Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN

Demam reumatik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskuler kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan system saraf pusat. Insidensi demam reeumatik telah sangat berkurang di Eropa Barat dan Amerika Utara selama beberapa decade terakhir, terutama disebabkan oleh perbaikan kondisi sosio-ekonomi serta pengenalan dan penggunaan antibiotik secara luas. Namun diseluruh dunia, terdapat 15-20 juta kasus baru demam reumatik per tahun, dan di Negara-negara berkembang insidensi demam reumatik sekitar 25-50% perawatan penyakit jantung di rumah sakit. Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Diagnosis kerja terhadap seorang pasien demam rematik/penyakit jantung rematik menentukan sekali, apakah benar-benar kita akan membantu pasien meningkatkan kualitas hidup yang baik atau sebaliknya, yang membebani pasien yang berat, baik mental, fisik ataupun sosioekonomi untuk seumur hidup bagi pasien ataupun keluarganya. Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran. Sehingga pencegahan sekunder adalah usaha mencegah terjadinya infeksi kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A pada pasien-pasien yang pernah mengalami demam rematik dan penyakit jantung rematik. Pencegahan ini dilakukan dalam jangka 1

lama, yang memerlukan kesabaran baik pasien, petugas kesehatan ataupun dokter. Mengingat demam reumatik dan penyakit jantung rematik menyebabkan cacat seumur hidup pada jantung. Dan cacat tersebut menyebabkan umur harapan hidup akan berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Rematik 2.1.1 Definisi Penyakit jantung rematik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat demam reumatik, atau kelainan karditis reumatik. Sedangkan demam rematik akut merupakan peradangan sistemik yang merupakan komplikasi lambat nonsupuratif dari infeksi tenggorokan karena kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A dengan periode laten 1-5 minggu. 2.1.2 Epidemiologi dan Insiden Berdasarkan penelitian, insiden demam rematik dan penyakit jantung rematik di Eropa dan Amerika menurun, sedangkan di Negara tropis dan subtropis masih terlihat peningkatan yang agresif, seperti kegawatan karditis dan payah jantung yang meningkat. Demam rematik akut juga dilaporkan sebagai penyebab utama terjadinya penyakit jantung untuk usia dibawah 45 tahun, juga dilaporkan bahwa demam rematik dan penyakit jantung rematik adalah penyebab utama kematian penyakit jantung untuk usia di bawah 45 tahun, juga dilaporkan 25-40% penyakit jantung disebabkan oleh penyakit jantung rematik untuk semua umur. 2.1.3 Etiologi Penyebab dari demam rematik adalah akibat dari respon reaksi antigenantibodi yang terjadi dalam jangka waktu antara 1-4 minggu setelah terjadinya infeksi dengan Streptococcus Hemoliticus grup A pada saluran nafas bagian atas. 2.1.4 Faktor Predisposisi Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya demam rematik, antara lain ialah usia, genetik, tingkat social ekonomi dan lain-lain ynag masih diperdebatkan seperti ras, etnik, geografis, jenis kelamin, iklim dan status gizi.

Serangan pertama demam reumatik yang tertinggi adalah pada usia 5-15 tahun. Faktor genetik dianggap mempunyai peranan dalam timbulnya demam rematik. Demam rematik cenderung mengenai lebih dari satu anggota keluarga dan lebih sering pada saudara kembar monozigotik walaupun keduanya berada dalam lingkungan yang sama. Tingkat kehidupan social ekonomi yang rendah memegang peranan penting dalam timbulnya demam rematik. Terbukti di negara yang sudah maju ternyata dnegan perbaikan ekonomi terdapat penurunan angka kejadian dan ini terjadi sebelum ditemukannya obat-obat antimikroba. 2.1.5 Patogenesis Meskipun sampai sekarang ada hal-hal yang belum jelas, tetapi ada penelitian yang mendapatkan bahwa demam rematik yang mengakibatkan penyakit jantung rematik terjadi akibat sensitisasi dari antigen Streptococcus sesudah 1-4 minggu infeksi Streptococcus di faring. Lesi yang patognomonik demam rematik adalah Badan Aschoff sebagai diagnosis histopatologik. Sering ditemukan juga pada saat tidak adanya tandatanda keaktifan kelainan jantung, dan dapat bertahan lama setelah tanda-tanda gambaran klinis menghilang, atau masih ada keaktifan laten. Pada penyakit jantung rematik biasanya terkena ketiga lapisan endokard miokard dan perikard secara bersamaan atau sendiri-sendiri atau kombinasi. Pada endokard yang terkena utama adalah katup-katup jantung dan 50% mengenai katup mitral. Pada keadaan dini demam rematik akut katup-katup yang terkena ini akan merah, edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai Verruceae. Setelah agak tenang katup-katup yang terkena menjadi tebal, fibrotic, pendek dan tumpul yang menimbulkan stenosis. 2.1.6 Diagnosis Penyakit Jantung Rematik Untuk menegakkan diagnosis penyakit jantung rematik dipakai ktiteria diagnostic yang diajukan oleh Dr.T. Ducket Jones yang dibagi dalam kriteria mayor dan kriteria minor. Kriteria mayor terdiri dari : 1. Karditis 4

Manifestasi karditis bisa berupa perikarditis, miokarditis, endokarditis, atau ketiganya (pankarditis). Penampilan perikarditis adalah nyeri prekordial, dan pada auskultasi dapat terdengar friction rub. Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran jantung dan tanda-tanda payah jantung. Sedangkan endokarditis yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada daun katup menyebabkan terdengarnya bising yang berubah-ubah. Ini menandakan bahwa kelainan yang ditimbulkan pada katup belum menetap. Bila bising menetap, maka berarti sudah terjadi gejala sisa pada katup. Bising yang umumnya terdengar adalah bising sistolik di daerah apeks yang menunjukkan adanya regurgitasi mitral. Karakteristik bising sistolik ini adalah high pitch dan blowing. 2. Poliarthritis migrans Athralgia dan arthritis pada demam rematik umumnya mengenai lebih dari satu sendi dan berpindah-pindah sehingga disebut poliarthritis migrans. 3. Khorea Khorea merupakan gangguan syaraf yang mengakibatkan gerakan bagian bagian tubuh yang tidak terkendali, lemah otot dan gangguan emosi. 4. Nodul Subkutan Nodul subkutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan yang keras dibawah kulit tanpa perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu. 5. Eritema marginatum Kelainan ini berupa bercak kulit (rash) dan umumnya ditemukan di tubuh, kadang-kadang pada bagian proksimal ekstremitas, tetapi tidak di wajah. Gejala-gejala yang tidak begitu khas atau kriteria minor adalah demam, artralgia, riwayat demam rematik atau penyakit jantung, rematik sebelumnya, interval P-R pada EKG yang memanjang, anemia, leukositosis, LED yang meningkat dan CRP yang positif.

Ditambah oleh bukti-bukti adanya suatu infeksi Streptococcus DNA-se B.

yaitu

hapusan tenggorok yang positif atau kenaikan titer tes serologi ASTO dan antiBila terdapat adanya infeksi Streptococcus sebelumnya maka diagnosis demam reumatik atau penyakit jantung rematik didasarkan atas adanya dua gejala mayor atau satu gejala mayor dengan dua gejala minor. 2.1.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan demam rematik aktif atau reaktivasi adalah sebagai berikut : 1. Tirah baring 2. Eradikasi dan selanjutnya profilaksis terhadap kuman Streptokokus dengan pemberian injeksi Benzatin penisilin secara intramuskuler. Bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan 1,2 juta unit dan bila kurang dari 30 kg diberikan 600.000-900.000 unit. 3. Untuk anti radang dapat diberikan obat salisilat atau prednisone tergantung keadaan klinisnya. Kelompok Klinis Tirah Baring (minggu) Karditis (-) Artritis (+) Karditis (+) Kardiomegali (-) Karditis (+) 6 >6 6 >12 2 4 Mobilisasi Bertahap (minggu) 2 4 Salisilat 100 mg/kg/hari selama 2 minggu dan selanjutnya 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Prednison 2 mg/kg/hari selama 2 minggu dan diturunkan selama 2 secara minggu, salisilat mulai bertahap sampai habis selanjutnya 75mg/kg/hari minggu. 6 Pengobatan

Kardiomegali (+) Karditis (+) Gagal jantung (+)

minggu ke-3 selama 6

2.1.8 Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel jantung). Pada gagal jantung, miokard kehilangan fungsinya sehingga terjadi penurunan cardiac output. Pada keadaan mitral stenosis, darah sedikit dapat melewati katup yang sempit dari atrium kiri ke ventrikel kiri (restriksi dan obstruksi pengisian ventrikel), sehingga darah banyak terkumpul di atrium menyebabkan atrium dilatasi dan hipertrofi. 2.1.9 Prognosis Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata demam reumatik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Stenosis mitral sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian demam rematik ini.

2.2 Stenosis Mitral 2.2.1 Definisi Stenosis mitral merupakan keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral.

Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastole. 2.2.2 Etiologi Penyebab stenosis mitral paling sering adalah demam reumatik. Pada umumnya demam rematik akut terjadi pada masa anak-anak, setelah melalui masa yang cukup lama (rata-rata 19 tahun) kemudian timbul awal keluhan dari stenosis mitral pada usia dewasa. Pada stenosis mitral yang disebabkan oleh demam reumatik terjadi deformitas katup berupa fusi korda tendinea maupun komisura dengan akibat berkurangnya area katup mitral. 2.2.3 Perubahan Hemodinamik Obstruksi pada daerah inflow katip mitral maka pengisian ventrikel kiri saat diastole terganggu. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan di dalam ruang atrium kiri serta pembuluh darah kapiler paru. Apabila peningkatan ini melebihi 30 mmHg maka akan terjadi edema paru. Dengan lamanya perjalanan penyakit maka akan terjadi pula hipertensi pulmonal sehingga ventrikel kanan menerima tambahan beban tekanan saat sistolik (pressure overload). Setelah melewati mekanisme kompensasi berupa hipertrofi ventrikel kanan lama kelamaan akan terjadi gagal jantung kanan dengan tanda-tanda distensi vena jugularis, hepatomegali serta edema tungkai. 2.2.4 Diagnosis 1. Anamnesis Dispneu saat aktivitas, dapat disertai batuk dan wheezing yang sering dipresipitasi oleh infeksi saluran nafas sebagai faktor pencetus. Pada obstruksi yang kritis, timbul orthopnea dan gejala edema paru. Keluhan lain berupa palpitasi karena takikardi atau fibrilasi atrium, batuk darah, nyeri dada, suara parau serta keluhan akibat kejadian tromboemboli atau fungsi ventrikel kanan yang terganggu. 2. Pemeriksaan Fisik - Inspeksi : Facies mitral - Palpasi : Pulsus perifer kecil bila stroke volume berkurang, gelombang a yang prominen pada pulsus vena jugular dengan irama sinus sedangkan 8

pada AF tampak gelombang v atau c-v yang prominen, gelombang presistolik atau pengisian cepat saat awal diastolic yang teraba, bunyi S1 yang teraba, thrill diastolic, terangkatnya ventrikel kanan dan terabanya bunyi P2 pada hipertensi pulmonal. - Auskultasi : bunyi S1 keras bila belum terjadi kalsifikasi katup mitral, p2 mengeras, splitting S2 menyempit, S2 akhirnya menjadi tunggal dan mengeras, bunyi S4 dari ventrikel kanan, opening snap, bising mid diastolic, bising presistolik, bising sistolik akibat TR atau PR (Graham Stell). 3. EKG - P mitral (pembesaran atrium kiri), deviasi aksis ke kanan, hipertrofi ventrikel kanan, atrial fibrilasi. 4. Foto rontgen dada - Dilatasi atrium kiri, pembesaran arteri pulmoner, atrium dan ventrikel kanan pada MS berat, kalsifikasi katup mitral, tanda-tanda bendungan vena pulmonalis, edema interstitial, edema paru (batwing appearance). 5. Laboratorium - Pemeriksaan khusus untuk menegakkan ada tidaknya rheuma aktif, leukositosis, ASTO, CRP. 6. Ekokardiografi : - Menentukan derajat MS dari area katup mitral. - Mengukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kanan - Karakteristik katup mitral (dooming), skor katup mitral dan apparatus. - Ada tidaknya thrombus terutama di atrium kiri - Menentukan derajat hipertensi pulmonal - Kelainan katup lainnya yang menyertai, kontraktilitas ventrikel kiri. 7. Ekokardiografi transesofageal : Dilakukan bila terdapat keraguan kemungkinan adanya thrombus. 8. Kateterisasi : - Mengukur beda tekanan antara atrium dan ventrikel kiri. 9

- Menentukan derajat hipertensi pulmonal. - Angiografi koroner bila usia penderita 40 tahun. -Mengevaluasi ekokardiografi. 2.2.5 Penatalaksanaan Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas. Intervensi dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat subvalver, komisurotomi atau penggantian katup) dan non bedah (valvulotomi dengan dilatasi balon). Pengobatan farmakologis hanya diberikan apabila ada tanda-tanda gagal jantung, aritmia ataupun reaktivasi rheuma. 2.3 Gagal Jantung 2.3.1 Definisi Gagal jantung adalah keadaan dimana jangtung tidak lagi mampu memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh, walaupun darah balik masih normal. 2.3.2 Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association (NYHA) a) NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa. b) NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada. c) NYHA kelas III, penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan

adanya

ketidaksesuaian

antara

klinis

dan

10

fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas. d) NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan. 2.3.3 Patofisiologi Sindrom gagal jantung dapat dibagi dalam 2 komponen yaitu gagal miokardium yang ditandai dengan menurunnya kontraktilitas, serta respon sistemik terhadap menurunnya fungsi miokardium yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas simpatetik, aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron dan stimulasi pelepasan vasopressin serta vasokonstriksi arteria renalis. Pada gagal jantung terjadi berbagai penyesuaian kompensatorik yang bertujuan mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan. Mekanisme intrinsik jantung berupa meningkatkan curah jantung dengan cara mekanis, yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi dan bentuk ventrikel. Bila perubahan-perubahan tersebut efektif, secara klinik tidak akan Nampak adanya sindrom gagal jantung meskipun ventrikel sudah mengalami perubahan (hipertrofi dan perubahan bentuk) stadium ini adalah stadium compensated failure. Bila perubahan-perubahan kompensatorik pada jantung tersebut sering tidak cukup untuk menunjang sirkulasi, selanjutnya terjadi perubahan-perubahan auto regulatorik, melalui system neuro-endokrin untuk mempertahankan tekanan darahdengan vasokonstriksi, retensi cairan dan meningkatnya stimulasi adrenergic. Terjadi redistribusi aliran darah dari daerah yang mengalami vasokonstriksi, mengakibatkan edema, kelelahan dan sesak nafas. Stadium ini adalah stadium decompensated heart failure. 2.3.4 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kanan Bendungan vena jugularis Kussmaul Gagal Jantung Kiri Dispnea saat beraktivit as Gagal Jantung Kongestif Kehilangan berat badan progresif kakeksia /

11

Hepatomegali Nyeri tekan pada hepar Anoreksia, rasa penuh mual Edema tungkai Edema anasarka Asites Terangkatnya sternun saat sisitolik /

saat berbaring malam hari

Hipotensi sistolik Kriteria mayor Dispnea nokturnal paroksisma l dan ortopnea Peningkata n vena jugularis dan Ronchi basal Kardiomeg ali Edema paru akut Irama derap S3 Peningkata n tekanan vena > 16 cm H2O Kriteria minor Edema pergelanga n kaki Batuk malam hari Dyspnea Hepatome gali Efusi

Batuk non produktif Ronkhi basal paru Hemoptisis Sulit menelan Kulit pucat dan dingin sianosis Demam ringan Keringat Kelemahan dan keletihan Pulsus alterans Ronkhi gallop/S3

12

pleura Kapasitas vital berkurang Takikardi

2.3.5 Penatalaksanaan Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek yaitu mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyebab, faktor-faktor pencetus dan kelainan yang mendasari. Meningkatkan oksigenasi Pemberian oksigen Menurunkan konsumsi O2 istrirahat / pembatasan aktifitas adrenergik adrenergik Xantin Amiodaron Cardiac glycosida (digoxin) Menurunkan preload Diit rendah garam Diuretik Vasodilator ACE inhibitor, ISDN, Nitrogliserin, Nitropusid Menurunkan afterload Komplikasi yang dapat terjadi pada gagal jantung ini adalah efusi pleura, aritmia, thrombus ventrikel kiri dan hepatomegali. 2.3.6 Komplikasi

Memperbaiki kontraktilitas jantung

Menurunkan beban jantung

13

RESPONSI JANTUNG RSU HAJI SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012 Pembimbing : dr. Triningsih, SpJP

1.

Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Agama Suku/Bangsa Alamat Tanggal MRS Tgl PMx : Ny. Mudikah : 52 th : Perempuan : Islam : Jawa/Indonesia : Jl. Lebak Timur IV/6 : 29 Desember 2012 : 30 Oktober 2012-

2.

Keluhan Utama : Dada panas a.Riwayat Penyakit Sekarang : Pada hari sabtu (29 Desember 2012) lalu, pasien mengeluh mual, tidak makan minum , lemas, dada terasa panas dan nyeri. Pasien tidak dapat mengatakan lokasi nyeri,seluruh dada terasa nyeri. Batuk berdahak sejak 5 hari sebelum MRS. Keringat dingin, mudah lelah, tidur bantal 1 lebih nyaman bila miring ke kiri. b. Riwayat Penyakit Dahulu: PJK 4 tahun lalu c. Riwayat Penyakit Keluarga : Asma 14

d. Riwayat Sosial Senang akan pedas dan asin 3. Pemeriksaan fisik a. KU b. c. d. Kesadaran GCS Vital sign Tekanan Darah Nadi RR Suhu Aksila e. Kepala/Leher : A(-)/I(-)/C(-)/D(+) Mata cowong -/- ; Pernapasan cuping hidung (-) ; Pembesaran KGB (-), Pembesaran Thyroid (-) ; JVP (-) f. Thorax : Pulmo : I: normochest, simetris, retraksi (-) P: simetris, fremitus D-S sama P: sonor/sonor A: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/- Cor : I: Ictus cordis tampak P: Ictus cordis kuat angkat P: Cardiomegali A: Diastolik murmur - Abdomen I :flat, tumor (-) 15 : 130/70 mmHg : 88x/menit : 26x/menit : 37,50C : Baik : compos mentis : 456

P P A g. Ekstremitas :

: supel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Ren ttb : timpani, meteorismus (-) : bising usus normal Edema Cyanosis

Akral hangat

4.

Laboraturium : a. Laju Endap Darah I : 20 mm/jam b. Darah lengkap : Hb Leukosit Trombosit Hematokrit GDA stick BUN Creatinin serum SGOT SGPT Kalium Natrium Chloride S. Typhi O : 13,9 g/dl : 12.130 /mm3 : 203.000 /mm3 : 39,1 % : 106 mg/dl : 16 mg/dl : 0,7 mg/dl : 39 U/L :19 U/L : 3,2 mmol/L : 140 mmol/L : 98 mmol/L : Negatif 16

c. Kimia klinik :

d. K/Na/Cl :

e. Widal :

5.

S. Typhi H Foto Thorax

: Negatif

S. Paratyphi A-H : Negatif

Interpretasi : CTR 78%, karena diatas 55% dapat kita sebut cardiomegaly Posisi setengah duduk 17

6.

KV cukup Batas jantung kiri melebar karena melebihi garis mid clavicula sinistra Batas jantung kanan melebar melebihi garis para sternal dextra EKG

18

19

SOAP

20

Hari/Tgl Minggu, 30-12-2012

S Sesak(+) Dada berdebardebar (-) Panas (-) Nyeri perut (-) Mual (-) Muntah (-)

O
KU: tampak sakit sedang Kesadaran: CM/456 Vital sign: N: 90x/m RR: 28x/m TD: 100/60 mmHg Tax: 36,80C K/L: A/I/C/D -/-/-/MC-/-; Pch (-); Pemb. KGB (-) JVP Thorax: Pulmo: I: normochest, simetris, retraksi (-) P: simetris, fremitus sama D-S P: depan/belakang Sonor Sonor A: vesikuler/vesikuler; Rh-/-; Wh -/Cor: I: Ictus cordis tampak P: Ictus cordis kuat angkat P: Cardiomegali A: (-) Abdomen: I: flat P: supel, (-), H/L/R TTB A: BU (N) Ekstrimitas: AH: + + + + Edema: Cyanosis: S1S2 tunggal, murmur (+), gallop Sonor Sonor

A RHD MS+AF moderate+DC II-III

P -O2 nasal 3l/m -Infus RL 500ml / 24 jam -Mnum max 500ml / 24 jam -Dicek urine tampungnya, pasien turun untuk kencing dan ditampung sendiri -Furosemid inj 3x1 ampul -Spironolactone 100mg 1-0-0 -Digoxin tab 1-00 -Ceftriaxone inj 2x1 -Ksr tab 1-1-1 -ECG tiap pagi -Cek SE

21

7. -

ECHOCARDIOGRAPHY Dimensi rung jantung : LA, RA, RV dilatasi Fungsi sistolik LV global dan segmental : IVS paradoksal, EF 53 % Katup-katup : MS berat (MVA by plaimetri 0,7 cm2, by PHT 0,5 cm2) dgn wikins score 1-2-2-2, AR ringan, TR ringan Hipertensi pulmonal ringan (est PASP 52 mmHg) Kontraktilitas RV normal PE (-), lasec (+)

IV. Resume Perempuan usia 52 tahun datang mengeluh dada panas, selain itu pasien juga sesak sejak hari sabtu lalu. Pasien tidak bisa mengatakan lokasi nyeri, pasien

22

hanya merasakan seluruh dadanya nyeri. Sebelum ini pasien mengeluh batuk berdahak sejak 5 hari yang lalu sebelum MRS. Pasien juga mengeluh berkeringat dingin, mudah lelah, dan lebih nyaman tidur dengan satu bantal dan badan miring ke kiri. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien permah mengalami penyakit jantung koroner 4 tahun yang lalu. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga memiliki penyakit asma. Riwayat Sosial : (-) Riwayat Alergi : (-)

Pemeriksaan Fisik : KU : baik Kesadaran : CM/456 Vital Sign : Tekanan darah : 130/70 mmHg Nadi : 88 x/mnt Suhu axilla : 37,5 oC RR : 26 x/menit Kepala/Leher : A(-)/I(-)/C(-)/D(+) Mata cowong -/- ; Pernapasan cuping hidung (-) ; Pembesaran KGB (-), Pembesaran Thyroid (-) ; JVP (-) Thorax : o Pulmo : I: normochest, simetris, retraksi (-) P: simetris, fremitus D-S sama P: Sonor/sonor 23

A: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/o Cor : I: Ictus cordis tampak P: Ictus cordis kuat angkat P: Cardiomegali A: Diastolik murmur Abdomen: I : flat, tumor (-) P : supel, Hepar/Lien/Ren ttb P : timpani, meteorismus (-) A : bising usus (+) normal Ekstremitas : Akral hangat Edema Cyanosis

V. DIAGNOSIS RHD MS + DC grade II-III Planning Diagnosis: DL, GDA, Serum Creatinin, Serum elektrolit, CRP, ASTO, Foto Thorax, EKG, Echocardiography Terapi: Medikamentosa O2 3l/m Rl Ranitidin 2-4 mg/kgbb 1-1-1 Ondancetron 4mg 1-1-1 Ceftriaxone 1-2gr 1-1-1 Antrain 500mg 1-1-1 bila masih nyeri Obat jantung diteruskan Operatif 24

Valvulotomi VI. Monitoring dan Edukasi Edukasi : Penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai diagnosa dan kemungkinan penyebab terjadinya penyakit. Minum obat dan kontrol teratur, hindari aktivitas yg tinggi. Kontrol ke dokter jantung apabila pasien masih merasa berdebar-debar, dan control asupan makanan. Monitoring : Vital sign, GDA, lab, EKG, Foto Torax, Gejala klinis yang menyertai. VIII. Prognosis : Dubia at malam.

DAFTAR PUSTAKA

25

1. Joewono, BS. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press, 2003. Hal 79-89 dan 135-146. 2. Boestan, IN. Pedoman Diagnosis dan Terapi Jntung dan Pembuluh Darah . Surabaya : RSUD Dr. Soetomo , 2010. Hal. 46-50 dan 82-86. 3. Gray, H dan Dawkins, K. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga, 2005. hal 200-216 4. Rilantono, LI & Baraas,F. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai penerbit Universitas Indonesia, 1996. Hal 115-144. 5. Sudoyo, AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit Universitas Indonesia; 2006. hal 1560-1575. 6. Sanif, ME. Penyakit Jantung Rematik. 19 Juni 2010. (online). diakses 1 (http://www.jantunghipertensi.com/artikel/22-jantung-rematik.html, Januari 2012)

26

Anda mungkin juga menyukai