Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1

BLOK TUMBUH KEMBANG DAN USIA LANJUT


Dosen Pembimbing : dr. Luis Yulia, MKKK

DISUSUN OLEH:

Filsi Putri Parbo


(61119098)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN KEDOTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2021
SKENARIO 1

“KURANG GIZI”

Ny. Heni, seorang ibu rumah tangga membawa anaknya, Heru yang berusia empat tahun
ke puskesmas maupun ke posyandu. Satu minggu yang lalu Heru dibawa ke Puskesmas karena
ibunya merasa anaknya terlihat kecil dan kurus, berbeda dengan anak tetangga yang terlihat
sangat gemuk, suka makan dan dikatakan dokter menderita obesitas.
Heru mendapat ASI hanya sampai umur empat bulan, setelah itu diberi nasi yang
digiling dengan sedikit garam. Sampai saat ini, Heru hanya diberi nasi putih dan sayur, jarang
mendapat ikan atau lauk-pauk lainnya. Dokter menjelaskan pentingnya imunisasi dan
menganjurkan agar tidak memberikan obat tanpa resep dokter. Pada pemeriksaan,
Heru terlihat lesu, kurus, lemak subkutis tipis, berat badan 8 kg, tinggi badan 96 cm,
didapatkan edema pretibia dan crazy pavement dermatosis, kulit kering dan bersisik, pada mata
ditemukan adanya Bitot spot.
Dokter mengatakan kepada kedua orangtuanya bahwa Heru harus dirujuk ke rumah sakit
untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya. Bagaimana anda menjelaskan apa yang
terjadi pada anak Heru ?

I. TERMINOLOGI ASING
1. Lemak subkutis tipis : lemak yang terdapat pada lapisan bawah kulit
2. Edema pretibia : Pembengkakan atau adanya cairan berlebiha didepan tibia
(Dorlan,31:623 dan 1760)
3. Crazy pavement dermatosis : Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan
berubah menjadi hitam terkelupas (WHO,2006)
- Kelainan kulit yang khas pada penyakit kwasiokor (Jurnal UI)
4. Bitot spot : Penumpukan keratin yang terletak dipermukaan konjungtiva mata manusia
(Dorlan, 31;257)

II. RUMUSAN MASALAH


1. Mengapa imunisasi sangat penting bagi Heru?
2. Mengapa ditemukan bitot spot pada mata Heru?
3. Apa dampak kurangnya pemberian asi dan batas pemberian asi pada anak?
4. Mengapa ditemukan edema pretibia dan crazy pavement dermatosis pada Heru?

III. HIPOTESIS
1. Imunisasi penting karena mencegah kecacatan dan mempertahankan antibody sehingga
dapat melindungi dan mencegah dari berbagai macam penyakit
2. Ditemukan bitot spot karena faktor utama akibat kekurangan vitamin A. selain itu
dalam skenario, untuk gizi heru kurang dengan dibuktikan hanya diberi nasi putih dan
sayur.
3. Manfaat ASI yaitu bayi mendapatkan kekebalan tubuh serta perlindungan dan
kehangatan melalui kontak kulit dengan ibunya. Bila bayi tidak diberi ASI Eksklusif
memiliki dampak yang tidak baik bagi bayi. Adapun dampak memiliki risiko kematian
karena diare 3,94 kali lebih besar dibandingkan bayi yang mendapat ASI Eksklusif
(Kemenkes, 2010). Bayi yang diberi ASI akan lebih sehat dibandingkan dengan bayi
yang diberi susu formula.
4. Crazy pavement dermatosis: kekurangan protein, baik kuantitas dan kualitasnya.
Edema pretibia: karena konsumsi garam yang banyak dapat menyebabkan pembengkakan
sehingga memacu edema. Adanya hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan
hormonal akibat gangguan eliminasi ADH
IV. SKEMA

An. Heru (4 Th)

Pemeriksaan Fisik :
Anamnesis (Alloanamnesis)
- BB: 8 Kg
Keluhan utama : Ibunya merasa anaknya terlihat kecil dan - Tb: 96 cm
kurus. - KU: Lesu & Kurus
Hanya mendapat Asi sampai 4 bulan, dan hanya diberi nasi dan - Bitot Spot
sayur, jarang diberi lauk pauk - Lemak subkutis tipis
- Edema pretibial
- Crazy pavement dermatosis
- Kulit kering bersisik

Diagnosis kerja :
Kwashiokor

Diagnosis Banding : Marasmus, Marasmus-kwashiokor,


Sindroma Nefrotik

Tatalaksana:
Perbaikan Gizi dan Farmakologis

Prognosis
V. LEARNING OBJECTIVE

1. Menjelaskan klasifikasi gangguan gizi pada anak (gizi buruk,gizi lemah, gangguan
mikronutrien)
2. Menjelaskan etiologi/faktor resiko gangguan gizi pada anak
3. Menjelaskan penegakkan diagnosis gangguan gizi pada anak
4. Menjelaskan penatalaksanaan gangguan gizi pada anak
5. Menjelaskan komplikasi gangguan gizi pada anak

VI. PEMBAHASAN
1. klasifikasi gangguan gizi pada anak (gizi buruk,gizi lemha gangguan mikronutrien)
Pada anak balita, malnutrisi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu malnutrisi
sedang dan malnutrisi berat. Malnutrisi sedang seringkali dinamakan malnutrisi akut
sedang, yaitu nilai skor z berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) di antara -2 hingga
-3 standar deviasi (SD) di bawah nilai mean atau 70 - 80% National Center for Health
Statistic (NCHS). Malnutrisi akut berat yaitu nilai skor z BB/TB kurang dari -3 SD di
bawah nilai mean atau u <70% NCHS atau lingkar lengan atas kurang dari 115 mm.4,5
Malnutrisi akut berat telah menyebabkan kematian dua juta balita di dunia setiap tahun.6
Secara global, malnutrisi akut sedang dan malnutrisi akut berat telah diderita oleh 20-52
juta anak balita di dunia.
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup. Marasmus sering
sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus
kering sehingga wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun
setelah makan, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas dan
pantat kendur dan keriput (baggy pant).
b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan
oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein yang inadekuat
(Liansyah TM, 2015). Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah: rambut berubah
menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok, apabila rambut
keriting menjadi lurus, kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia, terjadi
dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau protein. Pada kulit yang
terdapat dispigmentasi akan tampak pucat, Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit),
terjadi pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai bawah sehingga balita terlihat
gemuk. Pembengkakan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi cairan yang berlebihan.
Balita memiliki selera yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan pencernaan
(Arvin Ann M, 2000).
c. Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Makanan
sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan normal.
Pada penderita berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia
(Pudjiadi S, 2010).

2. Menjelaskan etiologi/faktor resiko gangguan gizi pada anak


1. Faktor risiko
Faktor risiko gizi buruk antara lain :
 Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak
tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan
bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita
adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Setiap gram protein
menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.Distribusi kalori dalam
makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan
50% dari karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori
menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu.
Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada
golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak perlu
disaring.Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah berumur
2-2,5 tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih makanan sendiri
sehingga asupan makanan harus diatur dengan sebaik mungkin.Memilih makanan yang
tepat untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan
jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah
sesuai dengan hidangan yang dikehendaki.
Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang
beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut
mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.
Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi
gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat
pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan
buah. Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi
protein(OR 2,364) dan energi (OR 1,351) balita merupakan faktor risiko status gizi balita.
 Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah
segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup.
Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi
keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan
berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya
kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan
gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah
kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi
berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan
makanan yang kurang bergizi.
Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang
bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari
penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar
rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan
pelayanan terhadap anaknya.Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan
anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan
sebagaimana mestinya.
Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih
dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat. Pekerjaan dapat dibagi menjadi pekerjaan
yang berstatus tinggi yaitu antara laintenaga administrasi tata usaha,tenaga ahli teknik
dan ahli jenis, pemimpin,dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah
maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat
angkut. Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau
terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk p=0,0001.
 Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan
persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang
gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang
rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan. Rendahnya
pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab
langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.

Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat


kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak.
Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap informasi
dan mengamalkan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana
dan sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri,
masyarakat, bangsa,dan negara.
Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling
melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar,pendidikan
menengah,dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang
melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan
menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau
bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah
pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Tingkat pendidikan berhubungan
dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan
meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan
diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup
seseorang.
 penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap penyakit.
Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya status
gizi anak.
Penyakit-penyakit tersebut adalah:
1. Diare persisten :sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang
dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering
dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare
persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue,
gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop.
2. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial
oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu
penularannya terjadipada malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua
kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
3. HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiencyvirus’.
HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti selsel sistem kekebalan tubuh
manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen
utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya.
Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang
terusmenerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem
kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit.

Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan


masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh.
Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun
gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami
penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang
menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk. Menurut penelitian yang
dilakukan di Jogjakarta terdapat perbedaan penyakit yang bermakna antara balita
KEP dengan balita yang tidak KEP(p=0,034) CI 95%.
 Pengetahuan ibu
Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan
dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu
berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu
tentang gizi menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan
lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan.
Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu
menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.
 Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Penyebab terbanyak terjadinya BBLR
adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat
menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat
dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi
normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan,
fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin
kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang
matangnya organ karena prematur.

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil
untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada
di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang
baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat
dilahirkan. Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan
anak merupakan faktor utama yang disebabkan oleh BBLR. Gizi buruk dapat terjadi
apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini
menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk
kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk. Menurut
penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur BBLR terdapat hubungan
yang bermakna dengan kejadian gizi buruk (95%CI) p=0.02.
 Kelengkapan imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap suatu
penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga bila balita
kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk menghindari
penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah
dengan imunisasi. Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan
terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau
dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi
pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh
meningkat.
Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan
bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. Kelompok yang paling penting untuk
mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap
penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa.
Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit
sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan
berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak
langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi
dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk
mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.
Macam- macam imunisasi antara lain:
a. BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat berumur 2 bulan
sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml pada
anak disuntikkan secara intrakutan.
b. Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3 kali
dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara
suntikan kedua dan ketiga.Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam
setelah lahir.
c. Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio
vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga
banyak digunakan.
d. DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta
bakteri pertusis yang diinaktivasi.
e. Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak
pada anak karena termasuk penyakit menular. Pemberian yang dianjurkan adalah
sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9 bulan dan pada usia 6 tahun.
f. MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella sebaiknya diberikan
pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan
pengulangan pada usia 15bulan-18 bulan.
g. Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman
yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharida.
h. Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun
dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4- 8mg.
i. Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya hepatitis A yang
diberikan pada usia diatas 2 tahun.
j. HiB : Haemophilus influenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah terjadinya
influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan. Menurut penelitian yang
dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, imunisasi yang tidak lengkap terdapat
hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk OR(95%CI) dari 10,3; p<0.001.
 ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada
bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif
kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia periode 1997-2003 yang cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan
ASI eksklusif sangat rendah. Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu
formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula.
Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan
makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua
tahun. Memberi ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh
karena praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin
hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan
psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau
natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu
yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai
kebutuhan pertumbuhan bayi.
Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi
atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang
menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan
langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem
pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau
makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah
diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu
formula tidak steril, bayi akan rawan diare.

