Anda di halaman 1dari 35

Adalah inflamasi kronik pada telinga bagian tengah yang disebabkan oleh organisme

piogenik. Pada kasus ini, telinga bagian tengah merujuk pada ruang telinga tengah,
meliputi saluran eustachius, telinga tengah, pars tensa, aditus ad antrum, dan sel udara
mastoid.

ETIOLOGI

OMSA lebih umum menjangkiti pasien berusia muda, terutama balita dan kanak-kanak
dari golongan ekonomi kelas bawah. Lumrahnya, penyakit ini juga diiringi oleh infeksi
virus pada saluran pernapasan bagian atas di mana kemudian organisme piogenik
dengan cepat menyerang telinga tengah.

RUTE INFEKSI

1. Melalui saluran eustachius. Merupakan rute infeksi yang paling umum. Infeksi
menjalar lewat lumen dari kedua bagian tuba eustachius atau di sekiling limfatik
peritubal subeptiel. Saluran eustachius pada anak kecil diketahui berukuran lebih
pendek, namun juga lebih lebar dan lebih horizontal ketimbang milik orang dewasa.
Ini mengakibatkan tingkat infeksi yang lebih tinggi pada kelompok usia muda.
Pemberian ASI atau susu formula dalam botol pada bayi dalam posisi horizontal
akan mendesak cairan masuk melalui tuba ke telinga bagian tengah. Inilah sebabnya
mengapa orang tua sebaiknya menyangga kepala bayi di mana posisi kepala sedikit
lebih tinggi saat menyusui. Selain itu, kegiatan harian lainnya seperti berenang dan
menyelam juga berisiko mendorong air ke dalam telinga tengah melalui saluran
eustachius.
2. Melalui telinga luar. Perforasi membran timpani yang disebabkan oleh trauma fisik
karena kejadian apa pun dapat membuka jalur infeksi pada telinga tengah.
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

3. Melalui pembuluh darah. Meski memungkinkan, jalur infeksi yang satu ini
terbilang tidak umum.

FAKTOR PREDISPOSISI

Apa pun yang dianggap mengganggu fungsi normal saluran eustachius merupakan faktor
predisposisi dalam infeksi telinga tengah, termasuk:

1. Flu biasa yang terjadi berulang-ulang, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
dan demam yang disertai eksantema, contohnya campak, difteri, atau batuk
rejan.
2. Infeksi amandel dan kelenjar gondok.
3. Rinitis kronis dan sinusitis.
4. Alergi hidung.
5. Tumor nasofaring atau pendarahan dari rongga hidung.
6. Sumbing pada langit-langit mulut.

Bakteriologi. Bakteri yang paling umum menyebabkan OMSA pada bayi dan kanak-
kanak adalah Streptococcus pneumoniae (30%), Haemophilus influenzae (20%), dan
Moraxella catarrhalis (12%). Di samping itu, organisme lainnya yang juga menjadi
penyebab dari penyakit ini meliputi Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan
kadang-kadang Pseudomonas aeruginosa. Pada kadar pertumbuhan 18-20%, tidak ada
gejala yang terlihat. Namun, banyak turunan dari H. influenzae dan M. catarrhalis yang
memproduksi beta-laktamase.

PATOLOGI DAN FITU R KLINIS

Berikut tahapan terjadinya OMSA:

1. Tahap oklusi tuba. Edema dan hiperemia ujung nasofaring tuba eustachius
menghalangi saluran sehingga menyebabkan absorpsi udara dan tekanan
intratimpani negatif. Selain itu, ada retraksi membran timpani dan efusi di telinga
tengah, akan tetapi banyaknya cairan mungkin tidak terhitung signifikan secara
klinis.
Gejala. Timbul gangguan pendengaran dan nyeri di dalam telinga. Umumnya
tidak disertai dengan demam.
BAB 10 – RAGAM PENYAKIT PADA TELINGA TENGAH

Tanda-tanda. Membran timpani diretraksi dengan pegangan maleus,


memperkirakan posisi yang lebih mendatar, prosesus maleus lateral lebih menonjol,
dan hilangnya refleks cahaya. Sementara itu, tes garpu tala menunjukkan tuli
konduktif.
2. Tahap presupurasi. Apabila tahap sebelumnya berlangsung secara
berkepanjangan, maka organisme piogenik selanjutnya akan menyerang rongga
timpani dan menyebabkan hiperemia pada lapisannya. Pada akhirnya, eksudat
inflamasi pun muncul di telinga tengah. Penderita juga akan merasakan semacam
sensasi sesak pada membran timpani.
Gejala. Terdapat nyeri pada telinga yang diidentifikasi dapat menyebabkan
penderitanya sulit tidur dan menimbulkan sensai berdenyut-denyut. Gangguan
pendengaran dan telinga berdenging adalah gejala lainnya yang juga muncul pada
tahapan ini meskipun keduanya hanya dikeluhkan oleh pasien dewasa. Namun, pada
anak-anak, biasanya mereka akan mengalami demam tinggi dan sulit tidur.
Tanda-tanda. Mula-mula, pars tensa mengalami kemampatan. Serangkaian
pembuluh darah muncul di sepanjang pegangan maleus dan di pinggiran membran
timpani, yang menjadikannya tampak menyerupai roda gerobak. Selanjutnya,
seluruh membran timpani (termasuk pars flaccida) berubah warna menjadi merah
seluruhnya. Lagi-lagi, tes garpu tala stadium ini menunjukkan tuli konduktif pada
penderitanya.
3. Tahap supurasi. Tahap ini ditandai dengan pembentukan nanah di telinga tengah
dan, sampai tingkat tertentu, supurasi juga terjadi di sel udara mastoid. Bahkan,
membran timpani pun mulai terbentuk hingga pecah.
Gejala. Nyeri pada telinga terasa semakin menyiksa. Tingkat keparahan
gangguan pendengaran pun meningkat, dan pasien anak diprediksi mengalami
demam antara 39 sampai 40 derajat Celsius. Gejala ini terkadang juga disertai
dengan muntah dan bahkan kejang-kejang.
Tanda-tanda. Membran timpani tampak merah dan menonjol. Pegangan maleus
dilingkupi oleh membran timpani yang membengkak dan menonjol yang tidak
terlihat oleh mata telanjang. Sementara itu, kemunculan bintik kuning bisa diamati
pada membran timpani di mana ruptur akan segera terjadi. Pada fase pra antibiotik,
terdapta tonjolan menyerupai puting dari membran timpani dengan bintik kuning
di puncaknya. Sensasi nyeri yang muncul apabila ditekan dapat ditimbulkan dari
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

sebelah atas antrum mastoid. Hadil sinar X mastoid akan menunjukkan kekeruhan
sel udara karena eksudat.
4. Tahap resolusi. Membran timpani pecah diiringi dengan keluarnya nanah dan
berkurangnya jumlah gejala yang dialami pasien. Inflamasi juga mulai teratasi. Jika
metode pengobatan yang tepat diterapkan lebih awal atau apabila tingkat infeksi
tergolong ringan, maka fase ini dapat terjadi bahkan tanpa perlu mengakibatkan
pecahnya membran timpani.
Gejala. Dengan keluarnya nanah, maka sakit telinga pun berkurang, suhu tubuh
berangsur-angsur turun, dan anak merasa lebih baik daripada sebelumnya.
Tanda-tanda. Saluran pendengaran eksternal mungkin berisi cairan berwarna
darah yang kemudian menjadi mukopurulen. Biasanya, perforasi kecil tampak di
kuadaran anteroinferior pars tensa. Hiperemia membran timpani perlahan-lahan
mereda dengan kembalinya warna normal.
5. Tahap komplikasi. Jika virulensi organisme tinggi atau pasien memiliki resistensi
yang buruk terhadap penyakit, maka tahap resolusi bisa jadi tidak berlaku, dan
penyakit pun menyebar di luar batas telinga tengah. Selanjutnya, ini dapat
menyebabkan mastoiditis akut, abses subperiosteal, kelumpuhan wajah, labirinitis,
petrositis, abses ekstradural, meningitis, abses otak, atau tromboflebitis sinus
lateral.

PENGOBATAN

1. Terapi antibakteri (Tabel 10.1). Opsi penyembuhan ini diindikasikan untuk


semua kasus yang disertai demam dan nyeri telinga parah. Karena organisme yang
paling umum menyerang adalah S. pneumonia dan H. influenzae, maka obat yang
efektif mengobati otitis media akut adalah ampisilin (50 mg/kg/hari dalam empat
dosis terpisah) dan amoksisilin (40 mg/kg/hari dalam tiga dosis terpisah). Pasien
yang alergi terhadap golongan penisilin ini dapat diresepkan cefaclor,
kotrimoksazol, atau eritromisin. Dalam kasus di mana H. influenzae atau M.
catarrhalis penghasil beta-laktamase bisa diisolasi, maka antibiotik seperti
amoksisilin-klavulanat, augmentin, cefurozime axetil, atau cefixime dapat
digunakan. Terapi antibakteri harus dilanjutkan selama minimal 10 hari sampai
membran timpani dan pendengaran pasien kembali normal. Penghentian terapi dini
dengan meredakan sakit telinga dan demam atau terapi yang diberikan dalam dosis
BAB 10 – RAGAM PENYAKIT PADA TELINGA TENGAH

tidak memadai justru dapat mengakibatkan otitis media sekretorik (OMS) dan
gangguan pendengaran residual.
2. Tetes hidung dekongestan. Tetes hidung efedrin (1% untuk orang dewasa dan
0,5% untuk anak-anak), oxymetazoline (Navision), atau xylometazoline (Otrivin)
sebaiknya digunakan untuk meredakan edema tuba eustachius dan meningkatkan
perputaran udara di telinga bagian tengah.
3. Dekongestan hidung oral. Pemberian pseudoephedrine (Sudafed) 30 mg dua kali
sehari atau kombinasi dekongestan dan antihistamin (Triominic) dapat mencapai
hasil yang sama optimalnya dengan penggunaan obat tetes hidung. Metode ini dapat
menjadi alternatif yang baik untuk diberikan pada pasien kanak-kanak.
4. Analgesik dan antipiretik. Parasetamol membantu meredakan nyeri dan
menurunkan demam pada penderita.
5. Pembersihan telinga (ear toilet). Jika ada kotoran di dalam telinga, maka kotoran
tersebut akan dibersihkan menggunakan cotton buds steril di mana ujung kapas
dibasahi dengan antibiotik terlebih dahulu sebelum dimasukkan.
6. Teknik "dry heat" untuk meringankan rasa sakit.
7. Miringotomi (operasi gendang telinga). Opsi ini melibatkan tindakan menyayat
membran timpani untuk mengeluarkan nanah dan diindikasikan ketika (i) gendang
telinga tampak menonjol dan ada nyeri akut, (ii) tahap resolusi yang tidak kunjung
terlewati bahkan setelah pemberian antibiotik, dan (iii) ada efusi berkelanjutan
setelah 12 minggu.

Semua kasus OMSA harus ditangani dengan hati-hati sampai membran pada gendang
telinga kembali ke wujud semula dan tuli konduktif pada pasien sembuh total (Gambar
10.1).

Tabel 10.1. Agen antibakteri dan dosisnya pada otitis media akut (OMA)

Obat-obatan Total dosis


Merek Dagang Dosis terbagi
harian

Amoxicillin Novamox, Biomox 40 mg/kg 3


Ampicillin Biocillin 50-100 mg/kg 4
Co-amoxiclav Augmentin,
40 mg/kg 2-3
Enhancin
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

Erythromycin Emycin, Althrocin 30-50 mg/kg 4


Cefaclor (generasi Keflor, Distaclor 20 mg/kg 2-3
pertama)
Cefixime (generasi Taxim-0, Biotax-0 8 mg/kg 1 atau 2
ketiga)
Cefpodoxime proxetil Cepodem, 10 mg/kg 2
Cefoprox (maksimal 400
mg/hari)
Ceftibuten (generasi Procadax 9 mg/kg 1
ketiga)
Co-trimoxazole Ciplin, Septran 8 mg (TMP) + 40 2
(Trimethoprim + mg (SMZ)/kg
Sulfamethoxazole)

* Ikuti dosis dan instruksi yang sudah ditetapkan.

Merupakan ragam dari OMSA yang sering menjangkiti anak-anak yang menderita
campak, demam berdarah, atau influenza. Organisme penyebabnya ialah streptococcus
β-hemolyticus. Pada penyakit ini terdapat destruksi yang cepat dari seluruh membran
timpani dan bagian annulus, mukosa yang menonjol, rantai osikula atau rantai tulang
pendengaran, dan bahkan sel-sel udara mastoid. Juga terdapat otorrhea dalam jumlah
besar. Dalam kasus ini, penyembuhan diikuti oleh adanya fibrosis atau pertumbuhan ke
dalam epitel skuamosa dari meatus.

Pengobatannya termasuk pemberian terapi antibakteri, yang kemudian dilanjutkan


setidaknya selama 7-10 hari bahkan setelah pasien menunjukkan respons yang positif
lebih awal. Pelaksanaan tindakan mostoidektomi kortikal dianjurkan apabila perawatan
medis gagal atau kondisi menjadi lebih rumit untuk ditangani lantaran terjadinya
mastoiditis akut.
BAB 10 – RAGAM PENYAKIT PADA TELINGA TENGAH

OTITIS MEDIA SEROSA, OTITIS MEDIA SEKRETORIK, OTITIS MEDIA

MUKOID, "GLUE EAR"

Adalah kondisi berbahaya yang ditandai dengan penumpukan efusi nonpurulen di celah
telinga tengah. Seringkali efusi bertekstur kental dan lengket keluar, namun kadang-
kadang bisa jadi komposisinya lebih encer. Cairan ini sama sekali tidak steril. Gangguan
ini umumnya menjangkiti anak-anak pada usia sekolah.

PATOGENESIS

Dua mekanisme utama dianggap bertanggung jawab terhadap terpicunya penyakit ini:

1. Kerusakan pada tuba eustachius. Tuba eustachius gagal menganginkan telinga


tengah dan kehilangan kemampuannya untuk mengalirkan cairan keluar.
2. Peningkatan aktivitas sekresi mukosa telinga tengah. Biopsi mukosa telinga
tengah dalam kasus ini telah
mengonfirmasi adanya
peningkatan jumlah lendir atau
sel yang mensekresi cairan
serosa.

ETIOLOGI

1. Kerusakan pada tuba


eustachius. Penyebabnya
adalah:

(a) Hiperplasia adenoid.

(b) Rinitis kronis dan sinusitis.

(c) Tonsilitis kronis. Amandel


yang membesar secara teknis
menghalangi pergerakan langit-
langit lunak dan mengganggu
Gambar 10.1. Metode pengobatan otitis media akut (OMA).
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

pembukaan fisiologis tuba eustachius.

(d) Tumor jinak dan ganas pada nasofaring. Penyebab yang satu ini harus selalu
dikecualikan pada otitis media serosa unilateral pada pasien dewasa.

(e) Cacat palatal, misalnya sumbing langit-langit dan kelumpuhan langit-langit


mulut.

2. Alergi. Alergi musiman atau menahun terhadap inhalansia atau bahan makanan
tertentu sering terjadi pada anak-anak. Hal ini tidak hanya menyumbat tuba
eustachius oleh edema, melainkan juga dapat menyebabkan peningkatan aktivitas
sekretori karena mukosa telinga tengah bertindak sebagai organ di mana reaksi
alergi terjadi dalam kasus tersebut.
3. Otitis media yang tidak tersembuhkan. Terapi antibiotik yang tidak memadai
pada OMSA dapat menonaktifkan infeksi untuk sementara waktu, namun gagal
mengatasi penyakit tersebut sepenuhnya. Infeksi tingkat rendah tetap ada. Alhasil,
kondisi ini pun menjadi stimulus bagi mukosa untuk mengeluarkan lebih banyak
cairan. Jumlah sel goblet dan kelenjar mukus juga bertambah. Banyaknya kasus otitis
media serosa, otitis media sekretorik, otitis media mukoid, atau "glue ear"
belakangan ini terbukti terjadi lantaran penyebab yang satu ini.
4. Infeksi virus. Berbagai adenovirus dan rhinovirus yang berada pada saluran
pernapasan bagian atas dapat menyerang telinga tengah dan merangsangnya untuk
meningkatkan aktivitas sekretori.

FITUR KLINIS

1. Gejala. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak usia 5 sampai 8 tahun.


Gejalanya meliputi:
a) Gangguan pendengaran. Ini merupakan gejala utama sekaligus terkadang satu-
satunya gejala yang muncul. Waktu permulaan munculnya gejala ini terbilang
krusial karena jarang tingkat keparahan ketulian melebihi 40 dB. Bahkan, gejala
ini bisa jadi luput dari perhatian orang tua dan secara tidak sengaja justru
diketahui saat tes skrining audiometri.
b) Keterlambatan bicara dan jenis cacat bicara lainnya. Akibat gangguan
pendengaran, anak mengalami masalah perkembangan berupa terlambat
bicara.
BAB 10 – RAGAM PENYAKIT PADA TELINGA TENGAH

c) Sakit telinga ringan. Anak mungkin juga mempunyai riwayat infeksi saluran
pernapasan atas yang diikuti dengan sakit telinga ringan.
2. Hasil pemeriksaan otoskopi. Membran timpani tampak kusam dan buram disertai
dengan hilangnya refleks cahaya. Gendang telinga juga barangkali kelihatan
berwarna kuning, abu-abu, atau kebiruan.
Pembuluh darah tipis dapat dijumpai di sepanjang pegangan maleus atau di
pinggiran membran timpani. Akan tetapi, penampakannya berbeda dari kongesti
pada OMSA. Selain itu, membran timpani bisa menunjukkan berbagai tingkat
retraksi.
Kadang-kadang, gendang telinga akan tampak penuh atau sedikit menonjol di
bagian posteriornya karena efusi.
Cairan dan gelembung udara bisa dilihat saat cairan bertekstur encer dan
membran timpani transparan (Gambar 10.2).
Pergerakan mempran timpani pun
terbatas.

TES PENDENGARAN

1. Tes garpu tala menunjukkan adanya


tuli konduktif.
2. Audiometri. Ada gangguan
pendengaran konduktif dalam rentang 20
sampai 40 dB. Kadang-kadang juga terjadi tuli
sensorineural lantaran tekanan cairan pada
jendela bundar. Gangguan ini akan
Gambar 10.2. Otitis media efusi (OME).
Perhatikan kemunculan gelembung-gelembung menghilang setelah cairan disingkirkan.
pada Valsalva.
3. Impedansi audiometri. Merupakan
tes objektif yang digunakan pada pasien berusia belia seperti bayi dan kanak-kanak.
Adanya cairan ditunjukkan dengan penurunan tingkat kepenuhan dan kurva datar
dengan pergeseran ke sisi negatif.
4. Pemeriksaan mastoid menggunakan sinar X. Sel udara berubah keruh karena
adanya cairan di dalam telinga tengah.
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

PENGOBATAN

Menerapkan salah satu dari metode-metode pengobatan ini diharapkan dapat


mengeluarkan cairan dan mencegahnya kambuh lagi.

1. PENGOBATAN MEDIS

(a) Dekongestan. Dekongestan topikal berupa tetes hidung, semprotan, atau


dekongestan sistemik membantu meringankan edema pada tuba eustachius.
(b) Aplikasi tindakan anti alergi. Antihistamin atau kadang-kadang steroid juga dapat
digunakan dalam kasus yang dipicu oleh alergi. Jika memungkinkan, alergen
pertama-tama harus ditemukan terlebih dahulu sebelum pemberian desensitisasi.
(c) Pemberian antibiotik. Antibiotik diberikan terutama dalam kasus infeksi saluran
pernapasan atas atau pada OMSA yang belum disembuhkan.
(d) Aerasi (penganginan) telinga tengah. Pasien harus berulang kali melakukan
manuver Valsava. Terkadang uji politzerization atau kateterisasi tabung
pendengaran juga harus dilakukan. Teknik ini membantu melegakan telinga tengah
serta meningkatkan drainase cairan keluar telinga. Pasien anak-anak umumnya
diminta untuk mengunyah permen karet untuk meningkatkan frekuensi
pembentukan ludah dan menelan secara berulang-ulang, yang mana perlahan-lahan
akan membuka saluran eustachius.

2. OPERASI

Ketika cairan memiliki konsistensi yang amat kental dan pemberian pengobatan medis
saja tidak membantu, maka cairan harus diangkat lewat tindakan operasi.

(a) Miringotomi dan aspirasi (penyedotan) cairan. Sayatan dibuat pada membran
timpani, lalu cairan disedot dengan suction. Untuk menyingkirkan lendir kental,
perlu dipasang saline atau agen mukolitik seperti larutan chymotrypsin untuk
mengencerkan lendir sebelum dipompa keluar. Ada kalanya dokter membuat dua
sayatan pada membran timpani, yaitu satu di anteroinferior dan yang satunya lagi di
kuadran anterosuperior untuk menyedot sekret kental dengan kepadatan
menyerupai lem (Gambar 10.3).
(b) Penyisipan tabung Grommet. Apabila kombinasi miringotomi dan aspirasi tidak
berhasil mengeluarkan lendir dan pembentukan cairan masih berulang, tabung
Grommet dimasukkan untuk memberi penganinan lanjutan pada telinga tengah
BAB 10 – RAGAM PENYAKIT PADA TELINGA TENGAH

(Gambar 10.4). Tabung Grommet dibiarkan berada di dalam telinga selama


berminggu-minggu atau berbulan-bulan, atau sampai diekstraksi secara natural.
(c) Timpanostomi atau mastoidektomi kortikal. Terkadang diperlukan untuk
menghilangkan cairan kental atau patologi terkait lainnya, misalnya granuloma
kolesterol.
(d) Tindakan bedah terkait faktor penyebab lainnya. Adenoidektomi, tonsilektomi,
dan/atau pembersihan antrum maksila mungkin harus dijalankan apabila dirasa
perlu. Metode ini biasanya dilangsungkan
bertepatan dengan pelaksanaan
miringotomi.

SEKUEL DARI OTITIS MEDIA

SEKRETORI (OMS) KRONIS

1. Atrofi membran timpani dan


atelektasis telinga tengah. Pada efusi
yang berkepanjangan, ada penutupan
lapisan fibrosa membran timpani. Terjadi
atrofi yang menjadikan lapisan tersebut Gambar 10.3. Untuk menyedot lendir kental, perlu
diberikan dua sayatan pada mempran timpani.
menipis dan menarik kembali ke telinga
tengah.
2. Nekrosis tulang pendengaran. Paling umum terjadi proses panjang inkus yang
kemudian terpapar nekrosis. Kadang-kadang suprastruktur stapes juga mengalami
nekrosis. Proses ini memperparah tuli konduktif hingga melebihi 50 dB.
3. Timpanosklerosis. Kolagen terakumulasi bersama endapan kabur yang dapat
ditemui pada membran timpani, di sekitar tulang-tulang pendengaran, atau
persendian, yang mana menimbulkan fiksasi.
4. Kantong yang mengalami retraksi dan kolesteatoma. Bagian pars tensa yang
terdampak atrofi ini dapat mengalami invaginasi yang memicu terbentuknya
kantong retraksi atau kolesteatoma. Kantong serupa dapat ditemukan terjadi di
daerah attic.
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

5. Granuloma kolesterol. Hal ini disebabkan oleh stasis sekret di telinga tengah dan
mastoid.

Bayi dan anak-anak antara usia enam bulan dan enam tahun berisiko mengalami episode
otitis media kronik berulang. Episode tersebut diprediksi terjadi sebanyak empat sampai
lima kali setahun. Biasanya, setelah mengalami infeksi saluran pernapasan atas akut,
anak-anak akan terbebas dari gejala-gejala yang umumnya muncul di antara kemunculan
per episode. Infeksi berulang pada telinga tengah kadang-kadang juga muncul di
samping efusi yang sudah ada. Ada kalanya penyebab yang mendasari kondisi ini adalah
sinusitis berulang, insufisiensi velofaringeal, hipertrofi kelenjar gondok, infeksi pada
amandel, alergi, dan defisiensi imun. Menyuapi atau menyusui bayi dalam posisi
terlentang tanpa dibarengi dengan menopang kepala turut dapat mengakibatkan ASI
masuk langsung ke telinga tengah, yang mana pada akhirnya menyebabkan infeksi
telinga tengah.
Beberapa teknik penanganannya pada pasien anak-anak antara lain:

1. Menemukan dan mengeliminasi penyebabnya secepat mungkin, jika


memungkinkan.
2. Penggunaan antimikroba profilaksis. Amoksisilin (20 mg/kg selama 3-6 bulan) atau
sulfisoksazol telah digunakan sebagai metode penanganan otitis media berulang
pada anak-anak, namun obat-obatan tersebut hanya mencegah 1-2 serangan otitis
media saja dalam setahun. Selain itu, obat-obatan tersebut juga memiliki kelemahan
di antaranya menciptakan resistensi antimikroba atau reaksi hipersensitivitas pada
pasien. Inilah sebabnya
mengapa penggunaan
antimikroba profilaksis tidak
disarankan pada fase penyisipan
awal tabung timpanostomi.
3. Miringotomi dan
pemasangan tabung
timpanostomi. Apabila anak

Gambar 10.4. Tabung Grommet di dalam gendang telinga (A dan


mengalami 4 serangan otitis
B), penampakan tabung Grommet (C).
media kronik dalam kurun 6
BAB 10 – RAGAM PENYAKIT PADA TELINGA TENGAH

bulan atau terjadi 6 kali serangan dalam setahun, maka dianjurkan untuk
menempatkan tabung timpanostomi.
4. Adenoidektomi dengan atau tanpa disertai tonsilektomi.
5. Pembatasan pemberian inhalan atau penanganan alergi makanan.

Adalah kondisi nonsupuratif yang disebabkan oleh kegagalan saluran eustachius untuk
mempertahankan tekanan telinga tengah pada tingkat atmosfer ambien. Penyebab
umumnya antara lain pesawat yang mendadak turun, menyelam di bawah air, atau
kompresi di ruang bertekanan negatif.

MEKANISME

Saluran eustachius memungkinkan udara keluar dengan mudah dan menjadi jalan keluar
pasif bagi udara dari telinga tengah ke faring jika telinga tengah bertekanan tinggi. Dalam
situasi sebaliknya, di mana nasofaring bertekanan tinggi, udara tidak dapat masuk ke
telinga tengah kecuali kontraksi otot secara aktif membuka tuba eustachius, seperti
dalam kondisi menelan, menguap, atau melakukan manuver Valsava. Saat tekanan
atmosfer lebih tinggi daripada tekanan di dalam telinga tengah dengan tingkat kritis 90
mm Hg, maka tuba eustachius secara otomatis akan "terkunci", yang mana merujuk pada
kondisi di mana jaringan lunak pada ujung faring tuba dipaksa masuk ke lumennya. Pada
edema tuba eustachius, bahkan perbedaan tekanan yang lebih kecil sekalipun dapat
menyebabkan terkuncinya tuba. Tekanan negatif yang terjadi secara tiba-tiba di telinga
tengah mengakibatkan retraksi membran timpani, hiperemia, pembengkakan pembulu
darah, transudasi, dan pendarahan.
Terkadang, meskipun jarang, terjadi ruptur pada labirin membran yang disertai
dengan vertigo dan tuli sensorineural.

FITUR KLINIS

Sakit telinga yang parah, gangguan pendengaran, dan tinnitus (sensasi telinga
berdering) adalah keluhan yang umum dilaporkan oleh para penderitanya. Meskipun
vertigo jarang terjadi, pada membran timpani tampak retraksi dan kongesti, yang mana
berkemungkinan besar untuk terjadi ruptur.
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

Di samping itu, telinga tengah juga menunjukkan gelembung udara atau efusi
hemoragik. Ketulian biasanya berjenis konduktif, namun jenis tuli sensorineural juga
dapat terbentuk.

PENGOBATAN

Tujuan dari dilaksanakannya pengobatan yakni untuk mengembalikan aerasi telinga


tengah, yakni dengan kateterisasi atau politzerization. Dalam kasus ringan, tetes hidung
dekongestan atau dekongestan hidung oral dengan kandungan antihistamin dapat
meringankan gejala-gejala yang diderita pasien. Akan tetapi, apabila cairan terus-
menerus diproduksi atau metode-metode sebelumnya tidak membuahkan hasil yang
optimal, maka miringotomi dapat dipraktikkan untuk "membuka" tuba eustachius dan
menyedot cairan di dalamnya.

PENCEGAHAN

Otitis barotrauma dapat dicegah dengan menerapkan protokol-protokol di bawah ini:

1. Hindari penerbangan saat terjangkit infeksi saluran pernapasan atas atau alergi.
2. Telan cairan apa pun berulang kali saat pesawat tiba-tiba turun. Mengisap permen
atau mengunyah permen karet juga dapat membantu meredakan keluhan yang
dirasakan.
3. Jangan biarkan penderita otitis barotrauma tidur saat pesawat mendadak turun. Ini
karena biasanya frekuensi menelan berkurang ketika tidur.
4. Autoinflasi saluran eustachius dengan mempraktikkan manuver Valsava sebaiknya
sebentar-sebentar dilakukan ketika pesawat turun.
5. Gunakan sempotran hidung vasokonstriktor, tablet antihistamin, dan dekongestan
sistemik setengah jam sebelum pesawat mendarat pada pasien dengan riwayat
episode otitis barotrauma.
6. Pada otitis barotrauma berulang, perhatian ekstra harus diberikan pada penderita
polip hidung, pasien dengan deviasi septum, alergi hidung, dan infeksi sinus kronis.
Celah pada telinga bagian tengah dilapisi oleh berbagai jenis epitel di berbagai area. Ada
kolumnar bersilia di bagian anterior dan inferior serta kuboid di bagian tengah dan attic.
Namun, telinga tengah tidak dilapisi oleh epitel skuamosa berkeratin. Malah, jika epitel
tersebut terdapat di telinga tengah, kondisi itulah yang dinamakan dengan kolesteatoma.
Dengan kata lain, kolesteatoma dapat diartikan sebagai keberadaan "kulit di tempat yang
salah". Penyebutan tersebut sebenarnya kurang tepat lantaran pada kolesteatoma tidak
terkandung kristal kolesterol atau tumor, oleh sebab itu penambahan akhiran -oma
tidaklah dibenarkan. Akan tetapi, istilah tersebut pada akhirnya tetap dipertahankan
lantaran penggunaannya oleh khalayak luas.
Pada dasarnya, kolesteatoma terdiri dari dua bagian, yakni (i) matriks yang terdiri
dari epitel skuamosa dengan lapisan keratin yang bertumpu pada stroma tipis jaringan
fibrosa, dan (ii) massa putih sentral yang terdiri dari debris keratin yang dihasilkan oleh
matriks (Gambar 11.1). Untuk alasan inilah kolesteatoma juga disebut sebagai
epidermosis atau keratoma.

ASAL KOLESTEATOMA

Kejadian kolesteatoma hingga kini masih menjadi bahan perdebatan. Setiap teori asal-
usulnya semestinya mampu menjelaskan bagaimana epitel skuamosa bisa muncul di
celah telinga tengah. Berbagai pandangan dari beberapa ahli yang telah diungkapkan
mengenai asal kolesteatoma sejauh ini antara lain:

1. Adanya sisa sel bawaan.


2. Invaginasi membran timpani dari attic atau bagian posterosuperior pars tensa
berupa kantong retraksi (Gambar 11.2) (teori Wittmaack). Menurut Wittmaack,
permukaan luar gendang telinga dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis, yang mana
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

setelah invaginasi, yang membentuk matriks kolesteatoma dan menempatkan


keratin di dalam kantong retraksi.
3. Hiperplasia sel basal (teori Ruedi). Sel-sel basal dari lapisan germinal kulit
berproliferasi di bawah pengaruh infeksi lalu membentuk epitel skuamosa
berkeratin.
4. Serangan epitel (teori Habermann). Epitel dari permukaan meatus atau bagian luar
gendang telinga tumbuh ke dalam telinga tengah melalui perforasi yang sudah ada
sebelumnya, terutama dari tipe marginal di mana bagian dari anulus timpanikus
telah hancur.
5. Metaplasia (teori Sade). Mukosa telinga bagian tengah, sebagaimana halnya pada
mukosa saluran pernapasan, mengalami metaplasia akibat infeksi berulang yang
kemudian berubah menjadi epitel skuamosa.

KLASIFIKASI KOLESTEATOMA (GAMBAR 11.3)

Klasifikasi kolesteatoma adalah sebagai berikut:

1. Kongenital
2. Didapat (acquired), tipe primer
3. Didapat (acquired), tipe sekunder

1. Kolesteatoma kongenital. Kolesteatoma yang satu ini muncul dari sel epidermis
embrio yang terletak di celah telinga tengah atau tulang temporal. Kolesteatoma
kongenital menyerang tiga tempat penting: telinga tengah, apeks petrosa, dan sudut
serebelopontin, dan menimbulkan gejala yang berbeda-beda tergantung pada lokasinya.
Kolesteatoma kongenital di telinga tengah berupa massa putih di belakang gendang
telinga yang menyebabkan tuli konduktif. Kadang-kadang kolesteatoma kongenital
telinga tengah juga dapat dijumpai saat pemeriksaan rutin pada pasien anak-anak atau
ketika pelaksanaan miringotomi.
Hal ini juga dapat pecah secara spontan melalui membran timpani dan keluar dari
telinga, di mana kemunculannya tidak bisa dibedakan dari kasus otitis media supuratif
kronik.
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

2. Kolesteatoma didapat primer


(Gambar 11.2). Disebut primer karena
penderitanya biasanya tidak memiliki
riwayat otitis media atau perforasi
yang sudah ada sebelumnya. Beberapa
teori mengenai asal-usulnya yaitu:

(a) Invaginasi pars flaccida.


Tekanan negatif yang berlangsung
terus-menerus di bagian attic
menyebabkan penumpukan puing-
puing keratin karena retraksi kantong.
Saat terinfeksi, massa keratin
Gambar 11.1. Struktur skematis dari kolesteatoma.
mengembang ke arah telinga tengah.
Dengan kata lain, perforasi attic sebetulnya merupakan ujung proksimal dari
kantong invaginasi yang meluas.
(b) Hiperplasia sel basal. Terdapat proliferasi lapisan basal pars flaccida yang diinduksi
oleh infeksi subklinis pada usia belia. Kolesteatoma yang meluas kemudian
menembus pars flaccida dan mengakibatkan perforasi attic.
(c) Metaplasia skuamosa. Epitel di attic mengalami metaplasia, di mana epitel skuamosa
berkeratin akibat infeksi subklinis. Perubahans semacam ini juga ditemukan dalam
kasus otitis media efusi.

3. Kolesteatoma didapat sekunder. Dalam kasus ini, sebelumnya sudah terjadi


perforasi pada pars tensa. Hal ini sering dikaitkan dengan perforasi marginal
posterosuperior atau terkadang dengan perforasi sentral yang besar. Teori tentang asal-
usulnya termasuk:

(a) Migrasi epitel skuamosa. Epitel skuamosa berkeratin dari saluran pendengaran
eksternal atau permukaan luar gendang telinga bermigrasi melalui perforasi ke
telinga tengah. Perforasi yang melibatkan anulus timpani seperti pada otitis media
nekrotis akut, yang mana justru lebih mendukung pertumbuhan epitel skuamosa.
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

(b) Metaplasia. Mukosa telinga tengah mengalami metaplasia akibat infeksi berulang
pada area tersebut lewat perforasi yang sudah ada sebelumnya.

EKSPANSI KOLESTEATOM A
DAN KERUSAKAN PADA
TULANG PENDENGARAN

Begitu kolesteatoma memasuki celah


telinga tengah, kondisi tersebut
kemudian menyerang struktur di
sekitarnya lewat dua cara, yang
pertama yaitu dengan mengikuti jalur
yang paling sedikit resistensinya, dan
yang kedua yakni dengan
menghancurkan tulang pendengaran
dengan melibatkan bantuan enzim.

Kolesteatoma pada attic dapat meluas


ke belakang hingga ke dalam aditus,
antrum dan mastiud, lalu jika meluas Gambar 11.2. Asal kolesteatoma.
ke bawah maka itu akan mencapai
mesotimpanum. Apabila
penyebarannya secara medial maka
kolesteatoma diperkirakan dapat
mengelilingi inkus dan/atau ujung
maleus.

Kolesteatoma dapat menghancurkan


tulang pendengaran. Ini dapat
menyebabkan kerusakan tulang-
tulang telinga, erosi tulang pada
bagian labirin, kanal tulang pada
saraf wajah, lempeng sinus, atau
tegmen timpani, dan pada akhirnya
mengakibatkan beberapa
Gambar 11.3. Asal kolesteatoma primer dan sekunder.
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

komplikasi. Proses penghancuran tulang oleh kolesteatoma ini telah dikaitkan dengan
berbagai macam enzim seperti kolagenase, asam fostatase dan enzim proteolitik, yang
dilepaskan oleh osteoklas dan sel inflamasi mononuklear. Kesemuanya memiliki kolerasi
dengan terjadinya kolesteatoma. Namun, teori terdahulu yang menyatakan jika
kolesteatoma menyebabkan kerusakan tulang karena tekanan pada tulang hingga
mengakibatkan nekrosis tidak lagi diakui hari ini.

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi yang berlangsung dalam jangka
panjang pada sebagian atau seluruh celah di telinga bagian tengah. OMSK ditandai
dengan keluarnya cairan dari telinga dan perforasi yang bersifat permanen. Sebuah
perforasi dikatakan menjadi permanen apabila tepiannya ditutupi oleh epitel skuamosa
dan tidak sembuh dengan sendirinya. Perforasi permanen mirip dengan jalur fistula
dengan epitel berlapis.

EPIDEMIOLOGI

Kejadian OMSK lebih tinggi di negara berkembang dikarenakan oleh standar sosial
ekonomi yang buruk, fenomena gizi buruk, dan kurangnya sosialisasi gaya hidup sehat.
OMSK menjangkit baik laki-laki maupun perempuan dari berbagai kelompok umur. Di
India sendiri tingkat prevalensi keseluruhannya sebesar 46%, atau setiap 16 orang dari
seribu penduduk baik di pedesaan maupun perkotaan terjangkit OMSK. Penyakit ini juga
merupakan penyebab utama dari ketulian yang diderita oleh populasi di area pedesaan.

TIPE OMSK

Secara klinis, OMSK terbagi menjadi dua tipe:

1. Tubotimpani. Juga disebut tipe jinak, OMSK tubotimpani menyerang bagian


anteroinferior dari celah pada telinga bagian tengah, yaitu saluran eustachius dan
mesotympanum, dan dikaitkan dengan terjadinya perforasi sentral. Tipe yang satu ini
umumnya tidak disertai risiko komplikasi serius.

2. Atikoantral. Juga disebut tipe bahaya, OMSK yang satu ini menyerang bagian
posterosuperior dari celah telinga tengah (attic, antrum, dan mastoid) dan dikaitkan
sebagai penyebab perforasi marginal atau perforasi attic. Penyakit ini juga sering
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

dihubungkan dengan proses penghancuran tulang seperti pada kolesteatoma, granulasi,


atau osteitis. Ada risiko komplikasi yang tinggi pada tipe ini. Tabel 11.1 menunjukkan
perbedaan antara kedua tipe OMSK.

Tabel 11.1. Perbedaan antara OMSK tubotimpani dan atikoantral

Tipe tubotimpani atau Tipe atikoantral atau


jinak bahaya

Kotoran Banyak, mukoid, tidak Sedikit, bernanah, berbau


berbau busuk

Perforasi Sentral Attic atau marginal

Granulasi Tidak umum Umum

Polip Pucat Kemerahan dan berdaging

Kolesteatoma Tidak ada Ada

Komplikasi Langka Umum

Audiogram Tuli konduktif ringan sampai Tuli konduktif atau campuran


sedang

A. OMSK TUBOTIMPANI

ETIOLOGI

Penyakit ini dimulai pada masa kanak-kanak. Inilah sebab mengapa OSMK umum terjadi
pada kelompok usia anak-anak.

1. Merupakan sekuel dari otitis media akut (OMA) yang biasanya menyertai demam
eksantematosa dan menyebabkan perforasi sentral pada area yang cukup besar.
Perforasi pun menjadi permanen dan memungkinkan munculnya infeksi berulang
dari telinga eksternal. Pun, mukosa telinga tengah menjadi peka terhadap debu,
serbuk sair, dan aeroalergen lainnnya yang menyebabkan otore persisten.
2. Infeksi bertingkat melalui tuba eustachius. Infeksi dari amandel, kelenjar gondok,
dan sinus diduga turut bertanggung jawab atas otore persisten atau berulang. Infeksi
ini kemudian menyebar sampai ke telinga tengah, dan menjadikannya rentan
terinfeksi pula.
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

3. Otore mukoid persisten yang kadang-kadang disebabkan oleh alergi terhadap bahan
makanan tertentu, contohnya susu, telur, ikan, dll.

PATOLOGI

OMSK tubotimpani menyasar pada mukosa dan sebagian besar bagian anteroinferior
dari celah telinga tengah. Sebagaimana halnya seperti infeksi kronis lainnya, proses
penyembuhan sekaligus penghancuran tulang akibat OMSK tipe ini berjalan beriringan,
dan ada kemungkinan di mana salah satu prosesnya justru lebih menonjol ketimbang
yang lainnya. Ini tergantung pada virulensi organisme dan resistensi pasien. Dengan
begitu, dapat disimpulkan jika eksaserbasi akut cukup sering terjadi. Perubahan
patologis yang terlihat pada OMSK tipe ini yaitu:

1. Perforasi pada pars tensa. Ini merupakan perforasi sentral di mana ukuran serta
posisinya bervariasi (Gambar 11.4).

2. Mukosa telinga tengah. Ketika penyakit tidak aktif, mukosanya kelihatan normal,
namun jika penyakit aktif, maka edema akan terjadi dan mukosa memiliki tekstur
menyerupai beludru.

3. Polip. Polip adalah massa halus dari mukosa dan edema yang meradang serta
menonjol melalui perforasi. Polip umumnya muncul di kanal pendengaran eksternal. Jika
polip lazimnya berwarna merah muda, maka polip pada OMSK tubotimpani tampak
putih dan berdaging seperti yang juga terlihat pada tipe atikoantral (Gambar 11.5).

4. Rantai tulang pendengaran. Jika rantai osikular biasanya utuh dan sering bergerak-
gerak, maka pada OMSK tubotimpani rantai tulang pendengaran menunjukkan adanya
nekrosis terutama pada inkus.

5. Timpanosklerosis. Adalah hialinisasi dan kalsifikasi (pengapuran) selanjutnya dari


jaringan ikat subepitel. Hal ini dapat dijumpai pada sisa-sisa gendang telinga atau di
bawah mukosa telinga tengah. Timpanosklerosis ditandai sebagai deposit kapur putih
pada promontorium, tulang-tulang pendengaran, sendi, tendon, dan jendela bundar
(round window). Massa dari timpanosklerosis berpotensi mengganggu mobilitasi
struktur dari bagian-bagian tengah yang telah disebutkan sebelumnya dan
mengakibatkan tuli konduktif.
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

6. Fibrosis dan adhesiva. Keduanya merupakan hasil dari proses penyembuhan, yang
mana selanjutnya justru dapat mengganggu mobilitas dari rantai tulang pendengaran
dan menyumbat saluran eustachius.

Gambar 11.4. Perforasi pada membran timpani. Catatan: Perforasi marginal pada attic dan posterosuperior terlihat pada

jenis OMSK yang berbahaya dan sering dikaitkan dengan kolesteatoma. Epitel skuamosa berlapis dari saluran pendengaran

eksternal dapat tumbuh hingga ke telinga tengah dalam semua jenis perforasi marginal yang disebabkan oleh imigrasi dan

membentuk kolesteatoma. Oleh karena itu, semua perforasi marginal dianggap berbahaya. Akan tetapi, perforasi sentral
dinilai aman karena kolesteatoma biasanya tidak dikaitkan dengan kondisi ini.

Gambar 11.5. (A) Polip pada saluran telinga. (B) Ilustrasi skema polip yang muncul dari promontorium melewati perforasi

dan muncul di saluran telinga.

BAKTERIOLOGI

Kultur nanah pada kedua jenis OMSK (baik aerobik maupun anaerobik) menunjukkan
adanya keterlibatan dari beraneka ragam organisme. Organisme aerobik yang umum
dijumpai antara lain Pseudomonas aeruginosa, Proteus, Escherichia coli, dan
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

Staphylococcus aureus, sedangkan yang anaerob termasuk Bacteroides fragilis dan


Streptococci anaerob.

Gambar 11.6. Klasifikasi otitis media kronik.

KLASIFIKASI ALTERNATIF UNTUK OTITIS MEDIA KRONIK

OMSK tubotimpani sebetulnya dapat dikategorikan juga sebagai penyakit mukosa, hanya
saja pada penyakit ini tidak disertai bukti adanya serangan epitel skuamosa. Kondisi ini
disebut "aktif" apabila terdapat perforasi pars tensa dengan inflamasi mukosa dan sekret
mukopurulen. Sementara itu, OMSK tubotimpani dikatakan "tidak aktif" jika terdapat
perforasi permanen pada pars tensa tetapi tidak ada sekret dari mukosa telinga tengah
serta tanpa inflamasi. Perforasi permanen menandakan bahwa epitel skuamosa pada
permukaan luar pars tensa dan mukosa yang melapisi permukaan di dalamnya telah
menyatu pada tepiannya. Pasien otitis media kronik dikatakan sembuh ketika kondisi
membran timpani pulih seperti sedia kala (dengan dua lapisan), terjadi atrofi, dan
gendang telinga mudah ditarik kembali apabila ada tekanan negatif di telinga tengah.
Otitis media yang sudah sembuh juga meninggalkan bercak timpanosklerosis di gendang
telinga atau di telinga tengah, termasuk promontorium, tulang-tulang pendengaran,
tendon stapedius, dan tensor timpani. Jaringan fibrotik kemudian muncul di telinga
tengah. Di samping itu, OMSK tubotimpani juga dikaitkan dengan tuli konduktif.
Di sisi lain, OMSK atikoantral disebut sebagai penyakit skuamosa telinga tengah.
Penyakit ini dikatakan "tidak aktif" jika ada kantong retraksi di pars tensa (biasanya di
daerah posterosuperior) atau pada pars flaccida. Tidak ada cairan yang dikeluarkan,
namun ada kemungkinan kalau puing-puing skuamosa di kantong retraksi akan
terinfeksi maka keluar cairan dari dalam telinga. Beberapa kantong retraksi memiliki
kedalaman yang cukup dangkal. Sementara itu, penyakit skuamosa dibilang "aktif" saat
telinga tengah menunjukkan adanya kolesteatoma di regio posterosuperior pars tensa
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

atau pada pars flaccida. Kolesteatoma itu selanjutnya mengikis tulang, membentuk
jaringan granulasi, dan mengeluarkan cairan berbau ofensif dan menjadi purulen
(Gambar 11.6).

FITUR KLINIS

1. Pelepasan cairan. Bersifat non ofensif, mukoid atau mukopurulen, terjadi terus-
menerus atau sebentar-sebentar. Cairan dilepaskan sebagian besar pada saat infeksi
saluran pernapasan atas atau ketika air masuk secara tidak sengaja ke dalam telinga.

2. Gangguan pendengaran. Pasien akan menderita tuli konduktif, di mana tingkat


keparahannya bervariasi meski jarang ada yang melebihi 50 dB. Terkadang pasien
melaporkan efek paradoks, di mana mereka justru mendengar lebih baik dengan adanya
sekret daripada ketika telinga kering. Ini terjadi lantaran "efek pelindung jendela
bundar" yang dihasilkan bersamaan dengan pelepasan cairan yang membantu
mempertahankan perbedaan dari satu fase dengan fase lainnya. Pada telinga yang kering
namun ada perforasi, gelombang suara mencapai kedua jendela oval dan bundar secara
berbarengan, sehingga meniadakan efek yang ditimbulkan satu sama lain.
Dalam kasus yang berlangsung lama, koklea dapat mengalami kerusakan
disebabkan oleh penyerapan racun dari jendera oval dan bulat. Juga, pasien berisiko
menderita tuli tipe campuran.

3. Perforasi. Berjenis
sentral, letaknya
mungkin pada
anterior, posterior,
atau inferior di
pegangan maleus.
Ukurannya bisa jadi
kecil, sedang, atau
besar, atau malah
memanjang sampai
anulus (Gambar 11.7).

4. Mukosa telinga
Gambar 11.7. Jenis-jenis perforasi pada membran timpani
yang muncul di OMSK.
tengah. Mukosa tampak jika perforasi
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

berukuran besar. Biasanya, mukosa


akan berwarna merah muda pucat dan
lembab. Jika meradang warnanya
berubah merah, disertai dengan edema
dan bengkak. kadang-kadang polip juga
ditemukan pada penderita OMSK
tubotimpani.

PEMERIKSAAN
Gambar 11.8. Pemeriksaan telinga menggunakan
1. Pemeriksaan dengan mikroskop mikroskop.

(Gambar 11.8). Metode pemeriksaan yang satu ini penting dilakukan dalam setiap kasus
OMSK tubotimpani. Pemeriksaan dengan mikroskop dapat memberitahukan banyak hal
mengenai keberadaan granulasi, pertumbuhan epitel skuamosa dari tepi perforasi,
status rantai tulang pendengaran, timpanosklerosis, dan lain-lain. Telinga yang tampak
kering bisa saja menyembunyikan kotoran atau cairan, dan hal ini hanya akan terlihat di
bawah mikroskop. Jarang sekali kolesteatoma dapat hidup berdampingan dengan
perforasi sentral, namun lagi-lagi hal ini hanya bisa diketahui lewat pemeriksaan
menggunakan mikroskop.

2. Audiogram. Pemeriksaan menggunakan audiogram berfungsi untuk menyingkap


gangguan pendengaran dan menganalisis jenisnya. Biasanya, penderita mengalami tuli
jenis konduktif. Walaupun begitu, ada kemungkinan tipe gangguan pendengaran yang
diderita adalah tipe sensorineural.

3. Kultur dan sensitivitas sekret telinga. Penggunaan obat tetes telinga antibiotik yang
tepat dapat membantu meringankan gejala yang dialami oleh pasien.

4. Rontgen mastoid/CT scan tulang temporal. Mastoid biasanya sklerotik, tetapi dapat
mengalami pneumatisasi disertai sel udara yang keruh pada kondisi ini. Meskipun
begitu, tidak ada bukti mengenai kerusakan tulang. Jika diikuti dengan tanda tersebut,
maka itu merupakan ciri OMSK atikoantral.

PENGOBATAN

Tujuan diaplikasikannya salah satu metode pengobatan di bawah ini yakni untuk
mengendalikan infeksi dan menghilangkan cairan di dalam telinga. Selanjutnya, tindakan
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

bedah akan diterapkan dengan harapan untuk memperbaiki gangguan pendengaran


pada pasien OMSK tubotimpani.

1. “Aural toilet”. Melibatkan sederet proses untuk mengeluarkan semua cairan dan
kotoran. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan cotton bud ke dalam telinga,
lalu menghisap cairan dan kotoran dengan mengamatinya di bawah mikroskop atau
dilakukan irigasi bertekanan rendah menggunakan larutan salin normal steril. Telinga
harus betul-betul dikeringkan setelah irigasi.

2. Obat tetes telinga. Pemberian tetes telinga antibiotik yang mengandung neomisin,
polimiksin, kloromisetin, atau gentamisin sangat dianjurkan. Zat-zat ini boleh
dikombinasikan dengan steroid untuk memberikan efek anti peradangan lokal.
Baringkan pasien dengan telinga yang sakit menghadap ke atas, lalu teteskan obat.
Sebentar-sebentar beri tekanan pada telinga (terutama pada tragus) agar larutan
antibiotik mencapai telinga tengah. Ulangi metode ini tiga atau empat kali sehari. pH
asam dapat menghilangkan infeksi pseudomonas. Oleh karena itu, irigasi dengan asam
asetat 1,5% juga disarankan.
Harap berhati-hati saat mengobati pasien dengan menerapkan metode ini karena
obat tetes telinga cenderung menyebabkan maserasi pada kulit saluran akar, alergi lokal,
pertumbuhan jamur, atau resistensi terhadap organisme pemicu. Beberapa obat tetes
telinga diketahui berpotensi ototoksik.

3. Antibiotik sistemik. Jenis antibiotik yang satu ini bermanfaat dalam eksaserbasi akut
telinga yang terinfeksi secara kronik, jika tidak, maka antibiotik sistemik mempunyai
peran yang terbatas dalam mengobati OMSK.

4. Tindakan pencegahan. Pasien diinstruksikan untuk berhati-hati agar cairan tidak


keluar dari telinga selama mandi, berenang, dan keramas. Gunakan sisipan karet untuk
mencegah keluarnya cairan dari telinga. Bernapas dengan keras lewat hidung juga dapat
mendorong infeksi dari nasofaring ke telinga tengah. Oleh karena itu, pasien dihimbau
untuk tidak melakukannya.

5. Mengobati penyebab lainnya. Perhatian ekstra harus diberikan untuk mengobati


tonsil, adenoid, antra rahang atas, dan alergi hidung yang umumnya ikut terinfeksi di
saat yang bersamaan.
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

6. Tindakan bedah. Jika terdapat polip atau granulasi aural, maka keduanya harus
diangkat sebelum pasien diberi pengobatan lokal dengan antibiotik. Cara ini akan
memfasilitasi "ear toilet" dan meningkatkan efektivitas obat tetes telinga. Polip aural
semestinya tidak diavulsi karena bisa saja ia berasal dari stapes, atau nervus fasialis,
yang mana apabila dipaksakan maka akan berujung pada kelumpuhan wajah atau
labirinitis.

7. Bedah rekonstruksi. Begitu telinga kering, miringoplasti, baik dengan maupun tanpa
rekonstruksi tulang pendengaran, dapat dilakukan untuk memulihkan pendengaran
pasien. Penutupan perforasi juga akan mencegah terjadinya infeksi berulang dari saluran
luar.

B. OMSK ATIKOANTRAL

Jenis OMSK yang satu ini biasanya menyerang bagian posterosuperior dari celah telinga
tengah (attic, antrum, timpanum posterior, dan mastoid) dan erat kaitannya dengan
kolesteatoma. Karena OMSK atikoantral dapat mengikis tulang pendengaran, penyakit
ini memiliki risiko komplikasi serius. Oleh karena itu, OMSK atikoantral juga disebut
sebagai OMSK tipe bahaya.

ETIOLOGI

Etiologi dari OMSK atikoantral sama seperti etiologi dari kolesteatoma dan sudah
dibahas sebelumnya. Penyakit ini dijumpai pada mastoid sklerotik, dan hingga saat ini
belum ditemukan jawaban yang pasti apakah kolesteatoma merupakan penyebab atau
justru akibat dari OMSK atikoantral.

PATOLOGI

OMSK atikoantral dikaitkan dengan sejumlah proses patologis berikut;

1. Kolesteatoma.

2. Osteitis dan jaringan granulasi. Osteitis melibatkan dinding luar attic dan batas
posterosuperior cincin timpani. Massa jaringan granulasi mengelilingi area osteitis dan
bahkan dapat mengisi loteng, antrum, timpanum posterior, dan mastoid. Polipus merah
berdaging biasanya terlihat mengisi meatus.
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

3. Nekrosis osikular. Proses patologi ini sering terjadi pada OMSK atikoantral.
Penghancuran tulang mungkin terbatas pada proses inkus yang berlangsung lama atau
boleh jadi meliputi suprastruktur stapes, pegangan maleus, atau seluruh rantai tulang
pendengaran pula. Alhasil, tuli yang dialami pasien cenderung lebih serius pada tipe
OMSK ini ketimbang pada tipe tubotimpani. Kadang-kadang juga kolesteatoma menutup
celah yang muncul akibat tulang-tulang pendengaran yang hancur dan tuli yang tidak
teridentifikasi dengan baik.

4. Granuloma kolesterol. Adalah massa dari jaringan granulasi dengan sel-sel


berukuran raksasa yang mengelilingi kristal kolesterol. Respons ini muncul sebagai
reaksi terhadap retensi sekret atau pendarahan yang berlangsung lama, dan
kemungkinan besar terjadi bersamaan dengan kolesteatoma. Ketika granuloma
kolesterol ada di mesotympanum, di belakang tabung yang utuh, maka tabung eustachius
akan tampak kebiruan.

BAKTERIOLOGI

Serupa dengan jenis kolesteatoma tubotimpani.

GEJALA

1. Keluarnya cairan dan kotoran dari telinga. Biasanya tidak banyak cairan atau
kotoran yang keluar dari telinga penderita OMSK atikoantral, namun cairan atau kotoran
tersebut umumnya berbau busuk akibat terjadinya kerusakan tulang. Jumlahnya juga
sangat sedikit sehingga pasien mungkin tidak menyadarinya. Proses sekresi yang
mendadak berhenti total harus ditanggapi dengan serius. Ini lantaran perforasi dalam
kasus ini boleh jadi terhalangi oleh kotoran yang berkrusta, mukosa yang meradang, atau
polip, yang kemudian menutup aliran sekret. Dalam kasus ini, nanah bisa bergerak bebas
di dalam telinga dan menyebabkan komplikasi.

2. Gangguan pendengaran. Pendengaran pasien terbilang normal ketika rantai tulang


pendengaran utuh atau saat kolesteatoma, setelah menghancurkan tulang-tulang
pendengaran, menutup celah yang muncul karena tulang-tulang pendengaran yang telah
dihancurkan sebelumnya. Tuli yang dialami pasien sebagian besar bersifat konduktif
tetapi elemen sensorineural dapat juga mengikuti setelahnya.

3. Pendarahan. Gejala ini mungkin muncul karena granulasi atau polip saat
membersihkan telinga pasien.
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

TANDA-TANDA

1. Perforasi. Perforasi yang umumnya timbul adalah perforasi tipe marginal pada attic
atau posterosuperior (Gambar 11.7). Perforasi attic ringan biasanya tidak begitu diamati
lantaran adanya sejumlah kecil pelepasan kotoran yang berkerak. Ada kalanya area
perforasi ditutupi oleh granuloma kecil.

2. Kantong retraksi. Invaginasi membran timpani terlihat di attic atau daerah


posterosuperior pars tensa. Tingkat retraksi dan invaginasi bervariasi. Pada tahap awal,
kantong menjadi dangkal dan dapat membersihkan dirinya sendiri, tetapi kemudian
ketika kantong berada di posisi yang lebih dalam, maka ia mengakumulasi massa keratin
dan terinfeksi. Ada empat tahap terjadinya retraksi pada membran timpani, yaitu:

(a) Tahap I. Membran timpani retraksi tetapi tidak menyentuh inkus, merupakan
bentuk retraksi ringan.
(b) Tahap II. Membran timpani ditarik ke dalam dan berkontak dengan inkus, tapi
mukosa telinga tengah tidak terpengaruh.
(c) Tahap III. Juga disebut atelektasis telinga tengah. Membran timpani menyentuh
promontorium telinga dan tulang-tulang pendengaran. Ruang pada telinga tengah
hilang sebagian atau seluruhnya, tetapi mukosa masih utus. Gendang telinga dapat
diangkat dari promontorium dengan memanfaatkan ujung suction. Ketika N2O
digunakan selama anestesi, gendang telinga akan membengkak. Membran timpani
menipis karena lapisan tengah kolagennya telah diserap akibat retraksi yang
berkepanjangan. Dalam kasus ini, sumbu panjang suprastruktur inkus dan stapes
turut diserap. Penempatan tabung ventilasi akan membantu mengembalikan posisi
membran timpani ke tempatnya semula.
(d) Tahap IV. Juga disebut otitis media adhesiva. Membran timpani sangat tipis sampai-
sampai membungkus promontorium dan tulang-tulang pendengaran. Tidak ada
ruang lagi yang tersisa pada telinga tengah, lapisan mukosa telinga tengah juga tidak
diketemukan lagi saat membran timpani melekat pada promontorium. Kanton
retraksi yang terbentuk dapat menampung sumbat-sumbat keratin dan membentuk
kolesteatoma. Erosi dari sumbu panjang superstruktur inkus dan stapes sering
terjadi pada kasus ini.

3. Kolesteatoma. Serpihan kolesteatoma yang berwarna putih menyerupai mutiara


dapat terhisap melalui kantong retraksi. Pembersihan dengan suction dan pemeriksaan
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

menggunakan mikroskop bedah merupakan dua metode observasi klinis yang lazim
digunakan baik pada OMSK tipe tubotimpani maupun tipe atikoantral.

PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan dengan mikroskop. Semua pasien penyakit telinga tengah kronis pada
tahap awal harus diperiksa dengan menggunakan mikroskop (Gambar 11.8). Metode ini
dapat mengungkap adanya kolesteatoma pada pasien, lokasi dan luasnya, bukti
kerusakan tulang, granuloma, kondisi tulang-tulang pendengaran, dan kantong sekret.

2. Tes garpu tala dan audiogram. Dua macam uji ini sangat dibutuhkan untuk penilaian
sebelum tindakan bedah dilakukan dan mengonfirmasi tingkat serta jenis dari ketulian
yang dialami pasien.

3. Sinar X pada mastoid atau CT scan tulang temporal. Keduanya akan


memperlihatkan tingkat kerusakan tulang dan level pneumatisasi dari mastoid. Sinar X
dan CT scan juga membantu menunjukkan dura yang terbaring rendah atau sinus
sigmoid anteposed saat operasi mastoid sklerosis tengha direncanakan. Kolesteatoma
menghancurkan area attic dan antrum, yang mana kerusakan tersebut dapat dilihat lebih
baik pada tampilan lateral. Sebetulnya, CT scan tulang temporal lebih disukai daripada
sinar X pada mastoid karena memberikan lebih banyak informasi mengenai kondisi yang
ada.

4. Kultur dan sensitivitas sekret telinga. Metode ini membantu dokter untuk memilih
jenis antibiotik yang tepat untuk penggunaan lokal atau sistemik.

FITUR-FITUR YANG MENANDAI ADANYA KOMPLIKASI PADA OMSK

1. Nyeri. Nyeri jarang terjadi pada OMSK yang tidak disertai komplikasi. Akan tetapi, jika
nyeri ada, maka kondisi ini dianggap parah lantaran rasa sakit tersebut dapat
menunjukkan keberadaan ekstradural, perisinus, atau abses otak. Ada kalanya juga nyeri
ini disebabkan oleh otitis eksterna yang berhubungan dengan kasus di mana telinga
mengeluarkan cairan.

2. Vertigo. Vertigo menunjukkan adanya erosi kanalis semisirkularis lateral, yang mana
dapat berubah menjadi labirinitis atau meningitis. Tes fistula harus diujicobakan pada
pasien.
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

3. Sakit kepala berkelanjutan. Pusing dan sakit kepala yang berlangsung terus-
menerus merupakan sugestif dari komplikasi intrakranial.

4. Melemahnya saraf wajah membuktikan adanya erosi pada saluran wajah.

5. Anak lesu namun menolak disusui dan sering tidur (bukti dari abses ekstradural).

6. Demam, mual, dan muntah (infeksi intrakranial).

7. Gampang tersinggung dan leher kaku (meningitis).

8. Diplopia (sindrom Gradenigo) dan petrositis.

9. Aktasia (labirinitis atau abses di serebelum).

10. Abses di sekitar telinga (mastoiditis).


Tidak jarang seorang pasien OMSK yang tinggal di desa terpencil dengan fasilitas
medis yang buruk untuk pertama kalinya berkonsultasi dengan dokter dan ditemukan
adanya komplikasi. Kejadian-kejadian semacam ini menuntut pengambilan tindakan
segera dan dilakukannya perawatan medis atau bedah darurat.

PENGOBATAN

1. Operasi. Tindakan bedah merupakan metode pengobatan andalan untuk mengatasi


komplikasi pada pasien. Tujuan utamanya yakni untuk memulihkan pasien dan
mengamankan telinga. Sementara itu, prioritas kedua yang hendak dicapai dokter ialah
guna mempertahankan atau merekonstruksi pendengaran pasien. Dua jenis prosedur
pembedahan yang umumnya diambil untuk menangani kolesteatoma antara lain:

(a) Prosedur canal-wall-down (CWD). Pada CWD, kavitas mastoid dibiarkan terbuka ke
dalam kanalis auditorius eksternus sehingga daerah yang sakit akan sepenuhnya
tereksteriorasi. Operasi yang lazim diberikan untuk OMSK atikoantral adalah
atikotomi, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, dan mastoidektomi radikal.
(b) Prosedur canal-wall-up (CWU). Pada prosedur CWU penyakit ditangani dengan
pendekatan gabungan melalui meatus dan mastoid namun tetap mempertahankan
dinding meatus tulang posterior tetap utuh demi menghindari rongga mastoid
terbuka. Ini akan membuat telinga tetap kering dan memungkinkan dilakukannya
rekonstruksi mekanisme pendengaran dengan mudah. Sayangnya, ada bahaya jika
membiarkan beberapa kolesteatoma tertinggal di dalam telinga. Insiden
kolesteatoma residual atau berulang dalam kasus ini sangat tinggi, dan oleh
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

karenanya, tindak lanjut jangka panjang amat dibutuhkan. Beberapa ahli bedah
bahkan menyarankan eksplorasi ulang secara teratur setelah 6 bulan atau lebih.
Prosedur pemasangan dinding saluran hanya disarankan dalam kasus tertentu.
Dalam pendekatan gabungan atau mastoidektomi dinding kanal utuh, penyakit
dapat diangkat baik secara permeatal maupun melalui mastoidektomi kortikal. Jika
menerapkan pendekatan timpanotomi posterior, di mana jendela dibuat di antara
mastoid dan telinga tengah melalui reses wajah untuk mencapai sinus timpani.

Lihat Tabel 11. 2 untuk melihat perbandingan dari prosedur CWU dan CWD.

Tabel 11.2. Perbandingan antara prosedur CWU dan CWD

Prosedur CWU Prosedur CWD

Ketergantungan meatus Penampilan biasa Meatus yang terbuka lebar


berhubungan dengan
Tidak memerlukan
mastoid
pembersihan rutin
Ketergantungan pada dokter
untuk membersihkan
rongga mastoid sekali
atau dua kali setahun
Kekambuhan atau Tingginya tingkat Tingkat kekambuhan atau
penyakit sisa kolesteatoma rekuren penyakit residual yang
atau residual rendah dan dengan
demikian merupakan
prosedur yang aman

Operasi kedua Membutuhkan operasi Tidak dibutuhkan


tampilan kedua setelah
6 bulan atau lebih untuk
menyingkirkan
kolesteatoma

Batasan pada pasien Tidak ada batasan. Pasien Berenang dapat


diperbolehkan menyebabkan infeksi
berenang rongga mastoid dan
dengan demikian
dibatasi

Rehabilitasi pendengaran Mudah memakai alat bantu Masalah dalam pemasangan


dengar jika diperlukan alat bantu dengar karena
meatus besar dan rongga
mastoid yang terkadang
terinfeksi
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

2. Bedah rekonstruksi. Pendengaran pasien dapat dipulihkan dengan miringoplasti


atau timpanoplasti. Salah satu di antaranya dapat dilakukan saat operasi primer atau
sebagai prosedur tahap kedua.

3. Perawatan konservatif. Peran dari perawatan konservatif terbilang terbatas dalam


pengangkatan kolesteatoma, namun dapat dicoba pada kasus tertentu, yakni ketika
kolesteatoma masih berukuran kecil dan mudah diakses untuk pembersihan
menggunakan suction di bawah mikroskop operasi. Pembersihan dengan suction secara
berulang dan pemeriksaan berkala sangat penting. Metode ini juga bisa dicoba pada
pasien lanjut usia di atas 65 tahun dan pasien yang tidak layak untuk anestesia umum
serta pasien yang menolak operasi. Polip dan granulasi juga dapat diangkat melalui
pembedahan dengan forsep cangkir atau dikauterisasi dengan bahan kimia seperti perak
nitrat atau asam trikloroasetat. Langkah-langkah lain seperti aural toilet atau tindakan
pencegahan telinga kering juga tidak kalah pentingnya.

ETIOLOGI

Pada sebagian besar kasus, infeksinya terhitung sekunder akibat tuberkulosis paru.
Infeksi mencapai telinga tengah melalui saluran eustachius. Kadang-kadang, infeksi
ditularkan melalui darah dari fokus tuberkulosis di paru-paru, amandel, kelenjar getah
bening serviks, atau mesenterika. Penyakit ini sebagian besar menjangkiti anak-anak dan
dewasa muda.

PATOLOGI

Prosesnya berjalan lambat namun membahayakan pasien. Tuberkel muncul di lapisan


submukosa dari celah telinga tengah dan kaseat. Terdapat nekrosis membran timpani
yang tidak menimbulkan nyeri.
Beberapa perforasi dapat terbentuk yang kemudian menyatu untuk membentuk
satu perforasi besar. Telinga tengah dan mastoid dipenuhi dengan granulasi pucat.
Karies tulang dan osikula dapat terjadi dan mengakibatkan komplikasi. Mastoiditis,
kelumpuhan wajah, fistula postaurikular, osteomielitis dengan pembentukan
sequestrum dan gangguan pendengaran yang mendalam sering terjadi dalam kasus ini.
BAGIAN I – MACAM-MACAM GANGGUAN PADA TELINGA

FITUR KLINIS

1. Keluarnya cairan dari dalam telinga tanpa disertai rasa sakit. Sakit telinga
biasanya tidak menyertai pada kasus otitis media tuberkulosis. Akan tetapi, cairan dan
kotoran yang keluar kerap berbau busuk akibat kerusakan tulang yang mendasarinya.

2. Perforasi. Beberapa perforasi, berjumlah dua atau tiga, terlihat pada pars tensa dan
merupakan tanda-tanda yang umum dijumpai pada penyakit ini. Perforasi-perforasi itu
dapat bergabung menjadi satu perforasi besar sehingga sulit dibedakan dari OMSK
nonspesifik.

3. Gangguan pendengaran. Ada gangguan pendengaran yang parah di luar proporsi


gejala yang dialami pasien. Sebagian besar ketulian bertipe konduktif dan diprediksi
memiliki komponen sensorineural.

4. Kelumpuhan wajah. Adalah komplikasi umum yang biasanya datang secara tidak
terduga. Kelumpuhan wajah umumnya dialami pasien kanak-kanak.

DIAGNOSIS

Dengan adanya infeksi piogenik sekunder, otitis media tuberkulosis mungkin tidak dapat
dibedakan dari otitis media supuratif kronis. Kultur sekret telinga untuk basil tuberkel,
pemeriksaan histopatologi granulasi dan foto rontgen dada, serta bukti lain yang dapat
memperlihatkan adanya tuberkulosis dalam tubuh akan sangat membantu untuk
menguatkan diagnosis yang dibuat. Saat ini pemeriksaan DNA dan PCR (polymerase
chain reaction) dari sekret telinga dapat memberikan diagnosis dini dalam 3-7 hari.

PENGOBATAN

1. Terapi antituberkular sistemik diterapkan pada penyakit primer.

2. Perawatan lokal dalam bentuk aural toilet dan kontrol atas infeksi piogenik sekunder
juga lazim diberlakukan pada kasus ini.

3. Operasi mastoid dilakukan jika pasien terindikasi mengalami komplikasi.


Penyembuhan dapat tertunda pada kasus tuberkulosis. Luka dan pembentukan fistula
sering muncul. Pembedahan rekonstruktif telinga tengah ditunda sampai terapi
antituberkular selesai.
BAB 11 – KOLESTEATOMA DAN OTITIS MEDIA KRONIK

Otitis media sifilis tergolong kondisi yang langka. Spirochaeta mencapai telinga tengah
melalui saluran eustachius ketika terdapat lesi sifilis di hidung atau nasofaring. Infeksi
juga dapat ditularkan melalui darah. Tidak lama setelah infeksi menyerang, organ ujung
sensorik telinga bagian dalam dan sarafnya segera diserang oleh spirochaeta yang
kemudian menimbulkan gangguan pendengaran sensorineural, tinitus, dan vertigo.
Nekrosis tulang dan pembentukan sequestrum turut sering terjadi dan menyebabkan
keluarnya cairan dari telinga yang berbau busuk. Infeksi piogenik sekunder dapat terjadi,
yang mana fitur klinis ini memberikan gambaran yang sangat mirip dengan otitis media
supuratif kronis (OMSK).
Diagnosis pasti otitis media sifilis hanya dapat dilakukan dengan tes antigen
treponemal spesifik seperti tes treponemal pallidum immobilization (TPI) dan tes
fluorescent treponemal antibody absorption test (FTA-ABS). Tes VDRL dan RPR (reactive
plasma reagin) tidak spesifik tetapi berguna untuk memantau penyakit, namun tes
positif palsu dapat terjadi.
Pengobatan untuk otitis media sifilis terdiri dari terapi antisifilis dengan
menerapkan aural toilet dan pengendalian infeksi sekunder. Operasi mungkin
diperlukan guna menghilangkan sequestrum.

Anda mungkin juga menyukai