Disusun Oleh :
Sefaca Sulistiyanto Jusuf (112022192)
Pembimbing :
dr. Ahmad Fauzi, Sp. THT-KL
Disusun oleh:
112022192
Pembimbing
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Referat dengan judul “Sinusitis
Maksilaris Dentogen”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu THT-KL. Dalam kesempatan kali ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihakyang telah membantu
dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr. Agus
Indro B, Sp. THT-KL selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis
belajar dalam Kepaniteraan Klinik, dan kepada para dokter dan staff Ilmu THT-
KL RSAU Dr. Esnawan Antariksa, serta rekan-rekan seperjuangan dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu THT-KL. Penulis sangat terbuka dalam menerima
kritik dan saran karena penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Penulis
LEMBAR PENILAIAN
Muda
pembimbing
Pendahuluan 3
Epidemiologi 3
Patofisiolofi/Patogensis 7
Gejala Klinis 5
Pemeriksaan Fisik 7
Pemeriksaan 5
Penulisan Diagnosis 7
Penatalaksanaan 7
Prognosis 3
Referensi 3
Suara 5
Penampilan 10
Sinusitis merupakan istilah bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa
hidung dan sinus paranasal, merupakan salah satu masalah kesehatan yang
mengalami peningkatan secara nyata dan memberikan dampak bagi pengeluaran
finansial masyarakat. Sinusitis dibagi menjadi kelompok akut dan kronik. Secara
anatomi, sinus maksilaris, berada di pertengahan antara hidung dan rongga mulut
dan merupakan lokasi yang rentan terinvasi oleh organisme patogen lewat ostium
sinus maupun lewat rongga mulut.
Sinusitis maksilaris akut dapat disebabkan oleh rhinitis akut, infeksi faring
seperti faringitis, adenoiditis, tonsillitis akut, infeksi gigi rahang atas P1, P2, serta
Ml, M2, M3 (dentogen). Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab
penting sinusitis. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi
rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis
dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi
rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal
mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan
limfe. Terdapat sejumlah konsensus, guidelines dan position papers yang
mencakup epidemiologi, diagnosis dan penatalaksanaan sinusitis yang mulai
berkembang. Pada tahun 2005 European Position Paper on Rhinosinusitis and
Nasal Polyps (EP3OS) pertama kali dipublikasikan, dipelopori oleh European
Academy of Allergology and Clinical Immunology (EAACI) dan diterima oleh
European Rhinology Society. Pada tahun 2007, EPOS mengalami revisi seiring
dengan meningkatnya perkembangan baru pada patofisiologi, diagnosis dan
penatalaksanaan sinusitis.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
ANATOMI SINUS
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. 4 pasang sinus
paranasal, sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan
kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke
dalam rongga hidung. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi
mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan,
kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada
saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior
pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai
pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung.
Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhimya
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk
piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut
fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila,
dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiomya ialah
dasar orbita dan dinding inferiomya ialah prosesus alveolaris dan palatum.
Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid
Sinus Frontalis
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan
mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri
biasanya tid.ak simetris, satu lebih besar dari pada lain-nya dan dipisahkan oleh
sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebamya 2,4 cm dan
dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-
lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuklekuk-d'ihding sinus -
pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan
oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi
dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui
ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid.
Sinus Ethmoid
Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan
lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus etmoid
berongga- rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka
media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan
letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior ypng bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Di
bagian terdepan sinus etmoid anterior terdapat bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Di daerah etmoid anterior
terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya
ostium sinus maksila. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan
dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat
tipis dan
membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
Sinus Sphenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah
2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari
5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian
lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan
tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Batas-batasnya ialah, sebelah
superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya
atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis
interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan
dengan fosa serebri posterior di daerah pons
Kompleks Osteomeatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah
ini dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid
yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan
sel- sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
Sistem Mukosiliar
Di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam
sinus, silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium
alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding
lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal
dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke
nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok
sinus posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di
postero-superior muara tuba. lnilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-
nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi Sinus Paranasal antara lain:
Ostium sinus maksilaris berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Sepertiga tengah
dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus
maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini dinamakan kompleks
ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang
prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior
dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila
KLASIFIKASI
a. Sinusitis Akut
Sinusitis yang berlangsung mendadak sampai 4 minggu dan membaik
dengan pengobatan
b. Sinusitis Subakut
Lanjutan dari sinusitis akut dan bertahan hingga kurang dari 12 minggu
d. Sinusitis Kronis
PATOFISIOLOGI
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena
infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga
jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman akan
masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren
pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan
periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses
periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar
menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila
sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus
serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus
sehingga terjadinya sinusitis maksila.
Kriteria :
a. Gejala Mayor:
3) Hidung tersumbat
4) Demam
b. Gejala Minor:
1) Sakit kepala
2) Lemas
3) Sakit gigi
4) Batuk
Dikatakan sinusitis maksilaris jika ditemukan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor
dan 2 atau lebih gejala minor.
Presentasi klinis sinusitis dentogen bervariasi, tetapi paling sering termasuk gejala
nyeri atau tekanan pada wajah, postnasal drip, hidung tersumbat, rinore anterior
purulen yang mungkin unilateral, bau atau rasa busuk, kelelahan.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN