Anda di halaman 1dari 14

TUGAS REFERAT

ILMU KESEHATAN THT-KL


“Hipertrofi Adenoid”

Disusun Oleh:

Dhio Arieyona G4A022059

Pembimbing:

dr. Wahyu Dwi Kusdaryanto, Sp. THT-KL

SMF ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui referat yang berjudul:

“Hipertofi Adenoid”

Disusun Oleh:
Dhio Arieyona
G4A022059

Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas
di bagian Ilmu Kesehatan THT-KL

Purwokerto, 5 Agustus 2023


Pembimbing,

dr. Wahyu Dwi Kusdaryanto, Sp. THT-KL


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan untuk Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para pengajar, fasilitator,


narasumber, dan rekan-rekan dokter muda SMF Ilmu Kesehatan THT-KL, terutama
dr. Wahyu Dwi Kusdaryanto, Sp. THT-KL, selaku pembimbing penulis. Penulis
menyadari referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi hasil yang lebih
baik.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembaca.

Purwokerto, 5 Agustus 2023

Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Adenoid adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada
dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldeyer. Secara
fisiologik adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil
dan hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran napas
bagian atas maka dapat terjadi hipertrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi ini akan
timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba Eustachius (Soepardi et al., 2012).
Hipertrofi adenoid adalah kondisi obstruktif yang berhubungan dengan
peningkatan ukuran adenoid. Kondisi ini dapat terjadi dengan atau tanpa infeksi
adenoid akut atau kronis. Adenoid adalah kumpulan jaringan limfoepitel di bagian
superior nasofaring medial ke lubang tuba Eustachius (Geiger & Gupta, 2023).
Adenoidektomi merupakan suatu prosedur pengangkatan kelenjar limfoid
pada leher yang paling banyak dilakukan oleh anak-anak dan remaja (Ramos et al,
2013). Adenoidektomi dilakukan ketika beberapa terjadi sleep disordered breathing
yang biasanya ditandai dengan mendengkur, serta infeksi telinga bagian tengah
(Subramanyam et al, 2013)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan dilapisi oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat jaringan limfoid yang membentuk
lingkaran di faring yaitu tonsila palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsila lingual
dan tonsil tubal membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. (Reis et al.,
2013).

Gambar 2.1 Anatomi Tonsil


1. Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan yang terletak di fossa kedua sudut
orofaring, tonsil ini berbentuk oval dengan ukuran Panjang 2-5 cm. daerah yang
kosong diatasnya disebut fossa supratonsilar (Viswanatha & Meyer, 2023)

2. Tonsil faringeal (adenoid)


Tonsil ini merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior
nasofaring. Adenoid tidak memiliki kripte, ukuran adenoid bervariasi pada setiap
anak. Umumnya tonsil ini akan membesar pada anak usia 3 tahun dan mengecil lagi
pada usia 14 tahun (Soepardi et al., 2012).
3. Tonsil lingual
Terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika.
Di garis tengah pada anterior tonsil ini terdapat foramen cecum (Soepardi et al.,
2012).
4. Tonsil tubal
Salah satu dari empat kelompok tonsil utama yang membentuk cincin waldeyer.
Tonsil ini sangat dekat dengan torus tubarius, oleh karena itu tonsil ini kadang juga
disebut tonsil torus tubarius dan letak tuba ini di posterior pembukaan tabung
eustachian ke nasofaring (Soepardi et al., 2012).
Tonsil mendapat suplai darah dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu
bagian atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina
desenden. tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian
posterior oleh arteri palatina asenden, dan cabang arteri fasialis, diantara kedua
daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Vena-vena dari tonsil membentuk
pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena
di sekitar kapsul tonsil, vena lingualis dan pleksus faringeal. Persarafan tonsil suplai
sensorinya diberikan oleh saraf glossopharyngeal ( N. IX ) dan juga dari cabang
nervus palatina desenden.
B. Fisiologi Tonsil
Tonsil selain memproduksi limfosit, juga aktif dalam mensintesis
immunoglobulin. Karena tonsil adalah kumpulan limfoid pertama di saluran
respiratorius dan digestif yang berperan dalam kekebalan terutama berperan penting
sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap protein asing yang masuk ke saluran
makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen makanan). Tonsil
yang sakit atau terinfeksi kurang efektif dalam melayani fungsi kekebalan tubuh
mereka. Tonsil yang sakit atau terinfeksi dikaitkan dengan penurunan transport
antigen, penurunan produksi antibodi dibawah rata rata, dan infeksi bakteri kronis
(Kartika, 2008).
Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel
membran), makrofag, sel dendrit dan antigen presenting cells) yang berperan dalam
proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi APCs (sintesis
immunoglobulin spesifik). Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel
pembawa Ig G. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang memiliki fungsi
utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai
organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik
(Kartika, 2008).

C. Hipertrofi Adenoid

1. Definisi

Hipertrofi adenoid adalah keadaan membesarnya ukuran adenoid, hipertrofi


adenoid juga menjadi salah satu penyebab obstruksi hidung. Pembesaran adenoid
merupakan suatu respon fisiologis akibat peradangan atau keganasan (Ratunanda et
al., 2017)
2. Epidemiologi

Prevalensi Adenoid hipertrofi termasuk pasien yang dirujuk ke klinik THT,


pasien tanpa penyakit penyerta dan atau apnea tidur yang terdiagnosis sepenuhnya,
prevalensinya berkisar antara 42% hingga 70%. Prevalensi hipertrofi di Indonesia
sendiri belum ada data secara nasional. Salah satu data pada tahun 2002 dari rumah
sakit Moewardi Solo, telah dlakukan adenotonsilektomi sebanyak 220 kasus dan 65%
dari pasien tersebut berusia antara 2-5 tahun. (Adha et al., 2019).
3. Etiologi
Hipertrofi adenoid dapat terjadi karena infeksi dan non infeksi. Penyebab
infeksi hipertrofi adenoid termasuk patogen virus dan bakteri. Patogen virus yang
terkait dengan hipertrofi adenoid diantaranya adenovirus, coronavirus,
coxsackievirus, cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr Virus (EBV), herpes simplex
virus, parainfluenza virus, dan rhinovirus.  Banyak spesies bakteri aerobik yang
mengakibatkan hipertrofi adenoid menular diantaranya dari  spesies Streptococcus
alpha-, beta-, dan gamma-hemolitik , Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis, Staphylococcus aureus, Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium
diphtheriae, Chlamydophila pneumoniae, dan Mycoplasma pneumoniae.
Fusobacterium,  Peptostreptococcus, dan  Prevotella  sebagai organisme anaerobik
yang bisa menyebabkan hipertrofi adenoid.  Beberapa penyebab non-infeksi dari
hipertrofi adenoid seperti gastroesophageal reflux, alergi, dan paparan asap rokok.
Pada orang dewasa, hipertrofi adenoid juga bisa menjadi tanda kondisi yang lebih
serius seperti infeksi HIV limfoma, atau keganasan sino-nasal (Geiger & Gupta,
2023).
4. Gejala

Hipertrofi adenoid adalah kondisi obstruktif, dengan gejalanya tergantung


pada struktur yang terhambat (Geiger & Gupta, 2023):

a. Sumbatan hidung akibat hipertrofi adenoid dapat menyebabkan pasien


mengeluhkan rinore, kesulitan bernapas melalui hidung, batuk kronis, post-
nasal drip, mendengkur, dan gangguan pernapasan saat tidur pada anak-anak.
Jika sudah terdapat sumbatan hidung, pasien dapat menderita sinusitis sebagai
komplikasi dan bisa mengeluhkan nyeri atau tekanan pada wajah.

b. Obstruksi tuba Eustachius dapat menyebabkan gejala yang sesuai dengan


disfungsi tuba Eustachius seperti pendengaran yang teredam, otalgia, atau
letupan di telinga, dan infeksi telinga tengah berulang

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan hipertrofi adenoid akan sering bernapas
melalui mulut, dan mungkin memiliki karakteristik wajah yang dikenal sebagai fasies
adenoid yaitu palatum melengkung tinggi, wajah yang memanjang, dan retrusi wajah
bagian tengah. Pemeriksaan fisik lengkap bertujuan untuk menyingkirkan penyebab
potensial lain dari sumbatan hidung seperti benda asing hidung, rinosinusitis, polip
hidung, dan kelainan bawaan seperti atresia choanal atau stenosis aperture pyriform.

Gambar 2.2 Fasies Adenoid

5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik, pemeriksaan rinoskopi


anterior dengan melihat tertahannya gerakan palatum mole pada waktu fonasi,
pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit), pemeriksaan radiologik
dengan membuat foto lateral kepala (pemeriksaan ini lebih sering dilakukan pada
anak)
6. Terapi

Pada hipertrofi adenoid akut dan kronis yang disebabkan oleh infeksi
pemberian terapi antibiotikmerupakan langkah pertama yang tepat. Amoksisilin dapat
digunakan untuk adenoiditis akut tanpa komplikasi, namun, untuk hipertrofi adenoid
infeksi kronis atau berulang bisa diberikan beta-laktamase inhibitor seperti asam
klavulanat. Klindamisin atau azitromisin bisa diberikan pada pasien yang memiliki
alergi penisilin (Geiger & Gupta, 2023).

Pada hipertrofi adenoid dengan gejala obstruksi atau infeksi kornis dan
berulang bisa dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai
adenotom (Soepardi et al., 2012):.

a. Indikasi

Indikasi untuk prosedur hipertrofi adenoid meliputi (Soepardi et al., 2012):

1) Sumbatan

a) Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut

b) Sleep apnea

c) Gangguan menelan

d) Gangguan berbicara

e) Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)

2) Infeksi

a) Adenoitis berulang/kronik

b) Otitis media efusi berulang/kronik

c) Otitis media akut berulang

3) Kecurigaan neeoplasma
b. Kontraindikasi

Sementara tidak ada kontraindikasi absolut untuk adenoidektomi.


Kontraindikasi relatif lainnya untuk adenoidektomi termasuk perdarahan dan infeksi
aktif (Miller & Gupta, 2023).

7. Komplikasi
Komplikasi hipertrofi adenoid yang sering terjadi adalah efusi telinga tengah
yang persisten dan/atau gangguan pernapasan saat tidur yang dapat terjadi akibat
hipertrofi adenoid yang tidak diobati. Anak-anak dengan hipertrofi adenoid berisiko
mengalami kesulitan bicara, bahasa, dan/atau belajar sebagai akibat dari gangguan
pendengaran konduktif yang dapat terjadi dengan efusi telinga tengah sekunder yang
persisten. Hipertrofi adenoid juga bisa menyebabkan risiko gangguan pernapasan saat
tidur (Geiger & Gupta, 2023).
BAB III KESIMPULAN
1. Adenoid adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada dinding
posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldeyer. Secara fisiologik
adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil dan
hilang sama sekali pada usia 14 tahun.
2. Hipertrofi adenoid adalah kondisi obstruktif yang berhubungan dengan peningkatan
ukuran adenoid yang berkaitan dengan dan tanpa infeksi.
3. Adenoidektomi merupakan suatu prosedur pengangkatan kelenjar limfoid pada leher
yang paling banyak dilakukan oleh anak-anak dan remaja.
4. Adenoidektomi dilakukan ketika beberapa terjadi sleep disordered breathing yang
biasanya ditandai dengan mendengkur, serta infeksi telinga bagian tengah.
5. Indikasi adenoidektomi umumnya direkomendasikan untuk tiga kondisi, yaitu;
adenoid obstruksif, infeksi yang rekuren/kronik dan kecurigaan neoplasia
6. Komplikasi hipertrofi adenoid yang sering terjadi adalah efusi telinga tengah yang
persisten dan bisa terjadi gangguan pernapasan saat tidur
Daftar Pustaka

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D. 2012. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan THT-KL FK UI. Dalam: Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Geiger, Z., Gupta, N. 2023. Adenoid Hypertrophy. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536984/

Reis, L.G.V., Almeida, E.C.S., Silva, A.J.C., Pereira, G.A., Barbosa, V.F.,
Etchebehere, R.M. 2013. Tonsillar hyperplasia and recurrent tonsillitis: clinical-
histological correlation: Braz J Otorhinolaryngol. 79(5):603-8.

Ratunanda, S.S., Satriyo, J.I., Samiadi, D., Madiadipoera, T., Anggraeni, R. 2016.
Efektivitas Terapi Kortikosteroid Intranasal pada Hipertrofi Adenoid Usia
Dewasa berdasarkan Pemeriksaan Narrow Band Imaging. Maj Kedokteran
Bandung. 48(4):228–33.

Adha, M.A.R., Wibowo, D., Rasyid, N.I. 2019. Gambaran Tingkat Keparahan
Maloklusi Menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Record
(Hmar) Pada Siswa Sdn Gambut 10. Dentin J Kedokteran Gigi. 2019;3(1):1–9.

Miller, B.J., Gupta, G. 2023. Adenoidectomy. In: StatPearls [Internet]. Treasure


Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535352/

Viswanatha, B., Meyers, A.D. Tonsil And Adenoid Anatomy. Available at :


https://emedicine.medscape.com/article/1899367-overview?form=fpf#a2
Accessed on: August 4, 2023

Ramos, S.D., Shraddha, M., Pine, H.S. 2013. Tonsillectomy and Adenoidectomy.
Pediatr Clin N Am, 60:793-807.

Subramanyam, R., Varughese, A., Willging, J.P., Sadhasivam, S. 2013. Future of


Pediatric Tonsillectomy and Perioperative Outcomes. International Journal of
Pediatric Otorhinolaryngology, 77: 194-199

Kartika, H. 2008. Tonsilektomi. Welcome & Joining otolaryngology in Indonesian


Language. p.34-6.

Anda mungkin juga menyukai