Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN PJR

I. Konsep Penyakit Jantung Rematik

1.1 Definisi/deskripsi penyakit

Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic heart
disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup
jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam rematik.

Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic heart
disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup
jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam rematik.

Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang


mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung
dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A
(Pusdiknakes, 1993).

Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut,
subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus
beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam
reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar keras,
kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok
usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun
dan penduduk di atas 50 tahun.

Rheumatic fever adalah suatu penyakit inflamasi akut yang diakibatkan oleh
infeksi streptococcus hemolytic group A pada tenggorokan (faringitis),
tetapi tanpa disertai infeksi lain atau tidak ada infeksi streptococcus di tempat
lain seperti di kulit. Karakteristik rheumatic fever cenderung berulang
(recurrence) (Udjianti, 2010).

Rheumatic fever terdiri atas beberapa manifestasi klinis 1) arthritis (paling


sering) 2) carditis (paling serius) 3) chorea (paling jarang dan tidak berkaitan)
4) subcutaneous nodule 5) erythema marginatum (Udjianti, 2010).

Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara


adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung
rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang
menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali
terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan
penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan
racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan
mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup
mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut
sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

1.2 Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi


autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi
streptococcus hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului
terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun
demam reumatik serangan ulang.

Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu


mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun
serangan ulang.

Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa
predisposisi antara lain :

Faktor-faktor pada individu :

1. Faktor genetik

Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal
dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.

2. Jenis kelamin

Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan


anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan
jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan
pada satu jenis kelamin.

3. Golongan etnik dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang


demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding
dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab
mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan
tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.

4. Umur

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya


demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun.
Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia
sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus
adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain

Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan


apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

6. Reaksi autoimun

Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian


dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam
katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada
reumatik fever.

7. Serangan demam rematik sebelumnya.

Serangan ulang demam rematik sesudah adanya reinfeksi dengan


Streptococcus beta-hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang
sebelumnya pernah mendapat demam rematik.

Faktor-faktor lingkungan :

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai


predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di
negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik
termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang
buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga
pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang;
pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang
dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.

2. Iklim dan geografi

Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak


didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih
tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya
insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.

3. Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi


saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga
meningkat.

1.3 Tanda gejala

Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik.


Demam reumatik merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai
terutama jantung, sendi, otak dan jaringan kulit. Tanda dan gejala akut demam
reumatik bervariasi tergantung organ yang terlibat dan derajat keterlibatannya.
Biasanya gejala-gejala ini berlangsung satu sampai enam minggu setelah
infeksi oleh Streptococcus.

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat


dibagi dalam 4 stadium.

1.3.1 Stadium I

Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus


Hemolyticus Grup A.

Keluhan :

Demam
Batuk
Rasa sakit waktu menelan
Muntah
Diare
Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.

1.3.2 Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya
periode ini berlangsung 1 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul
6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

1.3.3 Stadium III

Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik,
saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik
/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik
demam reumatik /penyakit jantung reumatik.

Gejala peradangan umum :

Demam yang tinggi


Lesu
Anoreksia
Berat badan menurun
Kelihatan pucat
Epistaksis
Athralgia
Rasa sakit disekitar sendi
Sakit perut
1.3.4 Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam


reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik
tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.

Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan


katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya
kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun
penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.

Manifestasi Klinik menurut Jones (1982)

Kriteria mayor :

1. arditis

Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau


endokarditis ) yang menyebabkan terjadinya gangguan pada katup
mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah jantung
( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate
meningkat ), bunyi jantung melemah, dan terdengar suara bising
katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup terutama mitral (
bising sistolik ), Friction rub.

2. Polyarthritis

Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri


pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar, lutut,
pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ),
gangguan fungsi sendi.

3. Khorea Syndenham

Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal ,


bilateral,tanpa tujuan dan involunter, serta sering kali disertai dengan
kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf
pusat.

4. Eritema Marginatum

Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa


bercak-bercak merah dengan bagian tengah berwarna pucat
sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan
bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada
batang tubuh dan telapak tangan.
5. Nodul Subcutan

Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah


kulit tanpa adanya perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul
pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu.
Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul
pada permukaan ekstensor sendi terutama siku,ruas
jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.

Kriteria Minor :

Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit


jantung reumatik
Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada
sendi; pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius
Leukositosis
Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
C-Reaktif Protein (CRF) positif
P-R interval memanjang
Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)

Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala


umum seperti , akral dingin, lesu,terlihat pucat dan anemia akibat
gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul juga gangguan
pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual
dan anoreksia

Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria
minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.

1.4 Patofisiologi

Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), demam rematik
terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara
jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh
terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen
asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat
antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen
jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat
terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderia demam
rematik dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin
berperanan dalam kejadian demam rematik ialah stretolysin titer 0, suatu
produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal
bersifat toxik terhadap jaringan myocard. Beberapa di antara berbagai antigen
somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk
waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada
penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.

1.5 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR)


diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di
seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau
sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung).

1.5.1 Dekompensasi Cordis

Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan


terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi
keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena
kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur
jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau
gabungan kedua faktor tersebut.

Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu
dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah
menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati
penyakit primer.

1.5.2 Pericarditis

Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari


reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum
pericard.

1.6 Pemeriksaan Penunjang

1.6.1 Pemeriksaan darah

LED tinggi sekali


Lekositosis
Nilai hemoglobin dapat rendah

1.6.2 Pemeriksaan bakteriologi

Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.


Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti
hyaluronidase.

1.6.3 Radiologi

Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada


jantung.
1.6.4 Pemeriksaan Echokardiogram

Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi

1.6.5 Pemeriksaan Elektrokardiogram

Menunjukan interval P-R memanjang.

Bukti-bukti infeksi streptococcus :

Kultur positif
Ruam skarlatina
Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat

1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam reumatik aktif atau reaktivasi kembali diantaranya


adalah :

Tirah baring dan mobilisasi (kembali keaktivitas normal) secara bertahap


Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian
antibiotic penisilin atau eritromisin. Untuk profilaksis atau pencegahan
dapat diberikan antibiotic penisilin benzatin atau sulfadiazine
Antiinflamasi (antiperadangan). Antiperadangan seperti salisilat dapat
dipakai pada demam reumatik tanpa karditis (peradangan pada jantung)

Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-


hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada
radang tersebut. Ini dapat berupa :

1. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A

Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan


dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi
terhadap penicillin.

2. Obat anti rematik

Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna


untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR

3. Diet

Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.

4. Istirahat

Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk


jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari
pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat
rata-rata 3 minggu 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan
yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
5. Obat-obat Lain

Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi


kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea
diberikan largactil dan lain-lain.

1.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan

2.1 Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data


yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

1. Identitas Pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan
terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.

2.2 Riwayat keperawatan

a. Riwayat penyakit dahulu


b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayata penyakit keluarga

2.3 Pemeriksaan fisik: data fokus

a. Data Subjektif

Kelelahan, kelemahan, Nyeri abdomen, nafsu makan menurun, gelisah, mual,


muntah, batuk, dyspnea, sakit pada dada, nyeri sendi, sesak nafas, sulit
menelan, dan jantung berdebar-debar

b. Data Objektif

Takipnea( pernapasan cepat dan dangkal ), bunyi nafas adventisius (krekels


dan mengi), Takikardia, disritmia, Friction rub, murmur, edema, penurunan
TD, peningkatan suhu tubuh yang tidak terpola, Peningkatan Anti Streptolisin
O ( ASTO), peningkatan laju endap darah ( LED)

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

Diagnosa 1: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

2.2.2 Batasan karakteristik

Berat badan kurang dari 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk
tinggi badan dan rangka tubuh
Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolic, baik kalori total maupun
zat gizi tertentu
Kehilangan berat baan dengan asupan makanan yang adekuat
Melaporkan asupan makanan yang tidak adekuat kurang dari RDA.
Subjektif:

Kram abdomen
Nyeri abdomen
Menolak makan
Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makan
Melaporkan perubahan sensasi rasa
Melaporkan kurangnya makanan
Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan

Objektif:

Pembuluh kapiler rapuh


Diare atau steatore
Bukti kekurangan makanan
Kehilangan rambut yang berlebihan
Bising usus hiperaktif
Kurang informasi/informasi yang salah
Kurangnya minat terhadap makanan
Rongga mulut terluka
Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mnengunyah

2.2.3 Faktor yang berhubungan

Ketidak mampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau menyerap


nutrient akibat factor biologis, psikologis atau ekonomi termasuk beberapa
contoh non nanda berikut:
Ketergantungan zat kimia
Penyakit kronis
Kesulitan mengunyah atau menelan
Factor ekonomi
Intoleransi makanan
Kebutuhan metabolic tinggi
Reflek mengisap pada bayi tidak efektif
Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
Akses terhadap makanan terbatas
Hilang nafsu makan
Mual dan muntah
Pengabaian oleh orang tua
Gangguan psikologis
Diagnosa 2: Nyeri

2.2.4 Definisi

Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul


secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau
pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.

2.2.5 Batasan karakteristik

Subjektif:

Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat

Objektif:

Posisi untuk mengindari nyeri


Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah,
pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
Perubaan selera makan
Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau aktifitas
lain, aktivitas berulang
Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang
Wajah topeng; nyeri
Perilaku menjaga atau sikap melindungi
Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan proses
piker, interaksi menurun.
Bukti nyeri yang dapat diamati
Berfokus pada diri sendiri
Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur atau tidak
menentu dan tidak menyeringai

2.2.6 Faktor yang berhubungan

Agen-agen penyebab cedera ; biologis, kimia, fisik dan psikologis

Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas

2.2.1 Definisi

2.2.2 Batasan karakteristik

Subjektif

Ketidaknyamanan atau dispnea saat beraktivitas


Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verba
Objektif

Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon dari
aktivitas
Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia

2.2.3 Faktor yang berhubungan

Tirah baring dan imobilitas


Kelemahan umum
Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Gaya hidup kurang sehat

2.3 Perencanaan

Diagnosa 1: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):

mempertahankan berat badan. Kg ata bertambahkg pada..(tglnya)


menjelaskan komponen gizi adekuat
mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
menoleransi diet yang dianjurkan
mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
memiliki nilai laboratorium dalam batas normal
melaporkan tingkat energy yang adekuat

NOC:

Selera makan; keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit atau sedang
menjalani pengubatan
Pembentukan pola menyusu: bayi; bayi melekat ked an menghisap dari
payudara ibu untuk memperoleh nutrisi selama tiga minggu pertama
menyusui
Status gizi; tingkat ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kegiatan metabolic
Status gizi: pengukuran biokimia; komponen dan kimia cairan yang
mengindikasikan status nutrisi
Status gizi: asupan makanan dan cairan; jumlah makanan dan cairan yang
dikonsumsi tubuh dalam waktu 24 jam
Status gizi: asupan gizi; keadekuatan pola asupan zat gizi yang biasanya
Perawatan diri: makan; kemampuan untuk mempersiapkan dan mengingesti
makanan dan cairan secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
Berat badan: masa tubuh; tingkat kesesuaian berat badan, otot, dan lemak
dengan tinggi badan, rangka tubuh, jenis kelamin dan usia.
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional:

Pengkajian

Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan


Pantau nilai laboratotium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit
Manajemen nutrisi:
Ketahui makanan kesukaan pasien
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Timbang pasien pada interval yang tepat

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

Ajarkan metode untuk perencanaan makan


Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang berizi dan tidak mahal
Manajemen nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi
dan bagaimana memenuhinya

Aktivitas kolaboratif

Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien


yang mengalami ketidakadekuatak asupan protein
Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan
lengkap, pemberian makanan melaui selang, atau nutrisi parenteral total agar
asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat jika pasien tidak dapat
memenuhi asupan nutrisiyang adekuat
Manajemen nutrisi; tentukan dengan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
jika diperlukan jumlah kalori, dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.

Aktivitas lain

Buat perencanaan makan sesuai dengan selera pasien


Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien
Suapi pasien jika perlu
Manajemen nutrisi: berikan pasien minuman dan kudapan bergizi tinggi
protein, tinggi kaori yang siap dikonsumsi dan ajarkan pasien tentang cara
membuat jadwal makan jika perlu
Kesulitan mengunyah dan menelan

Pengkajian

Kaji dan dokumentasi derajat kesulitan mengunyah dan menelan

Aktivitas kolaboratif

Konsultasikan dengan ahli terapi okupasi

Aktivitas lain

Yakinkan pasien dan berikan lingkungan yang tenang selama makan


Siapkan kateter penghisap disamping tempat tidur dan alat pengisap selama
makan, bila diperlukan
Ubah posisi psien semifowler atau fowler
Letakkan makanan pada mulut yang tidak bermasalah untuk memudahkan
menelan
Manajemen nutriei; anjurkan pasien untuk menggunakan gigi palsu

Mual/muntah

Pengkajian

Identifikasi factor pencetus mual muntah


Catat warna, jumlah dan frakuensi

Penyuluhan untuk pasien dan keluarga

Instruksikan pasien agar menarik napas dalam perlahan dan menelan secara
sadar untuk mengurangi mua dan muntah

Aktivitas kolaboratif

Berikan obat antiemetic atau analgetik sebelum makan sesuai dengan indikasi

Aktivitas lain

Minimalkan factor yang dapat menimbulkan mual dan muntah, sebutkan


faktornya.
Tawarkan kain basah dingin untuk diletakkan diatas dahi atau dibelakang
leher
Tawarkan hygiene mulut sebelum makan
Batasi diet untuk es batu dan air putih jika gejala parah, tingkatkan diet bila
perlu

Kehilangan selera makan

Pengkajian

Identifikasi factor yang mempengaruhi kehilangan selera makan pasien


Aktivitas lain

Berikan umpan balik positif terhadap pasien yang menunjukkan selera makan
Berikan makanan yang sesuai dengan keadaan dan keinginan klien
Manajemen nutrisi: tawarkan kudapan jika perlu
Berikan makanan bergizi, tinggi kalori dan bervariasi sesuai keinginan pasien

Gangguan makan

Pengkajian

Pantau perilaku pasien yang berhubungan penurunan berat badan

Aktivitas kolaboratif

Konsultasikan pada ahli gizi untuk menentukan asupan kalori harian klien
yang dibutuhkan
Laporkan kepada dokter jika pasien menolak makan
Bekerja sama dengan dokter , ahli gizi dan pasien untuk merencenakan tujuan
asupan dan berat badan
Rujuk untuk memperoleh perawatan kesehatan jiwa, jika perlu

Aktivitas lain

BHSP dan mendukung dengan pasien


Komunikasikan harapan terhadap kesesuaian asupan makanan dan cairan
serta latihan fisik
Pertahankan makan pasien sesuai jadwal
Temani pasien kekamar mandi sehabis makan dikhawatirkan pasien
memuntahkan sengaja
Gali bersama keluarga pasien terhadap isu yng dapat mengurangi gangguan
makan
Diskusikan keuntungan perilaku makan yang sehat dan dampak
ketidakpatuhan

Perawatan dirumah

Semua intervensi diatas dapat diadaptasi untuk perawatan dirumah


Apabila ada diagnosis depresi, rujuk kepelayanan kesehatan jiwa dirumah

Untuk bayi dan anak-anak

Sesuaikan cara berkomunikasi saudara dengan tahap perkembangan anak


Ajarkan orang tua dan anak tetang pentingnya memilih kudapan yang sehat,
bukan makanan yang tinggi gula, garam atau lemak
Apabila memungkinkan dan diperlukan batasi asupan susu anak sehingga
anak berselera untuk makan makanan
Ajarkan orang tua mengenai nutrisi yang diperlukan pada masing masing
perkembangan
Jangan membiasakan waktu makan menjadi arena berperang antara orang tua
dan anak
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering

Untuk lansia

Kaji kemmapuan kognitif dan fungsional yang mengganggu kemampuan


pasien untuk mempersiapkan makanan dan memakan makanan
Kaji apakah pasien dapat membeli makanan yang cukup
Jika pasien hidup seorang diri bantu dalam menemukan bantuan komunitas
yang menyediakan makanan untuk lansia
Kaji pasien terhadap kurang protein dan energy yang umum terjadi pada
lansia
Atur untuk memperoleh suplemen tinggi protein sesuai kebutuhan
Kaji apakah depresi menjadi penyebab selera makan
Kaji kemungkinan efeksamping obat yang mungkin menyebabkan kehilangan
selera makan

Diagnosa 2: Nyeri

2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):

NOC :

Pain Level,
Pain control,
Comfort level

Kriteria Hasil :

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan


tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional:

Pain Management

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum


pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping

Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas

2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):

Mentoleransi aktivitas yang bisasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi


aktivitas, ketahanan, penghematan energy, kebugaran fisik, energy
psikomotorik, dan perawatan diri, ADL.
NOC:

Toleransi aktivitas; respon fisiologis terhadap gerakan yang memakan energy


dalam aktivitas sehari-hari
Ketahanan; kapasitas untuk menyelesaikan aktivitsa
Penghematan energy; tindakan individu dalam mengelola energy untuk
memulai dan menyelesaikan aktivitas
Kebugaran fisik; pelaksanaan aktivitas fisik yang penuh vitaitas
Energy psikomotorik; dorongan dan energy individu untuk mempertahankan
aktivitas hidup sehari-hari, nutrisi dan keamanan personal
Perawatan diri; ADL; kemampuan untuk melakukan tugas fisik yang paling
dasar dan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat
bantu

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional:

Pengkajian

Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan ADL
Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas

Manajemen energy (NIC):

Tentukan penyebab keletihan


Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas
Pantau respon oksigen pasien terhadap aktivitas
Pantau respon nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energy yang adekuat
Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur dalam
jam
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga

Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk:

Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu


Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivitas, termasuk kondisi yang perlu
dilaporkan ke dokter
Pentingnya nutrisi yang baik
Penggunaan peralatan seperti oksigen saat aktivitas
Penggunaan tehnik relaksasi selama aktivitas
Dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga
Tindakan untuk menghemat energy

Manajemen energy (NIC):


Ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan diri yang
akan meminimakan konsumsi oksigen
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan

Aktivitas kolaboratif

Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah


satu penyebab
Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik atau rekreasi untuk
merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu.
Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk kelayanan kesehatan jiwa
dirumah
Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan
bantuan perawtan rumah, jika perlu
Rujuk pasien keahli gizi untuk perencanaan diet
Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung

Aktivitas lain

Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama periode


istirahat
Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, jika perlu
Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah aktivitas
Rencanakan aktivitas bersama pasien secara terjadwal antar istirahat dan
latihan

Manajemen energy (NIC);

Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas


Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien memiliki energy paling banyak
Bantu pasien untuk aktivitas fisik teratur
Bantu rangsangan lingkungan untuk relaksasi
Bantu pasien untuk melakukan pemantauan mandiri dengan membuat dan
menggunakan dokumentasi tertulis untuk mencatat asupan kalori dan energy

Perawatan dirumah

Evaluasi kondisi rumah yang dapat menyebabkan intoleransi aktivitas


Kaji kebutuhan terhadap alat bantu, oksigen dan lain sebagainga dirumah

Untuk bayi dan anak-anak

Rencanakan asuhan untuk bayi atau anak-anak guna meminimakan kebutuhan


tubuh terhadap oksigen:
Antisipasi kebutuhan terhadap makanan, air, rasa nyaman, gendongan dan
stimulasi, untuk mencegah tangisan yang tidak perlu
Hindari lingkungan dengan konsentrasi oksigen yang rendah
Minimakan kecemasan dan stress
Cegah hipertermi dan hipotermi
Cegah infeksi
Beri periode istirahat yang adekuat
Untuk lansia Untuk lansia
Berikan waktu tambahan untuk mengobatan dan ADL
Pantau hipotensi ortostatik, limbung dan rasa ingin pingsan selama aktivitas

III. Daftar Pustaka

Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakart :


EGC.

Lili ismudiarti rilantono,dkk.(2001) Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas


Kedokteran UI.

Poestika S, Sarodja RM (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.

Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba


Medika
Banjarmasin, Maret 2017

Preseptor akademik Preseptor klinik,

(......................................................) (......................................................)

Anda mungkin juga menyukai