Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


REUMATIC HEART DESEASE
DI RUANG KENANGA RSUD W.Z. YOHANES
KUPANG

OLEH

Yery Natti
223111134

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Reumatic Heart Desease
(Nyeri Akut) Di Ruangan Kenanga RSUD. Prof Dr W.Z. Johannes Kupang
Telah disetujui pada

Menyetujui

PRECEPTOR AKADEMIKA PRECEPTOR CLINICAL

MENGETAHUI

KEPALA RUANGAN

( )
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic
Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-
jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh
organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 2006).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan
pada katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali.
(kapita selekta, edisi 3, 2007)
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau
kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan
satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea
minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum. RHD adalah suau kondisi
dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau
kebocoran terutama katub mitral sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam
rematik
2. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi
streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya
demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam
reumatik serangan ulang.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic
Heart Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal
dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun.
Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah.
Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah
mereka yang berumur 2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan
anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan
jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan
pada satu jenis kelamin.
5. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam
katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada
reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di
negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik
termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan
yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan
sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi
saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik
juga meningkat.
3. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak
didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi,
lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi
agaknya angka kejadian demam rematik lebih tinggi daripada didataran
rendah.
3. Klasifikasi Jantung Reumatik
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantun reumatik dapat dibagi
dalam 4 stadium menurut Ngastiyah, 1995:99 adalah:
1. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A. Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare,
Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung
1-3 minggu,kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-
bulan kemudian.
3. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat
ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik.Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung
reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas
tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia,
Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa
katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.Pada
fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
4. Patofisiologi
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik,
suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A.
demam rematik mempengaruhi semua persendian, menyebabkan poliartritis.
Jantung merupakan organ sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya
paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan
tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism
tersebut, namun hal ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang terjadi
sebagai respon terhadap streptokokus hemolitikus. Leukosit darah akan tertimbun
pada jaringan yang terkena dan membentuk nodul, yang kemudian akan diganti
dengan jaringan parut. Miokardium tentu saja terlibat dalam proses inflamasi ini;
artinya, berkembanglah miokarditis rematik, yang sementara melemahkan tenaga
kontraksi jantung. Demikian pula pericardium juga terlibat; artinya, juga terjadi
pericarditis rematik selama perjalanan akut penyakit. Komplikasi miokardial dan
pericardial biasanya tanpa meninggalkan gejala sisa yang serius. Namun
sebaliknya endokarditis rematik mengakibatkan efek samping kecacatan
permanen.
Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya
tumbuhan kecil yang transparan, yang menyerupai manik dengan ukuran sebesar
kepala jarum pentul, tersusun dalam deretan sepanjang tepi bilah katup. Manic-
manik kecil itu tidak tampak berbahaya dan dapat menghilang tanpa merusak
bilah katup, namun yang lebih sering mereka menimbulkan efek serius. Mereka
menjadi awal terjadinya suatu proses yang secara bertahap menebalkan bilah-bilah
katup, menyebabkan menjadi memendek dan menebal disbanding yang normal,
sehingga tidak dapat menutup dengan sempurna. Terjadilah kebocoran, suatu
keadaan yang disebut regurgitasi katup. Tempat yang palinh sering mengalami
regurgitasi katup adalah katup mitral.

Pathway
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Gejala umum:
a. Tanda-tanda demam reumatik bisanya muncul 2-3 minggu setelah infeksi,
tetapi dapat juga muncul awal minggu pertama atau setelah 5 minggu.
b. Insiden puncak antara umur 5-15 tahun, demam reumatik jarang terjadi
sebelum umur 4 tahun dan setelah umur 40 tahun.
c. Karditis reumatik dan valvulitis dapat sembuh sendiri atau berkembang
lambat menjadi kelainan katup.
d. Karakteristik lesi adalah adanya reaksi granulomotosa perivaskuler dengan
vaskulitis.
e. Pada 75-85% kasus, yang terserang adalah katup mitral, katup aorta pada
30% kasus (tetapi jarang berdiri sendiri), dan mengenai katup pulmonalis
kurang dari5%.
1) Kriteria mayor
a. Karditis
Merupakan peradangan pada jantung (miokarditis atau endokarditis)
yang menyebabkan terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta
dengan manifestasi terjadi penuruna curah jantung (seperti hipotensi,
pucat, sianosis, berdebar-debar dan denyut jantung meningkat), bunyi
jantung melemah dan terdengar suarah bising katup. Pada auskultasi
akibatstenosisdari katup terutama mitral (bising sistolik), karditis paling
sering menyerang anak dan remaja. Beberapa tanda karditis, antara lain
kardiomegali, gagal jantung kongestif kanan dan kiri (pada anak yang
lebih menonjol sisi kanan), dan regurgitasi mitral serta aorta.
b. Poliatritis
Penderita penyakit ini biasanya datang dengan keluhan nyeri pada
sendi yang berpindah-pindah, radang sendi besar. Lutut, pergelangan kaki,
pergelangan tangan, siku (poliatritis migrans), gangguan fungsi sendi,
dapat timbul bersamaan tetapi sering bergantian. Sendi yang terkena
menunjukkan gejala radang yang khas (bengkak, merah, panas sekitar
sendi, nyeri dan disertai gangguan fungsi sendi). Kondisi ini berlangsung
selama 1-5 minggu dan mereda tanpa deformitas residual.
c. Khorea syndenham.
Merupakan gerakan yang tidak disengaja/ gerakan abnormal, bilateral,
tanpa tujuan dan involunter, serta seringkali disertai dengan kelemahan
otot, sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf pusat. Pasien yang
terkena penyakit ini biasanya mengalami gerakan tidak terkendali pada
ekstremitas, wajah dan kerangka tubuh. Hipotonik akibat kelemahan otot,
dan gangguan emosi selalu ada bahkan sering merupakan tanda dini.
d. Eritema marginatum.
Gejala ini merupakan manifestasi penyakit jantung reumatik pada kulit
berupa bercak merah dengan bagian tengah berwarna pucat sedangkan
tepinya berbatan tegas, berbentuk bulat dan bergelombang tanpa indurasi
dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak tangan.
e. Nodul supkutan.
Nodul ini terlihat sebagai tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya
perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama
serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu. Nodul ini muncul pada
permukaan ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendiaan kaki.
Nodul ini lunak dan bergerak bebes.
2) Kriteria minor
a. Memang mempunyai riwayat penyakit jantung reumatik
b. Nyeri sendi tanpa adanya tanda objektif pada persendian, klien juga sulit
menggerakkan persendian.
c. Deman namun tidak lebih dari 39ᴼ C dan pola tidur tertentu.
d. Leokositosis, peningkatan laju endapan darah (LED).
e. Protein krea (CPR) positif.
f. Peningkatan denyut jantung saat tidur.
g. Peningkatan anti streptolosin O (ASTO).
6. Komplikasi
a. Gagal jantung pada kasus yang berat.
b. Dalam jangka panjang timbul penyakit demam jantung reumatik.
c. Aritmia.
d. Perikarditis dengan efusi.
e. Pneumonia reumatik.
7. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan demam reumatik terdiri dari :
a. Istirahat ; bergantung pada ada tidaknya dan berat ringannya karditis.
Eradikasi kuman streptokok, untuk negara berkembang WHO menganjurkan
penggunaan benzatin penisilin 1,2 juta IM. Bila alergi terhadap penisilin
digunakan eritromisin 20 mg/kg BB 2x sehari selama 10 hari.
b. Penggunaan obat anti radang bergantung terdapatnya dan beratnya kardiris.
Prednison hanaya digunakan pada karditis dengan kardiomegali atau gagal
jantung.
c. Pengobatan suportif, berupa diet tinggi kalori dan protein serta vitamin
(terutama vitamin C) dan pengobatan terhadap komplikasi. Bila dengan
pengobatan medikamentosa saja gagal perlu di pertimbangkan tindakan
operasi pembetulan katup jantung.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan anti steptolisin
(ASTO), peningkatan laju endap darah (LED), terjadi leukositosis, dan dapat
terjadi penurunan hemoglobin.
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto toraks menunjukkan terjadinya pembesaran pada
jantung.
c. Pemeriksaan ekokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi.
d. Pemeriksaan elektrokardiogram
Menunjukkan interval PR menanjang
e. Apus tenggorokan
Ditemukan streptokokus beta hemolitikus grup A (Aspiani, 2010).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Penyakit jantung rematik kebanyakan menyerang pada anak-anak dan dewasa
hal ini lebih dikarenakan bakteri streptococcus sering berada di lingkungan
yangtidak bersih.Penyakit ini lebih sering terkena pada anak perempuan.

a. Identitas klien : Nama, umur, alamat, pendidikan


b. Riwayat kesehatan : Demam, nyeri, dan pembengkakkan sendi
c. Riwayat penyakit dahulu : Tidak pernah mengalami penyakit yang
sama, hanyademam biasa
d. Riwayat penyakit sekarang : Kardiomegali, bunyi jantung muffled dan
perubahan EKG
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat kesehatan lingkungan
• Keadaan sosial ekonomi yang buruk
• Iklim dan geografi
• Cuaca
g. Imunisasi
h. Riwayat nutrisi
Adanya penurunan nafsu makan selama sakit sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi berubah. Pemeriksaan fisik Head to Toe:
- Kepala : Ada gerakan yang tidak disadari pada wajah, sclera anemis,
terdapat napas cuping hidung, membran mukosa mulut pucat.
- Kulit : Turgor kulit kembali setelah 3 detik, peningkatan suhu tubuh
sampai 39ᴼC.
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : dapat terjadi kardiomegali
Perkusi : redup
Auskultasi : terdapat murmur, gallop
- Abdomen
Inspeksi perut simetris
Palpasi kadang-kadang dapat terjadi hepatomigali
Perkusi tympani
Auskultasi bising usus normal
- Genetalia : Tidak ada kelainan
- Ekstermitas : Pada inspeksi sendi terlihat bengkak dan merah, ada
gerakan yang tidak disadari, pada palpasi teraba hangat dan terjadi
kelemahan otot.
i. Data fokus yang didapat antara lain:
• Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat
celcius namun tidak terpola.
• Adanya riwayat infeksi saluran napas.
• Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebardebar.
• Nyeri abdomen, mual, anoreksia, dan penurunan hemoglobin.
• Arthralgia, gangguan fungsi sendi.
• Kelemahan otot.
• Akral dingin.
• Mungkin adanya sesak.
j. Pengkajian data khusus:
• Karditis : takikardi terutama saat tidur, kardiomegali, suara sistolik,
perubahan suarah jantung, perubahan Elektrokardiogram (EKG), nyeri
prekornial, leokositosis, peningkatan Laju endap darah (LED), peningkatan
Anti Streptolisin (ASTO).
• Poliatritis : nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi, menyebar pada sendi
lutut, siku, bahu, dan lengan (gangguan fungsi sendi).
• Nodul subkutan : timbul benjolan di bawah kulit, teraba lunak dan
bergerak bebas. Biasanya muncul sesaat dan umumnya langsung diserap.
Terdapat pada permukaan ekstensor persendian.
• Khorea : pergerakan ireguler pada ekstremitas, infolunter dan cepat,
emosi labil, kelemahan otot.
• Eritema marginatum : bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan
telapak tangan, bercak merah dapat berpindah lokasi, tidak parmanen,
eritema bersifat non-pruritus (Aspiani, 2010).
2. Diagnosis Keperawatan

1. Penurunan curah jantung (D.0008) berhubungan dengan perubahan


kontraksi otot jantung. Ditandai dengan wajah pasien pucat, dada terasa
berdebar debar, suara jantung abnormal yaitu murmur, takikardi, hipotensi.
2. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agens cedera biologis.
Ditandai dengan pasien mengeluh nyeri dada.
3. Intervensi

NO SDKI SLKI SIKI

1. Penurunan curah Curah Jantung Perawatan jantung (I.02075)


jantung (D.0008) (L.02008) Observasi
berhubungan Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda dan gejala
dengan 1. Kekuatan Nadi primer penurunan curah jantung
perubahan perifer meningkat 2. Identifikasi tanda dan gejala
kontraksi otot 2. Palpitasi menurun sekunder penurunan curah
jantung. Ditandai 3. Bradikardi menurun jantung
dengan wajah 4. Takikardi menurun 3. Monitor tekanan darah
pasien pucat, 5. Lelah menurun 4. Monitor intake dan output
dada terasa 6. Edema menurun cairan
berdebar debar, 7. Disteni vena 5. Monitor BB pada waktu yang
suara jantung jugularis menurun sama setiap hari
abnormal yaitu 8. Dipsnea menurun 6. Monitor saturasi oksigen
murmur, 9. Oliguria menurun 7. Monitor keluhan nyeri dada
takikardi, 10. Sianosis menurun 8. Monitor aritmia
hipotensi. 11. Batuk menurun 9. Periksa TD dan frekuensi nadi
12. Hepatomegali sebelum dan sesudah aktivitas
menurun Terapeutik
13. Tekanan darah 1. Posisikan pasien semi fowler
membaik atau fowler
2. Berikan diet jantung yang sesuai
3. Berikan terapi relaksasi untuk
menghindari stress jika perlu
4. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian anti
aritmia
2. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
2. Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238)
(D.0077) Kriteria Hasil: Tindakan
berhubungan 1. kemampuan Observasi:
dengan agens menuntaskan 1. lokasi, karakteristik, durasi,
cedera biologis. aktivitas meningkat frekuensi, kualitas, intensitas
Ditandai dengan 2. keluhan nyeri nyeri
pasien mengeluh menurun 2. Identifikasi skala nyeri
nyeri dada. 3. meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
4. gelisah menurun verbal
5. kesulitan tidur 4. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
6. menarik diri memperingan nyeri
menurun Terpeutik:
7. berfokus pada diri 5. Berikan teknik
sendiri menurun nonfarmakologis untuk
8. frekuensi nadi mengurangi rasa nyeri (mis.
membaik TENS, hypnosis, akupresur,
9. tekanan darah terapi musik, biofeedback,
membaik terapi pijat, aroma terapi,
10. pola tidur membaik teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
6. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi:
9. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
10. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
12. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Kilaborasi:
13. Kolaborasi pemberian
analgesik

4. Implementasi
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu kepada rencana tindakan atau
intervensi yang telah ditetapkan atau di buat.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan
telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu kepada kriteria
evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan 2 cara yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap tindakan yang
dilakukan.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui secara keseluruhan apakah tujuan
tercapai atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Y. R (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular


Aplikasi NIC & NOC. Jakarta. EGC

Ngastiyah  (2007), Perawatan Anak Sakit, Edisi III EGC ,Jakarta.

Brunner dan Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media
Aesculapius. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed.
6 Vol 1. EGC. Jakarta.

Slamet suyono, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai