Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PENDENGARAN

OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 8 (KELAS IIIA)

1. CINDY REGINA
2. HASANATUL KHAIRIYAH ILHAM
3. NORA AGUSTINA
4. RAFNA LOEREF
5. SISI DANIANTI
6. WILATRI MARDA

DOSEN PEMBIMBING : Ns. MIRA ANDIKA M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah darinya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Makalah Asuhan Keperawatan Sistem Pendengaran Otitis
Media Akut (OMA)”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
dengan judul “Makalah Asuhan Keperawatan Sistem Pendengaran Otitis Media Akut
(OMA)”.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.

Padang, 12 Oktober 2019

Kelompok 8
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telinga merupakan salah satu dari kelima alat indera manusia. Gangguan yang terjadi
pada organ ini dapat berakibat buruk bagi si penderita, yaitu ia tidak dapat melakukan
kegiatan mendengar secara optimal. Beberapa diantara gangguan tersebut adalah otitis media
baik itu otitis media akut (OMA) maupun otitis media kronis (OMK) dan juga mastoiditis.
Selain itu, terdapat satu gangguan lagi pada telinga yaitu mastoiditis. Mastoiditis adalah
inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati
dapat terjadi osteomyelitis. Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga
luar (Otitis Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam (Otitis
Interna).

OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai
bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan
belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar
resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA Karena anatomi saluran
eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A,
2007).

Gangguan pada telinga bagian tengah bukan termasuk hal yang kecil. Kurangnya
kebersihan dan penanganan yang salah dapat menjadikan gangguan tersebut bertambah parah
dan telinga kehilangan fungsinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha preventif dan
penanganan yang tepat terhadap gangguan- gangguan tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa defenisi otitis media akut (OMA)?


2. Apa etiologi otitis media akut (OMA)?
3. Apa anatomi dan fisiologi otitis media akut (OMA)?
4. Bagaimana patofisiologi otitis media akut (OMA)?
5. Bagaimana manifestasi klinik otitis media akut (OMA)?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik otitis media akut (OMA)?
7. Bagaimana penatalaksanaan otitis media akut (OMA)?
8. Bagaimana komplikasi otitis media akut (OMA)?
9. Bagaimana asuhan keperawatan otitis media akut (OMA)?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui defenisi otitis media akut (OMA)


2. Untuk mengetahui etiologi otitis media akut (OMA)
3. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi otitis media akut (OMA)
4. Untuk mengetahui patofisiologi otitis media akut (OMA)
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik otitis media akut (OMA)
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik otitis media akut (OMA)
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan otitis media akut (OMA)
8. Untuk mengetahui komplikasi otitis media akut (OMA)
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan otitis media akut (OMA)
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Defenisi
Otitis Media (OMA) merupakan infeksi atau peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Inflamasi
ini umumnya terjadi saat infeksi pada tenggorokan dan sistem respiratori menyebar
sampai ke telinga tengah. Infeksi dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, dan dapat
dalam bentuk akut maupun kronik (Perlstein, 2005). Radang telinga tengah (OMA)
ini sering terjadi pada anak-anak dan menjadi masalah paling umum kedua pada
praktek pediatrik (Paparella et al, 2010).
OMA (Otitis media akut) merupakan infeksi akut pada telinga tengah yang
pada umumnya disebabkan oleh bakteri. Didahului oleh infeksi pada hidung dan/atau
tenggorok. Infeksi jenis ini banyak dijumpai pada anak -anak dibanding dewasa.
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007).
2. Etiologi
Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan
atas (common cold). Penyebab otitis media akut (OMA) dapat berupa virus maupun
bakteri. Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui
tuba eustakius atau kadang juga melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa
terjadi karena adanya penyumbatan pada sinus atau tuba eustakius akibat alergi atau
pembengkakan amandel.
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke
dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat
disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau
reaksi alergik ( rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme
penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus
pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
3. Anatomi Fisiologi
4. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya OMA sangat berkaitan erat dengan kondisi tuba
eustacius, baik secara anatomis maupun fisiologis. Pada umumnya OMA terjadi
karena nasofaringitis akibat rinitis akuta dan mengakibatkan kegagalan ventilasi pada
kavum timpani. Selanjutnnya terjadi kavum dan transudasi serta eksudasi pada kavum
timpani. Perjalanan penyakit pada OMA ini terjadi dalam 4 stadium:
1) Stadium I : inflamasi
Stadium inflamasi merupakan peradangan pada telinga tengah, yang ditandai oleh
Rubor (redness), Kalor (panas), Tumor (benjol), Dolor (bengkak), Fungsiolaesa
(Penurunan fungsi tubuh) atau sering disebut dengan (RKTDF). Stadium inflamasi
atau disebut juga stadium kataral akan terjadi keluhan telinga terasa penuh dan
pendengaran menurun yang diawali oleh terjadinya rhinitis akuta. Tanda klinis
pada membran timpani adalah warna mulai hiperemi, posisi retraksi atau kadang-
kadang tampakair fluid level. Bila penderita datang pada stadium ini maka terapi
yang diberikan adalah antibiotika Amoksilin / kotrimoksasol dan obat simtomatik.
2) Stadium II : supurasi
Stadium supurasi merupakan pembentukan push yang akan terjadi bila penyakit
terus berjalan akan terjadi stadium supurasi. Keluhan utama adalah otalgi hebat.
Pada anak-anak yang belum dapat menyampaikan keluhan, maka anak akan rewel
kadang muntah, dan anoreksia. Gejala lain adalah demam, pada anak dapt terjadi
kejang. Pendenganran tertap kurang. Tanda klinis yang tampak adalah membrane
timpani bombans dan hipremi. Terapi sama dengan pada stadium I, dan
parasintesis pada membran timpani.
3) Stadium III : perforasi
Bila stadium II terlewati tanpa terapi yang benar maka akan terjadi stadium
perforasi. Stadium perforasi merupakan pembentukan lubang pada telinga akibat
infeksi. Gejala pada stadium ini yang menonjol adalah otore yang tentu saja
didahului oleh otalgi, pendengaran tetap menurun. Tanda klinis pada membrane
timpani adalah perforasi pada pars tensa umumnya kecil dan toilet telinga yang
benar. Pada stadium ini diusahakan sudah tak terjadi otore setelah paling lama 2
minggu. Maka lebih baik dari 2 minggu masih terjadi otore harus dirujuk ke
dokter THT.
4) Stadium IV : resolusi
Apabila stadium III terlewati sebelum 2 minggu maka akan terjadi stadium IV.
Pada stadium ini penderita mengeluh pendengarannya masih belum kembali
normal. Tanda klinis pada membrane timpani adalah perforasi masih tampak tapi
warna mulai kembali normal dan tidak tampak secret. Terapi pada stadium ini
tidak ada. Penderita diberikan edukasi untuk menjaga hygiene telinga dan control
2-4 minggu kemudian untuk melihat apakah membrane timpani dapat menutup
menutup secara spontan. Apabila tetap ada perforasi dapat dirujuk ke THT untuk
dilakukan stimulasi dan epitelisasi atau miringoplasti. Terjadi akibat terganggunya
faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga keseterilan telinga tengah. Faktor
penyebab utamanya adalah sumbatan tuba eustachius sehingga pencegahan invasi
kuman terganggu. Pencetusnya adalah infeksi saluran napas atas. Penyakit ini
mudah terjadi pada bayi karena ruba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya
agak horizontal (Mansjoer et al, 2009).

5. Manifestasi Klinik
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa ringan
dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa,
dan mungkin terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara spontan bila terjadi perforasi
spontan membrana timpani atau setelah dilakukan miringotomi (insisi membran
timpani). Gejala lain dapat berupa keluarnya cairan dari telinga, demam, kehilangan
pendengaran, dan tinitus. Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis auditorius eksternus
sering tampak normal, dan tidak terjadi nyeri bila aurikula digerakan. Membrana
timpani tampak merah dan sering menggelembung.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Otoscope
Pemeriksaan diagnostik melalui otoskop dilakukan dengan menekan balon berisi
udara yang dihubungkan ke otoskop. Bolus kecil udara dapat diinjeksikan ke
dalam telinga luar. Mobilitas membran timpani dapat diobservasi oleh pemeriksa
melalui otoskop, tampak adanya penonjolan membran timpani dan mobilitas
membran timpani berkurang (Corwin, 2009). Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis
auditorius eksternus sering tampak normal, dan tak terjadi nyeri bila aurikula
digerakkan.
b. Timpanometri
Timpanometri adalah pemeriksaan atau pengukuran fungsi telinga tengah, antara
lain yaitu mobilitas gendang telinga, fungsi tuba eustachius, kondisi kavum
timpani. Manfaat dari timpanometri untuk screening/menilai kondisi liang telinga.
Timpanometri memunculkan timpanogram yaitu sebuah grafik yang mengaitkan
tekanan telinga tengah dan complience. Pada timpanogram tidak didapatkan
puncak/ flat, biasanya disebabkan karena adanya cairan di telinga tengah. Selain
itu bisa timpanogram menunjukkan adanya puncak namun bergeser ke kiri yang
menunjukkan adanya tekanan negatif disebabkan karena disfungsi tuba.
c. Kultur dan Uji Sensitivitas
Kultur dan uji sensitifitas dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret
telinga.
d. Pengujian Audiometrik
Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap kehilangan
pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.

7. Penatalaksanaan
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi (dosis
antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi), virulensi bakteri, dan status fisik
klien. Terapi yang dapat diberikan untuk klien otitis media akut diantaranya yaitu :
1) Antibiotik
Antibiotik spektrum luas dan awal, otitis media dapat hilang tanpa gejala sisa
yang serius. Bila terjadi pengeluaran cairan, biasanya perlu diresepkan preparat
otik antibiotika. Kondisi bisa berkembang dengan subakut dengan pengeluaran
cairan purulen menetap dari telinga. Jarang sekali terjadi kehilangan pendengaran
permanen. Antibiotik yang efektif digunakan adalah amoksilin. Amoksilin
menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam 24 jam pertama terjadi
stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien tidak
membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang
diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian
antibiotik lini kedua, misalnya amoksisilin dengan klavulanat. Amoksisilin dengan
klavulanat diberikan kepada pasien dengan gejala berat atau OMA yang
kemungkinan disebabkan Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis.
2) Analgesik / pereda nyeri
Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri
(analgesia). Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana
seperti paracetamol atau ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada
penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa klien tidak mengalami gangguan
pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi
saluran cerna.
3) Miringotomi (Timpanotomi)
Insisi pada membran timpani dikenal sebagai miringotomi. Membran timpani
dianestesi menggunakan anestesi lokal seperti fenol atau menggunakan
iontoforesis. Anestesi ini membuat liang telinga dan membran timpani kebas.
Prosedur ini tidak menimbulkan nyeri dan berlangsung tidak sampai lima belas
menit. Di bawah mikroskop kemudian dibuat insisi melalui membran timpani
untuk mengurangi tekanan dan mengalirkan cairan serosa atau purulen dari telinga
tengah. Insisi akan menyembuh dalam 24 atau 72 jam. Bila otitis media akut
terjadi berulang dan tidak ada kontraindikasi, dapat dipasang tabung ventilasi atau
penyeimbang tekanan. Tabung ventilasi secara temporer mengambil alih tugas
tuba eustachii dalam menyeimbangan tekanan dan dipertahankan selama 16-18
bulan. Tabung ventilasi lama kelamaan akan diekstrusi oleh migrasi kulit normal
membran timpani, dan lubang dapat sembuh dalam setiap kasus.
8. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2002), komplikasi otitis media akut meliputi
komplikasi sekunder mengenai mastoid dan komplikasi intrakranial serius, seperti
meningitis atau abses otak dapat terjadi meskipun jarang. Sedangkan menurut
Williams & Wilkins (2011), komplikasi otitis media akut antara lain:
a. Ruptur membran timpani yang terjadi secara spontan
b. Perforasi yang terjadi secara terus-menerus
c. Otitis media kronik
d. Mastoiditis
e. Meningitis
Meningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen). Penyebab meningitis
antara lain adalah adanya rhinorhea, otorhea pda basis kranial yang
memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar. Angka
kejadian meningitis di dunia adalah 1-3 orang per 100.000 orang. Terdapat 11
pasien penderita meningitis dari 4160 kasus otitis media supuratif kronik.
f. Kolesteatoma
g. Abses, septikemia
h. Limfadenopati, leukositosis
i. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis
j. Vertigo

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Biasanya berisi nama, umur, agama, jenis kelamin, pekerjaan, agama, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk yang mengirim, cara masuk RS, diagnosis medis.Otitis
media akut biasanya terjadi pada semua usia tetapi paling sering terjadi pada bayi dan anak-
anak.Oma sering terjadi pada usia 3-5 tahu, anak laki-laki memiliki resiko tinggi terhadap
otitis media akut.

a. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesahatan sekarang
Biasanya pasien mengeluh demam,nyeri telinga, kehilangan pendengaran, kehilangan
napsu makan, rewel, gelisah, gatal pada telinga, cairan/nanah yang keluar dari telinga
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien memiliki riwayat penyakit ISPA, sinusitis, influenza.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apakah ada kelurga yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan
atas sebelumnya
b. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Biasanya mengkaji bagaimana seorang pasien mempersiapkan terhadap suatu
penyakit yang dideritanya
c. Pola nutrisi/metabolime
Biasanya pasien kehilangan napsu makan akibat deman .
d. Pola minum
Biasanya pasien mual
e. Pola eliminasi
Biasanya pola eliminasi tidak terganggu
f. Pola aktivitas/latihan
Biasanya pasien akan merasa terganggu aktivitas karna nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal dan pendengaran dapat terganggu karna
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran ditelinga dalam tidak dapat bergerak bebas karna lendir dan nanah
bertambah banyak
g. Pola istirahat
Biasanya pasien mengeluh nyeri telinga yang mengganggu tidur
h. Pola kognitif-persepsi
Biasanya pasien kurang mengetahui penyakit otittis media akut
i. Pola peran hubungan
Biasanya pasien akan terjadi perubahan dan peran karena klien mengalami sakit
j. Pola seksualitas /reproduksi
Biasanya pola seksual tidak terganggu
k. Pola persepsi diri dan konsep diri
Biasanya pasien akan mengeluh tidak percaya diri akibat sekret/nanah yang keluar
dari telinga dan berbau
l. Pola koping-toleransi stress
Biasanya pasien akan menarik diri dan tidak koperatif
m. Pola keyakinan nilai
Biasanya klien menganut suatu agama atau kepercayaan yang sangat berpengaruh
dalam kehidupan klien.

Pemeriksaan fisik
 Tanda tanda vital
Suhu : biasanya suhu meningkat
Nadi : biasanya mengalami perubahan kecepatan nadi
TD : biasanya tekanan darah tidak terganggu
RR : biasanya pasien akan mengalami penurunan frekuensi napas
 Tinggi badan
 Berat badan
Biasnya pasien akan mengalami penurunan berat badan
 Lila
 Kepala
 Rambut
 Mata
Biasanya conjungtiva anemis
 Hidung
Biasanya pasien akan mengalami pilek dan hidung tersumbat
 Mulut
 Telinga
Biasnya keluar cairan nanah dari lubang telinga dan membran timpani tampak
merah dan sering menggelembung.
 Leher
Biasanya tida pembesaran JVP
 Dada
Paru : Biasanya pasien akan mengalami pernapasan tidak normal
 Abdomen
Biasanya tidak ada pembesaran hati dan limpa
 Ekstremitas
Biasanya pasien letih dan lemah akibat dari penurunan napsu makan sehingga
ekstremitas terganggu saat beraktivitas
 Integumen
 Payudara
Biasanya tidak ada gangguan
 Genitalia dan rectal
 Biasanya pada oma tidak terganggu genitalia dan rectal

2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d agens cedera biologi: inflamasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3. Gangguan rasa nyaman b/d proses peradangan
4. Resiko infeksi b/ inflamasi
5. Gangguan citra tubuh b/d penyakit

a. Pemeriksaan Penunjang

2. Diagnosa Keperawatan

a. Otoscope
Pemeriksaan diagnostik melalui otoskop dilakukan dengan menekan balon berisi
udara yang dihubungkan ke otoskop. Bolus kecil udara dapat diinjeksikan ke
dalam telinga luar. Mobilitas membran timpani dapat diobservasi oleh pemeriksa
melalui otoskop, tampak adanya penonjolan membran timpani dan mobilitas
membran timpani berkurang (Corwin, 2009). Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis
auditorius eksternus sering tampak normal, dan tak terjadi nyeri bila aurikula
digerakkan.
b. Timpanometri
Timpanometri adalah pemeriksaan atau pengukuran fungsi telinga tengah, antara
lain yaitu mobilitas gendang telinga, fungsi tuba eustachius, kondisi kavum
timpani. Manfaat dari timpanometri untuk screening/menilai kondisi liang telinga.
Timpanometri memunculkan timpanogram yaitu sebuah grafik yang mengaitkan
tekanan telinga tengah dan complience. Pada timpanogram tidak didapatkan
puncak/ flat, biasanya disebabkan karena adanya cairan di telinga tengah. Selain
itu bisa timpanogram menunjukkan adanya puncak namun bergeser ke kiri yang
menunjukkan adanya tekanan negatif disebabkan karena disfungsi tuba.
c. Kultur dan Uji Sensitivitas
Kultur dan uji sensitifitas dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret
telinga.
d. Pengujian Audiometrik
Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap kehilangan
pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa keparawatan Noc Nic


Nyeri akut bd agen
cedera biologis
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
BAB II1

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai