DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSU PROPINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2012 2
BAB I PENDAHULUAN
Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas. Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan maupun adanya gangguan terhadap absorbsi, pencernaan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Selain itu, malnutrisi bisa disebabkan apabila asupan kalori yang berlebih dari kebutuhan harian, dan mengakibatkan penyimpangan energi dalam bentuk bertambahnya jaringan adiposa. Masalah nutrisi yang terjadi pada anak antara lain malnutrisi kurang energi protein (kwashiorkor, marasmus, marasmik-kwashiorkor), malnutrisi vitamin, mineral, dan obesitas. Malnutrisi Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, kejadian ini terutama pada anak-anak di bawah usia 5 tahun (balita). Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%. Status gizi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, seperti sosial, ekonomi, budaya, kesehatan, lingkungan alam, maupun penduduk yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Higienisitas, sanitasi, pola asuh, dan perilaku ibu juga berperan terhadap status gizi anak. Masalah gizi ini juga akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia pendek. Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Angka morbiditas dan mortalitas atau kejadian kematian juga dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada KEP berat. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering terjadi gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa. Oleh karena itu penatalaksanaan asuhan gizi (Nutrition care) sangat diperlukan dalam penanganan hal tersebut, terutama di setiap tingkat pelayanan kesehatan.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI Malnutrisi Kurang Energi Protein (KEP) adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Penyebab KEP dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh. Secara klinis KEP dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmus- kwashiorkor.
2.2 EPIDEMIOLOGI Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005, Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk yang terjadi di NTT sebagai KLB.
2.3 PATOFISIOLOGI KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan,infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein melalui proses katabolik. Bila terjadi stres 4
katabolik (infeksi) maka kebutuhan terhadap protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, bila kondisi ini terjadi pada status gizi masih diatas -3 SD (-2SD 3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/ decompensated malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik- kwashiorkor. Bila kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadi marasmik (malnutrisi kronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesis enzim.
2.4 MANIFESTASI KLINIS Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu: 1. Kwashiorkor, ditandai dengan: - edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh,wajah sembab dan membulat - mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok - cengeng, rewel dan apatis - pembesaran hati - otot mengecil (hipotrofi) - bercak merah kecoklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis) - sering disertai penyakit infeksi, diare, dan anemia.
Gambar 1. Edema pada anak dengan kwashiorkor
5
Gambar 2. Crazy pavement dermatosis 2. Marasmus, ditandai dengan: - sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit - wajah seperti orang tua - cengeng dan rewel - kulit keriput - jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada - perut cekung - iga gambang - bokong baggy pants - sering disertai penyakit infeksi dan diare.
Gambar 3. Anak dengan marasmus (tampak depan dan belakang) 3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus. 6
Gambar 4. Anak dengan marasmus kwashiorkor
Manifestasi Klinis Marasmus Kwashiorkor Tampak sangat kurus Bilateral pitting oedema, berawal dari telapak kaki dan tungkai bawah, dapat meluas hingga tangan dan lengan serta wajah (moon face) Lemak dan jaringan otot minimal, tampak seperti tulang terbungkus kulit, hingga turgor kulit berkurang Penurunan massa jaringan otot dan lemak mungkin tertutupi edema Kurus, kulit kering, mengendor, keriput, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol, mata tampak besar dan dalam, tampakan wajah seperti orang tua (old mans appearance) Lesi kulit, atrofi, kulit tampak pecah-pecah dan mudah terkelupas, rapuh, mudah terkena infeksi (dermatosis). Rambut normal Perubahan warna rambut (kuning/kemerahan) dan tipis, kering, dan rapuh, dan mudah dicabut/rontok Sering terkena infeksi, namun dengan gejala klinis minimal (tidak selalu timbul demam) Sering terkena infeksi akibat lesi kulit Sering berhubungan dengan dehidrasi Sering berhubungan dengan dehidrasi yang mungkin tertutupi oleh edema Perubahan status mental, waspada dan rewel Perubahan status mental, hingga apatis atau letargis. Rewel bila disentuh.
2.5 DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila: - BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus) - Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:BB/TB > - 3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD). 7
Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema. Anak anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat Klasifikasi: a) KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC) b) KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC) c) KEP berat : >70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC).
2.6 TATALAKSANA A. Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 2 fase yaitu: fase stabilisasi dan fase rehabilitasi.
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula 8
pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan. Tatalaksana - Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan. - Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml air) secara oral ataumelalui NGT. - Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2 - 3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari. - Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75. - Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT. - Beri antibiotik. Pemantauan - Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30 menit. - Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan glukosa atau gula 10%. - Jika suhu rektal < 35.5 C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia). Pencegahan Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu,lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam 2. Mencegah dan mengatasi hipotermia Diagnosis Suhu aksilar < 35.5 C Tatalaksana - Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu). - Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode 9
kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak. - Beri antibiotik sesuai pedoman. Pemantauan - Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5 C - Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari - Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia Pencegahan - Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut - Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering. - Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi,atau selama pemeriksaan medis) - Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di malam hari - Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin,sepanjang hari, siang dan malam. 3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi Diagnosis Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan. Tatalaksana - Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok. - Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik. 10
Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama. Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5 10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah. - Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam - Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap buang air besar, usia 1 th: 100 - 200 ml setiap buang air besar. 4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit Pemantauan Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian. Periksalah frekuensi napas, frekuensi nadi, frekuensi miksi dan jumlah produksi urin, serta frekuensi buang air besar dan muntah. Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah, cekung mata dan fontanela berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi,tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat badan. Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam. Pencegahan Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit standar. - Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI - Pemberian F-75 sesegera mungkin - Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair. Tatalaksana - Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau ReSoMal. 11
- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi - Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl). 5. Mengobati infeksi Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat. Tatalaksana Berikan pada semua anak dengan gizi buruk: - Antibiotik spektrum luas - Vaksin campak jika anak berumur 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan. - Tunda imunisasi jika anak syok. Pilihan antibiotik spektrum luas - Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol peroral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari. Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atautampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri: - Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkandengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari)ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari DITAMBAH: - Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. - Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari - Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis,malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai. - Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria. 12
- Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat antituberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis. Pemantauan Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak. 6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi. Tatalaksana Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu: - Multivitamin - Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari) - Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari) - Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari) - Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi) - Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini : Umur Dosis <6 bulan 50 000 (1/2 kapsul biru) 6 12 bulan 100 000 (1 kapsul biru) 1 5 tahun 200 000 (1 kapsul merah) Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15. 7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh.
13
Tatalaksana Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah: - Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah laktosa - Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral - Energi: 100 kkal/kgBB/hari - Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari - Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari) - Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini: Hari ke : Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari 1 2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml 3 5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml 6 dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas dapat dipercepat menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan setiap 2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau penunggu pasien. Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian). Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu mendapat ekstra air/cairan. Terdapat 5 rencana pemberian cairan dan makanan untuk fase stabilisasi, yang disesuaikan dengan 5 kondisi yang didapatkan pada penderita. 1. Rencana I untuk kondisi I (jika ditemukan syok/renjatan, letargis, dan muntah dan atau diare atau dehidrasi) 2. Rencana II untuk kondisi II (jika letargis dan muntah dan atau diare atau dehidrasi) 3. Rencana III untuk kondisi III (jika muntah dan atau diare atau dehidrasi) 4. Rencana IV untuk kondisi IV (jika ditemukan letargis) 14
5. Rencana V untuk kondisi V (jika tidak ditemukan syok/renjatan, letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi) Bagan 1. Rencana I (jika ditemukan renjatan/syok, letargis, dan muntah dan atau diare atau dehidrasi)
15
Bagan 2. Rencana II (jika penderita ditemukan letargis dan muntah dan/diare/dehidrasi)
Bagan 3. Rencana III (jika penderita ditemukan muntah dan/diare/dehidrasi)
16
Bagan 4. Rencana IV (jika penderita gizi buruk ditemukan letargis)
Bagan V. Rencana V (penderita gizi buruk tidak menunjukkan tanda bahaya atau kondisi penting tertentu)
17
Pemantauan Pantau dan catat setiap hari: jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan, muntah, frekuensi defekasi dan konsistensi feses, dan berat badan. 8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah: Kembalinya nafsu makan Edema minimal atau hilang. Tatalaksana Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-kejar (F- 100) (fase transisi): Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama 2 hari berturutan. Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari. Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100. Setelah transisi bertahap, beri anak: - pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuaikemampuan anak) - energi: 150-220 kkal/kgBB/hari - protein: 4-6 g/kgBB/hari Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to usetherapeutic food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet92g dapat digunakan pada fase rehabilitasi. Pemantauan Hindari terjadinya gagal jantung. Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan napas cepat). Jika nadi maupun frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit), dan kenaikan ini menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya). Lakukan segera: - kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24 jam - kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut: 18
o 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya o 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya o selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana dijelaskan sebelumnya. o atasi penyebab Penilaian kemajuan Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap transisi dan mendapat F-100: - Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan - Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari - Jika kenaikan berat badan: o kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap o sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi. o baik (> 10 g/kgBB/hari).
19
Bagan 6. Pemberian cairan dan makanan untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang - ungkapan kasih sayang - lingkungan yang ceria - terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit per hari - aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat - keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan, memandikan, bermain) 10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak berperawakan pendek. Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut : 20
1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif 2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD 3) Komplikasi sudah teratasi 4) Ibu telah mendapat konseling gizi 5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut 6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah. Berikan contoh kepada orang tua: - Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi pemberian makan yang sering. - Terapi bermain yang terstruktur - Sarankan: o Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan o Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus) Pemulangan sebelum sembuh total Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko. Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan. Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil: Anak seharusnya: telah menyelesaikan pengobatan antibiotik mempunyai nafsu makan baik menunjukkan kenaikan berat badan yang baik edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang. Ibu atau pengasuh seharusnya: mempunyai waktu untuk mengasuh anak memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah dan frekuensi) mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin, nasihati tentang dukungan yang tersedia. 21
Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak sembuh: o Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan lokal untuk melakukan supervisi dan pendampingan. o Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.
B. Pengobatan Penyakit Penyerta 1. Masalah pada mata - Beri vitamin A Gejala Tindakan Hanya bercak Bitot saja Tidak memerlukan obat tetes mata Nanah atau peradangan Beri tetes mata kloramfenikol atau tetrasiklin (1%) Kekeruhan pada kornea Ulkus pada kornea Tetes mata kloramfenikol 0.25%-1% atau tetes tetrasiklin (1%); 1 tetes, 4x sehari, selama 7-10 hari Tetes mata atropin (1%); 1 tetes, 3x sehari, selama 3-5 hari Jika perlu, kedua jenis obat tetes mata tersebut dapat diberikan secara bersamaan. Jangan menggunakan sediaan yang berbentuk salep. Gunakan kasa penutup mata yang dibasahi larutan garam normal. Gantilah kasa setiap hari. 2. Le s i kul i t pada Kwas hi or kor ( De r mat os i s ) Dermatosis ditandai adanya: hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida. Tatalaksana: kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO4 (K- permanganat) 1% selama 10 menit beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor) usahakan agar daerah perineum tetap kering umumnya terdapat defisiensi seng (Zn): beri suplementasi Zn.
22
3. Diare persisten Diobati bila hanya diare persisten dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah laktosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari berlanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri: Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari. 4. Tuberkulosis Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (walaupun seringkali negatif palsu) dan Ro- foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB. Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan. Dosis - INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari - Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari - Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari - Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari - Streptomisin: 1540 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari
23
C. Tindakan kegawatan 1. Syok (kondisi I) Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi. Pedoman pemberian cairan (rencana I): Berikan larutan Dekstrosa 5%: NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama. Evaluasi setelah 1 jam: Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi, maka syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti) Bila tidak ada perbaikan klinis, maka anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumatan sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan- lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti). 2. Anemia berat Transfusi darah diperlukan bila: Hb < 4 g/dl Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung Transfusi darah: Berikan whole blood 10 ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah yang sama. Beri furosemid 1 mg/kgBB secara IV pada saat transfusi dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Monitor frekuensi nadi dan pernapasan setiap 15 menit selama transfusi. Jika terjadi peningkatan (frekuensi napas meningkat 5x/menit atau nadi 25x/menit), perlambat transfusi.Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
24
BAB III LAPORAN KASUS
Tanggal Masuk RSUP Mataram : 27 Sepetember 2012 No. RM : 058424 Diagnosis Masuk : Marasmus dan Susp.TB
IDENTITAS Identitas Pasien : Nama Lengkap : An. M.R Jenis Kelamin : laki-laki Umur : 17 bulan Agama : Islam Alamat : Sekarbela Mataram Identitas Keluarga Ibu Ayah Nama Ny. H Tn. S Umur 20 tahun 35 tahun Pendidikan Tidak tamat SD Tidak tamat SD Pekerjaan IRT Buruh
ANAMNESIS (tanggal 27/9/2012, diberitahu oleh ibu dan ayah pasien) Keluhan Utama : Berat badan sulit naik
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUP NTB rujukan Puskesmas Karang Pule dengan gizi buruk dengan riwayat berulang. Saat ini ibu Os mengaku berat badan anaknya sulit naik, sejak anak berusia 3 bulan. Ibu Os mengaku nafsu makan anaknya kuat, Os biasanya makan 3x/hari, berupa nasi lembek, sayur, dan kadang-kadang telur, Os juga sering mengkonsumsi mie rebus, 1 bungkus/hari. Selain itu Os juga telah mendapat susu dan makanan tambahan dari Puskesmas sejak 5 bulan yang lalu hingga sekarang (sejak Os berumur 12 bulan). Ibu Os mengaku setelah mendapatkan makanan tambahan dan susu dari Puskesmas berat badan anaknya naik dari 3,9 kg pada usia 12 bulan menjadi 4,7 kg pada usia 17 bulan (sekarang). Ibu Os juga mengaku anaknya rewel sejak usia 3 bulan. 25
Selain itu, ibu Os juga mengeluhkan anaknya mengalami batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu, warna dahak diakui kehijauan, tanpa disertai darah. Ibu Os mengaku anaknya batuk tidak menentu, baik pagi, siang, maupun malam, tanpa pemicu yang jelas, namun berkurang bila diberikan air hangat. Os juga dikeluhkan pilek, sejak 2 hari terakhir, ingus bening, encer. Demam disangkal, namun riwayat Os sering berkeringat pada malam hari diakui oleh ibu pasien. Sesak napas diakui, namun hanya dirasakan saat batuk, sesak tidak dirasakan bila tidak batuk. Mual dan muntah juga dikeluhkan, sejak 1 bulan yang lalu, frekuensi 1 3 x/hari, dengan jumlah sedikit, berupa makanan atau susu yang baru diminumnya, darah (-). Namun keluhan muntah ini tidak dialami setiap hari, Os hanya muntah bila terlalu banyak makan atau terlalu lama batuk. Buang air besar diakui (+), konsistensi lunak, warna kekuningan, frekuensi 1 2 x/ hari, diare (-), lendor (-), darah (-). Buang air kecil (+), frekuensi 5 6 x/hari, volume 50 100 cc tiap BAK, warna kekuningan, nyeri saat BAK disangkal. Ibu Os juga mengaku tidak terdapat perubahan nafsu makan pada Os baik sebelum maupun sesudah batuk, 2 minggu terakhir ini. Nafsu makan Os tetap kuat.
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Ibu Os mengaku anaknya sering menderita batuk, pilek, dan demam, setiap bulan sejak usia 3 bulan, selama 2 3 hari, kambuh-kambuhnan, sembuh dengan obat dari Puskesmas, namun beberapa hari kemudian kambuh lagi. Riwayat konsumsi OAT disangkal. Riwayat alergi, sesak berbunyi ngik disangkal. Ibu Os juga mengaku berat badan anaknya sulit naik, meskipun Os banyak makan. Riwayat keluar cacing dari mulut/tinja disangkal. Riwayat sering diare disangkal, Os pernah mengalami diare saat usia 6 bulan, hingga dirawat di RS Kota selama 2 hari dan dinyatakan sembuh. Setelah itu ibu Os mengaku anaknya tidak pernah mengalami diare lagi.
Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan : Terdapat riwayat batuk lama (sejak 4 bulan yang lalu), disertai batuk darah pada nenek pasien. Nenek sering berobat ke Puskesmas, namun keluarga mengaku nenek Os tidak mendapatkan pengobatan selama 6 bulan. Ibu Os mengaku sering batuk, kambuh-kambuhan, sejak 2 tahun yang lalu, dahak (-), darah (-). Riwayat demam lama/demam berulang disangkal, riwayat sering berkeringat malam disangkal. 26
Tidak terdapat riwayat alergi maupun asma pada keluarga pasien
Riwayat keluarga (Ikhtisar keturunan) : Pasien merupakan anak tunggal.
Riwayat Pribadi 1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan : Ini adalah kehamilan pertama ibu pasien. Sebelumnya ibu juga tidak pernah mengalami keguguran. Ibu Os mengaku sempat beberap kali memeriksakan kehamilannya di Puskesmas (>4 kali selama kehamilan). Ibu Os mengaku selama hamil ia mengalami muntah berlebih, sejak bulan-bulan pertama kehamilan, hingga sebelum melahirkan (usia kehamilan 8 bulan). Nafsu makan ibu selama hamil berkurang. Ibu hanya makan sedikit-sedikit dan sebagian besar makanan tersebut dimuntahkan lagi. Riwayat trauma, demam, perdarahan, minum obat-obatan selama kehamilan disangkal. Riwayat konsumsi tablet penambah darah selama kehamilan juga disangkal oleh ibu pasien. Ibu mengaku selama hamil jarang mengkonsumsi daging dan tidak mengkonsumsi susu, ibu hanya megkonsumsi sayur dan kadang-kadang telur. Os lahir pada usia kehamilan 8 bulan, secara spontan, di rumah, ditolong dukun, BBL 2000 gram, Os langsung menangis, riwayat biru atau kuning setelah lahir disangkal.
2. Riwayat Nutrisi : Os mendapat ASI eksklusif dari usia 0 3 bulan, sedangkan sejak usia 3 6 bulan Os mendapatkan ASI dan susu formula, karena ibu mengaku ASI-nya sedikit. Sejak usia 6 bulan Os juga mendapat makanan tambahan berupa bubur SUN, dan 1 bulan terakhir ini Os mulai mendapat nasi lembek, sayur, dan kadang telur, Os juga sering disapih oleh ibunya. Ibu Os mengaku sejak usia 12 bulan Os mendapatkan makanan tambahan dan susu dari Puskesmas, yang rutin diambil setiap minggu ke Puskesmas (setiap hari Jumat), setelah mendapat makanan tambahan tersebut berat badan Os naik, dari yang semula 3,9 kg pada usia 12 bulan, menjadi 4,7 kg pada usia 17 bulan (sekarang).
3. Perkembangan dan Kepandaian Motorik Kasar Motorik Halus Bicara Sosial Os belum dapat berjalan, duduk sendiri, maupun tengkurap. Os belum dapat mencoret- Os baru dapat mengucapkan 1 kata (maeh). Os belum dapat membuka pakaian sendiri, belum dapat menggunakan sendok/garpu, 27
Os hanya dapat duduk bila dibantu, selama 5 10 detik. Os hanya dapat tidur miring-miring, tanpa bisa tengkurap sendiri. coret. Os mampu memegang dengan jari dan ibu jari. Os belum dapat menyebut mama- papa/inaq-amaq secara jelas. Os mampu menoleh ke arah suara. belum dapat membantu di rumah, belum dapat minum dengan gelas sendiri, belum dapat makan sendiri. Os mampu daag-daag dengan tangan, bertepuk tangan, berusaha menggapai mainan.
4. Vaksinasi : A. Dasar B. Ulangan BCG : + pada usia 1 bulan Hepatitis: + 4 kali saat usia 1 bulan 2, 3, 4 bulan Polio: + 4 kali saat usia 1 bulan 2, 3, 4 bulan DPT: + 3 kali saat usia 2 bulan 3, 4 bulan Campak: belum
5. Sosioekonomi dan lingkungan Os berasal dari keluarga sosial ekonomi menengah ke bawah. Ayah Os bekerja sebagai buruh dengan penghasilan sekitar Rp 500.000,- hingga Rp 800.000,- per bulan. Sedangkan ibu Os tidak bekerja (IRT). Os tinggal berenam dalam satu rumah, bersama ayah, ibu, nenek, paman, dan bibinya. Rumah berdinding bedeg, berlantai tanah, terdiri dari 2 kamar, tidak memiliki jendela. Kondisi dalam rumah lembab. Ibu Os memasak di luar menggunakan kayu bakar atau kadang-kadang kompor minyak, asap dapur sering masuk ke dalam rumah. Kamar mandi terdapat di luar rumah. Terdapat sungai yang berjarak sekitar 1 meter dari rumah. Ibu Os mengaku air untuk minum diambil di sumur dan selalu direbus. Ibu Os juga mengaku air untuk masak, mandi, dan cuci diambil dari sumur. Ibu Os juga mengaku selalu mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan. Ibu Os mengaku Os hanya bermain di tempat tidur dan tidak pernah bermain di lantai. Os juga hanya bermain di dalam rumah dan tidak dibawa bermain ke luar rumah.
28
PEMERIKSAAN FISIK Status Present KU : lemah Kes : Rewel TD : tidak dievaluasi N : 132 x/mnt, teratur, kuat angkat cukup RR : 48 x/mnt, teratur Tax : 37,1 C CRT : < 3 dtk Status Gizi BB : 4600 gram PB : 60 cm Edema : (-) Zscore (Grafik WHO): o BB/PB = < - 3 SD o BB/U = < - 3 SD o TB/U = < - 3 SD Kesimpulan status gizi: Gizi buruk Status Generalis Kepala: Bentuk : mikrocephali (LK: 39 cm) Wajah : tampakan seperti orang tua (+) Mata : Anemia +/+, ikterik -/-, RP (+), Isokor, Edema palpebra -/-, mata cowong (-/-), bercak Bitot (-), kornea dan konjungtiva kering (-), ulkus kornea (-) Mulut : pucat (+), bibir kering (-), sianosis pada mukosa mulut (-). THT : otorhea (-), rinorhea (+), faring hipemis (-), tonsil eutrofi. Leher : Pembesaran KGB (+), kaku kuduk (-) Thorax : Inspeksi : Bentuk dan ukuran normal, deformitas (-), iga gambang (-) Palpasi : pergerakan dinding dada simetris Perkusi : Pulmo : sonor. Cor : tde
29
Auskultasi : Pulmo : vesikuler +/+, rhonki kasar +/+ , Rhonki basah halus -/-, wheezing +/+ Cor : S1S2, tunggal, reguler, murmur (-), galop (-) Abdomen : Inspeksi : distensi (+), massa (-), jejas (-) Auskultasi : Bunyi usus normal Perkusi : timpani Palpasi : Supel, massa (-), Hepar, lien dan ren tak teraba, nyeri tekan (-) turgor kulit menurun Ekstremitas : Tungkai Atas Tungkai bawah Kanan Kiri Kanan Kiri Akral hangat + + + + Edema - - - - Pucat + + + + Muscle wasting + + + + Baggy pants + + Urogenital : normal Anal perianal : normal
b. Pemeriksaan Lainnya Tanggal 28/9/2012 o GDS : 93 o Total protein : 6,8 o Albumin : 3,4 o Globulin : 3,4 o Pemeriksaan elektrolit: Na + :151 mmol/L K + : 4,7 mmol/L Cl - : 98 mmol/L
RESUME Seorang anak laki-laki, usia 17 bulan, rujukan Puskesmas Karang Pule dengan gizi buruk dengan riwayat berulang. Saat ini anak rewel, berat badannya sukar naik, meskipun nafsu makan anak cenderung kuat dan telah mendapatkan susu dan makanan tambahan dari Puskesmas sejak 5 bulan yang lalu. Selain itu anak dikeluhkan juga mengalami batuk berdahak sejak 2 minggu terakhir, dahak kental, berwana kehijauan. Pilek (+) sejak 2 hari terakhir, ingus encer, warna bening. Demam disangkal, namun riwayat sering berkeringat malam diakui. Sesak (+), kadang- kadang, bila batuk. Mual (+), muntah (+), kadang-kadang. Diare (-). Os diakui sering mengalami batuk, pilek, dan demam berulang sejak usia 3 bulan. Terdapat riwayat TB pada nenek pasien dan belum diobati. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum anak tampak lemah dan rewel, N: 132x/menit, regular, kuat angkat cukup, RR: 48x/menit, regular, t: 37,1 0 C. Didapatkan juga mikrocephali, wajah seperti orang tua, konjungtiva anemis, bibir tampak pucat, dan pembesaran KGB leher. Perut juga tampak distensi, H/L/R tidak teraba, massa (-), BU (+) normal, dan turgor kulit sedikit menurun. Ekstremitas tampak pucat, muscle wasting (+), dan baggy pants (+). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,57 g/dl; MCV 61,4 fl; MCH 16,5 pg; MCHC 26,9 g/dl; dan WBC 17,3x10 3 uL.
IV. DIAGNOSIS Marasmus + gagal tumbuh Susp. TB paru Anemia sedang hipokromik mikrositik ec susp. Defisiensi Fe dd/ APK 31
Thallasemia
V. RENCANA TERAPI D 10% 50 cc per oral Diit infant formula: 2 jam pertama 12,5 cc tiap 30 menit Berikutnya 50 cc tiap 2 jam ( 10x 50 cc) Pemberian ASI diteruskan, berikan antara pemberian infant formula Vitamin A 200.000 IU Vitamin C 3 x tablet Asam Folat Hari I 5 mg Hari II dan III 1 mg Timbang BB/hari Tes mantoux, Rontgen thoraks AP lateral, pemeriksaan sputum/bilas lambung untuk pengecatan gram dan BTA Cek kadar FT 4 , TSH, TIBC, SI, MDT, Retikulosit
32
VI. FOLLOW UP Tanggal Keluhan Diagnosa Terapi 28/9/2012 BB: 4,6 kg S: batuk (+), dahak (+) warna kehijauan, pilek (+), demam (-), mual (-), muntah (-) BAK (+) N, BAB (+) N O: KU: lemah Kes: CM, rewel N = 120 x/mnt,teratur,kuat angkat RR = 52 x/mnt T ax = 37,2 C Marasmus + gagal tumbuh Susp. TB paru Anemia sedang hipokromik mikrositik ec susp. Defisiensi Fe Diit IF 12 x 50 cc Vit. C 3 x tablet Asam Folat 5 mg Cefadroksil 2 x Cth 29/9/2012 BB: 4,6 kg S: batuk (+), dahak (+) warna kehijauan, pilek (+), demam (-), mual (-), muntah (-) BAK (+) N, BAB (+) N O: KU: lemah Kes: CM, rewel N = 120 x/mnt,teratur,kuat angkat RR = 52 x/mnt T ax = 37,2 C Ro thoraks: tampak gambaran efusi pada pleura kiri Marasmus + gagal tumbuh Susp. TB paru + efusi pleura Sn. Anemia sedang hipokromik mikrositik ec susp. Defisiensi Fe Diit IF 12 x 50 cc Vit. C 3 x tablet Asam Folat 1 mg Cefadroksil 2 x Cth Cek SGOT, SGPT, TSH, FT 4
Rencana raber divisi respirologi 1/10/2012 BB: 4,65 kg S: batuk (+), berkurang, dahak (+), pilek (+), demam (+), naik turun, mual (-), muntah (-) BAK (+) N, BAB (+) N O: KU: lemah Kes: CM, rewel N = 132 x/mnt,teratur,kuat angkat RR = 40 x/mnt T ax = 37,3 C Lab: HB: 8,11 WBC: 13,3 HCT: 29,9 TSH: 3,34 MCV: 60,4 FT 4 : 7,16 MCH: 16,4 SGOT: 15 PLT: 196 SGPT: 10 Mantoux (+) 16 mm Marasmus + gagal tumbuh Susp. TB paru + efusi pleura Sn. Anemia sedang hipokromik mikrositik ec susp. Defisiensi Fe Susp. Hipotiroid Diit IF 12 x 75 cc Vit. C 3 x tablet Asam Folat 1 mg Cefadroksil 2 x Cth Raber divisi respirologi: USG Thoraks Cek MDT, Retikulosit Rencana pungsi pleura Bilas lambung 2x (cek pengecatan gram,BTA, jamur), rencana OAT setelah 2x bilas lambung Scoring TB: Kontak 2 Mantoux 3 Status gizi 2 Demam 2 minggu 1 Batuk 3 minggu 1 Pemb.KGB 1 Pemb.tulang/sendi Ro thoraks 1 Total 11 2/10/2012 BB: 4,55 kg S: batuk (+), , dahak (+), pilek (+), demam (+), mual (-), muntah (-) BAK (+) N, BAB (+) N O: Marasmus + gagal tumbuh TB paru Diit IF 12 x 75 cc Vit. C 3 x tablet Cefadroksil 2 x Cth 33
KU: lemah Kes: CM, rewel N = 130 x/mnt,teratur,kuat angkat RR = 34 x/mnt T ax = 37,8 C USG Thoraks: tak tampak efusi pleura dx et sn. Hasil pem.sputum I: BTA (-) Terdapat kuman gram (+) & gram (-) Anemia sedang hipokromik mikrositik ec susp. Defisiensi Fe Susp. Hipotiroid PCT Cth (k/p) 3/10/2012 BB: 4,55 kg S: batuk (+), pilek (+), demam (-), mual (-), muntah (-) BAK (+) N, BAB (+) N O: KU: lemah Kes: CM, rewel N = 128 x/mnt,teratur,kuat angkat RR = 34 x/mnt T ax = 37,4 C Marasmus + gagal tumbuh TB paru Anemia sedang hipokromik mikrositik ec susp. Defisiensi Fe Susp. Hipotiroid Diit IF 8 x 100 cc, rencana pasang NGT Vit. C 3 x tablet Asam Folat 1 mg Cefadroksil 2 x Cth 4/10/2012 BB: 4,55 kg S: batuk (+), demam (+), sejak tadi malam, mual (-), muntah (-) BAK (+) N, BAB (+) N O: KU: lemah Kes: CM, rewel N = 132 x/mnt,teratur,kuat angkat RR = 36 x/mnt T ax = 37,8 C Hasil pem.sputum II: BTA (-) Terdapat kuman gram (+) & gram (-) Marasmus + gagal tumbuh TB paru Anemia sedang hipokromik mikrositik ec susp. Defisiensi Fe Susp. Hipotiroid Diit IF 8 x 100 cc Vit. C 3 x tablet Asam Folat 1 mg Cefadroksil 2 x Cth PCT Cth (k/p) Mulai OAT Rifampicin 1x 50 mg INH 1x 50 mg PZA 1x 100 mg 5/10/2012 BB: 4,6 kg S: batuk (+), berkurang, demam (-), mual (-), muntah (-) BAK (+) N, BAB (+) N O: KU: sedang Kes: CM N = 136 x/mnt,teratur,kuat angkat RR = 39 x/mnt T ax = 37,1 C Pem.Lab: Retikulosit: 3,6% MDT: Eritrosit: mikrositik hipokromik Leukosit: jml , granulosit immature (stab), limfositosis relatif, limfosit atipik Trombosit: jml cukup, trombosit besar gamb.anemia mikrositik hipokromik, disertai infeksi bacterial dan viral Marasmus + gagal tumbuh TB paru Anemia sedang hipokromik mikrositik ec susp. Defisiensi Fe Susp. Hipotiroid Diit IF 8 x 100 cc Vit. C 3 x tablet Asam Folat 1 mg Cefadroksil 2 x Cth Lanjut OAT 34
BAB IV PEMBAHASAN
Malnutrisi Kurang Energi Protein (KEP) adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Secara klinis KEP dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-kwashiorkor. Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus) dan atau terdapat edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:BB/TB > - 3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD). Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema. Pasien pada laporan kasus ini didiagnosis menderita malnutrisi KEP tipe marasmus. Diagnosis ini didukung oleh didapatkannya keluhan berupa berat badan sukar naik, meskipun nafsu makan pasien kuat, dari tampakan klinis tampak pasien sangat kurus, wajah seperti orang tua (old mans appearance), pasien tidak memiliki jaringan lemak bawah kulit terutama pada bahu, lengan, paha, dan pantat (baggy pants), dengan tidak disertai adanya edema, serta dari pemeriksaan status gizi BB/PB didapatkan status gizi pasien berada di bawah -3 standar deviasi. Pada pasien ini juga didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium berupa HB 8,57 g/dl, dengan MCV dan MCH yang juga menurun, masing-masing 61,4 fl dan 16,5 pg. Hasil ini mengindikasikan adanya anemia hipokromik mikrositik, yang dapat diakibatkan oleh defisiensi Fe maupun akibat penyakit kronis. Selain itu hasil penilaian terhadap BB/U pasien juga berada di bawah -3 standar deviasi jika diplot pada grafik BB menurut umur, sehingga pasien juga tergolong dalam kondisi gagal tumbuh (failure to thrive). Gagal tumbuh merupakan keadaan yang ditandai kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan seharusnya, tidak naik, atau bahkan turun dibandingkan pengukuran sebelumnya. Gagal tumbuh bukanlah suatu diagnosis melainkan gejala yang harus dicari penyebabnya. Kemungkinan penyebab gagal tumbuh pada pasien ini antara lain asupan kalori tidak mencukupi, anemia, serta adanya infeksi kronik. 35
Pasien dengan gizi buruk rentan terjadi infeksi, hal ini dikarenakan sering terjadi gangguan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien tersebut. Salah satu infeksi yang sering dialami oleh pasien dengan gizi buruk adalah infeksi oleh kuman M. tuberculosis. Pada pasien ini terdapat kecurigaan infeksi oleh kuman TB, hal ini didasarkan oleh anamnesis berupa terdapat riwayat batuk lama, demam berulang, sering berkeringat malam, berat badan sukar naik meskipun nafsu makan anak kuat, serta riwayat kontak TB positif. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Ditambah hasil pemeriksaan penunjang mantoux tes positif (indurasi 16 mm) dan hasil rontgen thoraks sugestif TB (konsolidasi luas). Setelah dilakukan penilaian dengan sistem skoring didapatkan skor TB pada pasien berjumlah 11, sehingga dapat direncanakan pemberian OAT selama 6 bulan. OAT tetap diberikan meskipun pada hasil bilas lambung tidak ditemukan adanya BTA. Hal ini dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen sputum pada pasien anak. Terapi gizi yang diberikan pada pasien ini sesuai dengan terapi anak dengan gizi buruk pada kondisi V, yaitu kondisi anak dengan gizi buruk tanpa disertai syok/renjatan, letargis, maupun muntah/diare/dehidrasi. Terapi pada rencana V berupa pemberian D10% 50 cc per oral dan F75 atau modifikasinya yang disesuaikan dengan berat badan pasien. Pasien dengan berat badan 4,6 kg mendapatkan 50 cc F75 tiap kali pemberian, dengan selang waktu pemberian 2 jam. Namun, pada 2 jam pertama pemberian dilakukan secara perlahan-lahan, yaitu 50 cc pertama pemberian terbagi dalam 4 kali pemberian dengan selang waktu selama 30 menit (12,5 cc/30 menit dalam 2 jam pertama). Pada pasien juga diberikan vitamin dan mikronutrien berupa vitamin A yang disesuaikan dengan usia pasien (200.000 IU), vitamin C, serta asam folat. Hal ini dilakukan karena anak dengan gizi buruk juga disertai dengan kekurangan vitamin dan mikronutrien lainnya. Meskipun pada pasien ditemukan anemia hipokromik mikrositik dengan kecurigaan defisiensi besi, namun pemberian preparat besi belum dilakukan pada fase awal, tetapi menunggu anak memiliki nafsu makan yang baik dan berat badannya mulai bertambah, biasanya pemberian preparat besi dimulai pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan kadar TSH dan FT 4 , didapatkan kadar TSH pasien normal (3,34 IU/mL) sedangkan kadar FT 4 sedikit menurun (7,16 ng/dl). Pada kasus ini sebaiknya dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis. Bi l a pada s ki nt i gr am 36
di dapat kan hi popl as i a, apl as i a, kel enj ar t i r oi d ektopik, maka dapat diberikan preparat hormon tiroid. Bila keadaan kelenjar tiroid normal, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila hasil pemeriksaan kadar TSH meningkat maka pengobatan harus segera dimulai, dan bila kadar T4 dan TSH normal maka pengobatan harus ditunda. Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid kongenital ditegakkan. Orang tua pasien harus diberikan penjelasan mengenai kemungkinan penyebab hipotiroid, pentingnya kepatuhan minum obat, dan prognosisnya baik jika teapi diberikan secara dini. Natrium L- tiroksin (sodium L-tiroksin) merupakan obat yang tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital. Karena 80% T3 dalam sirkulasi darah berasal dari monodeiodinasi dari T4 maka dengan dosis yang tepat kadar T4 dan T3 akan segera kembali normal. Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dariberat badan dan disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar T4. Sebagai pedoman dosis yang umum digunakan adalah: Usia Dosis (g/kgBB/hari) 0 3 bulan 10 15 3 6 bulan 8 10 6 12 bulan 6 8 1 5 tahun 4 6 6 12 tahun 3 5 > 12 tahun 2 4
37
BAB V DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu KesehatanAnak jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000 Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina KesehatanMasyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta: Departemen Kesehatan.2011. 311. DiGeorge, Angelo M, Stephen LaFranchi. Hipotiroidisme. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu KesehatanAnak jilid 3 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000 Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB Gizi Buruk.Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008; Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al.Pedoman Pelayanan Medik Jilid 1. Jakarta: IDAI. 2010;183 879. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia. 2009. 193 210.