3. Penegakkan diagnosis gangguan gizi pada anak


Penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode kehidupan lain.
Komponen penilaian status gizi meliputi:
Survei Konsumsi Pangan
 Survei konsumsi pangan ada 2 macam, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.
Penilaian asupan secara kualitatif, seperti food frequency, dietary history, metode
telepon, dan food list. Metode kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan,
frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang
kebiasaan makan serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut.
Survei konsumsi pangan memiliki kelebihan yaitu dapat mengidentifikasi dan
menerangkan kelompok dalam populasi yang berisiko terhadap malnutrisi kronik.
Sedangkan kekurangannya yaitu kurang dapat mengidentifikasi malnutrisi yang akut
atau memberikan informasi penyebab yang mungkin terjadi dari malnutisi.
 Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan yang digunakan antara lain
adalah darah, urin, tinja dan beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih tepat
dan objektif dari pada menilaian konsumsi pangan dan pemeriksaan lain.
Pemeriksaan biokimia dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini.
 Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan
yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat
gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit,
rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar
tiroid).
 Pemeriksaan Antropometri
Salah satu metode untuk mengukur status gizi masyarakat adalah ukuran
antropometri. Hasil pengukuran antropometri mencerminkan status gizi anak yang
dapat digolongkan menjadi status gizi baik, kurang atau buruk. Parameter
antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa
parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering
digunakan yaitu:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada umur tertentu. Berat
badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh.
Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan
parameter antopometri yang sangat labil.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan menurut umur adalah tinggi badan anak yang dicapai pada
umur tertentu.Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Seiring dengan pertambahan umut tinggi
badan akan tumbuh. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,
relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang
pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak
dalam waktu yang relatif lama. Bedasarkan karakteristik tersebut di atas, maka
indeks ini menggambarkan konsumsi protein masa lalu.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Ukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan BB/TB atau
BB/PB karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif
dan spesifik. BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan dengan tinggi
badan yang dicapai.Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi
badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhan tinggi badan dan kecepatan tertentu.
Penyajian Indeks Antropometri
1) Persen Terhadap Median Median adalah nilai tengah dari suatu
populasi. Dalam antropometri gizi, median sama dengan persentil 50. Nilai
median dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung
persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas. Cara
perhitungannya yaitu berat badan atau tinggi badan aktual (hasil pengukuran)
masing-masing individu dibandingkan dengan nilai median berat badan atau
tinggi badan pada baku rujukan.
Kelebihan persen terhadap median adalah mudah dalam perhitungan
sedangkan kekurangannya adalah tidak memperhitungkan sebaran nilai pada
setiap kelompok umur, maka nilai persen terhadap median tidak dapat
menunjukkan posisi anak secara konsisten pada masing-masing golongan
umur menurut sebaran nilai ukurnya.
2) Z-Skor
Pengukuran skor menggunakan aplikasi software Anthro 2005. Kelebihan
Z-skor adalah sudah mempertimbangkan nilai rujukan pada masing-masing
golongan umur dan jenis kelamin. Nilai Z-skor antar umur maupun antar jenis
kelamin secara konsisten menunjukkan posisi anak yang sama dalam sebaran
nilai rujukan. Kelemahannya adalah perhitungan lebih rumit dibandingkan
dengan persen median namun masih dapat dihitung dengan cara manual dan
cepat.
3) Persentil terhadap sebaran nilai rujukan
Kelebihannya sama dengan Z-skor, kekurangannya adalah cara
perhitungan yang rumit, bila menggunakan kalkulator akan memakan waktu
yang lama.Berdasarkan pertimbangan kelebihan dan kelemahan dari ketiga
indeks diatas, maka penyajian indeks z-skor dipilih untuk keperluan penilaian
status gizi individu maupun maupun masyarakat

4. Penatalaksanaan gangguan gizi pada anak


Residential care adalah tata laksana anak gizi buruk rawat inap di puskesmas
perawatan, rumah sakit dan pusat pemulihan gizi. Sedangkan perawatan gizi buruk
tanpa komplikasi dilakukan di non-residential care yaitu rawat jalan di puskesmas,
poskesdes dan pos pemulihan gizi berbasis masyarakat (Community Feeding
Centre/CFC).
Community Therapeutic Care mengombinasikan tiga pendekatan dalam
menangani balita malnutrisi yaitu program intervensi di masyarakat, home based
treatment untuk balita malnutrisi tanpa komplikasi, dan pusat stabilisasi untuk balita
malnutrisi dengan komplikasi.13 Dua pendekatan sebenarnya telah dilakukan di
Indonesia, yaitu kegiatan penanganan gizi kurang dan gizi buruk di masyarakat serta
Rumah Pemulihan Gizi (RPG) sebagai pusat stabilisasi. Sedangkan, untuk
pendekatan home based treatment atau home care belum banyak dilakukan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa perawatan peningkatan gizi di rumah adalah cara
efektif untuk balita malnutrisi. Selain itu, dapat memberikan keuntungan bagi
keluarga, misalnya ibu masih tetap bisa menjalankan peran dan fungsinya sebagai ibu
rumah tangga. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis pengaruh program
home care terhadap peningkatan status gizi balita malnutrisi pada anak usia 6 - 60
bulan.
Pemberian diet F100 bagi balita gizi buruk dapat meningkatkan berat badan
penderita gizi buruk. Menurut Depkes (2011) diet F100 diberikan pada fase transisi
dan rehabilitasi,yang bertujuan mengejar ketinggalan berat badan yang dialami,
mencapai berat badan normal sesuai dengan panjang badan serta agar tahap
perkembangan kepandaian dan aktivitas motoriknya (duduk, merangkak, berdiri,
berjalan, berlari) sesuai dengan umurnya.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian F100 terhadap
status gizi balita di wilayah Puskesmas Sukoharjo (Murwati, 2013). Penelitian lain
menyebutkan bahwa ada perbedaan bermakna berat badan balita gizi buruk rawat
jalan sebelum dan sesudah pemberian diet Formula 75 dan 100 (Sulistiyawati, 2012).
F100 (Formula 100) adalah produk susu terapeutik yang dirancang untuk
mengobati malnutrisi parah. Pada tahun 1994, Aksi Melawan Kelaparan / Aksi
Contre la Faim (ACF) mempelopori penggunaan susu formula F-100 untuk
pengobatan malnutrisi akut berat. Pada tahun 1997, seorang peneliti medis Prancis
bersama dengan perusahaan asal Prancis Nutriset berhasil membuat penyebaran padat
nutrisi untuk pengobatan malnutrisi akut parah. Formula ini digunakan di pusat
pemberian makan terapeutik dimana anak-anak dirawat di rumah sakit untuk
perawatan. Action Against Hunger's Scientific Committee mempelopori formula susu
terapeutik (F-100), yang sekarang digunakan oleh semua organisasi bantuan
kemanusiaan utama untuk mengobati malnutrisi akut. Akibatnya, angka kematian
anak-anak dengan gizi buruk di bawah usia lima tahun telah berkurang dari 25%
menjadi 5%. F-100 dan produk nutrisi terapeutik lainnya banyak digunakan oleh
sejumlah organisasi bantuan kemanusiaan, seperti Unicef, Action Against Hunger,
Concern Worldwide, Valid International, dan Médecins Sans Frontières, saat
menangani malnutrisi parah di antara populasi rentan.
Penanganan gizi kurang adalah:
a. Pemberian diet dengan protein.
b. Karbohidrat, vitamin dan mineral kualitas tinggi.
Penatalaksanaan pasien yang menderita defisiensi gizi tidak selalu dirawat di
rumah sakit kecuali yang menderita malnutrisi berat, seperti: kwashiorkor, marasmus,
marasmus-kwasiorkor atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Masalah
pasien yang perlu diperhatikan adalah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadinya
komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman/psikososial dan kurangnya pengetahuan
orang tua pasien mengenai makanan.
Kebutuhan nutrisi pada setiap anak berbeda, mengingat kebutuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel atau organ pada anak berbeda, dan perbedaan ini
yang menyebabkan jumlah dan komponen zat gizi berlainan. Menurut Hidayat
(2012), kebutuhan nutrisi yang dikelompokkan berdasar usia anak (terutama anak
berumur kurang dari 5 tahun):
d. Umur 0-4 Bulan
Pada umur ini kebutuhan nutrisi bayi semuanya melalui air susu ibu yang
terdapat komponen yang paling seimbang, akan tetapi apabila terjadi
ganggguan dalam air susu ibu maka dapat menggunakan susu formula dan
nilai kegunaan atau manfaat jauh lebih baik dari menggunakan Air Susu Ibu
(ASI). ASI mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
bagi anak mengingat zat gizi yang ideal terdapat di dalamnya, di antaranya:
Imunoglobulin (Ig A, Ig G, Ig M, Ig D, Ig E) merupakan protein yang dapat
bergabung dengan bakteri dan menghasilkan imunitas pada tubuh, lisozim
merupakan satu enzim yang tinggi jumlahnya dan berfungsi sebagai
bakteriostatik (penghentian atau penghambatan pertumbuhan bakteri) terhadap
enterobakteria dan kuman gram negatif dan sebagai pelindung terhadap
berbagai macam virus, kemudian laktoperoksidase enzim yang berfungsi
membunuh strepkokus dan lain-lain.
Pemberian ASI Ekslusif adalah sampai empat bulan tanpa makanan yang
lain, sebab kebutuhannya sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan pada bayi,
dan proses pemberian ASI ini dapat dilakukan melalui proses menyusui.
e. Umur 4-6 Bulan
Pada usia ini kebutuhan nutrisi pada anak tetap yang utama adalah Air
Susu Ibu (ASI) kemudian ditambah lagi dengan bubur susu dan sari buah.
f. Umur 6-9 Bulan
Kebutuhan nutrisi pada anak usia ini adalah tetap diteruskan kebutuhan
nutrisi dari ASI kemudian ditambah dengan bubur susu, bubur tim saring dan
buah.
g. Umur 10-12 Bulan
Pada usia ini anak tetap diberikan Air Susu Ibu (ASI) dengan penambahan
pada bubur susu, bubur tim kasar dan buah, bentuk makanan yang disediakan
dapat lebih padat dan bertambah jumlahnya mengingat pertumbuhan gigi dan
kemampuan fungsi pencernaan sudah bertambah. Pada usia ini anak senang
makan sendiri dengan sendok atau suka makan dengan tangan, pada anak
seusia ini adalah merupakan usaha yang baik dalam menuntun ketangkasan
dan merasakan bentuk makanan.
h. Usia Todler dan Prasekolah (3-6 Tahun)
Pada usia ini kemampuan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi sudah mulai muncul, sehingga segala peralatan yang berhubungan
dengan makan seperti garpu, piring, sendok dan gelas semuanya harus
dijelaskan pada anak atau diperkenalkan dan dilatih tentang penggunaannya,
sehingga dapat mengikuti aturan yang ada. Dalam pemenuhan nutrisi pada
usia ini sebaiknya penyediaan bervariasi menunya untuk mencegah
kebosanan, berikan susu dan makanan yang dianjurkan, antara lain: daging,
sup, sayuran dan buah-buahan. Pada anak usia ini juga perlu makanan padat
sebab kemampuan mengunyah sudah mulai kuat.

5. komplikasi gangguan gizi pada anak


Kriteria balita malnutrisi akut dengan komplikasi adalah skor-z untuk BB/PB atau
BB/TB kurang dari -2 SD. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah balita
malnutrisi sedang menuju berat yang dirawat di rumah sakit sesuai dengan protokol
dari WHO, yaitu dengan kriteria terdapat bilateral pitting edema dan terdapat satu
gejala dari infeksi saluran pernapasan akut, demam tinggi, anemia berat, dan tidak
sadar.
Pada balita malnutrisi dengan komplikasi peningkatan berat badan sebesar 4,16
g/kg/hari. Secara umum, terjadi perbaikan gizi pada 61,78% balita yang dirawat di
pusat pemulihan gizi. Rata-rata lama rawat inap adalah 6,48 minggu, dengan
maksimum lama rawat inap adalah 8 minggu

DAFTAR PUSTAKA

1. Lenters LM, Wazny K, Webb Pa, Ahmed T, Bhutta ZA. Treatment of severe and
moderate acute malnutrition in low- and middle-income settings: a systematic review,
meta-analysis and Delphi process. BMC Public Health, 2013; 13 (Suppl 3): S23
2. Vygen SB, Roberfroid D, Captier V, Kolsteren P. 2013, Treatment of severe acute
malnutrition in infants aged < 6 months in Niger. The Journal of Pediatrics. 2013; 162:
515-21
3. . Urquijo, Ibane, Maza. Assessment of the intervention in a therapeutic feeding center for
children in Nicaragua. Nutrition Hospital. 2011; 26(6): 1345-9 1
4. Teferi E, Lera M, Sita S, Bogale Z, Datiko D, Yassin M. Treatment outcome of children
with severe acute malnutriion admitted to therapeutic feeding centers in Southern Region
of Ethiopia. Ethiopian Journal of Health Development. 2010; 24 : 234-8.
5. . Leggo M, Banks M, Isenring E, Stewart L, Tweeddale M. A quality improvement
nutrition screening and intervention program available to home and community care
eligible clients. Nutrition and Dietetics. 2008; 65: 162-7.
6. Shi L, Zhang J, Wang Y, Caufield LE, Guyer B. Effectiveness of an educational
intervention on complementary feeding practices and growth in rural China : a cluster
randomised controlled trial. Public Health Nutrition. 2009: 13 (4); 556-65
7. Bisits BPA. The positive deviance/hearth approach to reducing child malnutrition:
systemic review. Tropical Medicine and International Health. 2011; 16 (11): 1354-66.
8. http://journal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/viewFile/12830/5841

Anda mungkin juga menyukai