)


dan penumpukan cairan (gambar kanan) (jarak dari BWE ke gema pertama
adalah 3,1 cm).

Gambar 17. Sinusogram lengkap. Dinding posterior, medial dan lateral sinus
maksilaris terlihat

e. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi (Soepardi, 2014).

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah


komplikasi, mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah
membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih
secara alami (Soepardi, 2014).

14
1. Medikamentosa

a. Sinusitis Akut : Antibiotik (golongan penisilin seperti


amoksisilin) dan dekongestan.

b. Sinusitis Kronik : antibiotik yang sesuai untuk kuman gram


negatif dan anaerob, dekongestan oral dan topical, analgetik,
mukolitik, steroid oral/topical, pencuci rongga hidung dengan
NaCl atau pemanasan (diatermi).

2. Tindakan operasi

Indikasi tindakan bedah : tidak sembuh setelah pengobatan


medikamentosa adekuat dan optimal, sinusitis kronik disertai kista
atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi
sinusitis serta sinusitis jamur, serta adanya obstruksi KOM.

a. pungsi dan irigasi sinus maksila

b. operasi Caldwell Luc

c. etmoidektomi intranasal dan ekstranasal

d. trepanasi sinus frontal

e. bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF)

I. KOMPLIKASI

1. komplikasi orbita : peradangan orbita, selulitis orbita, abses subperiostal,


abses orbita, trombosis sinus kavernosus.

2. komplikasi intracranial : meningitis, abses ekstradural atau subdural,


abses otak dan thrombosis sinus cavernous.

15
BAB 3 KASUS

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Alamat : Campursari rt/rw 02/01 sidorejo
Tanggal pemeriksaan : 9 januari 2022
Jenis pemeriksaan : Foto waters
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pilek pada hidung kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD sayidiman magetan dengan
keluhan keluar ingus dari hidung sebelah kiri sejak sebulan yang lalu.
Keluhan ini dirasakan terus menerus. Keluar ingus berwarna bening,
meler, dan tidak berbau. Pilek tidak membaik dengan pemberian obat dari
puskesmas. Pasien mengatakan jika hidungnya sering tersumbat dan terasa
ada dahak yang menggumpal di tenggorokkan terutama pada pagi hari.
Keluhan disertai rasa nyeri dan rasa penuh di sekitar bawah mata kiri.
Keluhan lain seperti hidung merah, demam, batuk, bersin-bersin dan nyeri
kepala disangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan sering mengalami pilek sejak 1 tahun yang lalu.
Biasanya pilek akan membaik dalam 2 minggu dengan pemberian obat
dari puskesmas.
Pasien mengatakan ada gigi berlubang pada gigi geraham kiri atas
sejak 3 bulan lalu. Akhir-akhir ini area sekitar gigi berlubang sering sakit.
Sebelumnya paisen belum pernah berobat ke dokter gigi.

16
3. Riwayat penyakit dahulu
- Penyakit serupa : diakui
- Riwayat gigi berlubang : diakui
- Hipertensi : disangkal
- Diabetes mellitus : disangkal
- Asma : disangkal
- Alergi : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
- Penyakit serupa : disangkal
- Hipertensi : disangkal
- Diabetes mellitus : disangkal
- Asma : disangkal
- Alergi : disangkal
5. Riwayat kebiasaan
- Merokok : disangkal
- Membersihkan gigi : 2 kali sehari
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran : Kompos Mentis. GCS 15 (E4 V5 M6)
2. Tanda vital :
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
b. Respirasi : 20 x/menit
c. Nadi : 80 x/menit
d. Suhu : 36,2 ⁰C

17
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Foto Waters

Gambar 18. Foto waters


Interpretasi Pemeriksaan foto waters
 Sinus frontalis dextra/ sinistra tidak tampak perselubungan
 Sinus ethmoidalis dextra/ sinistra tidak tampak perselubungan
 Sinus sphenoidalis dextra/ sinistra tidak tampak perselubungan
 Sinus maksilaris sinistra tampak penebalan dinding
 Cavum nasi dextra/ sinistra tidak tampak penebalan
 Septum nasi di tengah
 Tulang yang terlihat normal
 Jaringan lunak normal
Kesimpulan :
- Sinusitis maksilaris kronis sinistra
E. DIAGNOSIS
Sinusitis maksilaris kronis sinistra
F. PLANNING TERAPI
1. Metil prednisolon 3x1
2. Pseudoephendrine HCL 2x1
3. Cefadroxil 3x1

18
BAB 4PEMBAHASAN
PEMBAHASAN

Sinusitis merupakan suatu inflamasi pada mukosa hidung dan sinus


paranasal, disertai dua atau lebih gejala dimana salah satunya adalah buntu pada
hidung (nasal blockage/obstruction/congestion) atau nasal discharge
(anterior/posterior nasal drip) ditambah nyeri fasial dan penurunan/hilangnya daya
penciuman.
Pada pasien ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini ditemukan keluhan berupa
keluar ingus dari hidung kiri berwarna bening yang tidak berbau dan nyeri
tumpul pada pipi kiri dengan rasa penuh pada wajah kiri. Pada foto rontgen posisi
Waters’ didapatkan gambaran penebalan dinding sinus maksilaris sinistra.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien berupa metil prednisolon 3x1,
pseudoephendrine HCL 2x1, cefadroxil 3x1, serta konsultasi ke dokter gigi untuk
menghilangkan masalah gigi yang dicurgai sebagai penyebab.

19
BAB 5 KESIMPULAN
KESIMPULAN
Pada kasus diatas diagnosis pasien dari hasil foto waters yaitu sinusitis
maksilaris sinistra. Pada penegakkan diagnosis sinusitis dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
radiologi. Terapi yang diberikan pertama kali pada pasien sinusitis ini yaitu metil
prednisolon 3x1, pseudoephendrine HCL 2x1, cefadroxil 3x1, serta konsultasi ke
dokter gigi untuk menghilangkan masalah gigi yang dicurgai sebagai penyebab.

20
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Putri Shabrina., Arroyan Wardhana. 2018. Gambaran Radiologis Foto


Polos Pada Pasien Sinusisitis Di Rumah Sakit Sekarwangi Periode Juni
2015- Juni 2016. Majalah Kesehatan Pharma Medika vol. 10, no. 1
Augesti, Gita., Rasmi Zakiah Oktarlina., Mukhlis Imanto. 2018. Sinusitis
Maksilaris Sinistra Akut Et Causa Dentogen. JPM Ruwa Jurai, vol. 2, no. 1,
hal 33-37
Posumah., Allan Hespie., Ramli Hadji Ali., Elvie Loho. 2017. Gambaran Foto
Waters Pada Penderita Dengan Dugaan Klinis Sinusitis Maksilaris Di
Bagian Radiologi Fk Unsrat/Smf Radiologi Blu Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM), vo.1, No. 1, hal 129-134.
Rasad, Sjahriar. 2011. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI
Soepardi, Efiaty Arsyad., Nurbaiti Iskandar., Jenny Bashiruddin. 2014. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI

21

Anda mungkin juga menyukai