KELOMPOK XVIII
ANING HANA FANIYA G 0015022
DAMAR ILHAM NURSETA G 0015050
DESTYA PUTRI AMALIA G 0015054
FABIANUS ANUGRAH PRATAMA G 0015072
GHINA HARISA AMALIA G 0015096
HEINRICH GELUK PURBO G 0015106
KARLA MONICA PRAENTA G 0015124
MUHAMMAD AFIF MURAD G 0015162
NADYA LUPITASARI G 0015180
RANI AGMARIDA MANURA G 0015198
TAUFIK RIDWWAN HADI K G 0015202
VIRA KHAIRUNISA NOVI G 0015228
TUTOR :
Ratna Kusumadewi, dr., M.Biomed
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
ADUH, TELINGAKU SAKIT!
Seorang anak laki-laki usia 5 tahun dibawa ibunya ke praktek dokter umum karena dari
liang telinganya keluar cairan. Hal ini diketahui sejak 1 hari yang lalu.Sebelum timbul keluhan
tersebut, pasien demam dan menangis serta mengeluh telinga kanannya sakit.Pasien juga
mengalami batuk pilek sejak 7 hari yang lalu.Sejak satu tahun terakhir pasien sering batuk pilek
minimal sebulan seali.Riwayat keluar cairan dari telinga sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kesadaran kompos mentis, tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan telinga dengan otoskopi didapatkan telinga kanan liang telinga
lapang, tampak sekret mukopurulen, dan tampak perforasi membran timpani sentral (pulsating
point(+). Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan sekret seromukous, concha inferior
oedema, hiperemis, septum nasi deviasi(-), palatal phenomena(-/-). Pada pemeriksaan tenggorok
didapatkan tonsil T3-T3, hiperemis, kripta melebar, detritus(+). Pada pemeriksaan kelenjar getah
bening leher tidak didapatkan lymphadenopathy.
Pemeriksaan penunjang dengan rontgen Kepala Lateral Fokus Adenoid, tampak
gambaran soft tissue mass di regio nasofaring, dicurigai hipertrofi adenoid, dengan A/N ratio 0.8
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam scenario
1. Palatal phenomenon: pemeriksaan palatum molle dengan rhinoskopi anterior. Fenomena
palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan iii
dimana akan tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang
nasofaring berubah menjadi lebih gelap.
2. Detritus: jaringan rusak (leukosit,, sel epitel) yang terlepas dari tempat asalnya. Biasanya
berwarna putih atau kekuningan.
3. Otoskopi: pemeriksaan membran timpani dengan menggunakan alat bantu otoskop.
4. Rhinoskopi anterior: pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan menggunakan
spekulum.
5. Pulsating point: denyutan yang terlihat di membran timpani
6. Tonsil T3-T3: pembesaran tonsil sudah mencapai 3/4 bagian. Berukuran 50-70% dari
nnasofaring.
7. Adenoid: tonsilla pharyngealis yang berfungsi untuk kekbalan tubuh
8. A/N ratio 0,8: ratio antara adenoid dan nasofaring.
<0,52 : tidak terjadi pembesaran
0,52-0,7: membesar sedang
>0,8: membesar hebat
Anatomi Telinga
A.
Fisiologi Telinga
Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah, dan telinga dalam.Bagian luar dan tengah menyalurkan gelombang suara ke
telinga dalam.Telinga dalam memiliki dua macam sensorik, yaitu koklea, yang
mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf
sehingga kita dapat mendengar, dan apparatus vestibularis, yang penting bagi sensasi
keseimbangan.
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan saluran telinga luar.Daun telinga
berfungsi menangkap dan megumpulkan gelonbang suara dan menyalurkannya ke
saluran telinga luar.Pintu masuk saluran telinga dijaga oleh rambut-rambut halus yang
berfungsi mencegah partikel asing masuk ke dalam telinga. Kulit yang melapisi
saluran mengandung kelenjar keringat modifikasi yang menghasilkan serumen , suatu
sekret yang merupakan salah satu mekanisme pertahanan terhadap benda asing.
Membran timpani terletak di perbatasan antara telinga tengah dan telinga
luar.Bagian luar mebran timpani terpajan oleh tekanan atmosfer dari luar, sedangkan
bagian dsalamny aterpapar oleh tekanan penyeimbang dari tuba eustachius, yang
meghubungkan telinga tengah dengan nasopharynx.Tuba eustachius dalam keadaan
normal tertutup, tetapi membuka oleh menguap, menelan, dan mengunyah.Tulang
telinga terdiri dari malleus, incus, dan stapes. Sistem osikulus ini memperkuat tekanan
yang ditimbulkan oleh gelobang suara di udara melalui dua keistimewaan . Pertama,
luas permukaan jendela oval lebih kecil daripada luas permukaan membran timpani,
sehingga tekanan yang disalurkan ke jendela oval akan lebih besar. Kedua, sistem
osikulus ini merupakan sistem pengungkit yang akan mengamplifikasi gaya yang
berkerja pada jendela oval sebesar 20 kali.
Koklea merupakan bagian dari telinga dalam yanng mengandung organ
indera pendengaran, yaitu organ Corti.Organ Corti terletak di atas mebran basilaris,
mengadung sel rambut, yang merupakan reseptor suara.Sel rambut menghasilkan
sinyal saraf jika terjadi perubahan gerakan mekanis dari rambut permukaaannya
akibat gerakan cairan limfe di telinga dalam.Peran sel rambut dalam dan luar berbeda.
Sel rambut dalam adalah sel ynang mengubah gaya mekanis suara menjadi impuls
listrik pendengaran. Sementara sel rambut luar adalah mengirim sinyal auditorik ke
otak melalui sel saraf aferen.Diskriminasi nada bergantung oada bagian membran
basilaris yang bergetar.Diskriminasi kekuatan suara bergantung pada amplitudo
getaran.
Untuk keseimbangan dan posisi, di dalam kanalis semisirkularis terdapat sel-sel
rambut reseptif yang terbenam di dalam lapisan gelatinosa di atasnya, kupula, yang
menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula.Rambut-rambut di sel rambut
vestibularis terdiri dari kinosilium bersama 20-50 stereosilia.Stereosilia berhubungan
di ujung-ujungnya oleh tautan ujung, yaitu jembatan molecular halus antara
stereosilia-stereosilia yang berdekatan. Jika tautan ini tegang, maka saluran ion
berpintu mekanis di sel rambut akan tertarik yang menyebabkan terjadinya
depolarisasi atau hiperpolarisasi bergantung pada apakah saluran ion terbuka atau
tertutup. Pada saat depolarisasi neurotransmitter dilepaskan, menyebabkan
peningkatan frekuensi lepas muatan serat aferen; sebaliknya, hiperpolarisasi
mengurangi pelepasan neurotransmitter dari sel rambut, pada gilirannya mengurangi
frekuensi potensial aksi di saraf aferen.
Organ otolit pada telinga juga membantu memberikan informasi tentang
posisi kepala relative terhadap gravitasi dan perubahan kecepatan gerakan
lurus.Organ otolit berupa utrikulus dan sakulus.Pada utrikulus terdapat otolit atau batu
keseimbangan di lapisan gelatinosa yang terletak di atas rambut. Pada posisi tegak
rambut utrikulus akan vertical dan rambut sakulus akan horizontal. Sakulus berfungsi
untuk memberikan informasi pada gerakan miring menjauhi posisi horizontal,
misalnya bangun tidur, dan linier vertical, misalnya loncat naik turun dan naik tangga
berjalan. Fungsi organ otolit ini adalah:
1. Mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan
2. Mengontrol otot mata eksternal sehingga terfiksasi ke satu titik meskipun
kepala bergerak
3. Mempersepsikan gerakan dan orientasi.
Adanya ketidakseimbangan cairan di dalam telinga khususnya di kanalis
semisirkuklaris atau sering disebut Meniere bisa menyebabkan vertigo, tinnitus,
dan tidak dapat berdiri tegak (Sherwood, 2011)
Penelitian yang telah dilakukan Cleveland Clinic Amerika Serikat, bahwa pada
anak normal usia < 1 tahun rata-rata mengalami infeksi 6 kali pertahun, usia 1-5 tahun
mengalami 7-8 kali pertahun, anak usia 5-12 tahun mengalami 5-7 kali pertahun dan anak
usia 13-16 tahun mengalami 4-5 kali pertahun. Pada infeksi berulang biasanya didapatkan
kerentanan dalam timbulnya gejala klinis suatu penyakit, khususnya demam.Biasanya
penderita lebih beresiko mengalami pnemoni, mastoiditis, spesis, ensefalitis dan
meningitis.
1) Jika keadaan anak memburuk yaitu MT menonjol keluar karena tekanan pus,
mastoiditis akut, sebaiknya anak dirujuk ke spesialis THT.
2) Jika masih terdapat nyeri telinga atau nanah, lanjutkan pengobatan dengan antibiotik
yang sama sampai seluruhnya 10 hari dan teruskan membersihkan telinga anak.
Kunjungan ulang setelah 5 hari.
OMA sembuh bila tidak ada lagi cairan di kavum timpani dan fungsi tuba
Eustakius sudah normal (cek dengan timpanometer). Kesembuhan yang tidak sempurna,
dapat menyebabkan berulangnya penyakit atau meninggalkan otitis media efusi kronis
dengan ketulian ringan sampai berat.
Perbedaan sekret yang dihasilkan pada otitis externa dan otitis media
1. Otitis Media
Tuba Auditiva atau tuba Eustachian adalah saluran yang menghubungkan
antara nasofaring denga auris media, yang berfungsi untuk mempertahankan agar
tekanan didalam auris media tetap sama dengan tekanan yang berada diluar. Tuba
auditiva juga berfunsi untung menghalau pathogen yang akan masuk ke auris
media, sehingga auris media tetap steril.
Secara garis beras penyebab terjadinya Otitis Media yaitu karena adanya
gangguan pada tuba auditiva.Gangguan pada tuba auditiva bisa disebabkan oleh
beberapa hal, seperti perubahan tekanan udara yang tiba-tiba, alergi, infeksi
ataupun adanya suatu sumbatan.Hal tersebut dapat menyebabkan tertutupnya
OPTE, sehingga menyebabkan tekanan yang ada dalam auris media lebih
negative.Hal ini menyebabkan terjadfinya transudasi plasma dr pembeluh darah
ke cavum timpani.Pada keadaan inilah yang disebut dengan Otitis Media Serosa /
Otitis Media Non Supuratif, karena sekret yang dihasilkan bersifat encer dan
serosa.
Gangguan pada OPTE dapat juga mengakibatkan gangguan pencegahan
invasi pathogen oleh tuba auditiva.Hal itu dapat menyebabkan pathogen (bakteri)
dapat masuk ke dalam auris media.Karena itu muncul reaksi imun tubuh untuk
menghalau pathogen tersebut sehingga timbul inflamasi dan terbentuklah eksudat
yang purulent. Pada keadaan inilah disebut Otitis Media supuratif karena sekret
yang dihasilkan purulent
2. Otitis Eksterna
Yang dimaksud otitis eksterna ialah radang telinga akut maupun kronis
yang disebabkan infeksi bakteri, jamur dan virus. Factor yang mempermudah
radang pada telinga luar adalah perubahan pH liang telinga, yang harusnya normal
atau asam menjadi basa. Hal ini yang mempermudah invasi dari pathogen ke auris
eksterna.
Otomikosis adalah otitis eksterna yang disebabkan oleh
jamur.Dipengaruhi oleh tingkat kelembaban yang tinggi.Jamur yang tersering
ditemukan adalah pityrosporum. Pityrosporum menyebabkan terbentukanya sisik
yang menyerupai ketombe
Pada infeksi telinga luar pada sekret juga sering didapatkan epidermis
karena pada liang telinga sepertiga telinga luar masih tertutupi oleh epidermis
kulit, sehingga bila terjadi infeksi bias dimungkinkan terjadi pengelupasan
epidermis kulit.
Perbedaan Otitis Media Akut dan Otitis Media Kronis
1. Dari etiologinya :
a. Otitis media akut
Dimulai oleh adanya infeksi virus yang merusak mukosa siliar pada saluran nafas
atas sehingga bakteri patogen masuk dari nasofaring ke telinga tengah melalui
tuba Eustachius dengan gerakan mundur (retrograde movement). Bakteri-bakteri
ini memperoleh respon inflamasi yang kuat dari mukosa telinga tengah sama
seperti infiltrasi leukosit (Chole dan Nasun, 2009).
b. Otitis media kronis
Hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang di mulai
setelah dewasa (Chole dan Nasun, 2009). Selain itu juga bisa disebabkan oleh
perforasi ttraumatik membran timpani, gangguan faal tuba eustachius,
kolesteatoma (Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 2005).
2. Dari sekretnya :
a. Otitis media akut
Terbentuk eksudat yang purulen di cavum timpani (Djaafar, Z.A., 2007).
b. Otitis media kronis
Sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul, sekret berupa serous,
mukoid atau purulen lebih dari 8 minggu (Bluestone, Klein, 2007).
3. Kondisi umum :
a. Otitis media akut
Adanya nyeri telingan, namun belum tentu ada gangguan pendengaran
(Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 2005).
b. Otitis media kronis
Pendengaran umumnya terganggu (Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 2005).
SARAN
Untuk mahasiswa:
Mahasiswa masih kurang mencari data yang bersumber pada data yang valid dan hanya
menguasai satu diagnosis, dikarenakan skenario yang selalu berulang ditahun sebelumnya
sehingga mahasiswa menjadi kurang kreatif dan inovasi untuk belajar lebih jauh, sehingga
banyak sekali tugas-tugas tambahan yang harus ditemukan di pertemuan kedua. Diharapkan
mahasiswa lebih kreatif dan inovasi dalam belajar, sehingga tidak terpaku pada satu diagnosis
tapi belajar akan diagnosis yang lain sehingga hasilnya dapat menguasai banyak diagnosis tidak
hanya menguasai satu diagnosis saja.
Amar MA, Djamin R, Punagi AQ (2013). Rasio adenoid-nasofaring dan gangguan telinga
tengah pada penderita hipertrofi adenoid. J Indon Med Assoc, 63 (1): 21-26
Bluestone, C.D., dan Klein, J.O. (2007).Otitis Media in Infants and Children.4th ed. London :
BC. Decker Inc
Chole R.A., Nasun R. (2009). Chronic Otitis Media with Cholesteatoma in Balleengers
Otorhinolaryngology head and neck surgery. BC Decker Inc. USA
Dhingra, P. (2010). Diseases of ear, nose and throat. 6th ed. New Delhi: Elsevier, pp.62-63.
Djaafar, Z.A. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Kerschner, J.E. (2007). Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th
ed. USA: Saunders.
Klarisa, C. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius.
Rusmarjono. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sjamsuhidayat, Wim De Jong. (2005). Buku Ajara Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC.
Winther B, Doyle WJ, Alper CM. (2006). A high prevalence of new onset otitis media during
parent diagnosed common colds. Int J Pediatr Otorhinolaryngol.
http://emedicine.medscape.com/article/994550-clinical#b2
http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview