Anda di halaman 1dari 10

MODUL BLOK TUMBUH KEMBANG DAN USIA LANJUT

SKENARIO 1
“KURANG GIZI”

Ny. Heni, seorang ibu rumah tangga membawa anaknya, Heru yang berusia empat tahun
ke puskesmas maupun ke posyandu. Satu minggu yang lalu Heru dibawa ke Puskesmas karena
ibunya merasa anaknya terlihat kecil dan kurus, berbeda dengan anak tetangga yang terlihat
sangat gemuk, suka makan dan dikatakan dokter menderita obesitas.
Heru mendapat ASI hanya sampai umur empat bulan, setelah itu diberi nasi yang
digiling dengan sedikit garam. Sampai saat ini, Heru hanya diberi nasi putih dan sayur, jarang
mendapat ikan atau lauk-pauk lainnya. Dokter menjelaskan pentingnya imunisasi dan
menganjurkan agar tidak memberikan obat tanpa resep dokter. Pada pemeriksaan,
Heru terlihat lesu, kurus, lemak subkutis tipis, berat badan 8 kg, tinggi badan 96 cm,
didapatkan edema pretibia dan crazy pavement dermatosis, kulit kering dan bersisik, pada mata
ditemukan adanya Bitot spot.
Dokter mengatakan kepada kedua orangtuanya bahwa Heru harus dirujuk ke rumah sakit
untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya. Bagaimana anda menjelaskan apa yang
terjadi pada anak Heru ?

TERMINOLOGI ASING
1. Edema pretibial (nadya) pengumpulan cairan didepan tibia. Dorland hal 621 dan
363(audley)
2. Crazy pavement dermatosis (siska) LONTAR (Library Automation and DIgital Archive)
UI. (olga)
3. Bitot spot (olga) LONTAR (Library Automation and DIgital Archive) UI. (olga)

RUMUSAN MASALAH
1. Umur berapa ASI eklusif diberikan? (rafida)
2. Apa yang memnyebabkan edema pretibial dan crazy pavement dermatosis pada heru?
(arini)
3. Apa saja indicator kurang gizi dan obesitas ? (siska)
4. Berapakah IMT heru dan termasuk kategori apa? (putriani)
5. Factor apa yang menjadi penyebab timbulnya bitot spot di mata heru? (olga)
6. Bagaimana imunisasi berpengaruh atau dapak kepada heru? (nadya)
HIPOTESIS
1. Asi ekslusif 0-6 bulan mpasi 6 bulan – 2 tahun (nadya)
2. Edema pretibial: kurangnya pembentukan albumin pada hepar yang disebabkan
kurangnya asam amino dalam serum yang menimbulkan edema. (audley)
Crazy pavement dermatosis : disebabkan hiperpigmentasi dan terjadi karena habisnya
cadangan energy maupun protein (nadya)
3. Indicator Kurang gizi : edema pretibial, rambut tipis mudah dicabut,anoreksia dan diare,
hipotrofi,dermatosis,perubahan mental seperti cengeng atau apatis,dan pembesaran hati.
(audley)
4. IMT Heru 8,680 termasuk kategori kurang berat badan (audley)
5. Kekurangan asupan vitamin A (rafida)
6. Imunisasi membantu anak
terhindar dari penyakit yang ganas, dengan reaksi antigen-antibodi ini tubuh
anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar
tubuh seperti kuman, virus, racun dan bahkan bahan kimia yang merusak tubuh
sehingga anak tidak mudah terkena infeksi yang akan berpengaruh terhadap
status gizinya. Kurangnya asupan zat gizi akibat nafsu makan yang turun dan
adanya penyakit secara langsung mempengaruhi status gizi anak balita
(Supariasa, et al, 2001). Menurut Chandra (dalam Noviyanti, 2010) (olga)
SKEMA
LO
1. Klasifikasi gangguan gizi pada anak (gizi buruk, gizi lebih , gangguan mikronutrien)
2. Etiologi/factor resiko gangguan gizi pada anak
3. Penegakkan diagnosis gangguan gizi pada anak
4. Penatalaksanaan gangguan gizi pada anak
5. Komplikasi gangguan gizi pada anak

1. Klasifikasi gangguan gizi pada anak


gizi buruk

a. Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup. Marasmus sering sekali
terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga
wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun setelah makan, perut cekung,
rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas dan pantat kendur dan keriput (baggy
pant).

b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein yang inadekuat (Liansyah
TM, 2015). Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah: rambut berubah. menjadi warna
kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi lurus, kulit
tampak pucat dan biasanya disertai anemia, terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan
energi atau protein. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat, Sering terjadi
dermatitis (radang pada kulit), terjadi pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai bawah
sehingga balita terlihat gemuk. Pembengkakan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi cairan
yang berlebihan. Balita memiliki selera yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan
pencernaan (Arvin Ann M, 2000).

c. Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-
hari tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan normal. Pada penderita
berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia (Pudjiadi S, 2010).
gizi lebih

(4) Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi


Badan (BB/PB atau BB/TB) anak usia 0 (nol) sampai
dengan 60 (enam puluh) bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c digunakan untuk menentukan
kategori:
a. gizi buruk (severely wasted);
b. gizi kurang (wasted);
c. gizi baik (normal);
d. berisiko gizi lebih (possible risk of overweight);
e. gizi lebih (overweight); dan
f. obesitas (obese).

gangguan mikronutrien

Malnutrisi gizi kurang pada balita berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan.
Gangguan pertumbuhan yang tampak adalah berat badan dan tinggi badan yang kurang dari
normal. Sedangkan gangguan perkembangan dapat berupa gangguan perkembangan psikomotor,
gangguan kecerdasan, dan gangguan mental. Contoh dari gangguan perkembangan psikomotor
adalah keterlambatan perkembangan motorik seperti berjalan, memanjat, berlari.
2. Etiologi/factor resiko gangguan gizi pada anak
Penyebab malnutrisi secara umum adalah ketidakseimbangan antara asupan nutrisi
dengan kebutuhan energi tubuh. Pada negara maju, malnutrisi biasanya disebabkan
oleh pola diet yang buruk, kebiasaan makan makanan yang tidak bergizi dengan menu
tidak seimbang, gangguan pencernaan, masalah kesehatan mental, hingga
alkoholisme. Sementara itu, di negara berkembang, sering kali asupan makan yang
kurang dan sanitasi yang buruk menjadi penyebab utama masalah malnutrisi. Angka
kemiskinan yang tinggi serta jumlah populasi yang tinggi di negara berkembang dapat
berdampak pada tidak adekuatnya asupan makanan bagi masyarakat, rendahnya
kesadaran dan pengetahuan mengenai diet yang seimbang, dan berujung pada
malnutrisi

3. Penegakkan diagnosis gangguan gizi pada anak


Menegakkan diagnosis malnutrisi membutuhkan beberapa tahap yang diawali dengan
anamnesis, penilaian status nutrisi, pemeriksaan fisik baik umum dan khusus untuk mencari
adakah tanda-tanda defisiensi mikronutrien tertentu, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Dari anamnesis, tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah penurunan berat badan maupun
tidak ada kenaikan berat badan. Pada anak-anak, dapat ditemukan pertumbuhan yang lambat.
Selain itu, penderita malnutrisi dapat mengalami gejala perilaku seperti gelisah, apatis,
berkurangnya respons sosial, cemas, serta gangguan pemusatan perhatian. [2]
Adapun gejala spesifik pada defisiensi mikronutrien yang mungkin ditemukan, yaitu:
 Defisiensi zat besi: anemia, lemas, fatigue, gangguan fungsi kognitif, nyeri kepala,
glositis, dan perubahan pada kuku (koilonikia)
 Defisiensi iodin: Goiter, gangguan tumbuh kembang, retardasi mental
 Defisiensi vitamin D: gangguan pertumbuhan, penyakit Rickets, hipokalsemia
 Defisiensi vitamin A: rabun malam hari, xeroftalmia, gangguan pertumbuhan, perubahan
tekstur rambut
 Defisiensi asam folat: anemia megaloblastik, glositis, neural tube defect (NTD) pada
fetus
 Defisiensi Zink: anemia, dwarfisme, hepatosplenomegali, hiperpigmentasi,
hipogonadisme, penurunan fungsi sistem imun[2]

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada malnutrisi meliputi pemeriksaan menyeluruh.
Status Gizi
Mulai dengan pemeriksaan status gizi dengan mengukur berat dan tinggi badan pasien (panjang
badan pada anak di bawah 2 tahun). Pada orang dewasa, status gizi ini digunakan untuk
menghitung indeks massa tubuh pasien, yaitu dengan membagi berat badan (kg) dengan tinggi
badan (cm) kuadrat.
Kategori status gizi berdasarkan indeks massa tubuh pasien adalah sebagai berikut:
 <18.5: Gizi kurang
 18.5-24.9: normal
 >25: Gizi lebih
 25-29.9: Praobesitas
 30-34.9: Obesitas I
 35-39.9: Obesitas II
 >40: Obesitas III
Walau demikian, kategori tersebut didasarkan pada penelitian menggunakan populasi Kaukasian
sehingga WHO mengajukan klasifikasi baru untuk populasi Asia sebagai berikut:
 <18.5: Gizi kurang
 18.5-22.9: normal
 >23: gizi lebih
 23-24.9: berisiko
 25-29.9: Obesitas I
 >30: Obesitas II[9]
Pada dewasa, obesitas sentral juga penting untuk dinilai dengan menilai lingkar perut. Populasi
Asia dikatakan obesitas sentral jika lingkar perut > 90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada
perempuan. Rasio lingkar perut dan tinggi badan juga dapat digunakan untuk menentukan
obesitas sentral dengan cut off point >0.5.[10]
Pada anak, hasil pengukuran tinggi/panjang dan berat badan akan diplot pada kurva pertumbuhan
WHO (untuk usia hingga 2 tahun) atau CDC (untuk usia di atas 2 tahun). Pertumbuhan pada
anak prematur berbeda sehingga kurva pertumbuhan yang harus digunakan juga berbeda.[9]
Perubahan Area Tubuh
Secara umum dapat ditemukan berkurangnya jaringan lemak subkutan, terutama pada area kaki,
lengan, bokong, dan wajah. [2] Perubahan pada area tubuh lainnya yang dapat menjadi temuan
pada pemeriksaan fisik yaitu:
 Area mulut: keilosis, stomatitis angularis, atrofi papil
 Abdomen: hepatomegali, distensi abdomen
 Kulit: hiperpigmentasi, kulit kering
 Kuku: koilonikia atau kuku sendok
 Rambut: perubahan tekstur menjadi lebih tipis, kasar, tampak kemerahan maupun
kecokelatan, mudah rontok
Pemeriksaan Fisik pada Anak
Gejala malnutrisi ringan di antaranya:
 Anak tampak kurus
 Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
 Berat badan tidak bertambah bahkan turun
 Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal
 Maturasi tulang terlambat
 Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal atau menurun
 Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
 Anemia ringan
 Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat[11]
Adapun malnutrisi berat pada anak dapat muncul dalam dua tampilan utama yaitu marasmus dan
kwasiorkor, meskipun dapat pula kombinasi dari keduanya.
Pemeriksaan Fisik Marasmus
Tanda yang dapat ditemui pada marasmus adalah
 Wajah tampak seperti orang tua, terlihat sangat kurus
 Anak lebih cengeng
 Kulit kering, dingin, mengendur, dan keriput
 Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
 Otot atrofi sehingga kontur tulang tampak jelas
 Terdapat bradikardi
 Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
Pemeriksaan Fisik Kwasiorkor
Pada kwasiorkor, dapat ditemui tanda sebagai berikut:
 Perubahan mental hingga apatis
 Anemia
 Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut/rontok
 Gangguan sistem gastrointestinal
 Hepatomegali
 Dermatosis
 Atrofi otot
 Edema simetris pada kedua punggung kaki hingga seluruh tubuh[11]

Kriteria Diagnosis pada Anak


Pada anak, kriteria diagnosis malnutrisi akut berat (MAB) yaitu:
 Terlihat sangat kurus
 Edema nutrisional, simetris
 BB/TB <-3 standar deviasi SD
 Lingkar lengan atas <11,5 cm pada kelompok usia 6-59 bulan [3,11]

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk malnutrisi digunakan untuk menilai kondisi pasien saat ini dan
menentukan penyebab terjadinya malnutrisi tersebut. Di sisi lain, pemeriksaan penunjang ini
juga dapat bermanfaat untuk menyingkirkan atau menegakkan penyakit lain yang mungkin
terjadi bersamaan dengan malnutrisi. Berikut ini pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
penyakit malnutrisi:
 Pemeriksaan darah perifer lengkap disertai apusan darah tepi: penting untuk melihat jenis
anemia yang terjadi, mengetahui bila terjadi defisiensi zat besi (ditemukan sel target) atau
defisiensi vitamin B12 dan asam folat
 Pengukuran status protein darah melalui pemeriksaan kadar albumin serum, retinol-
binding protein, transferrin, kreatinin, dan blood urea nitrogen  (BUN). Kadar albumin
serum dapat dimanfaatkan sebagai salah satu indikator gizi buruk, baik pada saat awal
kejadian malnutrisi maupun saat perbaikan mulai terjadi. Meskipun demikian, faktor-
faktor bukan gizi yang dapat mempengaruhi kadar albumin seperti peningkatan cairan
ekstra sel, trauma, sepsis, pembedahan, penyakit hati dan ginjal tetap harus dieksklusi.
Pemeriksaan kreatinin dan ureum darah dapat membantu menilai fungsi ginjal pasien
malnutrisi.
 Pemeriksaan laju endap darah (LED), elektrolit, urine lengkap maupun feses lengkap
dapat dilakukan bila dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan indikasi,
misalnya pada pasien dengan riwayat diare akut[2]

4. Penatalaksanaan gangguan gizi pada anak

Pada pasien dengan malnutrisi, penatalaksanaan yang adekuat diperlukan melalui kolaborasi
berbagai pihak yaitu oleh dokter dan tenaga medis, ahli nutrisi, dan keluarga dari pasien tersebut.
Pada anak dengan edema akibat malnutrisi, status nutrisi harus dinilai dengan hati-hati karena
dapat menyebabkan bias pada pengukuran berat badan. Anak dengan malnutrisi kronis
membutuhkan asupan kalori 120-150 kkal/kg/hari untuk mencapai berat badan sesuai. [2]
Rumus yang digunakan untuk mengukur kebutuhan kalori yaitu:
Kkal/kg =  (RDA untuk umur x BB ideal)/ BB aktual
Tata Laksana Malnutrisi Akut Berat pada Anak
Pada kondisi yang malnutrisi akut berat, perawatan di rumah sakit bisa jadi diperlukan oleh
pasien anak yang memerlukan intervensi medis. Penatalaksanaan malnutrisi akut berat atau gizi
buruk dilakukan melalui dua tahap yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilitasi. Terdapat 10
langkah penatalaksanaan anak dengan gizi buruk yang diterapkan di Indonesia, yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
5. Atasi/cegah infeksi
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
7. Memulai pemberian makan
8. Mengupayakan tumbuh-kejar
9. Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut pascaperbaikan[3]
Prinsip penatalaksanaan penyakit malnutrisi adalah dilakukan secara bertahap agar tidak
terjadi refeeding syndrome. [2,3,11]
Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko menderita hipoglikemia (kadar gula darah
sewaktu <54mg/dl), dan kondisi ini dapat menyebabkan kematian pada 2 hari pertama
perawatan. Bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia, pemberian makan setiap 2-3 jam sangat
penting untuk mencegah terjadinya hipoglikemia berkepanjangan. Dalam kondisi hipoglikemia,
bila anak dalam keadaan sadar dapat diberikan 50 ml larutan glukosa 10% atau sukrosa 10% (1
sendok teh penuh gula dilarutkan dalam 50 ml air) baik peroral maupun NGT. Kemudian mulai
pemberian F75 (formula nutrisi dengan kalori 75 kkal/100mL) tiap 2 jam, dan untuk 2 jam
pertama berikan seperempat dosis tiap 30 menit. Pertimbangkan pula pemberian antibiotik jika
terbukti terdapat infeksi pada pasien. Bila anak dalam keadaan tidak sadar, dapat diberikan bolus
glukosa 10% intravena diikuti dengan 50 ml glukosa 10% lewat pipa NGT dan dilanjutkan
pemberian F75 dengan metode serupa. Evaluasi kadar gula darah setelah 2 jam tatalaksana.[3]
Dehidrasi dan Keseimbangan Elektrolit
Tidak mudah menilai dehidrasi pada anak dengan gizi buruk karena tanda dan gejala
dehidrasi sering didapati pada gizi buruk meskipun tidak dehidrasi. Oleh karena itu, diagnosis
pasti adanya dehidrasi adalah melalui pemeriksaan berat jenis urin >1.030, disertai dengan gejala
klinis khas seperti kehausan dan kulit kering. Rehidrasi pada gizi buruk menggunakan larutan
khusus yaitu ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition) yang mengandung natrium dan
kalium dalam jumlah sesuai. Seluruh anak dengan malnutrisi berat mengalami kelebihan natrium
walaupun kadar Na darah rendah. Defisiensi kalium dan magnesium juga terjadi dan
membutuhkan waktu minimal 2 minggu untuk melakukan koreksi. Edema yang muncul pada
pasien malnutrisi berat dapat disebabkan ketidak-seimbangan elektrolit sehingga pemberian
diuretik untuk mengatasi edema tidak dianjurkan. [3]
Pemberian Makanan dan Koreksi Defisiensi Mikronutrien
Pemberian makanan pada fase stabilisasi memerlukan pendekatan yang hati-hati karena
kondisi fisiologis anak dengan malnutrisi akut berat sangat rapuh. Pemberian makan sebaiknya
dimulai sesegera mungkin dengan porsi kecil namun sering menggunakan makanan dengan
osmolaritas rendah dan rendah laktosa seperti F75. Pemberian makan sebaiknya melalui oral atau
bantuan pipa nasogastrik, dan bila anak masih minum ASI, lanjutkan pemberian ASI namun
setelah formula makanan dihabiskan. Berikut ini jadwal yang direkomendasikan pada fase
stabilisasi:
 1-2 hari : frekuensi tiap 2 jam, 11 cc/kgBB/pemberian, volume 130 ml/kg/hari
 3-5 hari: frekuensi tiap 3 jam, 16 cc/kgBB/pemberian, volume 130 ml/kg/hari
 6-7+ hari: frekuensi tiap 4 jam, 22 cc/kgBB/pemberian, volume 130 ml/kg/hari
selanjutnya, pada fase transisi dan rehabilitasi, bila anak dirasa mampu, jenis formula makanan
dapat dinaikkan menjadi F100 (formula nutrisi dengan kalori 100 kkal/100mL) yang memiliki
kalori lebih tinggi untuk mempersiapkan anak mencapai berat badan yang ditargetkan.
Koreksi defisiensi mikronutrien juga perlu diberikan, namun pemberian preparat besi
tidak boleh diberikan hingga minggu kedua atau pada fase rehabilitasi. Pada hari pertama
perawatan dapat diberikan Vitamin A peroral (dosis >12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan
100.000 SI, untuk 0-5 bulan 50.000 SI), ditunda bila kondisi klinis buruk. Dapat pula diberikan
asam folat 5 mg peroral. Di Indonesia, terdapat larutan yang mengandung elektrolit dan mineral
yang dibutuhkan yaitu zinc, tembaga (Cu), kalium dan magnesium. Larutan ini dikenal sebagai
Mineral Mix. [3]

Tata Laksana Malnutrisi pada Dewasa


Penatalaksanaan malnutrisi pada dewasa tidak terlalu berbeda dengan anak karena pada
dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi sama. Perbedaan terdapat hanya pada klasifikasi dan
dosis obat-obatan serta jumlah kebutuhan makanan yang diperlukan. Pada dewasa dengan nilai
IMT<16,0 dan disertai dengan edema, diperlukan terapi rawat inap.
Tata laksana malnutrisi pada dewasa yang memerlukan rawat inap dibagi menjadi tiga fase, yaitu
fase stabilisasi, fase transisi, dan rehabilitasi. Pada fase stabilisasi, terapi nutrisi diawali dengan
pemberian formula yaitu F75 (100 ml = 75 kkal) yang dihitung sesuai kebutuhan harian per
kilogram berat badan pasien. Selanjutnya, pemberiannya dapat melalui oral maupun sonde bila
tidak memungkinkan metode per oral, dibagi dalam 5-6 kali pemberian/hari. Selain itu, perlu
juga ditambahkan mineral mix dan vitamin mix untuk mencukupi kebutuhan mikronutrien
pasien. Pada fase transisi, formula dapat dinaikkan menjadi jenis F100 (100 ml = 100 kkal)
karena mengandung jumlah energi dan protein yang lebih adekuat untuk meningkatkan berat
badan. Jika pasien telah dirasa siap, yang ditandai dengan berat badan yang konsisten naik dan
nafsu makan baik serta masalah kesehatan lain yang menyertai telah teratasi, dapat dimulai fase
rehabilitasi dan persiapan untuk rawat jalan. Pasien dewasa harus tetap mendapatkan diet
suplementer hingga IMT ≥18,5. [3,12]

5. Komplikasi gangguan gizi pada anak

Komplikasi Kekurangan Nutrisi


Bukan hanya menyebabkan gangguan kesehatan atau pertumbuhan pada anak, kekurangan nutrisi
menyebabkan seseorang mengalami beberapa penyakit lain yang menjadi komplikasi dari kekurangan
nutrisi, seperti:

1. Anemia

Anemia menjadi salah satu penyakit yang muncul akibat kekurangan zat besi dalam tubuh. Zat besi
umumnya digunakan untuk memproduksi sel darah merah dan membawa oksigen dalam darah menuju
seluruh tubuh. Jika jumlah sel darah merah sedikit, organ dan jaringan pada tubuh mengalami
kekurangan oksigen yang menyebabkan fungsinya dapat terganggu.

2. Skorbut

Penyakit skorbut muncul akibat tubuh kekurangan vitamin C. Vitamin C memiliki banyak manfaat pada
tubuh, untuk membuat kolagen yang menjadi protein penting pada jaringan kulit.

Anda mungkin juga menyukai