SKENARIO 1
DISUSUN OLEH:
“KURANG GIZI”
Ny. Heni, seorang ibu rumah tangga membawa anaknya, Heru yang berusia empat tahun
ke puskesmas maupun ke posyandu. Satu minggu yang lalu Heru dibawa ke Puskesmas karena
ibunya merasa anaknya terlihat kecil dan kurus, berbeda dengan anak tetangga yang terlihat
sangat gemuk, suka makan dan dikatakan dokter menderita obesitas.
Heru mendapat ASI hanya sampai umur empat bulan, setelah itu diberi nasi yang
digiling dengan sedikit garam. Sampai saat ini, Heru hanya diberi nasi putih dan sayur, jarang
mendapat ikan atau lauk-pauk lainnya. Dokter menjelaskan pentingnya imunisasi dan
menganjurkan agar tidak memberikan obat tanpa resep dokter. Pada pemeriksaan,
Heru terlihat lesu, kurus, lemak subkutis tipis, berat badan 8 kg, tinggi badan 96 cm,
didapatkan edema pretibia dan crazy pavement dermatosis, kulit kering dan bersisik, pada mata
ditemukan adanya Bitot spot.
Dokter mengatakan kepada kedua orangtuanya bahwa Heru harus dirujuk ke rumah sakit
untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya. Bagaimana anda menjelaskan apa yang
terjadi pada anak Heru ?
I. TERMINOLOGI ASING
1. Lemak subkutis tipis : lemak yang terdapat pada lapisan bawah kulit
2. Edema pretibia : Pembengkakan atau adanya cairan berlebiha didepan tibia
(Dorlan,31:623 dan 1760)
3. Crazy pavement dermatosis : Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan
berubah menjadi hitam terkelupas (WHO,2006)
- Kelainan kulit yang khas pada penyakit kwasiokor (Jurnal UI)
4. Bitot spot : Penumpukan keratin yang terletak dipermukaan konjungtiva mata manusia
(Dorlan, 31;257)
III. HIPOTESIS
1. Imunisasi penting karena mencegah kecacatan dan mempertahankan antibody sehingga
dapat melindungi dan mencegah dari berbagai macam penyakit
2. Ditemukan bitot spot karena faktor utama akibat kekurangan vitamin A. selain itu
dalam skenario, untuk gizi heru kurang dengan dibuktikan hanya diberi nasi putih dan
sayur.
3. Manfaat ASI yaitu bayi mendapatkan kekebalan tubuh serta perlindungan dan
kehangatan melalui kontak kulit dengan ibunya. Bila bayi tidak diberi ASI Eksklusif
memiliki dampak yang tidak baik bagi bayi. Adapun dampak memiliki risiko kematian
karena diare 3,94 kali lebih besar dibandingkan bayi yang mendapat ASI Eksklusif
(Kemenkes, 2010). Bayi yang diberi ASI akan lebih sehat dibandingkan dengan bayi
yang diberi susu formula.
4. Crazy pavement dermatosis: kekurangan protein, baik kuantitas dan kualitasnya.
Edema pretibia: karena konsumsi garam yang banyak dapat menyebabkan pembengkakan
sehingga memacu edema. Adanya hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan
hormonal akibat gangguan eliminasi ADH
IV. SKEMA
Pemeriksaan Fisik :
Anamnesis (Alloanamnesis)
- BB: 8 Kg
Keluhan utama : Ibunya merasa anaknya terlihat kecil dan - Tb: 96 cm
kurus. - KU: Lesu & Kurus
Hanya mendapat Asi sampai 4 bulan, dan hanya diberi nasi dan - Bitot Spot
sayur, jarang diberi lauk pauk - Lemak subkutis tipis
- Edema pretibial
- Crazy pavement dermatosis
- Kulit kering bersisik
Diagnosis kerja :
Kwashiokor
Tatalaksana:
Perbaikan Gizi dan Farmakologis
Prognosis
V. LEARNING OBJECTIVE
1. Menjelaskan klasifikasi gangguan gizi pada anak (gizi buruk,gizi lemah, gangguan
mikronutrien)
2. Menjelaskan etiologi/faktor resiko gangguan gizi pada anak
3. Menjelaskan penegakkan diagnosis gangguan gizi pada anak
4. Menjelaskan penatalaksanaan gangguan gizi pada anak
5. Menjelaskan komplikasi gangguan gizi pada anak
VI. PEMBAHASAN
1. klasifikasi gangguan gizi pada anak (gizi buruk,gizi lemha gangguan mikronutrien)
Pada anak balita, malnutrisi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu malnutrisi
sedang dan malnutrisi berat. Malnutrisi sedang seringkali dinamakan malnutrisi akut
sedang, yaitu nilai skor z berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) di antara -2 hingga
-3 standar deviasi (SD) di bawah nilai mean atau 70 - 80% National Center for Health
Statistic (NCHS). Malnutrisi akut berat yaitu nilai skor z BB/TB kurang dari -3 SD di
bawah nilai mean atau u <70% NCHS atau lingkar lengan atas kurang dari 115 mm.4,5
Malnutrisi akut berat telah menyebabkan kematian dua juta balita di dunia setiap tahun.6
Secara global, malnutrisi akut sedang dan malnutrisi akut berat telah diderita oleh 20-52
juta anak balita di dunia.
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup. Marasmus sering
sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus
kering sehingga wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun
setelah makan, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas dan
pantat kendur dan keriput (baggy pant).
b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan
oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein yang inadekuat
(Liansyah TM, 2015). Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah: rambut berubah
menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok, apabila rambut
keriting menjadi lurus, kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia, terjadi
dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau protein. Pada kulit yang
terdapat dispigmentasi akan tampak pucat, Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit),
terjadi pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai bawah sehingga balita terlihat
gemuk. Pembengkakan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi cairan yang berlebihan.
Balita memiliki selera yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan pencernaan
(Arvin Ann M, 2000).
c. Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Makanan
sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan normal.
Pada penderita berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia
(Pudjiadi S, 2010).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Penyebab terbanyak terjadinya BBLR
adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat
menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat
dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi
normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan,
fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin
kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang
matangnya organ karena prematur.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil
untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada
di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang
baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat
dilahirkan. Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan
anak merupakan faktor utama yang disebabkan oleh BBLR. Gizi buruk dapat terjadi
apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini
menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk
kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk. Menurut
penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur BBLR terdapat hubungan
yang bermakna dengan kejadian gizi buruk (95%CI) p=0.02.
Kelengkapan imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap suatu
penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga bila balita
kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk menghindari
penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah
dengan imunisasi. Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan
terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau
dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi
pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh
meningkat.
Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan
bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. Kelompok yang paling penting untuk
mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap
penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa.
Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit
sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan
berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak
langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi
dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk
mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.
Macam- macam imunisasi antara lain:
a. BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat berumur 2 bulan
sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml pada
anak disuntikkan secara intrakutan.
b. Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3 kali
dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara
suntikan kedua dan ketiga.Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam
setelah lahir.
c. Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio
vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga
banyak digunakan.
d. DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta
bakteri pertusis yang diinaktivasi.
e. Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak
pada anak karena termasuk penyakit menular. Pemberian yang dianjurkan adalah
sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9 bulan dan pada usia 6 tahun.
f. MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella sebaiknya diberikan
pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan
pengulangan pada usia 15bulan-18 bulan.
g. Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman
yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharida.
h. Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun
dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4- 8mg.
i. Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya hepatitis A yang
diberikan pada usia diatas 2 tahun.
j. HiB : Haemophilus influenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah terjadinya
influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan. Menurut penelitian yang
dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, imunisasi yang tidak lengkap terdapat
hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk OR(95%CI) dari 10,3; p<0.001.
ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada
bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif
kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia periode 1997-2003 yang cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan
ASI eksklusif sangat rendah. Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu
formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula.
Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan
makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua
tahun. Memberi ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh
karena praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin
hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan
psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau
natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu
yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai
kebutuhan pertumbuhan bayi.
Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi
atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang
menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan
langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem
pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau
makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah
diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu
formula tidak steril, bayi akan rawan diare.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lenters LM, Wazny K, Webb Pa, Ahmed T, Bhutta ZA. Treatment of severe and
moderate acute malnutrition in low- and middle-income settings: a systematic review,
meta-analysis and Delphi process. BMC Public Health, 2013; 13 (Suppl 3): S23
2. Vygen SB, Roberfroid D, Captier V, Kolsteren P. 2013, Treatment of severe acute
malnutrition in infants aged < 6 months in Niger. The Journal of Pediatrics. 2013; 162:
515-21
3. . Urquijo, Ibane, Maza. Assessment of the intervention in a therapeutic feeding center for
children in Nicaragua. Nutrition Hospital. 2011; 26(6): 1345-9 1
4. Teferi E, Lera M, Sita S, Bogale Z, Datiko D, Yassin M. Treatment outcome of children
with severe acute malnutriion admitted to therapeutic feeding centers in Southern Region
of Ethiopia. Ethiopian Journal of Health Development. 2010; 24 : 234-8.
5. . Leggo M, Banks M, Isenring E, Stewart L, Tweeddale M. A quality improvement
nutrition screening and intervention program available to home and community care
eligible clients. Nutrition and Dietetics. 2008; 65: 162-7.
6. Shi L, Zhang J, Wang Y, Caufield LE, Guyer B. Effectiveness of an educational
intervention on complementary feeding practices and growth in rural China : a cluster
randomised controlled trial. Public Health Nutrition. 2009: 13 (4); 556-65
7. Bisits BPA. The positive deviance/hearth approach to reducing child malnutrition:
systemic review. Tropical Medicine and International Health. 2011; 16 (11): 1354-66.
8. http://journal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/viewFile/12830/5841