Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN HASIL TUTORIAL

Aduh Telingaku

Oleh :

KELOMPOK 9

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016PENYUSUN

Kelompok 9
201410420311094

Fadhila Rahmawati

201410420311097

Toyibatus Zakiya

201410420311100

Siti Nuraisah

201410420311103

Yessy Wiyantry

201410420311106

Nisa Aisyah Jasmine

201410420311109

Farhanah

201410420311112

Khalifatus Zuhriyah A.

201410420311116

Sabilla Dian Rina Hadi

201410420311119

Via Nafisa

201410420311122

Ali Syafiqi

201410420311126

Siti Salmiyati Syarief

201410420311129

Ilham Muhammad

201410420311133

Nur Istiqomah

201410420311136

Eka Nur Fitriyanti

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada anggota
kelompok 9 sehingga dapat menyelesaikan laporan kelompok tutorial tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok 9 mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Indri Wahyuningsih S.Kep, Ns selaku dosen fasilitator kelompok 9 atas
bimbingan, pengarahan, dan motivasi yang telah diberikan kepada dalam pengerjaan laporan
tutorial kelompok ini.
Kelompok 9 menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan laporan
kelompok ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari
pembaca sekalian. Kelompok 9 berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya.
.

Malang, Mei 2016

Kelompok 9

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Kasus
Aduh Telingaku
Seorang anak berusia 10 tahun mengeluhkan telinga sebelah kanannya terasa sakit

sejak 6 hari yang lalu , ia tidak tahu apa yang menyebabkan telinganya tersebut terasa sakit ,
anak tersebut memiliki kebiasaan suka mengorek-ngorek telinga menggunakan lidi karena
terkadang telinganya terasa gatal . Orang tua kerap mengingatkan untuk tidak mengorekngorek telinga menggunakan lidi , namun ia mengabaikannya. Tak jarang pada saat malam
hari ia merasa kesulitan tidur akibat sakit di telinganya . Pada keesokan harinya saat bangun
tidur , ia melihat adanya cairan berwarna kekuningan di bantal yang ia gunakan . Hari itu ia
bangun kesiangan , sang ibu memanggil-manggil dari 2 jam yang lalu untuk membangunkan
karena sudah waktunya berangkat sekolah namun ia tidak mendengarkannya seolah
telinganya terasa penuh . Ia merasa tidak enak badan sehingga tidak masuk sekolah , suhu
tubuhnya pun tinggi . Orang tua mulai curiga dan khawatir sehingga membawanya ke RS .
Saat di bawa ke rumah sakit di lakukan anamnesa dan di dapatkan adanya otalgia dan tugging
sebelah dekstra , di lakukan penilaian dengan menggunakan skor OMA menunjukkan nilai 2 ,
suhu tubuh 39C , kemudian di lanjutkan inspeksi menggunakan otoscop ternyata di temukan
adanya bulging dan eksudate purulent serta ketika di lakukan kultur di temukan
Streptococcus pneumonia (+) . Klien di recomendasikan untuk di lakukan tindakan
miringotomy 2 hari lagi dan di lakukan pengawasan secara berkala baik dalam pemberian
asuhan keperawtan sesuai diagnose keperawatan dan penatalaksanaan lain yang
komprehensif .
1.2.

Daftar Kata Sulit


1.
2.
3.
4.
5.

1.3.
1.
2.

Otalgia
Tugging
Bulging
Miringotomy
Otoscop
Daftar Pertanyaan
Apa yg dimaksud dengan OMA ?
Sebut dan jelaskan Etiologi dari OMA ?

3. Apa saja manifestasi klinis dari OMA ?


4. Bagaimana epidemiologi dari OMA ?
5. Sebut dan jelaskan stadium-stadium dari OMA ?
6. Apa saja factor resiko dari OMA ?
7. Bagaimana pathogenesis dari OMA ?
8. Apa saja kriteria diagnosis OMA ?
9. Apa saja diagnostic tes yg bisa di lakukan pada OMA ?
10. Apa saja komplikasi dari OMA ?
11. Bagaimana pencegahan OMA ?
12. Bagaimana cara melakukan penilaian dengan skor OMA ?
13. Bagaimana patofisiologi OMA ?
14. Mengapa OMA sering terjadi pada anak-anak ?
15. Bagaimana penatalaksanaan pada OMA ?
16. Asuhan keperawatan OMA ?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Kata Sulit

