CASE REPORT
HALAMAN JUDUL
PENYUSUN
PEMBIMBING
i
HALAMAN PENGESAHAN
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Menyetujui, Penyusun
Pembimbing
Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2
A. ANATOMI............................................................................................................2
B. DEFINISI..............................................................................................................3
C. EPIDEMIOLOGI..................................................................................................4
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI.......................................................4
E. PATOFISIOLOGI.................................................................................................5
F. KLASIFIKASI......................................................................................................6
G. DIAGNOSIS.........................................................................................................6
H. PENATALAKSANAAN.....................................................................................14
I. KOMPLIKASI....................................................................................................15
BAB 3 KASUS................................................................................................................16
A. IDENTITAS PASIEN.........................................................................................16
B. ANAMNESIS......................................................................................................16
C. PEMERIKSAAN FISIK......................................................................................17
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................................18
E. DIAGNOSIS.......................................................................................................18
F. PLANNING TERAPI..........................................................................................18
BAB 4 PEMBAHASAN..................................................................................................19
BAB 5 KESIMPULAN....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Sinus paranasal merupakan suatu ruang berisi udara yang berada di tulang
kepala (os maxillae, os frontale, os sphenoidale, dan os ethmoidale). Sinus
paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala.Sinus paranasal
berhubungan dengan kavum nasi melalui suatu ostium. Manusia memiliki
empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,
sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid. Sama halnya dengan tuba
eustachius, telinga tengah dan saluran pernapasan, epitel sinus paranasal
dilapisi oleh epitel kubus bertingkat bersilia (Soepardi, 2014).
2
dibentuk oleh os frontal yang berbatasan dengan lobus frontal cerebri, dan
dasarnya dibentuk oleh sel etmoid, atap fossa nasal dan orbita. Sinus frontal
kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Sinus frontal bermuara ke bagian
anterior meatus medius melalui infundibulum ke dalam hiatus semilunaris
(Soepardi, 2014).
Sinus sphenoid terdapat dalam corpus ossis sphenoidales. Sinus ini dibagi
dua oleh septum intersfenoid. Batas superior sinus adalah fosa serebri media
dan kelenjar hipofisa, sebelah inferior adalah atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna, dan sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. Sinus
sphenoidales bermuara ke dalam recessus sphenoethmoidales di atas concha
superior (Soepardi, 2014).
B. DEFINISI
3
rongga-rongga disekitar hidung dengan bentuk bervariasi dan terdiri dari
empat pasang sinus, yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis,
dan sinus spenoidalis (Augesti, 2018).
C. EPIDEMIOLOGI
4
atau menyelam.
E. PATOFISIOLOGI
5
membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai
akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista (Soepardi, 2014).
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena
infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga
jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman
akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk
gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium
menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga
terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai
tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk
dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi
silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan
akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila (Augesti,
2018).
F. KLASIFIKASI
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise, nyeri
kepala, wajah terasa bengkak dan penuh, gigi terasa nyeri pada gerakan
kepala mendadak (sewaktu naik atau turun tangga), nyeri pipi khas yang
6
tumpul dan menusuk, sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
berbau busuk.
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada sinusitis maksilaris
kronik berupa hidung tersumbat, sekret kental, cairan mengalir di
belakang hidung, hidung berbau, indra pembau berkurang, dan batuk.
Kriteria Saphiro dan Rachelefsky:
a. Gejala Mayor: 1) Rhinorea purulen 2) Drainase Post Nasal 3) Batuk
b. Gejala Minor: 1) Demam 2) Nyeri Kepala 3) Foeter ex oral
Dikatakan sinusitis maksilaris jika ditemukan 2 gejala mayor atau 1
gejala mayor dan 2 atau lebih gejala minor (Soepardi, 2012).
2. Pemeriksaan fisik (pada sisi yang sakit)
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior,
pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini.Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada
sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior
(pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid).
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak
sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius
(Soepardi, 2012).
3. Pemeriksaan penunjang
Pada sinusitis akut tampak (Rasad, 2011) :
- Penebalan mukosa
- Air-fluid level
- Perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu/ lebih
sinus paranasal
Pada sinusitis kronis tampak :
- Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus kronik)
a. Foto polos
1) Foto AP kepala (posisi caldwell) menilai sinus frontalis
Foto diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang
midsagittal kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film
7
tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah
orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-
meatal line tegak lurus pada film dan sentrasi membentuk sudut
150 kaudal (Rasad, 2011).
8
3) Foto posisi waters
Foto waters dilakukan dengan posisi dimana kepala
menghadap kaset, garis orbito-meatus membentuk sudut 37oC
dengan kaset. Sentrasi sinar kira-kira dibawah garis interorbital.
Pada foto waters, secara ideal pyramid tulang petrosum
diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris sehingga kedua sinus
maksilaris dapat dievaluasi seluruhnya. Foto waters umumnya
dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka
akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sphenoid
dengan baik (Posumah, 2017).
Foto Waters merupakan pemeriksaan yang paling baik
karena sudah mampu mendiagnosis suatu kelainan di sinus
maksilaris dengan sensitifitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 80%
(Posumah, 2017).
Posisi waters terutama digunakan untuk melihat adanya
kelainan di sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis (Posumah,
2017).
9
Gambar 8. Perselubungan pada sinus maksilaris kiri
10
glabella dari foto polos kepala dalam bidang midsagittal. Proyeksi
ini adalah proyeksi yang paling baik untuk menganalisis dinding
posterior sinus maksilaris, fissure orbitalis inferior, kondilus
mandibularis dan arkus zygomaticus posterior (Rasad, 2011)..
b. Ct Scan
Pemeriksaan ct scan dapat menganalisis tulang secara rinci dan
bentuk jaringan lunak. Irisan aksial merupakan standar pemeriksaan
paling baik pada inferior orbitomeatal (IOM), dengan irisan setebal 5
mm, dimulai dari sinus maksilaris sampai sinus frontalis (Rasad,
2011)..
Gambar 10. Potongan axial bone window terdapat air-fluid level di sinus
maksilaris kiri.
11
Gambar 11. Opasifikasi sinus maksilaris kiri dan sinus ethmoidal dan obliterasi
kompleks osteomeatal dengan benda asing metalik berbentuk batang terlihat di
antrum sinus maksilaris kemungkinan pasca instrumentasi gigi. Bukti penempatan
mahkota gigi molar 1 kiri atas yang berhubungan dengan benda asing.
Gambar 12. Terdapat inflamasi mukosa pada kedua sinus maksila dengan
penebalan tulang sklerotik, batas dinding bagian dalam tidak teratur.
c. MRI
T1: penebalan mukosa isointense ke jaringan lunak dan cairan
hipointense
T2: penebalan mukosa dan cairan, pada derajat yang bervariasi,
hiperintens
T1 C+ (Gd): mukosa yang meradang meningkat sementara cairan
tidak (Rasad, 2011).
Gambar 13 dan gambar 14. Penebalan mukosa dengan air-fluid level di sinus
12
d. USG
Meskipun bukan cara pemeriksaan utama, sonografi dapat
digunakan untuk mengetahui sinusitis maksilaris. Ditemukan
gangguan rasio udara/cairan normal pada sinusitis mengubah
impedansi akustik dari ruang yang biasanya diangin-anginkan (Rasad,
2011).
Sinus Maksilaris Normal
- serangkaian artefak reverberasi horizontal meluas ke medan jauh,
berkurang dengan setiap iterasi berturut-turut, sejajar dengan
korteks ekogenik linier medan dekat yang menonjol pada rahang
atas
- medan jauh tidak jelas, dan dinding posterior sinus tidak terlihat
Sinus Maksilaris Abnormal
- sinusogram lengkap
o insonasi sagital mengungkapkan tidak adanya artefak gema
horizontal, digantikan oleh ruang anechoic
o dinding posterior muncul di medan jauh sebagai garis
ekogenik
o Insonasi transversal mengungkapkan ruang gema yang
dibatasi oleh dinding medial dan lateral
o ini menunjukkan sinus berisi cairan dan sangat sugestif dari
sinusitis dalam konteks klinis yang sesuai
- Sinusogram parsial
o visualisasi sagital dari sebagian dinding posterior, dengan
artefak reverberasi horizontal yang berdekatan
o dinding medial/lateral dikaburkan
o temuan nonspesifik, menunjukkan air-fluid level dan
penebalan mukosa dianggap positif untuk sinusitis
13
Gambar 15. Sinus maksilaris normal
Gambar 17. Sinusogram lengkap. Dinding posterior, medial dan lateral sinus
maksilaris terlihat
H. PENATALAKSANAAN
14
1. Medikamentosa
2. Tindakan operasi
I. KOMPLIKASI
15
BAB 3 KASUS
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Alamat : Campursari rt/rw 02/01 sidorejo
Tanggal pemeriksaan : 9 januari 2022
Jenis pemeriksaan : Foto waters
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pilek pada hidung kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD sayidiman magetan dengan
keluhan keluar ingus dari hidung sebelah kiri sejak sebulan yang lalu.
Keluhan ini dirasakan terus menerus. Keluar ingus berwarna bening,
meler, dan tidak berbau. Pilek tidak membaik dengan pemberian obat dari
puskesmas. Pasien mengatakan jika hidungnya sering tersumbat dan terasa
ada dahak yang menggumpal di tenggorokkan terutama pada pagi hari.
Keluhan disertai rasa nyeri dan rasa penuh di sekitar bawah mata kiri.
Keluhan lain seperti hidung merah, demam, batuk, bersin-bersin dan nyeri
kepala disangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan sering mengalami pilek sejak 1 tahun yang lalu.
Biasanya pilek akan membaik dalam 2 minggu dengan pemberian obat
dari puskesmas.
Pasien mengatakan ada gigi berlubang pada gigi geraham kiri atas
sejak 3 bulan lalu. Akhir-akhir ini area sekitar gigi berlubang sering sakit.
Sebelumnya paisen belum pernah berobat ke dokter gigi.
16
3. Riwayat penyakit dahulu
- Penyakit serupa : diakui
- Riwayat gigi berlubang : diakui
- Hipertensi : disangkal
- Diabetes mellitus : disangkal
- Asma : disangkal
- Alergi : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
- Penyakit serupa : disangkal
- Hipertensi : disangkal
- Diabetes mellitus : disangkal
- Asma : disangkal
- Alergi : disangkal
5. Riwayat kebiasaan
- Merokok : disangkal
- Membersihkan gigi : 2 kali sehari
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran : Kompos Mentis. GCS 15 (E4 V5 M6)
2. Tanda vital :
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
b. Respirasi : 20 x/menit
c. Nadi : 80 x/menit
d. Suhu : 36,2 ⁰C
17
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Foto Waters
18
BAB 4PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
19
BAB 5 KESIMPULAN
KESIMPULAN
Pada kasus diatas diagnosis pasien dari hasil foto waters yaitu sinusitis
maksilaris sinistra. Pada penegakkan diagnosis sinusitis dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
radiologi. Terapi yang diberikan pertama kali pada pasien sinusitis ini yaitu metil
prednisolon 3x1, pseudoephendrine HCL 2x1, cefadroxil 3x1, serta konsultasi ke
dokter gigi untuk menghilangkan masalah gigi yang dicurgai sebagai penyebab.
20
DAFTAR PUSTAKA
21