Anda di halaman 1dari 28

Laporan kasus

ADENOIDITIS HIPERTROFI

Oleh :
Reyhan Avistano
NIM 2208438060

Pembimbing :
dr. Harianto, Sp.THT-KL(K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Adenoid adalah kumpulan jaringan limfoepitel yang terletak pada superior


nasofaring ke arah medial menuju saluran tuba Eustachius dan merupakan salah
satu jaringan yang membentuk cincin Waldeyer.1 Adenoid sudah ada sejak lahir
dan secara fisiologis, pada usia 3-7 Adenoid mencapai ukuran maksimum,
selanjutnya menetap sampai usia 8-9 tahun dan, adenoid secara bertahap
mengalami involusi kemudian hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Hipertrofi
adenoid, terutama pada anak-anak, muncul sebagai respon multiantigen virus,
bakteri, alergen, makanan, dan iritasi lingkungan. 2 Secara fisiologis adenoid akan
mengalami regresi, tetapi dapat juga terjadi pembesaran yang persisten hingga
dewasa dan nantinya dapat menimbulkan gejala.1,2
Ketika terjadi pembesaran adenoid, maka nasofaring akan mengalami
penyempitan dan dapat mengakibatkan sumbatan pada koana dan tuba
eustachius.3 Tanda dan gejala yang dapat ditemukan seperti nafas melalui mulut,
facies adenoid, sleep apnea, mendengkur dan gangguan telinga tengah.5 Pada
hipertrofi adenoid akut dan kronis, manajemen medis dengan antibiotik adalah
langkah pertama yang tepat.7 Hipertrofi adenoid umumnya merupakan kondisi
yang dapat sembuh dengan sendirinya dan hilang seiring dengan atrofi adenoid
pada masa remaja.8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2
Hipertrofi adenoid adalah kondisi obstruktif yang berhubungan dengan
bertambahnya ukuran adenoid. Kondisi ini dapat terjadi dengan atau tanpa infeksi
adenoid akut atau kronis. Struktur adenoid yang lunak dan normalnya tersebar
dalam nasofaring, terutama pada dinding posterior dan atapnya, mengalami
hipertrofi dan terbentuk massa dengan berbagai ukuran. Massa ini dapat hampir
mengisi ruang nasofaring, mengganggu saluran udara yang melalui hidung,
mengobstruksi tuba eustachii, dan memblokade pembersihan mukosa hidung.4,5

2.2 Anatomi dan Fisiologi Adenoid

Jaringan limfoid nasofaring dan orofaring tersusun atas struktur yang


membentuk sebuah cincin yang disebut cincin Waldeyer sesuai dengan nama
penemunya Heinrich Wilhelm Gottfried von Waldeyer-Hartz, seorang ahli
anatomi asal Jerman. Cincin waldeyer ini terdiri dari adenoid, tubal tonsils, lateral
bands, tonsil palatina, dan tonsil lingual. Terdapat pula beberapa jaringan limfoid
di dinding posterior faring dan ventrikel laring. Adenoid atau tonsila faringeal
merupakan sebuah massa yang memiliki dasar yang terletak di dinding posterior
nasofaring dan apeks yang menusuk ke arah septum nasi.7 Permukaan adenoid
berlapis-lapis dalam serangkaian lipatan dengan beberapa kripta namun tidak
disertai kompleks kripta seperti yang terdapat pada tonsil palatina. Secara
histologis, epitel yang menyusunnya merupakan epitel pseudostratified bersilia
dan diinfiltrasi oleh folikel limfoid.8
Suplai darah adenoid berasal dari arteri palatina asenden yaitu cabang
arteri fasialis, arteri faringeal asenden, cabang faringeal dari arteri maxillaris
interna, arteri canalis pterygoid, dan cabang cervical asenden dari arteri trunkus
thyrocervicalis. Drainase vena melalui plexus faring dan plexus pterygoideus
yang akan mengalirkan darah ke vena fasialis dan jugularis interna. Persarafan
yang menginvervasi berasal dari nervus glossopharyngeal dan nervus vagus.7,8

3
Gambar 1. Anatomi Adenoid.7

Adenoid merupakan bagian dari sistem imun sekunder. Adenoid


berperan pada traktus respiratorius dan traktus gastrointestinalis, menempati
posisi yang dapat diekspos oleh antigen dari udara maupun makanan. Lipatan
adenoid yang terpajan oleh antigen akan ditransfer melalui lapisan epitel.9
Struktur imunologis dari adenoid terbagi ke dalam empat kompartemen, yakni:
reticular crypt epithelium, area ekstrafolikular, mantle zone of the lymphoid
follicle, dan germinal center of the lymphoid follicle. Membran sel dan antigen
presenting cell (APC) terlibat dalam proses transportasi antigen melalui lapisan
epitel dan mempresentasikannya pada sel T-helper. Ketika suatu saat terdapat
antigen yang cukup banyak, sel B di germinal zone of the lymphoid follicle akan
terstimulasi untuk berdiferensiasi dan memproduksi antibodi. Adenoid terlibat
dalam kebanyakan produksi IgA, yang kemudian ditransportasikan ke permukaan
untuk menyediakan proteksi imun lokal. Perlu diingat bahwa adenoid yang
mengalami kelainan tetap bertindak sebagai struktur yang normal seperti jaringan
limfoid lainnya, dengan fungsi yang tetap, yaitu produksi antobodi (IgA lokal,
IgG serta IgM sistemik).8,910

2.3 Etiologi

4
Hipertrofi adenoid dapat disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Penyebab
infeksi hipertrofi adenoid termasuk patogen virus dan bakteri Secara fisiologis
adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun dan
kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. 1 Hipertrofi
adenoid biasanya asimptomatik, namun jika cukup besar akan menyebabkan
gejala. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi
kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas atau ISPA. 2 Etiologi
pembesaran adenoid sebagian besar disebabkan oleh infeksi yang berulang pada
saluran nafas bagian atas. Selain itu episode alergi juga dapat menyebabkan
pembesaran adenoid.11

2.4 Patogenesis

Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak
berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan
adenoid merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang menfagosit
kuman - kuman pathogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan
penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun selular,
seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian ekstrafolikuler.
Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons terhadap kolonisasi
dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme pathogen. Bila sering terjadi
infeksi saluran nafas bagian atas maka dapat terjadi hipertrofi adenoid. Akibat
dari hipertrofi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius3

Pembesaran adenoid juga menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius yang


akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat
gangguan fungsi tuba eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya
sumbatan.4

2.5 Diagnosis

2.5.1 Anamnesis

5
Hipertrofi adenoid adalah kondisi obstruktif, dengan gejalanya tergantung
pada struktur yang terhambat. Sumbatan hidung oleh hipertrofi adenoid dapat
menyebabkan pasien mengeluhkan rinore, kesulitan bernapas melalui hidung,
batuk kronis, post-nasal drip, mendengkur, dan/atau gangguan pernapasan saat
tidur pada anak-anak. Jika sumbatan hidung signifikan, pasien dapat menderita
sinusitis dan mungkin mengeluhkan nyeri atau nyeri tekan pada wajah. Obstruksi
tuba Eustachius dapat menyebabkan gejala yang sesuai dengan disfungsi tuba
Eustachius seperti pendengaran yang teredam, otalgia, suara berderak atau letupan
di telinga, dan/atau infeksi telinga tengah berulang.4

Gambar 2. Facies Adenoid3

Sebuah penelitian mengklasifikasikan hipertrofi adenoid menurut


gejalanya sebagai berikut:

1. Mendengkur (grade 0 = tidak ada, grade 1 = 1–2 malam dalam seminggu, grade
2 = 3–5 malam dalam seminggu, dan grade 3 = 6–7 malam dalam seminggu),

2. Hidung tersumbat (chronic mouth breathing) (grade 0 = tidak ada, grade 1 = ¼


hingga ½ hari, grade 2 = ½ hingga ¾ hari, dan grade 3 = ¾ hingga sehari
penuh)

3. Sleep apnea (grade 0 = tidak ada, grade 1 = 1–2 malam dalam seminggu, grade
2 = 3–5 malam dalam seminggu, dan grade 3 = 6–7 malam dalam seminggu),

4. Otitis media (grade 0 = tidak ada, grade 1=1–3 episode per tahun, grade 2 = 4–
6 episode per tahun, dan grade3 = lebih dari 6 episode per tahun), serta

6
5. Faringitis rekuren (grade 0 = tidak ada, grade 1 = 1–3 episode per tahun, grade
2 = 4–6 episode per tahun, dan grade 3 = lebih dari 6 episode per tahun).11,12

2.5.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan hipertrofi adenoid akan sering
bernapas melalui mulut, memiliki karakter suara hiponasal, dan memiliki
karakteristik wajah yang dikenal sebagai fasies adenoid. Pemeriksaan fisik
lengkap harus bertujuan untuk menyingkirkan penyebab potensial lain dari
sumbatan hidung seperti benda asing hidung, rinosinusitis, poliposis hidung, dan
kelainan bawaan seperti atresia choanal atau stenosis aperture pyriform.13

Pemeriksaan fisik terbagi dua yaitu pemeriksaan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung yaitu:2,10
- Dengan rhinoskopi anterior melihat gerakan keatas palatum molle waktu
mengucapkan "i" yang terhambat oleh pembesaran adenoid
- Dengan melihat transoral langsung ke dalam nasofaring setelah palatum
molle di retraksi

Secara tidak langsung yakni:


- Dengan pemeriksaan rhinoskopi posterior

Dengan nasofaringoskop.2,6,

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Riwayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik seringkali cukup untuk


mendiagnosis hipertrofi adenoid. Radiografi kepala dan leher lateral digunakan
hanya untuk penilaian kelenjar adenoid, terutama pada anak kecil yang rewel atau
tidak kooperatif. Video fluoroskopi juga telah dijelaskan sebagai metode untuk
menunjukkan kemampuan dalam mendiagnosis hipertrofi adenoid. Namun,
keduanya juga memiliki risiko paparan radiasi yang tidak perlu. Pemeriksaan
hipertrofi adenoid harus dilakukan dengan hati-hati. Perubahan posisi pasien,
seperti halnya tipe pernapasan pada saat pengambilan foto, memiliki efek yang
signifikan pada penampang jaringan lunak nasofaring. Oleh karena itu, foto dua

7
dimensi dapat menjadi sangat tidak akurat untuk mendeteksi pembesaran adenoid
dan dapat menyebabkan perbedaan pendapat antar pemeriksa.14,15,18

Gambar 3. Tampilan lateral leher. Pembesaran adenoid dan tonsil 15,16

8
Gambar 4. Gambar pembesaran tonsil, adenoid dan palatine.13,15,16

CT Scan dan MRI


CT scan dan MRI dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
dari hipertrofi adenoid seperti kista maupun tumor. Gambaran hipertrofi
adenoid yang terdapat pada CT scan dan MRI adalah gambaran
densitas/intensitas rendah tanpa adanya central midline cyst.19,20,23

9
Gambar 5. Garis lurus panjang menunjukkan pembesaran adenoid.19,20
NASOENDOSKOPI
Endoskopi cukup membantu dalam mendiagnosis hipertrofi adenoid, infeksi
adenoid, dan insufisiensi velopharyngeal (VPi), serta untuk menyingkirkan
penyebab lain dari obstruksi nasal. Adapun ukuran adenoid diklasifikasikan
menurut klasifikasi Clemens et al, yang mana adenoid grade I adalah ketika
jaringan adenoid mengisi sepertiga dari apertura nasal posterior bagian vertikal
(choanae), grade II ketika mengisi sepertiga hingga dua per tiga dari koana, grade
III ketika mengisi dua per tiga hingga obstruksi koana yang hampir lengkap dan
grade IV adalah obstruksi koana sempurna.17,21

Gambar 6. Nasoendoskopi Hipertrofi Adenoid.21

10
2.6 Tatalaksana
Terapi pada hipertrofi adenoid adalah dengan terapi bedah adenoidektomi
menggunakan adenotom.1 Beberapa penelitian menerangkan manfaat dengan
menggunakan steroid pada anak dengan hipertrofi adenoid. Penelitian
menujukkan bahwa selagi menggunakan pengobatan dapat mengecilkan adenoid
(sampai 10%). Tetapi jika pengobatan tersebut itu dihentikan adenoid tersebut
akan terulang lagi. Pada anak dengan efusi telinga tengah yang persisten atau
otitis media yang rekuren, adeinoidektomi meminimalkan terjadinya rekurensi. 4
Indikasi adenoidektomi adalah:
1. Sumbatan; Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut,
sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah dan
gigi (facies adenoid).
2. Infeksi; adenoiditis berulang/kronik, otitis media efusi berulang/kronik,
otitis media akut berulang.
3. Kecurigaan neoplasma jinak/ganas.1,10; Adenoidektomi dan tonsilektomi
dilakukan dengan anestesi umum dan penyembuhan terjadi dalam waktu 48
hingga 72 jam. Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai
kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat tetap
dilaksanakan dengan mempertimbangkan manfaat dan risikonya. Keadaan
tersebut antara lain insufisiensi palatum, gangguan perdarahan, risiko anestesi
yang besar atau penyakit berat anemianfeksi akut yang berat, penyakit berat lain
yang mendasari.9
2.7 Komplikasi
Komplikasi hipertrofi adenoid sering terlihat sebagai komplikasi efusi
telinga tengah persisten akibat hipertrofi adenoid yang tidak diobati. Anak-anak
dengan hipertrofi adenoid berisiko mengalami kesulitan bicara, bahasa, dan/atau
belajar sebagai akibat dari gangguan pendengaran konduktif yang dapat terjadi
dengan efusi telinga tengah sekunder yang persisten.1
Hipertrofi adenoid merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi
nasal dan dengkuran, dan merupakan salah satu penyebab terpenting dari
obstructive sleep apnea syndrome atau OSAS, khususnya ketika terdapat beberapa
faktor lain yang mempengaruhi jalan napas bagian atas, antara lain seperti

11
anomali kraniofasial, maupun micrognathia akibat sindrom Treacher Collins.11
2.8 Prognosis
Hipertrofi adenoid umumnya merupakan kondisi yang dapat sembuh
dengan sendirinya dan hilang seiring dengan atrofi adenoid pada masa remaja. 8
Tetapi mengingat potensi komplikasi serius dan berdampak pada kualitas hidup
pasien, manajemen bedah hipertrofi adenoid digunakan untuk banyak pasien
setiap tahunnya.22

12
LAPORAN KASUS

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU - PEKANBARU

Nama Dokter Muda: Reyhan Avistano


Pembimbing : dr. Harianto, Sp.THT-KL(K)
Nim : 2208438060
Tanggal : 13 Juni 2023

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS


IDENTITAS PASIEN
Nama : An. JAN
Umur : 1 tahun 11 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Riau, Kota Pekanbaru
Suku Bangsa : Cina

ANAMNESA (alloanamnesis)
Keluhan Utama :
Nafas berbunyi saat makan dan minum,ada fase sulit bernafas sejak 2
bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 2 bulan SMRS ibu pasien mengeluhkan nafas berbunyi,sulit makan
dan minum serta hidung tersumbat. Hidung pasien tersumbat di sertai ingus.
Keluhan hidung tersumbat dirasakan terus-menerus tanpa henti.. Keluhan hidung
tersumbat sampai membuat pasien sulit tidur dan mengganggu aktivitas sehari-
hari selama hampir setiap hari dalam seminggu. Ibu pasien mengatakan pasien
sering bernafas melalui mulut. Pasien tidak mengalami perdarahan dari hidung,
nyeri tekan maupun nyeri ketuk pada sekitar wajah, batuk, nyeri tenggorok dan
penurunan fungsi pendengaran.

13
Pasien sudah berusaha mengobati keluhannya dengan berobat ke klinik di
dekat rumah namun keluhan tidak berkurang, sehingga pasien berobat ke poli
THT RSUD Arifin Achmad.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan yang sama (-)
 Riwayat asma (-)

Riwayat Penyakit keluarga


 Keluhan yang sama dalam keluarga (-)
 Riwayat keluarga dengan alergi (-)
 Riwayat keluarga dengan asma (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


 Pasien belum bersekolah
 Pasien memiliki riwayat alergi terhadap dingin dan debu

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 85 x/menit
Suhu Tubuh : 35,4 C
Berat Badan :9,5 kg
Tinggi Badan : 97 cm
IMT : 9,57 kg/m2
Pemeriksaan Sistemik
Kepala : Dalam batas normal
Mata :
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)

14
Toraks : Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Vesikuler di seluruh lapang paru

Abdomen : Supel, bising usus (+), frekuensi 8 kali per menit

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik

STATUS LOKALIS THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga Radang Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Lapang / sempit Lapang Lapang
Liang Telinga Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak Tidak
Sekret/Serumen Warna Kekuningan Kekuningan
Jumlah Minimal Minimal
Membran Timpani
Warna Putih mutiara Putih mutiara
Refleks Cahaya Arah jam 5 Arah jam 7
Utuh Bulging Tidak Tidak
Retraksi Tidak Tidak
Atrofi Tidak Tidak
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Perforasi Kuadran - -
Pinggir - -
Warna mukosa telinga - -
tengah

Gambar

15
Tanda radang/abses Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Rinne + +
Weber Tidak terdapat Tidak terdapat
lateralisasi lateralisasi
Tes Garpu Tala
Schwabach Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
Kesimpulan Normal pada kedua telinga
Audiometri Tidak dilakukan Tidak
dilakukan

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Hidung Luar Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus Paranasal

Pemeriksaan Dekstra Sinistra


Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

16
Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Vestibulum Vibrise + +
Radang Tidak ada Tidak ada
Cavum Nasi Lapang/Cukup Lapang/Sempit Cukup lapang Cukup lapang
Lokasi Cavum nasi Cavum nasi
Jenis Bening, encer Bening, encer
Sekret Jumlah Banyak Banyak
Bau Tidak ada Tidak ada
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konkha Inferior Permukaan Licin Licin
Edema Tidak Tidak
Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Konkha Media
Permukaan Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema Sulit dinilai Sulit dinilai
Cukup lurus / deviasi Cukup lurus Cukup lurus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Septum Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh vasokonstriktor - -

Gambar

17
Rinoskopi Posterior ( Nasofaring ) : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Koana Lapang / Sempit
Warna
Mukosa Edema
Jaringan Granulasi
Ukuran
Warna
Konkha Inferior Permukaan
Edema

Adenoid Ada/ Tidak

Ada / Tidak
Muara Tertutup sekret
tuba Eustachius Edema
Lokasi
Massa Ukuran
Bentuk
Permukaan
Post Nasal Drip Ada / Tidak
Jenis
Gambar

Orofaring / Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Simetris/ Tidak Simetris Simetris
Palatum Mole Warna Merah muda Merah muda
+ Arkus Faring Edema Tidak ada Tidak ada
Bercak/ Eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding Faring Warna Merah muda
Permukaan Licin
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin

18
Tonsil Muara kripti Tidak melebar Tidak melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Tonsil Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan dengan Tidak ada Tidak ada
pilar
Warna Merah muda Merah muda
Peritonsil Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Tumor Permukaan - -
Konsistensi - -
Gigi Karies / Radiks Karies Karies
Kesan Dalam batas Dalam batas normal
normal
Lidah Deviasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Normal Normal
Tumor Tidak ada Tidak ada
Gambar

T1 T1

Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Kelainan
Epiglotis Bentuk
Warna
Edema
Pinggir rata / tidak
Massa
Pemeriksaan Kelainan
Aritenoid Warna
Edema
Massa
Gerakan

19
Ventrikular Band Warna
Edema
Massa
Plica Vokalis Warna
Gerakan
Pinggir Medial
Massa
Subglotis / Sekret ada / tidak
Trakhea
Massa
Pemeriksaan Kelainan
Sinus Piriformis Massa
Sekret
Valekule Sekret ( jenisnya )
Massa

Pemeriksaan kelenjar limfe leher :


Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar limfe leher.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfe leher.

20
RESUME ( DASAR DIAGNOSIS )

Anamnesis

Keluhan Utama :
Nafas berbunyi saat makan dan minum,ada fase sulit bernafas sejak 2
bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 2 bulan SMRS ibu pasien mengeluhkan nafas berbunyi,sulit makan
dan minum serta hidung tersumbat. Hidung pasien tersumbat di sertai ingus.
Keluhan hidung tersumbat dirasakan terus-menerus tanpa henti.. Keluhan hidung
tersumbat sampai membuat pasien sulit tidur dan mengganggu aktivitas sehari-
hari selama hampir setiap hari dalam seminggu. Ibu pasien mengatakan pasien
sering bernafas melalui mulut. Pasien tidak mengalami perdarahan dari hidung,
nyeri tekan maupun nyeri ketuk pada sekitar wajah, batuk, nyeri tenggorok dan
penurunan fungsi pendengaran. Pasien sudah berusaha mengobati keluhannya
dengan berobat ke klinik di dekat rumah namun keluhan tidak berkurang,
sehingga pasien berobat ke poli THT RSUD Arifin Achmad.

Pemeriksaan Fisik

Telinga Dekstra Sinistra


Daun Telinga Normal Normal
Liang Telinga Lapang Lapang
Sekret/serumen Serumen kekuningan Serumen kekuningan
Membran Utuh, warna putih mutiara, Utuh, warna putih mutiara,
Tympani reflek cahaya (+) arah jam 5 reflek cahaya (+) arah jam
7
Rinoskopi Anterior
Hidung Dekstra Sinistra
Vestibulum Dalam batas normal Dalam batas normal
Cavum Nasi Lapang Lapang
Konkha Inferior Eutrofi, merah muda, licin, Eutrofi, merah muda,
normal licin, normal
Sekret Bening, encer Bening, encer
Massa Tidak ada Tidak ada

21
Diagnosis : Adenoiditis Hipertrofi
Diagnosis Banding : Rhinitis Alergi.
Usulan pemeriksaan penunjang :
 Pemeriksaan Nasoendoskopi

 Foto CT-SCAN Sinus Paranasal

Tatalaksana
● Cuci hidung dengan NaCl 0,9%
Prognosis
● Quo ad vitam : dubia ad bonam
● Quo ad sanam : dubia ad bonam
● Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Edukasi :
1. Pemakaian obat teratur dan prosedur yang benar
2. Menjaga kesehatan dan lingkungan rumah

22
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


yang telah dilakukan, maka dapat ditegakkan diagnosis pada kasus ini yaitu
adenoiditis hipertrofi Hipertrofi adenoid adalah kondisi obstruktif yang
berhubungan dengan bertambahnya ukuran adenoid. Adenoid dapat mengalami
pembesaran karena proses hipertrofi sel akibat respon terhadap infeksi.Pada kasus
ini, berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan hidung tersumbat disertai ingus
sejak 2 Bulan SMRS, yang terus menerus. Ibu pasien mengatakan pasien sering
bernafas melalui mulut. Pasien tidak mengalami perdarahan dari hidung, nyeri
tekan maupun nyeri ketuk pada sekitar wajah, batuk, nyeri tenggorok dan
penurunan fungsi pendengaran.
Hidung tersumbat dan pilek yang berlangsung lama merupakan salah satu
gejala hipertrofi adenoid namun dapat juga terjadi pada rhinitis alergi, sehingga
rhinitis alergi menjadi diagnosis banding dalam kasus ini, dikarenakan pasien juga
memiliki alergi dingin dan debu. Untuk menyingkirkan diagnosis banding tersebut
dari hasil anamnesis juga didapatkan bahwa pasien sulit bernafas melalui hidung
sehingga sering kali bernafas melalui mulut, dan sulit untuk tidur, hal ini
merupakan gejala khas pada pasien hipertrofi adenoid karena terdapat obstruksi
jalan napas. Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak ditemukan tanda khas
hipertrofi adenoid seperti lengkung palatum durum yang meninggi, fascies
adenoid, hanya ditemukan sekret pada kedua hidung dan edem konka inferior. Hal
ini dapat juga ditemukan pada rhinitis alergi. Untuk mendapatkan diagnosis pasti
maka dilakukan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada pasien diusulkan pemeriksaan
CT SCAN Sinus paranasal jika keluhan tidak sembuh.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah cuci hidung
dengan NaCl 0,9% sebanyak 3 kali sehari. Cuci hidung adalah suatu metode
sederhana dan efisien dengan cara membilas rongga hidung menggunakan larutan
garam isotonis seperti NaCl 0,9% dengan tujuan menunjang perbaikan
pembersihan mukosiliar dengan membuat lembab rongga hidung dan mengangkat
material-material yang melekat pada membran mukosa. Pada pasien ini belum

23
direncanakan tindakan adenoidektomi karena menunggu kontrol selanjutnya
untuk melihat apakah ada perbaikan atau tidak.

24
KESIMPULAN

Adenoiditis adalah kondisi obstruktif yang berhubungan dengan


bertambahnya ukuran adenoid. Adenoid dapat mengalami pembesaran karena
proses hipertrofi sel akibat respon terhadap infeksi. Pasien merupakan seorang
anak dimana pada anak adenoid bertambah besar karena aktivitas imun, karena
tonsil dan adenoid merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang
menfagosit kuman - kuman pathogen.
Tatalaksana yang diberikan berupa cuci hidung dengan NaCl 0,9% untuk
menunjang perbaikan pembersihan mukosiliar dan mengangkat material-material
yang melekat pada membran mukosa. Pada pasien ini belum direncanakan
tindakan adenoidektomi karena belum menunggu kontrol selanjutnya untuk
melihat apakah ada perbaikan atau tidak.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, dan Ratna


Dwi Restuti; Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Edisi 7th. Jakarta: FKUI. 2012.
2. Pereira L, Monyror J, Almeida FT, Almeida FR, Guerra E, Flores-Mir C,
Pachêco-Pereira C. Prevalence of adenoid hypertrophy: A systematic review
and meta-analysis. Sleep Med Rev. 2018 Apr [cited March 31, 2023];38:101-
112. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29153763/ .
3. Ballenger, John Jacob. 1994. Penyakit hidung, tenggorok, kepala dan leher
jilid satu edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara; p. 347-9.
4. M. Arman Amar, Riskiana Djamin, Abdul Qadar Punagi. Rasio Adenoid-
Nasofaring dan Gangguan Telinga Tengah pada Penderita Hipertrofi
Adenoid. J Indon Med Assoc. 2013; 63:21-6. Available from:
https://onesearch.id/Record/IOS5831.123456789-23229/TOC
5. Evcimik MF, Dogru M, Cirik AA, Nepesov MI. Adenoid hypertrophy in
children with allergic disease and influential factors. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol. 2015 May; 79(5): 694-7. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25758194/
6. Karodpati N, Shinde V, Deogawkar S, Ghate G. Adenoid Hypertrophy in
Adults- A Myth or Reality. WebmedCentral
OTORHINOLARYNGOLOGY.
20134(3).Availablefrom:https://www.semanticscholar.org/paper/219b4cc98a
2a7febe98ae9218d4574451b0c6812
7. Goeringer GC, Vidic SD. The Embryogenesis and Anatomy of
Waldeyer’s ring. Otolaryngology Clinics of North America 1987;20(2):207-
217. Available from: https://europepmc.org/article/med/3601384
8. Viswanatha, B. Tonsil and Adenoid Anatomy. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1899367-overview . Accessed on
March 30.

30
9. Kenna MA, Amin A. Anatomy and physiology of the oral cavity. Snow JB,
Wackym PA, Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
17th Ed. Shelton: BC Decker In; 2009. p. 769-774.
10. Havas T, Lowinger D. Obstructive adenoid tissue: an indication for
powered- shaver adenoidectomy. rch Otolaringol Head Neck Surg. 2002;
128(7):789-91. Available from:
https://jamanetwork.com/journals/jamaotolaryngology/article-abstract/
482970
11. Richard E Behrman, Robert M Kliegman, Hal B Jenson. 2004. Nelson
Textbook of Pediatrics, 17th ed. Philadelphia: W. B. Saunders Co.
12. Alex Mlynarek, Marc A. Tewfik, Abdulrahman Hagr. Lateral Neck
Radiography versus Direct Video Rhinoscopy in Assessing Adenoid Size.
The Journal of Otolaryngology. 2004;33:360–6.
13. Johannesson S. Roentgenologic investigation of the nasopharyngeal tonsil in
children of different ages. Acta Radiol. 1968;7:299–5. Available from:
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/028418516800700402?
journalCode=acrb
14. Maw AR, Jeans WD, Fermando DCJ. Inter-observer variability in the
clinical radiological assessment of adenoid size, and the correlation with
adenoid volume. Clin Otolaryngol. 1981;6:317–22. Available from:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1365-2273.1981.tb01805.x
15. Cohen D, Konak S. The evaluation of radiographs of the nasopharynx. Clin
Otolaryngol. 1985;10:73–8. Available from:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1365-2273.1985.tb01170.x
16. Fujioka M, Young LW, Girdnay BR. Radiographic evaluation of adenoidal
size in children: adenoidal-nasopharyngeal ratio. AJR Am J Roentgenol.
1979;133:401–4. Available from:
https://www.researchgate.net/profile/Lionel-Young-3/publication/23022511_
Radiographic_Evaluation_of_Adenoidal_Size_in_Children_Adenoidal-
Nasopharyngeal_Ratio/links/54d90f1c0cf24647581d601e/Radiographic-
Evaluation-of-Adenoidal-Size-in-Children-Adenoidal-Nasopharyngeal-
Ratio.pdf

31
17. Kuo CY, Lin YY, Chen HC, Shih CP, Wang CH. Video Nasoendoscopic-
Assisted Transoral Adenoidectomy with the PEAK PlasmaBlade: A
Preliminary Report of a Case Series. Biomed Res Int. 2017 [cited March 31,
2023];2017:1536357.Availablefrom:https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28459
055/
18. Britton PD. Effect of respiration on nasopharyngeal radiographs when
assessing adenoidal enlargement. J Laryngol Otol. 1989;103:71–3. Available
from: https://www.cambridge.org/core/journals/journal-of-laryngology-and-
otology/article/abs/effect-of-respiration-on-nasopharyngeal-radiographs-
when-assessing-adenoidal-enlargement/
B4226746683968EDAD3E57E9E413B3CF
19. Lertsburapa K, Schroeder JW, Sullivan C. Assessment of adenoid size: A
comparison of lateral radiographic measurements, radiologist assessment,
and nasal endoscopy. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 201074(11): 1281-5.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20828838/
20. H. Ric Harnsberger et al. 2004. Diagnostic Imaging: Head and Neck 1st
ed. Utah:Amirsys Inc.
21. Rout MR, Mohanty D, Vijaylaxmi Y, Bobba K, Metta C. Adenoid
Hypertrophy in Adults: A case Series. Indian J Otolaryngol Head Neck
Surg. 2013 Jul [cited March 31, 2023]; 65(3): 269-74. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24427580/
22. Huang YS, Guilleminault C. Pediatric Obstructive Sleep Apnea: Where Do
We Stand? Adv Otorhinolaryngol. 2017 [cited March 31,2023];80:136-144.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28738322/
23. Patel M, Adenoidal and palatine tonsil enlargement. Case study,
Radiopaedia.org (cited on 31 March 2023). Available from:
https://doi.org/10.53347/rID-49379

32

Anda mungkin juga menyukai