1. Otalgia adalah suatu keluhan yang timbul berupa rasa sakit di telinga karena penyakit
yang ada di telinga atau penjalaran dari penyakit lain di luar telinga seperti
penyakit sinus, radang tonsil, infeksi di hidung dan faring, kanker tenggorokan, dan
kadang-kadang sebagai gejala sensorik awal dari migrain.Otalgia primer adalah nyeri

telinga yang berasal di dalam telinga. Otalgia sekunder adalah nyeri telinga yang
berasal dari luar telinga.
2. Tugging adalah

3. Bulging adalah

4. Miringotomy adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah .
Indikasi Operasi Miringotomi :

Infeksi telinga yang tidak berespon pada terapi Dntibiotic atau obat-obatan

Infeksi

telinga tengah

yang menyebabkan gangguan

pendengaran

dan

keterlambatan berbicara

Otitis media akut berulang (3 episode dalam 6 bulan atau 4 episode dalam 12
bulan)

Komplikasi :

Perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar

Disloklasi tulang-tulang pendengaran

Trauma pada fenestra rotundum

Trauma pada N.Facialis

Trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak)

Infeksi

Hearing loss

Lubang insisi tidak menutup (permanent hole)

Sclerosis membran timpani


5. Otoscop adalah

2.2

Pertanyaan
1. Otitis Media Akut(OMA) adalah peradangan akut mukoperiostium telinga bagian
tengah. Infeksi ini termasuk mukosa cavum tympani, tuba eustachius, antrum dan selsel udara tulang mastoid, karena ruangan ini berhubungan satu sama lain. OMA
umumnya didahului infeksi jalan nafas bagian atas.Penjalaran infeksi secara
perkontiuitatum, jarang secara hematogen atau limfogen.Salah satu gejala sisa dari
OMA ialah otitis media kronik dengan perforasi dan otore (Helmi,1990).
2. Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring.
Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam
telingan tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi. Otitis media
akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius
merupakan faktor penyebab utama dari otitis media akut. Karena fungsi tuba
eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga
terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga dan terjadi peradangan.
Dikatakan juga bahwa, pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas atas.
Pada anak makin sering terserang infeksi saluran napas atas, maka makin tinggi resiko
terjadinya OMA, pada bayi terjadinya OMA dipermudah dengan kondisi anatomi tuba
eustachius yang pendek, lebar, dan agak horizontal (Iskandar,2001).
3. Manifestasi klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada
anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di
samping suhu tubuh yang tinggi.Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar.

Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalahsuhu tubuh tinggi dapat mencapai
39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit
waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga,
suhu tubuh turun dan anak tidur tenang (Djaafar, 2007).
4. Bayi dan anak memiliki risiko tinggi untuk mendapat Otitis Media. Insidennya
sebesar 15-20% dengan puncaknya terjadi antara umur 6-36 bulan dan 4-6 tahun.
Insiden penyakit ini mempunyai kecenderungan untuk menurun sesuai fungsi umur
setelah usia 6 tahun. Insiden tertinggi dijumpai padalaki-laki, kelompok social
ekonomi rendah, anak-anak dengan celah pada langit-langit serta anomaly
kraniofasial lain pada musim dingin atau hujan. Pada anak makin sering anak
terserang infeksi sauran nafas atas makin besar kemungkinan terjadinya Otitis Media
Akut. Pada bayi terjadinya Otitis Media Akut dipermudah oleh karena Eustachius
pendek, lebar, dan agak horizontal (Adams,2004).
5. OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium
hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium
resolusi (Djaafar, 2007).
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga
tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi
malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang
terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi,
membran timpani kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini (Djaafar, 2007).
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya

sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses
inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium
ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,
telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena
terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar
antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007).
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di
telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga
tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat
yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau
bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur
nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam
tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak
ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat
timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan
nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena
kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow
spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi
pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur,
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin
tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007).
4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan
dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik
(Djaafar, 2007).
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal
hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan
berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini
berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya
tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi,
maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini
berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terusmenerus atau hilang timbul (Djaafar, 2007).
6. Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik,
status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,
lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital,
status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba
Eustachius, immatur tuba Eustachius dan lain-lain (Pratama,2011).
7. Patogenesis OMA pada sebagian besar dimulai dengan ISPA atau alergi, sehingga
terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas termasuk nesofaring dan
tuba eustachius. Tuba eustachius menjadi sempit sehingga terjadi sumbatan tekanan
negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring kedalam telinga

tengah melalui tuba eustachius. Mukosa teling tergantung pada tuba eustachius untuk
mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terdapat gangguan
akibat obstruksi tuba eustachius, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan
terjadi efusi cairan kedalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya
OMA. Bila tuba eustachius tersumbat maka drainase telinga tengah terganggu,
mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telibga tengah, kemudian menjadi
poliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan
atas, sitokin dan media-media inflamasi yang lain dilepaskan dan akan menyebabkan
disfungsi tuba eustachius.
8. Kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut (Kerschner,2007).
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut :

menggembungnya membran timpani atau bulging,

terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan
cairan di belakang membran timpani

terdapat cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut :

kemerahan atau erythema pada membran timpani

nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

9. Diagnostik tes yang bisa di lakukan pada OMA


1.Otoskop : pemeriksaan ini dengan cara memasukkan spekulun ke telinga, dan
memancarkan cahaya kedalamnya kemudian pemeriksa dapat melihat kondisi
membran timpani melalu lensa pembesar otoskop. Biasanya, gendang telinga terihat
kemerahan dan terlihat bangunan seperti lubang pada selaput gendang telinga.

2.Timpanogram : tes ini dilakukan untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan


membrane timpani.
3.Timpanosentesis dan Kultur : Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane
timpani untuk menentukan mikrobiologi.
4.Tes Rinne : Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui
tulang pada telinga yang diperiksa. Caranya : garputala digetarkan dan tangkainya
diletakkan diprosesus mastoid, setelah tidak terdengar garputala dipegang didepan
telinga kira-kira 2 cm. normalnya masih terdengar.
5.Tes Weber : Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kanan
dan telinga kiri. Caranya : garputala digetarkan dan tangkai diletakkan di garis tengah
kepala. Normalnya bunyi garputala terdengar di kedua telinga dan tidak dapat
dibedakan kearah mana bunyi terdengar lebih keras.
6.Tes Schwabach : Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal. Caranya : garputala digetarkan dan tangkai
nya diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, kemudian
diletakkan pada telinga pemeriksa yang pendengarannya normal dan begitu
sebaliknya. Normalnya pendengaran hasilnya sama dengan pemeriksa.
7.Tes audiometric : Merupakan pemeriksaan fungsi untuk mengetahui sensitivitas
(mampu mendengar suara) dan perbedaan kata-kata (kemampuan membedakan bunyi
kata-kata), dilaksanakan dengan bantuan audiometrik.
10. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi
intratemporal terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa,
atelektasis telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi
intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis, hidrosefalus
otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis
(Priyono,2010).
Tanda-tanda terjadi komplikasi :
1.
2.
3.
4.

Sakit kepala
Tuli yang terjadi secara mendadak
Vertigo (perasaan berputar)
Demam dan menggigil

11. Pencegahan OMA

Jauhkan anak-anak dari lingkungan yang penuh asap atau berada di lingkungan
perokok.

Lakukan vaksinasi terbaru pada anak-anak, terutama vaksin pneumokokus dan


vaksin DTP/IPV/Hib.

Utamakan pemberian ASI, bukan susu formula.

Menghindari kontak langsung dengan anak-anak yang sedang sakit atau terserang
infeksi.

Jangan memberi makan pada anak saat mereka berbaring.

Setelah anak berusia 6-12 bulan, jangan memberikan dot pada mereka.

Beberapa cara di atas hanya dilakukan untuk mengurangi risiko terkena otitis media
karena tidak ada cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi telinga
tengah (Efiaty,2009).
12.

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3,
berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang,
suhu lebih atau sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila nyeri
telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39C oral atau 39,5C rektal (Efiaty,2009).
13. Patofisiologi OMA

14. Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa
hal, yaitu:
(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan,
(2)Saluran eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm
dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm.
(3)Adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relative lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid
berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi
dimana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
15. Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya :
1. Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.Pengobatan pada stadium
awal di tunjukkan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotic,
dekongestan lokal atau sistemik.Tujuan pengobatan padaa otitis media adalah untuk
menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati
gejala, memperbaiki fungsi tuba eustachius, menghindari proforasi membrane timpani,
dan memperbaiki system imun lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertuujuan untuk membuka kembali tuba
eustachius sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang.Diberikan obat tetes
hidung HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun

atau HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun
pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotic.
Pada stadium hiperemis dapat diberkan antibiotic, obat tetes hidung dan
analgesic.Dianjurkan permberian anibiotik golongan penisilin atau eritromisin.Jika
terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klvulanat atau
sefalosporin.Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar konsntrasinya
adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.Antibiotik di berikan minimal
selama 7 hari. Bila psien alergi terhadap penislin, diberikan eritromisin.Pada anak,
diberikan ampisilin 50-100 mg/ kg/ hari yang terbagi dalam empat dosis.amoksilin
atau eritromisin masing-masing 50 mg/kg/hari yang terbagi dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain di berikan antibiotic, pasienharus di tunjuk untuk
melakukan miringotomi bila membrane timpani masih utuh sehingga gejala cepat
hilang dan tidak terjadi rupture.
Pada stadium perforasi, sering terlihat secret banyak keluar kadang, kadang secara
berdenyut atau pulsasi.Diberikan obat cuci telinga ( ear toilet) H2O2 3% selama 3
sampai dengan 5 hari serta antibiotic yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya secret
akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membrane timpani berangsur normal kembali, secret tidak ada
lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya secret mengalir di
liang telinga luar melalui perforasi di membrane timpani. Antibiotik dapat di lanjutkan
sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berlanjut, mungkin telah terjadi mastoiditis.
2. Pembedahan.
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren,seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosistensis, dan adenoidektomi.
a. Miringotomi
mirirngotomi adalah tindakan insisi pada lensa membrane timpani, supaya terjadi
drainase secret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus di
lakukan secara dapat di lhat langsung, anak harus tenang sehingga membrane timpani
dapat di lihat dengan baik.Lokasi ialah di kaudran posterior inferior.Bila terapi yang
di berikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu di lakukan, kecuali jika terdapat
pus di telinga tengah.

Indikasi miringotomi pada anak dengan OMA adalag nyeri berat, demam, komplikasi
OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi system saraf
pusat.Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami
kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotic pada satu episode OMA. Salah satu
tindakan miringotomi atau timpanosintesis di jalankan terhadap anak OMA yang
respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk mengidentifikasi
mikroorganisme.melalui kultur.
b. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan fungsi pada membrane timpani, dengan analgesia lokal
supaya mendapatkan secret untuk tujuan pemeriksaan.Indikasi timpanosintesis adalaj
terapi antibiotic tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir
atau pasien yang system imun tubuh rendah . Pipa timpanosintesis dapat menurunkan
morbilitas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara
signifikan disbanding dengan placebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized
trial yang telah di jalankan.
c. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan resiko terjadi otitis media dengan efusi dan
OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosntesis , tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah di dahului dengan insersi tuba, tidak di anjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjad obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
16. ASKEP OMA
No
1.

2.

Analisa Data
DS:
1. Pasien mengeluhkan tidak
enak badan sehingga tidak
masuk sekolah dan suhu
tubuhnya pun tinggi.
DO:
1. Hasil pemeriksaan
menunjukkan suhu tubuhnya 39
derajat celcius
DS:

Etiologi
trauma

Masalah
Hipertermia (00007 ) D = 11 ,
K= 6

Kurang pengetahuan

Resiko infeksi (00004) D = 11 ,

N
o
1.

1.Pasien mengeluhkan telinga


sebelah kananya terasa sakit
sejak 6 hari yang lalu.
DO:
1. Hasil pemeriksaan inspeksi
menggunakan otoscop di
dapatkan bulging dan eksudate
purulent.
DS:
1. . Pasien mengeluhkan telinga
sebelah kananya terasa sakit
sejak 6 hari yang lalu.
DO:
1. Hasil pemeriksaan inspeksi
menggunakan otoscop di
dapatkan bulging dan eksudate
purulent.

Diagnosa

untuk menghindari
pemjanan pathogen

Gejala terkait penyakit

K= 1

Gangguan rasa nyaman ( 00214)


D = 12, K = 1 kenyamanan fisik

NOC

NIC

Hipertermia b.d
trauma

Setelah di lakukan
tindakan perawatan 24
jam maka termoregulasi
adekuat dengan kriteria
hasil :
1. berkeringat saat
panas (5)
2. denyut jantung
apikal (5)
3. denyut nadi radial
(5)
4. tingkat pernapasan
(5)
5. peningkatan suhu
kulit (5)
6. hipertermia (5)

Melakukan pengelolaan Fever treatment


dengan cara:
1. Suhu memantau dan tanda-tanda vital
lainnya
2. memonitor warna kulit dan suhu
3. memonitor asupan dan output,
menyadari perubahan kehilangan
cairan insensible
tidak mengelola aspirin pada anak
4. meningkatkan sirkulasi udara
5. mengelola oksigen, yang sesuai
6. mendorong konsumsi cairan
7. memfasilitasi istirahat, DontrolD
pembatasan aktivitas bila diperlukan
8. melembabkan bibir kering dan
mukosa hidung

Resiko infeksi b.d


factor resiko kurang
pengetahuan untuk

Setelah di lakukan
tindakan perawatan 24
jam maka control infeksi

Melakukan control infeksi dengan cara :


1. Anjurkan istirahat yang cukup
2. Kelola terapi antibiotic

menggindari
pemajanan
pathogen

berkurang dengan kriteria


hasil :
1. Demam (5)
2. Nyeri (5)
3. Elevasi jumlah sel
darah putih (5)
4. Kolonasi kultur
darah (5)

3.

Gangguan rasa
nyaman b.d gejala
terkait penyakit

Setelah di lakukan
tindakan perawatan 24
jam maka Status
kenyamanan: fisik
adekuat dengan kriteria
hasil :
1. kontrol gejala (5)
2. kesejahteraan fisik
(5)
3. relaksasi otot (5)
4. posisi yang
nyaman (5)
5. pakaian yang
nyaman (5)
6. perawatan pribadi
dan kebersihan (5)
7. asupan makanan
(5)
8. asupan cairan(5)
9. tingkat energy (5)
10. suhu tubuh (5)
11. patensi jalan napas
(5)
12. saturasi oksigen
(5)

4.

Nyeri akut b.d


Agens cedera
biologis (mis,
infeksi, iskemia,
neoplasma)

Setelah di lakukan
tindakan perawatan
perawatan 24 jam maka
tingkat nyeri adekuat
dengan kriteria hasil:
1. Perasaan nyeri (5)
2. panjang episode
nyeri (5)
3. menggosok daerah
yang terkena (5)

3. Kelola agen imunisasi


4. Ajarkan pasien dan keluarga untuk
mencegah infkesi
5. Berikan perhatian pada nutrisi
6. Anjurkan nafas dalam saat nyeri.

Melakukan pengelolaan Peningkatan


Kenyamanan dengan cara :
1. Sediakan lingkungan yang tidak
mengancam
2. Tunjukkan ketenangan
3. habiskan waktu dengan pasien
4. Tawarkan untuk tetap dengan pasien
dalam lingkungan baru selama
interaksi awal dengan orang lain
5. tinggal dengan pasien dan
memberikan jaminan keamanan
keselamatan selama periode
kecemasan
6. Perubahan ini secara bertahap
7. Diskusikan perubahan yang akan
datang (mis transfer interward)
sebelum acara
8. Hiindari menyebabkan situasions
emosional
9. Berikan dot pada bayi, yang sesuai
10. Tinggalkan cahaya di malam hari,
yang diperlukan

Melakukan pengelolaan tingkat management


nyeri dengan cara :
1. Lakukan penilaian comphrehensive
sakit untuk memasukkan lokasi,
karakteristik, onset / durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan faktor pencetus
2. Amati isyarat nonverbal dari
ketidaknyamanan, terutama pada
mereka tidak dapat berkomunikasi

4. ekspresi wajah
nyeri (5)
5. kegelisahan (5)
6. agitasi (5)
7. meringis (5)
8. fokus menyempit
(5)
9. ketegangan otot
(5)

3.

4.
5.

6.
7.

secara efektif
Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengakui
pengalaman rasa sakit dan
menyampaikan penerimaan respon
nyeri pasien
Eksplorasi pasien pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
Jelajahi dengan pasien faktor-faktor
yang meningkatkan / memperburuk
nyeri
Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri
Dorong pasien untuk menggunakan
obat penghilang rasa sakit yang
memadai

DAFTAR PUSTAKA

Dr.Helmi, Dr.A.N.Kurniawan, Dr.M.Hardjono Abdoerrachman, Dr. Rianto Setiabudy,1990.


Pengobatan Non-Operatif Otitis Media Supuratif, Jakarta: Balai Penerbiatan FKUI
Adams, G.L, Boies, L.R, Hilger, P.A. 2004. Alih Bahasa. Wijaya, Caroline. Buku Ajar
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi ke 6.Jakarta : EGC
Soepardi EA, et al.2012.Buku Ajar IlmuKesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala&Leher (Edisi 7). Jakarta: Gaya Baru FKUI
Iskandar.Nurbaiti.2001.Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga-Hidung-Tenggorok-Kepala
Leher.Jakarta:FKUI
Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi ke 6.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics.
USA: Saunders Elsevier, 2632-2646

McCormick DP, Chonmaitree T, Pittman C, Saeed K, Friedman NR, Uchida T, et al. Non
severe acute otitis media: a clinical trial comparing outcomes of watchful waiting
versus immediate antibiotic treatment. Pediatrics 2005;115:1455-65.
Titisari, H., 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada Otitis Media
Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai