Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DARING

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. “A”


DENGAN DIAGNOSA MEDIS OTITIS MEDIA

Di Susun Olleh

YERY NATTI
1420118049R

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA
KUPANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Dan Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn. “A”
Dengan Diagnose Medis Otitis Media sudah disetujui dan di Responsi
pada,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Otitismedia (OM) adalah   peradangan   pada   telinga   tengah   yang   bersifat  akut atau


tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya  dalam
keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring, secara alamiah
terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim
pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. OM ini terjadi akibat tidak
berfungsinya system pelindung tersebut. Sumbatan dan peradangan pada tuba eustachii
merupakan faktor utama terjadinya otitis media. Pada anak-anak, semakin seringnya
terserang infeksi saluran pernapasan atas,kemungkinan terjadinya Otitis media juga semakin
besar. Dan pada bayi terjadinya OM dipengaruhi  karena tuba eustachiusnya pendek, lebar,
dan letaknya agak horizontal (Soepardi dkk, 2007).
Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1  tahun  sekitar
62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar   83% (Zackzouk, 2001). Di Amerika
Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris
setidaknya 25% anak mengalami minimal
satu  episode   sebelum   usia   10  tahun.  insiden   OM   tertinggi  terjadi   pada   
usia   2   tahun pertama kehidupan, dan yang kedua pada waktu berusia 5 tahun bersamaan
dengan anak masuk sekolah (Abidin, 2008).
Resiko kekambuhan otitis  media terjadi  pada beberapa faktor,antara lain usia <5
tahun,   otitis   prone   (pasien   yang   mengalami   otitis pertama kali pada usia
<6   bulan,3kali   dalam   6   bulan   terakhir),   infeksi   pernapasan, perokok, dan laki-laki
(Abidin, 2008; Casselbrent,2005).
Merujuk dari permasalahan yang telah dipaparkan tersebut tentang penyakit OM yang
pada umumnya sering terjadi di negara berkembang  dan salah satunya  Indonesia, dan
disertai kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini, maka penulis tertarik untuk
menulis makalah tentang Otitis Media

1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum

Mampu mengambarkan asuhan keperawatan pada pasien Tn. “A” dengan diagnose
medis Otitis Media

b. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi pada kasus otitis


media
2. Mahasiswa mampu mengetahui tanda gejala, manifestasi klinis, patofisiologi,
pada kasus otitis media.
3. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan terapi,
dan manegemen pada kasus otitis media.
4. Mahasiswa mampu mengetahui perawatan traumatik, komplikasi, pertimbangan
perawatan pada kasus otitis media
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Otitis media ( OM ) adalah salah satu penyakit paling umum pada anak usia dini. Sekitar
80% anak memiliki sedikitnya satu episode dan hampir 50% telah memiliki tiga atau lebih
episode dalam satu waktu ( kline, 1999 ). Kejadian tertinggi pada anak usia 6 bulan sampai 2
tahun; kemudian secara bertahap menurut sesuai dengan usia kecuali untuk peningkatan kecil
pada usia 5 atau 6 tahun saat masuk sekolah. Anak laki-laki usia prasekolah lebih sering
terkena dibandingkan anak perempuan usia prasekolah. Insiden otitis media akut ( AOM )
paling tinggi di musim dingin. Anak-anak di rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga
yang banyak ( terutama perokok ) lebih mungkin untuk memiliki OM dari mereka yang hidup
yang orang yang lebih sedikit, dan anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua
dengan riwayat OM yang memiliki insiden yang lebih tinggi dari pada mereka yang tidak.
Perokok pasif telah di tetapkan sebagai faktor yang signifikan dalam pengembangan
OM. Menghirup asap tembakau dapat meningkatkan resiko dari tertutupnya saluran
eustachius, dengan melakukan fungsi mukosiliar, menyebabkan sumbatan pada jaringan
nosopharyngeal atau pasien terpapar ISPA. Mendatangi tempat penitipan anak dan hidup
dengan perokok juga faktor resiko untuk OM.

2.2 Etiologi
OM sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, H. Influenza, dan Moraxlla
catarhallis. Etiologi dari jenis non infeksi tidak diketahui, meskipun sering menghasilkan
penutupan dari pipa pembuluh dari edema ISPA, alergi rhinitis, atau hypertropic kelenjar
gondok. OM kronis sering merupakan perpanjangan dari episode akut.
Sebuah hubungan telah diamati antara kejadian OM dan metode makan bayi. Bayi yang
minum ASI memiliki insiden lebih rendah dibandingkan bayi yang minum susu formula.
Menyusui dapat melindungi bayi terhadap virus pernapasan dan alergi karena mangandung
sekresi im-munoglobin A ( IgA ), yang membatasi pemaparan dari saluran estachius dan
mukosa telinga tengah terhadap patogen mikroba dan protein asing. Surutnya susu sampai
pipa pembuluh, mempunyai kemungkinan kecil pada bayi yang di beri ASI, karena posisi
setengah vertikal selama menyusui dibandingkan dengan susu botol

.
2.3 Klasifikasi
1. Otitis Media Akut (supuratif)
2. Otitis Media Sub Akut (skretori)
3. Otitis Media Kronis (menetap)
2.4 Manifestasi Klinis
a. Otitis Media Akut (supuratif)
1. Tonjolan di membrane timpani
2. Pusing
3. Eritema membrane timpani
4. Kehilangan pendengaran (biasanya ringan dan konduktif)
5. Demam ringan sampai sangat tinggi
6. Mual
7. Drainase purulen di kanal telinga akibat rupture membrane timpani
8. Nyeri hebat, dalam, dan berdenyut (akibat tekanan di belakang membrane timpani)
9. Infeksi traktus respiratorik atas (bersin, batuk)
10. Muntah

b. Otitis Media Sub Akut (skretori)


1. Mendengar gaung saat berbicara
2. Suara meletus, mendedas, atau ‘klik’ saat menelan atau mengerakkan rahang
3. Sensasi ‘penuh’ di telinga
4. Kehilangan pendengaran konduktif parah yang bervariasi
5. Perasaan akan jatuh (akibat merasa seperti ditempat yang tinggi) yang samar

c. Otitis Media Kronis (menetap)


1. Kolesteatoma (gumpalan seperti kista di tengah telinga)
2. Kehilangan pendengaran konduktif
3. Mobilitas membran timpani berkurang atau tidak ada
4. Keluaran purulen dan tidak terasa sakit
5. Nyeri yang mendadak hilang saat terjadi ruptur membran timpani
6. Penebalan dan parut di membran timpani
Sebagian cairan sementara terakumulasi dalam ruang kecil dari ruang telinga tengah, rasa
sakit hasil dari tekanan pada struktur sekitarnya. Bayi menjadi mudah marah dan
menunjukkan ketidaknyamanan mereka dengan menahan atau menarik di telinga mereka dan
menggulingkan kepala mereka dari sisi ke sisi. Anak kecil secara biasanya secara lisan
mengeluhkan rasa sakit. Suhu mencapai 40ºC (104ºF) adalah wajar, dan postauricular dan
kelenjar limfa cervical mungkin membesar. Rhinorrhea, muntah, dan diare serta tanda-tanda
pernapasan atau infeksi pharyngeal juga mungkin ada. Kehilangan nafsu makan biasannya
terjadi dan mengisap atau mengunyah cenderung memperburuk rasa sakit. Pada anak dengan
OME exudates akan menumpuk dan tekanan akan meningkat dengan potensi pecahnya
membran timpani.

PERINGATAN KEPERAWATAN

Sebagai hasil dari pecahnya membran, diperlukan kecepatan menghilangkan rasa sakit,
suhu menurun bertahap, dan adanya pembuangan purulen di saluran pendengaran
eksternal.

Nyeri berat atau demam biasanya tidak ada di OME, dan anak mungkin terlihat tidak sakit.
Sebaliknya ada perasaan “penuh” di telinga, sensasi muncul selama menelan, dan perasaan
“gerak” di telinga jika udara hadir di atas tingkat cairan. Karena kronis serius OM adalah
penyebab paling sering dari hilangnya pendengaran konduktif, pada anak-anak audiometri
dapat mengungkapkan kekurangan pendengaran.

2.5 Patofisiologi
OM terutama mengakibatkan disfungsi saluran eustachius. Saluran eustachius adalah
bagian dari sebuah penyusun system yang berulang dari nares, nasopharynx, saluran
eustachius memiliki tiga fungsi yang berhubungan dengan telinga tengah; (1) perlindungan
telinga tengah dari sekresi nasopharyngeal, (2) saluran sekresi yang di produksi di telinga
tengah ke nasopharynx, dan (3) fentilasi dari telinga tengah untuk menyamakan tekanan
udara dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer di saluran telinga eksternal dan
pengisian oksigen yang telah diserap.
Mekanika atau gangguan fungsi pada saluran eustachius menyebabkan akumulasi cairan
di telinga tengah. Penyumbatan didalam dapat di sebabkan oleh infeksi atau alergi;
penyumbatan di luar biasanya akibat dari kelenjar gondok yang membesar atau tumor
nasopharyngeal. Tidak berfungsinya saluran eustachius penelanan dapat menyebabkan
obstruksi fungsional yang berhubungan dengan turunnya stiffness atau mekanisme yang
kurang efisien. Hasil penyumbatan saluran eustachius negatif atau tekanan telinga tengah.
Tabel 2.2

Standart terminologi untuk otitis media

Otitis media : peradangan pada telinga tengah tanpa mengacu pada etiologi atau
pathogenesis.

Acute Otitis Media (AOM) : Sebuah serangan pendek dan cepat dari tanda dan gejala
yang berlangsung sekitar 3 minggu.

Otitis Media with effusion (OME) : radang telinga tengah dimana kumpulan cairan
muncul dalam ruang telinga tengah

Chronic Otitis

Jika terus menerus, akan memproduksi pengaliran cairan transudative telinga tengah.
Pembuangan dihambat oleh tekanan negatif yang berkelanjutan dan gangguan transportasi
ciliary dalam tabung. Bila bagian itu tidak benar-benar terhalang, kontaminasi dari telinga
tengah dapat terjadi dengan refluks, aspirasi, atau insuflasi selama menangis, hidung bersin,
meniup dan menelan ketika hidung tersumbat. Beberapa faktor yang mempengaruhi bayi dan
anak muda untuk pengembangan OM (Tabel 2.3).

Namun, konsekuensi yang paling ditakuti pada gangguan pendengaran adalah pengaruh
yang buruk pada perkembangan kemampuan bicara, bahasa, dan kesadaran. Anak yang
memiliki jangka waktu efusi telinga tengah yang lama tampil kurang baik pada tes bicara dan
bahasa dibandingkan mereka yang memiliki penyakit telinga tengah yang sedikit,

Implikasi struktural atau gejala sisa yang melibatkan terutama pada membran tympanic.
Tympanic membrane retraction or retraction pocket terjadi ketika tekanan telinga tengah
terus negatif sehingga menarik membran timpani ke dalam dan di area yang mempunyai
tekanan rendah atau atrophic segments dari drum head, kantong retraction kelihatan.
Penarikan ini dapat menyebabkan gangguan transmisi suara, perforation dari area kecil,
atau infeksi pada kantong, dan kemudian cholesteatoma.

Tabel 2.3
Faktor-faktor predisposisi untuk pengembangan

Otitis Media pada anak-anak

- Pipa pembuluh pendek, lebar, dan lurus dan dia didalam bidang yang relatif
horizontal.

- Lapisan tulang rawan belum berkembang, sehingga membuat saluran lebih dapat
dilambungkan dan karena itu lebih mungkin untuk membuka secara tidak tepat

- Berlimpahnya jaringan lymphoid pharyngeal mudah menghalangi bukaan tabung


eusthacius di nasofaring

- Belum matang mekanisme pertahanan dapat meningkatkan risiko infeksi.

Perbandingan posisi anatomi saluran eustachius pada A : anak dan B : dewasa ;


saluran estachius yang lebih pendek , lebih luas, lurus dan lebih horizontal pada anak dari
pada orang dewasa.

Tympanosclerorosis (gendang telinga yang luka) adalah pengendapan bahan hyaline ke


dalam lapisan berserat dari membran tympanic. Hal ini sering terlihat pada anak dengan
penyakit inflamasi telinga tengah atau mereka dengan pemasangan saluran tympanoplasty.
Perforation (pelubangan) gendang telinga adalah komplikasi umum pada AOM dan sering
menyertai.
2.6 Pathway

-Virus: streptococus pneomonia,


H. Infloinza, moraxlla catarhallis.
-Edema ISPA
-Rhimitis alergi
-hypertropi kelenjar gondok.

Disfungsi tuba

Infeksi menjalar
ke cavum tympani

OTITIS MEDIA

Tekanan udara ditelinga Pengobatan tdk tuntas/episode


tengah (-) berulang.

Retraksi membran timpani.


Produksi transudative↑ MK: resiko infeksi

MK: nyeri akut Ruptur membran timpani


Akumulasi sekret ditelinga akibat desakan
tengah.
Gangguan perforasi -Perforasi
suara diarea kecil komplikasi
-Infeksi Sekret keluar (otorthoe)
Stiffness ↓

MK: gangguan presepsi MK: Body image


sensori pendengaran

Infeksi berlanjut sampai telinga


bagian dalam.

Erosi padakanalis semi sirkularis

Pusing (keseimbangan tubuh terganggu)

MK: resiko cedera

Tindakan infasif

Terbatasnya informasi

MK: kurang pengetahuan MK: ansietas


2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Di AOM, otoscopy dapat mengungkapkan suatu membran utuh yang muncul
berwarna merah cerah dan menonjol, tanpa sesuatu hal yang menonjol yang terlihat atau
cahaya yang terpantul. Sesuatu hal yang menonjol yang biasa dari tonjolan tulang panjang
dan proses singkat malleus dikaburkan oleh membran luar yang menggembung. Di OME
otoscopic dapat menemukan yang mungkin dimasukkan dengan cara di suntikkan secara
halus, membran yang menonjol abu-abu yang tidak jelas, dan tingkat cairan terlihat atau
meniskus di belakang gendang telinga jika udara hadir di atas cairan.
Beberapa tes memberikan penilaian tentang mobilitas membran tympanic.
Pneumatic otoscopy dan tympanometry di bahas di bawah pengujian auditori dalam bab 7.
Acoustic reflectometry mengukur tingkat suara yang terletak di ujung pemeriksaan yang
diletakkan berlawanan dengan pembukaan saluran telinga dan diarahkkan pada membran
tympanic. Informasi ini memberikan ukuran panjang kanal dan adanya efusi. Semakin
besar pembatalan transmisi oleh suara yang dipantulkan semakin besar kemungkinan efusi
telinga tengah.

Diagnosis biasanya berdasarkan manifestasi klinis, tetapi jika pembuangan nanah


muncul, harus dibiakkan dan pemilihan antibiotik yang spesifik untuk organisme yang
dimaksud.

2.8 Komplikasi
Komplikasi. Konsekuensi dari lamanya gangguan telinga tengah dapat berupa
fungsional atau struktural. Konsekuensi fungsional utama adalah gangguan pendengaran,
meskipun tidak ditemukan pada kebanyakan anak konduktif di alam dan tingkat keparahan
yang ringan. Penyebab gangguan pendengaran adalah tekanan negatif telinga tengah,
adanya efusi di telinga tengah, atau kerusakan struktural pada membran tympani.

2.9 Penatalaksanaan Terapi


1. Acute Otitis Media (AOM)
Karena kehawatiran tentang resistensi penisilin, otoritas penyakit menular
merekomendasikan hanya pada anak-anak yang memenuhi salah satu kriteria berikut;
lebih dari tiga kali infeksi telinga dalam satu tahun terakhir, jaringan pernafasan positif,
dan resiko tinggi untuk infeksi bakteri karena imunosupresi, splenectomy,cystic
fibroris, penyakit sel sickle, datang ke tempat penitipan anak, atau hidup dengan
perokok (Armitage,Gross, and Yamauchi, 1999)
Ketika antibiotik dijamin, suatu varietas tertentu dapat digunakan. Meminumkan
amoxicillin adalah alasan pilihan pertama untuk bayi tua dan anak-anak karena mudah
digunakan relatif murah biaya, dan ketersediaan. Satu pertimbangan penting untuk
meresepkan obat adalah kepatuhan orang tua dalam memberikan antibiotik.
Pertimbangan lain adalah organisme menyebabkan OM. Sebelas serotypes dari S.
Pneumonia menyumbang sekitar 85% dari kasus OM yang disebabkan oleh organisme.
Serotypes berikut rentan terhadap penisilin. Namun, banyak strain dari H. Influenza dan
banyak dari strain M. Catanhalis memproduksi B-lactamase dan tahan terhadap
amoxisillin dan penisilin (kline 1999).

Selain amoksisilin, antibiotik oral lain yang diresepkan termasuk sulfonamide,


sulfonamides, trimethroprim-sulfamethoxazole (Bactrim, Septral), erythromicin-
sulfisoxazole (Pediazole), azithromycin, dan cephalosporins, yang sering dipilih karena
spektrum aktifitas mereka luas, jadwal dosis, mengurangi efek samping dan aktivitas
bakteri melawan B-lactamase yang memproduksi patogen (Montvile and White, 1998).

Obat dengan dosis tunggal-parental telah digunakan untuk mengurangi AOM. Obat
ini memberikan keuntungan bagi anak-anak yang mungkin memiliki penyerapan yang
buruk dari obat oral karena muntah atau diare. Yang menolak meminum obat oral atau
yang mengurangi komplainnya karena keaadaan keluarga. Dosis tunggal IM ceftriaxone
ditemukan sebanding dengan keberhasilan klinis untuk dosis 10 hari dari oral
trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMZ) untuk perlakuan AOM (Barnett and
others, 1997).

Satu pertimbangan penting dengan penggunaan dosis tunggal suntikan IM adalah


rasa sakit yang terlibat dalam terapi ini. Salah satu strategi untuk meminimalkan rasa
sakit di tempat suntikan adalah mencampur chepalosporins dengan lidocaine.

Untuk demam atau ketidaknyamanan yang berhubungan dengan OM,


analgesik/antipiretik obat-obatan seperti acetaminophen atau ibuprofen dapat diberikan.
Antihistamines dan obat sesak tidak direkomendasikan. Antibiotik tetes telinga tidak
memiliki nilai dalam mengobati AOM.

Anak-anak dengan AOM harus dilihat setelah terapi antibiotik selesai untuk
mengevaluasi efektivitas pengobatan dan untuk mengidentifikasi potensi komplikasi
seperti gangguan pendengaran atau efusi. Hal ini sulit bagi orangtua untuk menentukan
gangguan pendengaran.

2. Recurrent Otitis Media


Terapi untuk AOM termasuk chemoprophy-laxiz dengan terapi antibiotik jangka
panjang, immunotherapy dan operasi. Anak yang menerima terapi antibiotik jangka
panjang harus dievaluasi sebulan sekali untuk mendeteksi bukti efusi. Setiap infeksi
akut selama prophylaxis diobati dengan alternatif cara antibiotik. Menurut panduan
yang diterbitkan oleh Agency of Healthcare Research and Quality (AHRQ)*, (dahulu
AHCPR), steroids tidak dianjurkan untuk pengobatan OME pada anak-anak di segala
usia.

Vaksin Polyvalent pneumococcal polysaccharide telah mengurangi kejadian


pneumococcal OM sebesar 50% pada anak-anak yang lebih tua dari 2 tahun, tetapi
vaksin ini tidak efektif pada bayi yag belum bisa mengembangkan antibodi untuk
vaksin polysaccharide (Andrews, 2001). Pada beberapa bayi beresiko tinggi terhadap
immune globulin yang menandung antibodi yang melawan bakteri polysaccharides
(BPIG) telah mengakibatkan lebih sedikit kasus mengenai AOM yang disebabkan oleh
S.pneumonia.

Meskipun terdapat kontroversi terhadap efektivitas prosedur ini, myringotomy


dengan bedah pemasangan tabung dapat dilakukan jika rasa sakitnya parah, gangguan
pendengaran konduktif sekunder yang signifikan dengan OM berulang dan kronis atau
kegagalan manajemen medis dengan anti biotik profilaksis (Andrews, 2001).Tabung
biasanya ditempatkan di anteroinferior quadrant dari membran. Namun, jika saluran
eustachius tetap tertutup, cairan akan kembali setelah penyembuhan yang cukup cepat
dari myringotomy. Adenoidectomy mungkin bisa berhasil dalam mengobati OM jika
saluran eustachius sekunder diblokir untuk hipertrofi adenoid adalah yang menjadi
penyebabnya. Mastoidectomy dapat dilakukan bila terapi antibiotik telah gagal dan
kehidupan anak terancam oleh infeksi, dengan tympanoplasty (rekontruksi bedah
telinga tengah) mungkin dilakukan setelah operasi.

3. Perawatan traumatic
a. Intramuscular ceftriaxone (rocephin)
Untuk mengurangi rasa sakit dari IM pemberian ceftriaxone penggunaan lidocaine
1% sebagai pelarut (Barnett and other, 1997). Lidocaine dapat digunakan sebagai
penyangga pada saat penggunaannya untuk mengurangi penyengatan atau
pembakaran. Jika waktu memungkinkan menerapkan krim EMLA ke situs IM 2,5
jam sebelum penyuntikan.

b. Otitis Media with Effusion (OME)

Beberapa anak memiliki cairan yang bertahan di telinga tengah selama beberapa
minggu atau bulan. OME sering dikaitkan dengan gangguan pendengaran dari ringan
sampai sedang. Tujuan utama terapi adalah untuk membangun dan menjaga area
telinga tengah yang bebas dari cairan dengan mukosa normal dan akhirnya untuk
mencapai pendengaran normal.

Seorang anak yang memiliki cairan di kedua telinga tengah untuk total tiga bulan
harus memiliki evaluasi pendengaran. Sebuah antibiotik tidak diindikasikan untuk
pengobatan awal OME tetapi dapat diindikasikan untuk anak-anak yang memiliki
efisi persisten lebih dari 3 bulan (Dowell and other, 1998). Jika efusi bilateral telah
berlangsung dan anak telah kehilangan pendengaran, pembedahan myringotomy
dianjurkan setelah total 4 sampai 6 bulan efusi bilateral dengan defisit pendengaran
bilateral (Andrew, 2001). Tetapi ini memungkinkan untuk pengaliran mekanisme
dari cairan , yang mendorong penyembuhan membran dan mencegah pembentukan
bekas luka dan hilangnya elastisitas. Tabung (atau equalizer tekanan ventilasi [PE]
dari tabung atau grommets) memfasilitasi pembuangan lanjutan dari cairan dan
memungkinkan ventilasi dari telinga tengah. Tujuan utama adalah untuk
memungkinkan saluran eustachius pada masa pemulihan setelah operasi pemasangan
tabung untuk dapat melakukan fungsinya. Operasi ini relatif jinak. Namun kadang-
kadang tabung dapat menjadi terhubung dan seringkali memerlukan reintegrasi.
Komplikasi yang berulang atau berlangsung lama dari penempatan tabung adalah
tympanosclerosis, terlokalisasi atau menyebar atrophy dari membran, pelubangan
terus menerus atau, jarang, cholesteatoma. Tonsillectomy ini tidak menguntungkan
untuk OME (kline, 1999).

Prognosis sebagian besar kasus OM akhirnya terselesaikan. Namun, gangguan


pendengaran biasanya konduktif, merupakan koplikasi umum dari OM. Tingkat
gangguan pendengaran dapat bervariasi dari ringan sampai parah. Meskipun
gangguan pendengaran konduktif yang paling sering dikaitkan dengan OM,
gangguan pendengaran sensorineural juga dapat hadir, terutama pada AOM yang
parah, kronis atau berulang, karena berlalunya produk beracun dari cairan ke dalam
cochlea melalui membran tympanic. Semakin lama cairan hadir, semakin besar
hilangnya pendengaran sensorineural. Anak-anak yang rentan terhadap OM harus
dirujuk ke pediatric otolaryngologist dan kemungkinan ke pediatric allergist untuk
identifikasi dan pengobatan etiology untuk disfungsi saluran eustachius. Mereka juga
harus dirujuk ke bahasa pathologist untuk konseling pencegahan awal. Selain itu,
anak idelnya harus dibawa ke seorang audiologis untuk menilai kemampuan dari
pendengaran.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


3.1. PENGKAJIAN
1. Data biografi

Meliputi identitas pasien yaitu nama, umur (kejadian tertinggi pada anak usia 2
tahun, kemudian secara, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan
identitas penanggung jawab.

2. Pola kesehatan
a. Pola Presepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
1) Keluhan Utama:
Keluhan yang paling dirasakan pada saat MRS, biasanya
terjadi nyeri pada telinga.
2) Riwayat penyakit sekarang:
Klien mengeluh telinganya mengeluarkan cairan
kuning kental dan berbau busuk,kepalanya pusing, demam
tinggi/hipertermi, telinganya terasa nyeri, sulit tidur, tiba-
tiba menjerit saat tidur, mengalami gangguan pendengaran,
kadang kadang memegang telinga yang sakit, mual,
muntah, diare dan kejang kejang, nafsu makan menurun.
3) Riwayat penyakit dahulu :
Biasanya klien dengan otitis media ini memiliki
riwayat infeksi saluran pernapasan atas riwayat batuk pilek
(rhinitis).
4) Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya otitis media ini tidak penyakit keturunan.
5) Riwayat kesehatan lingkungan
Lingkungan yang kotor atau kumuh serta lingkungan
perokok, ataupun area industri biasa menyebabkan Otitis
Media.
6) Genogram
Berdasarkan keturunan 3 generasi tidak di temukan
penyakit Otitis Media, klien dengan penyakit Otitis Media
sering di sebabkan oleh faktor lingkungan, dan faktor
merokok.
3.2. PEMERIKSAAN FISIK
1. Head to toe
a. Kepala
- Kepala : Bentuk kepala simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, serta tidak
ada nyeri tekan.
- Rambut : Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna rambut hitam,
rambut lurus.
- Mata : Warna sklera putih, konjungtiva tidak ada kemerah-merahan, pupil klien
isokor, kelopak mata normal warna merah muda, pergerakan mata normal,
lapang pandang normal, visus: ketajaman penglihatan klien normal, pupil:
normal, kedua bentuk pupilnya simetris, tidak adanya edema dan tidak ada
benjolan disekitar mata, tidak ada sekret pada mata, serta lapapang pandang
normal.
- Hidung : Tidak ada deformitas pada hidung, tidak ada cuping hidung, tidak ada
sekret, tidak ada polip atau benjolan didalam hidung, fungsi penciuman baik,
kedua lubang hidung simetris.
- Mulut : Warna mukosa mulut pucat, membran mukosa kering, tidak ada lesi,
gusi normal, tidak terdapat benjolan pada lidah, tidak ada karies pada gigi.
- Telinga : Inspeksi : Kedua telinga simetris ,tidak ada lesi pada telinga, adanya
serumen berlebih, adanya edema, ketika diperiksa dengan otoskop (adanya
peradangan, terdapat cairan pada membran timpani).
b. Palpasi :
- adanya nyeri tekan pada aurikula dan membran timpani tidak normal.
- Auskultasi : - Tes rinne : (-)
- Tes webber : laterisasi kanan
- Tes bisik : pasien tidak dapat mendengarkan suara berfrekuensi rendah.
c. Leher
- Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan bagian tubuh, tidak ada lesi, tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada
deformitas pada trakea, tidak ada benjolan pada leher, tidak ada nyeri tekan dan
tidak ada peradangan.
d. Dada
- Paru Anamnesis: Batuk produktif, warna sputum kuning, tidak nyeri waktu
bernapas
- Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan, pola napas teratur,
frekuensi napas pasien reguler (22 x/menit), pergerakan otot bantu pernapasan
normal.
- Auskultasi: Bunyi napas normal.
- Palpasi: Vokal fermitus normal.
- Perkusi: Tidak adanya massa, tidak adanya cairan, dan tidak adanya udara
dalam paru.
e. Jantung
- Inspeksi: Denyutan jantung normal.
- Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5.
- Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran jantung atau tidak ada
kardiomegali.
- Perkusi: letak jantung normal.
f. Abdomen
- Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit disekitarnya, tidak
ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak terdapat kolostomi.
- Auskultasi: peristaltik usus normal 18x/menit.
- Perkusi: timpani.
- Palpasi: tidak adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak ada
pembesaran lien, ginjal normal.
g. Otot dan rangka integumen
- Inspeksi: pergerakan baik, sendi lengan dan tungkai normal, tidak ada fraktur,
tidak ada dislokasi, warna kulit rata, tulang belakang normal.
- Palpasi: turgor elastis, tidak ada clubing finger, kekuatan otot normal,
ekstremitas atas dan bawah tampak normal, otot simetris.
h. Persyarafan
- Tingkat kesadaran: Composmentis
GCS: - Eye: membuka secara spontan, nilai 4
- Verbal: Orientasi baik, nilai 5
- Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6
Total GCS: Nilai 15
- Reflek: Normal
- Tidak ada riwayat kejang
- Koordinasi gerak normal.
Uji Saraf Kranial
- N VIII : tidak berfungsi dengan baik.

2. ADL (Activity Daily Living)


a. Pola Nutrisi
Selama sakit klien bisa mengalami mual,muntah dan diare sehingga menyebabkan
nafsu makan klien meurun.
b. Pola Eliminasi
- BAB
BAB nya tidak rutin dan tidak lancar.
- BAK
- BAKnya menurun atau jarang.
c. Pola Istirahat dan tidur
Selama sakit klien mengalami gangguan pola tidur karena sering terbangun dan
sulit tidur.
d. Pola Aktivitas
Biasanya sakitnya mengganggu aktivitasnya dan ia hanya bisa berbaring di tempat
tidur, serta dalam melakukan kegiatan sehari-hari klien membutuhkan bantuan
orang lain.

A. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Data laboratorium yang berhubungan

1. Pemeriksaan pemeriksaan darah (leukosit meningkat)

2. CT SCAN kepala untuk melihat kelainan di intra cranial


3. Uji pendengaran yaitu test Rinne (-)

4. Uji timpanopi

5. Pemeriksaan Mikoresistensi kuman yang di ambil dari secret telinga

6. Pemeriksaan liang telinga akan tampak (cairan) yang keluar dari telinga
bercampur nanah (jaringan granulasi/ polip terdapat perforasi pada
membrane timpani)

B. TERAPI MEDIK

- Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan
analgetik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya
dilakukan mirigotomi.

Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin.


Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan kosentrasi yang
adekuat didalam darah, sehingga tidak terjadi mostoiditis yang terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian
antibiotik dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap
pinisilin, maka diberikan eritromisin.

Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/BB per hari, dibagi
dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau
eritromisin 40mg/BB/hari.

- Pada stadium supurasi disampig diberikan antibiotik, idealnya harus disertai


dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi
gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.

- Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat
keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu
7-10 hari.
- Pada stadium resolusi maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.

C. ANALISA DATA

Symtom Etiologi Problem

DS = Pasien Agen cidera biologi Nyeri akut


mengeluh nyeri pada
telinga kanan bagian
tengah, pasien
merasa tidak nyaman
dan gelisah
DO = Saat di palpasi
paien mengeluh
nyeri, pasien terlihat
meringis menahan
nyeri, dan skala nyeri
6

DS = pasien Perubahan Gangguan persepsi


mengakatakan penerimaan sensori, pendengaran
kadang kadang tranmisi inegrasi
mengeluarkan cairan
putih seperti nanah
dan berbau dari
telinga sebelah
kanan, kalian
mengatakan sulit
untuk mendengar.
DO = Terkadang
pasien memiringkan
kepalanya, Uji
pendengaran ( Test
Rinne ) menunjukan
( - ), terdapat
perubahan respon
pendengaran.

DS = Pasien Perjalanan penyakit / Hipertermi


mengeluh badan trauma
meriang,pasien
mengeluh pusing
pada kepalanya,
pasien mengeluh
nyeri pada otot otot
nya
DO = S : 39°C, N :
110X/menit

DS = Pasien merasa Suhu tubuh Gangguan pola tidur


nyeri sehingga susah
tidur, pasien
mengeluh gelisah di
saat sedang tidur,
pasien mengeluh
sering terbangun
pada malam hari
karena nyeri yang di
rasakan
DO = Suhu : 39°C,
pasien terlihat agak
pucat.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d proses inflamasi pada jaringan telinga tengah.
2. Gangguan komunikasi b/d efek berkurangnya respon pendengaran.
3. Resiko tingginya b/d vertigo.
4. Cemas b/d nyeri yang semakin memberat.
E. INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Nyeri b/d proses inflamasi pada jaringan telinga tengah.

Tujuan : penurunan rasa nyeri.


Kriteria hasil : klien mengungkapkan nyeri berkurang, klien mampu
melakukan metode pengalihan suasana.

a) Intervensi : sedikit keluhan nyeri. Perhatikan lokasi, intensitas ( skala


0/10 ) dan faktor pemberat atau penghilang.
Rasional : membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan
mengevaluasi keefektifan analgesic.
b) Intervensi : alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik-
teknik relaksasi seperti menarik nafas panjang.
Rasional : metode penglihatan suasana dengan melakukan relaksasi
bisa mengurangi nyeri yang diderita klien.
c) Intervensi : atur posisi klien.
Rasional : posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman.
d) Intervensi : beri informasi kepada klien dan keluarga tentang nyeri
yang dirasakan.
Rasional : informasi yang cukup dapat mengurangi kecemasan yang
dirasaka oleh klien dan keluarga.
e) Intervensi : kolaborasi, beri analgesik sesuai indikasi.
Rasional : analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien
untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam.

2. Gangguan komunikasi b/d efek kehilangan pendengaran.


Tujuan : gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil : klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai ), menerima
pesan melalui metode pilihan ( misal : komunikasi lisan, bahasa lambang,
berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
a) Intervensi : dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan
catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan
klien, seperti : tulisan, berbicara, bahasa isyarat.
Rasional : dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan
oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan
dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
b) Intervensi : pantau kemampuan klien untuk menerima pesan secara
verbal.
a. Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan
perlahan dan jelas langsung ke telinga yang baik.
- Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan
pintu.
- Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
b. Jika klien dapat membaca ucapan:
- Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
- Hindari berdiri didepan cahaya karena dapat menyebabkan klien
tedak dapat membaca bibir anda.
c. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
- Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan
komunikasi tertulis.
- Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
d. Jika ia hanya mampu berbahasa isyarat, sediakan penerjemah.
Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada
penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung
berbicara pada klien dengan mengabaikan keberadaan
penerjemah.
Rasional : pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada
klien dapat diterima dengan bengan jelas baik oleh klien.
c) Intervensi : gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran
dan pemahaman.
a. Bicara dengan jelas menghadap individu.
b. Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
c. Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
d. Validasi pemahaman individu dengan pengajuan pertanyaan yang
memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional : memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat
dengan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
3. Resiko tinggi cedera b/d vertigo.
Tujuan : resiko cedera tidak terjadi.
Kriteria hasil : klien bisa dari cedera yang berkaitan dengan
ketidakseimbangan dan / jatuh .
a) Intervensi : ajarkan atau tekankan terapi vestibuler / keseimbangan
sesuai ketentuan.
Rasional : latihan mempercepat kompensasi labirintin, yang dapat
mengurangi vertigo dan gangguan cara jalan.
b) Intervensi : berikan atau ajari cara pemberian, obat anti vertigo
dan/obat penenang vestibuler; beri petunjuk pada pasien mengenai
efek sampingnya.
Rasional : menghilangkan gejala akut vertigo.
c) Intervensi : dorong pasien untuk berbaring bila merasa pusing dengan
pagar tempat tidur dinaikkan.
Rasional : mengurangi kemungkinan jatuh dan cedera.
4. Cemas b/d nyeri yang semakin memberat
Tujuan : rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil: klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekhawatirannya.
Respon klien tampak tersenyum.
a) Intervensi: berikan informasi kepada klien seputar kondisinya dan
gangguan yang dialaminya.
Rasional : menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi
dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus sehingga dapat
mengurangi cemasnya.
b) Intervensi : diskusikan dengan klien mengenai kemungkinan
kemajuan dan fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan
klien dalam berkomunikasi.
Rasional : harapan-harapan yang tidak realistis tidak dapat
mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidakpercayaan
klien terhadap perawat.
c) Intervensi : berikan informasi mengenai kelompok yang juga
pernah mengalami gangguan seperti yang dialami untuk memberikan
dukungan kepada klien.
Rasional : memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi
yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dengan
tingkat keterampilannya sehingga mengurangi rasa cemas dan
frustasinya.
d) Intervensi : berikan informasi mengenai sumber-sumber dan
alat-alat yang tersedia yang dapat membantu klien.
Rasional : dukungan dari beberapa orang yang memiliki pengalaman
yang sama akan sangat membantu klien.

F. EVALUASI

• Nyeri teratasi

• Pasien mampu berkomunikasi dengan baik

• Vertigo pasien teratasi

• Pasien mengerti dan memahami tentang penyakitnya

G. PERENCANAAN

Karena OMA lebih sering terjadi pada anak-anak dan sering terjadi
berulang maka perawat sebagai Community Organizing memberikan
penyuluhan yang berhubungan dengan penyakit OMA. Beberapa hal yang dapat
mengurangi resiko OMA yaitu :

 Pencengahan ISPA pada bayi dan anak-anak

 Pemberian ASI minimal selama 6 bulan

 Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring

 Penghindaran pajanan terhadap asap rokok

 Penghindaran pengeluaran mucus (ingus) dengan paksaan/tekanan yang


berlebihan

 Jangan mengorek-ngorek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek


membran timpani
 Jika ada benda asing yang masuk, datanglah ke dokter untuk meminimalisasi
kerusakan telinga yang gterjadi

 Jauhkan telinga dari suara keras

 Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume normal

 Lindungi telinga selama penerbangan

 Mengunyah permen karet ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat


mencegah terjadinya perforasi membran timpani.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Otitis media (OM)  adalah   peradangan   pada   telinga   tengah   yang   bersifat 


akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang
biasanya  dalam keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring,
secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga
tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. OM
ini terjadi akibat tidak berfungsinya sistem pelindung tersebut. Pendengaran sebagai salah
satu indera, memegang peranan yang sangat penting karena perkembangan bicara sebagai
komponen utama komunikasi pada manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran.
5.2 Saran

Sebaiknya tidak mencoba pemindahan serumen telinga di rumah dengan cotton


bud, jepit rambut, pensil, atau peralatan lain apa pun, karena hanya akan merusak gendang
pendengar. Jadi kita perlu mengenali gejala-gejala penyakit ini secara dini untuk
pengobatan yang lebih baik dan biasakan hidup bersih, serta jika sudah mengetahui
penyakit yang diderita segera lakukan pengobatan secara rutin agar tidak terjadi infeksi
yang berulang.
DAFTAR PUSTAKA

Hartono R, Dwi Rahmawati H. 2012. ISPA. Yogjakarta: Penerbit Nuha Medika

Huda Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2013. NANDA NIC-NOC. Yogjakarta:
Penerbit Media Action

Williams, L & Wilkins. 2011. NURSING. Jakarta Barat: Penerbit Jurnal Nursing

Anda mungkin juga menyukai