Anda di halaman 1dari 37

Responsi Kasus

MARASMUS dengan GAGAL TUMBUH,


& SUSPEK TB PARU








Oleh:
Mitha Ratna Dewi
(H1A007039)


Pembimbing:
dr. Ni Luh Kade Dewi Sangawati, Sp.A



DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSU PROPINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2012
2

BAB I
PENDAHULUAN

Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi untuk
pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas. Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan maupun
adanya gangguan terhadap absorbsi, pencernaan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Selain itu, malnutrisi bisa
disebabkan apabila asupan kalori yang berlebih dari kebutuhan harian, dan mengakibatkan penyimpangan energi
dalam bentuk bertambahnya jaringan adiposa. Masalah nutrisi yang terjadi pada anak antara lain malnutrisi kurang
energi protein (kwashiorkor, marasmus, marasmik-kwashiorkor), malnutrisi vitamin, mineral, dan obesitas.
Malnutrisi Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di
Indonesia, kejadian ini terutama pada anak-anak di bawah usia 5 tahun (balita). Berdasarkan
laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data
Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%. Status gizi ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, seperti sosial, ekonomi, budaya, kesehatan,
lingkungan alam, maupun penduduk yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Higienisitas, sanitasi, pola asuh, dan perilaku ibu juga berperan terhadap status gizi anak.
Masalah gizi ini juga akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Ditinjau dari
tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia pendek. Ukuran tubuh yang pendek ini
merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat
mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Angka
morbiditas dan mortalitas atau kejadian kematian juga dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti
Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak.
Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering terjadi gangguan mekanisme pertahanan
tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang
lebih berat hingga mengancam jiwa. Oleh karena itu penatalaksanaan asuhan gizi (Nutrition
care) sangat diperlukan dalam penanganan hal tersebut, terutama di setiap tingkat pelayanan
kesehatan.



3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Malnutrisi Kurang Energi Protein (KEP) adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein
dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Penyebab KEP dapat dibagi menjadi dua
penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang
terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun
energi dari tubuh. Secara klinis KEP dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-
kwashiorkor.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan
laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data
Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%. Pada tahun 2005
telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi
di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei
2005, Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk yang
terjadi di NTT sebagai KLB.

2.3 PATOFISIOLOGI
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak
memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya.
Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh
masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi
masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan,infeksi kronis
ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi
yang turun dan meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan
mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein melalui proses katabolik. Bila terjadi stres
4

katabolik (infeksi) maka kebutuhan terhadap protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, bila kondisi ini terjadi pada status gizi masih diatas -3 SD (-2SD 3SD), maka terjadilah
kwashiorkor (malnutrisi akut/ decompensated malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti
oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-
kwashiorkor. Bila kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadi marasmik
(malnutrisi kronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi gangguan pertumbuhan,
atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan
berbagai sintesis enzim.

2.4 MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu:
1. Kwashiorkor, ditandai dengan:
- edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh,wajah sembab dan membulat
- mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok
- cengeng, rewel dan apatis
- pembesaran hati
- otot mengecil (hipotrofi)
- bercak merah kecoklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- sering disertai penyakit infeksi, diare, dan anemia.

Gambar 1. Edema pada anak dengan kwashiorkor

5


Gambar 2. Crazy pavement dermatosis
2. Marasmus, ditandai dengan:
- sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit
- wajah seperti orang tua
- cengeng dan rewel
- kulit keriput
- jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada
- perut cekung
- iga gambang
- bokong baggy pants
- sering disertai penyakit infeksi dan diare.

Gambar 3. Anak dengan marasmus (tampak depan dan belakang)
3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.
6


Gambar 4. Anak dengan marasmus kwashiorkor

Manifestasi Klinis
Marasmus Kwashiorkor
Tampak sangat kurus Bilateral pitting oedema, berawal dari telapak kaki dan
tungkai bawah, dapat meluas hingga tangan dan lengan
serta wajah (moon face)
Lemak dan jaringan otot minimal, tampak seperti tulang
terbungkus kulit, hingga turgor kulit berkurang
Penurunan massa jaringan otot dan lemak mungkin
tertutupi edema
Kurus, kulit kering, mengendor, keriput, tulang pipi dan
dagu kelihatan menonjol, mata tampak besar dan
dalam, tampakan wajah seperti orang tua (old mans
appearance)
Lesi kulit, atrofi, kulit tampak pecah-pecah dan mudah
terkelupas, rapuh, mudah terkena infeksi (dermatosis).
Rambut normal Perubahan warna rambut (kuning/kemerahan) dan tipis,
kering, dan rapuh, dan mudah dicabut/rontok
Sering terkena infeksi, namun dengan gejala klinis
minimal (tidak selalu timbul demam)
Sering terkena infeksi akibat lesi kulit
Sering berhubungan dengan dehidrasi Sering berhubungan dengan dehidrasi yang mungkin
tertutupi oleh edema
Perubahan status mental, waspada dan rewel Perubahan status mental, hingga apatis atau letargis.
Rewel bila disentuh.

2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:
- BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus)
- Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:BB/TB > - 3
SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD).
7

Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus
(visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua
bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema.
Anak anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak tersebut
pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di
rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat
Klasifikasi:
a) KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
b) KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
c) KEP berat : >70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC).

2.6 TATALAKSANA
A. Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 2 fase yaitu: fase stabilisasi
dan fase rehabilitasi.

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <3 mmol/L atau
< 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula
8

pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan
untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap
menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.
Tatalaksana
- Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.
- Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa
atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml air) secara oral ataumelalui NGT.
- Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2 - 3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.
- Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.
- Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena(bolus)
sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.
- Beri antibiotik.
Pemantauan
- Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30
menit.
- Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.
- Jika suhu rektal < 35.5 C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai
keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu,lakukan
rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
Diagnosis
Suhu aksilar < 35.5 C
Tatalaksana
- Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).
- Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat
dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau
letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode
9

kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak
50 cm dari tubuh anak.
- Beri antibiotik sesuai pedoman.
Pemantauan
- Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5C atau
lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila
suhu mencapai 36.5 C
- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari
- Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
Pencegahan
- Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan pastikan anak
selalu tertutup pakaian/selimut
- Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering.
- Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi,atau
selama pemeriksaan medis)
- Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di malam
hari
- Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin,sepanjang
hari, siang dan malam.
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Diagnosis
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan
mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh
sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya
dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala
dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.
Tatalaksana
- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
- Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
10

Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama. Setelah 2 jam, berikan
ReSoMal 5 10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang
sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak
mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah.
- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
- Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap
buang air besar, usia 1 th: 100 - 200 ml setiap buang air besar.
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam
selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.Waspada terhadap
gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung
dan kematian. Periksalah frekuensi napas, frekuensi nadi, frekuensi miksi dan jumlah
produksi urin, serta frekuensi buang air besar dan muntah.
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada diuresis.
Kembalinya air mata, mulut basah, cekung mata dan fontanela berkurang serta turgor
kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi,tetapi anak gizi buruk seringkali
tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga
sangat penting untuk memantau berat badan. Jika ditemukan tanda kelebihan cairan
(frekuensi napas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian
cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.
Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak dengan
gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit standar.
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI
- Pemberian F-75 sesegera mungkin
- Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.
Tatalaksana
- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang sudah
terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100
atau ReSoMal.
11

- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
5. Mengobati infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak ada,
padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah
semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan
segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi
berat.
Tatalaksana
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksin campak jika anak berumur 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau
jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.
- Tunda imunisasi jika anak syok.
Pilihan antibiotik spektrum luas
- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol peroral (25
mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari.
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atautampak
sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
- Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkandengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari)ATAU, jika tidak tersedia
amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari)
sehingga total selama 7 hari DITAMBAH:
- Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
- Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan
Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari
- Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis,malaria,
disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.
- Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria.
12

- Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat
antituberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita
tuberkulosis.
Pemantauan
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan sampai
seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan penilaian ulang
menyeluruh pada anak.
6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak
mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada
minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.
Tatalaksana
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
- Multivitamin
- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
- Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)
- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum
dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :
Umur Dosis
<6 bulan 50 000 (1/2 kapsul biru)
6 12 bulan 100 000 (1 kapsul biru)
1 5 tahun 200 000 (1 kapsul merah)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir,
beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.
7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab
keadaan fisiologis anak masih rapuh.

13

Tatalaksana
Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah
laktosa
- Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
- Energi: 100 kkal/kgBB/hari
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang
ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini:
Hari ke : Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari
1 2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3 5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml
Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas dapat dipercepat menjadi 2-3
hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan setiap 2 jam
hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling
tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau penunggu pasien.
Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama
tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian). Apabila pemberian
makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari),
berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase awal ini.
Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu mendapat ekstra
air/cairan.
Terdapat 5 rencana pemberian cairan dan makanan untuk fase stabilisasi, yang
disesuaikan dengan 5 kondisi yang didapatkan pada penderita.
1. Rencana I untuk kondisi I (jika ditemukan syok/renjatan, letargis, dan muntah dan
atau diare atau dehidrasi)
2. Rencana II untuk kondisi II (jika letargis dan muntah dan atau diare atau dehidrasi)
3. Rencana III untuk kondisi III (jika muntah dan atau diare atau dehidrasi)
4. Rencana IV untuk kondisi IV (jika ditemukan letargis)
14

5. Rencana V untuk kondisi V (jika tidak ditemukan syok/renjatan, letargis, muntah dan
atau diare atau dehidrasi)
Bagan 1. Rencana I (jika ditemukan renjatan/syok, letargis, dan muntah dan atau diare
atau dehidrasi)

15

Bagan 2. Rencana II (jika penderita ditemukan letargis dan muntah dan/diare/dehidrasi)

Bagan 3. Rencana III (jika penderita ditemukan muntah dan/diare/dehidrasi)

16

Bagan 4. Rencana IV (jika penderita gizi buruk ditemukan letargis)

Bagan V. Rencana V (penderita gizi buruk tidak menunjukkan tanda bahaya atau kondisi
penting tertentu)

17

Pemantauan
Pantau dan catat setiap hari: jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan, muntah,
frekuensi defekasi dan konsistensi feses, dan berat badan.
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
Kembalinya nafsu makan
Edema minimal atau hilang.
Tatalaksana
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-kejar (F-
100) (fase transisi):
Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama 2 hari berturutan.
Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai anak
tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi ketika
pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari.
Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi
sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.
Setelah transisi bertahap, beri anak:
- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuaikemampuan anak)
- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
- protein: 4-6 g/kgBB/hari
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak sudah
mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup energi untuk menunjang
tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to usetherapeutic food = RUTF) yang
mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet92g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.
Pemantauan
Hindari terjadinya gagal jantung. Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan napas
cepat). Jika nadi maupun frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan nadi
naik 25x/menit), dan kenaikan ini menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam
berturut-turut, maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya). Lakukan segera:
- kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24 jam
- kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:
18

o 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya
o 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya
o selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana
dijelaskan sebelumnya.
o atasi penyebab
Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap transisi dan
mendapat F-100:
- Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
- Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari
- Jika kenaikan berat badan:
o kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap
o sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau
mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.
o baik (> 10 g/kgBB/hari).
















19

Bagan 6. Pemberian cairan dan makanan untuk tumbuh kejar

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
- ungkapan kasih sayang
- lingkungan yang ceria
- terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit per hari
- aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat
- keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan,
memandikan, bermain)
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah
sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak berperawakan pendek.
Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :
20

1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3) Komplikasi sudah teratasi
4) Ibu telah mendapat konseling gizi
5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah. Berikan
contoh kepada orang tua:
- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi
pemberian makan yang sering.
- Terapi bermain yang terstruktur
- Sarankan:
o Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan
o Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)
Pemulangan sebelum sembuh total
Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu
untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko. Faktor sosial
juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat jalan
untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan. Beberapa
pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:
Anak seharusnya:
telah menyelesaikan pengobatan antibiotik
mempunyai nafsu makan baik
menunjukkan kenaikan berat badan yang baik
edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.
Ibu atau pengasuh seharusnya:
mempunyai waktu untuk mengasuh anak
memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah dan
frekuensi)
mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin, nasihati
tentang dukungan yang tersedia.
21

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh
Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai
anak sembuh:
o Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan lokal
untuk melakukan supervisi dan pendampingan.
o Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan
berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat
badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

B. Pengobatan Penyakit Penyerta
1. Masalah pada mata
- Beri vitamin A
Gejala Tindakan
Hanya bercak Bitot saja Tidak memerlukan obat tetes mata
Nanah atau peradangan Beri tetes mata kloramfenikol atau tetrasiklin (1%)
Kekeruhan pada kornea
Ulkus pada kornea
Tetes mata kloramfenikol 0.25%-1% atau tetes tetrasiklin
(1%); 1 tetes, 4x sehari, selama 7-10 hari
Tetes mata atropin (1%); 1 tetes, 3x sehari, selama 3-5 hari
Jika perlu, kedua jenis obat tetes mata tersebut dapat
diberikan secara bersamaan.
Jangan menggunakan sediaan yang berbentuk salep.
Gunakan kasa penutup mata yang dibasahi larutan garam normal.
Gantilah kasa setiap hari.
2. Le s i kul i t pada Kwas hi or kor ( De r mat os i s )
Dermatosis ditandai adanya: hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif,
menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana:
kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO4 (K- permanganat) 1% selama 10 menit
beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
usahakan agar daerah perineum tetap kering
umumnya terdapat defisiensi seng (Zn): beri suplementasi Zn.


22

3. Diare persisten
Diobati bila hanya diare persisten dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah
laktosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari berlanjutnya diare.
Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri: Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 7 hari.
4. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (walaupun seringkali negatif palsu) dan Ro-
foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam
obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat
pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari,
baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan.
Dosis
- INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
- Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
- Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
- Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
- Streptomisin: 1540 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari


23

C. Tindakan kegawatan
1. Syok (kondisi I)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis
saja. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada
sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan (rencana I):
Berikan larutan Dekstrosa 5%: NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak
15 ml/KgBB dalam satu jam pertama. Evaluasi setelah 1 jam:
Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi, maka syok
disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian
lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10ml/kgBB/jam selama 10 jam,
selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti)
Bila tidak ada perbaikan klinis, maka anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan
rumatan sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-
lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti).
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:
Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung
Transfusi darah:
Berikan whole blood 10 ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red
cells untuk transfusi dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara IV pada saat transfusi dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi
(demam, gatal, Hb-uria, syok). Monitor frekuensi nadi dan pernapasan setiap 15 menit
selama transfusi. Jika terjadi peningkatan (frekuensi napas meningkat 5x/menit atau
nadi 25x/menit), perlambat transfusi.Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb
tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.



24

BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RSUP Mataram : 27 Sepetember 2012
No. RM : 058424
Diagnosis Masuk : Marasmus dan Susp.TB

IDENTITAS
Identitas Pasien :
Nama Lengkap : An. M.R
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 17 bulan
Agama : Islam
Alamat : Sekarbela Mataram
Identitas Keluarga
Ibu Ayah
Nama Ny. H Tn. S
Umur 20 tahun 35 tahun
Pendidikan Tidak tamat SD Tidak tamat SD
Pekerjaan IRT Buruh

ANAMNESIS (tanggal 27/9/2012, diberitahu oleh ibu dan ayah pasien)
Keluhan Utama : Berat badan sulit naik

Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUP NTB rujukan Puskesmas Karang Pule dengan gizi buruk dengan
riwayat berulang. Saat ini ibu Os mengaku berat badan anaknya sulit naik, sejak anak berusia 3
bulan. Ibu Os mengaku nafsu makan anaknya kuat, Os biasanya makan 3x/hari, berupa nasi
lembek, sayur, dan kadang-kadang telur, Os juga sering mengkonsumsi mie rebus, 1
bungkus/hari. Selain itu Os juga telah mendapat susu dan makanan tambahan dari Puskesmas
sejak 5 bulan yang lalu hingga sekarang (sejak Os berumur 12 bulan). Ibu Os mengaku setelah
mendapatkan makanan tambahan dan susu dari Puskesmas berat badan anaknya naik dari 3,9 kg
pada usia 12 bulan menjadi 4,7 kg pada usia 17 bulan (sekarang). Ibu Os juga mengaku anaknya
rewel sejak usia 3 bulan.
25

Selain itu, ibu Os juga mengeluhkan anaknya mengalami batuk berdahak sejak 2 minggu
yang lalu, warna dahak diakui kehijauan, tanpa disertai darah. Ibu Os mengaku anaknya batuk
tidak menentu, baik pagi, siang, maupun malam, tanpa pemicu yang jelas, namun berkurang bila
diberikan air hangat.
Os juga dikeluhkan pilek, sejak 2 hari terakhir, ingus bening, encer. Demam disangkal,
namun riwayat Os sering berkeringat pada malam hari diakui oleh ibu pasien. Sesak napas
diakui, namun hanya dirasakan saat batuk, sesak tidak dirasakan bila tidak batuk.
Mual dan muntah juga dikeluhkan, sejak 1 bulan yang lalu, frekuensi 1 3 x/hari, dengan
jumlah sedikit, berupa makanan atau susu yang baru diminumnya, darah (-). Namun keluhan
muntah ini tidak dialami setiap hari, Os hanya muntah bila terlalu banyak makan atau terlalu
lama batuk.
Buang air besar diakui (+), konsistensi lunak, warna kekuningan, frekuensi 1 2 x/ hari,
diare (-), lendor (-), darah (-). Buang air kecil (+), frekuensi 5 6 x/hari, volume 50 100 cc
tiap BAK, warna kekuningan, nyeri saat BAK disangkal.
Ibu Os juga mengaku tidak terdapat perubahan nafsu makan pada Os baik sebelum
maupun sesudah batuk, 2 minggu terakhir ini. Nafsu makan Os tetap kuat.

Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Ibu Os mengaku anaknya sering menderita batuk, pilek, dan demam, setiap bulan sejak
usia 3 bulan, selama 2 3 hari, kambuh-kambuhnan, sembuh dengan obat dari Puskesmas,
namun beberapa hari kemudian kambuh lagi. Riwayat konsumsi OAT disangkal. Riwayat alergi,
sesak berbunyi ngik disangkal.
Ibu Os juga mengaku berat badan anaknya sulit naik, meskipun Os banyak makan.
Riwayat keluar cacing dari mulut/tinja disangkal.
Riwayat sering diare disangkal, Os pernah mengalami diare saat usia 6 bulan, hingga
dirawat di RS Kota selama 2 hari dan dinyatakan sembuh. Setelah itu ibu Os mengaku anaknya
tidak pernah mengalami diare lagi.

Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan :
Terdapat riwayat batuk lama (sejak 4 bulan yang lalu), disertai batuk darah pada nenek
pasien. Nenek sering berobat ke Puskesmas, namun keluarga mengaku nenek Os tidak
mendapatkan pengobatan selama 6 bulan.
Ibu Os mengaku sering batuk, kambuh-kambuhan, sejak 2 tahun yang lalu, dahak (-),
darah (-). Riwayat demam lama/demam berulang disangkal, riwayat sering berkeringat malam
disangkal.
26

Tidak terdapat riwayat alergi maupun asma pada keluarga pasien

Riwayat keluarga (Ikhtisar keturunan) :
Pasien merupakan anak tunggal.

Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Ini adalah kehamilan pertama ibu pasien. Sebelumnya ibu juga tidak pernah mengalami
keguguran. Ibu Os mengaku sempat beberap kali memeriksakan kehamilannya di Puskesmas (>4
kali selama kehamilan). Ibu Os mengaku selama hamil ia mengalami muntah berlebih, sejak
bulan-bulan pertama kehamilan, hingga sebelum melahirkan (usia kehamilan 8 bulan). Nafsu
makan ibu selama hamil berkurang. Ibu hanya makan sedikit-sedikit dan sebagian besar
makanan tersebut dimuntahkan lagi. Riwayat trauma, demam, perdarahan, minum obat-obatan
selama kehamilan disangkal. Riwayat konsumsi tablet penambah darah selama kehamilan juga
disangkal oleh ibu pasien. Ibu mengaku selama hamil jarang mengkonsumsi daging dan tidak
mengkonsumsi susu, ibu hanya megkonsumsi sayur dan kadang-kadang telur.
Os lahir pada usia kehamilan 8 bulan, secara spontan, di rumah, ditolong dukun, BBL
2000 gram, Os langsung menangis, riwayat biru atau kuning setelah lahir disangkal.

2. Riwayat Nutrisi :
Os mendapat ASI eksklusif dari usia 0 3 bulan, sedangkan sejak usia 3 6 bulan Os
mendapatkan ASI dan susu formula, karena ibu mengaku ASI-nya sedikit. Sejak usia 6 bulan
Os juga mendapat makanan tambahan berupa bubur SUN, dan 1 bulan terakhir ini Os mulai
mendapat nasi lembek, sayur, dan kadang telur, Os juga sering disapih oleh ibunya.
Ibu Os mengaku sejak usia 12 bulan Os mendapatkan makanan tambahan dan susu dari
Puskesmas, yang rutin diambil setiap minggu ke Puskesmas (setiap hari Jumat), setelah
mendapat makanan tambahan tersebut berat badan Os naik, dari yang semula 3,9 kg pada
usia 12 bulan, menjadi 4,7 kg pada usia 17 bulan (sekarang).

3. Perkembangan dan Kepandaian
Motorik Kasar Motorik Halus Bicara Sosial
Os belum dapat berjalan,
duduk sendiri, maupun
tengkurap.
Os belum
dapat
mencoret-
Os baru dapat
mengucapkan 1 kata
(maeh).
Os belum dapat membuka
pakaian sendiri, belum dapat
menggunakan sendok/garpu,
27

Os hanya dapat duduk
bila dibantu, selama 5
10 detik.
Os hanya dapat tidur
miring-miring, tanpa
bisa tengkurap sendiri.
coret.
Os mampu
memegang
dengan jari dan
ibu jari.
Os belum dapat
menyebut mama-
papa/inaq-amaq
secara jelas.
Os mampu menoleh
ke arah suara.
belum dapat membantu di
rumah, belum dapat minum
dengan gelas sendiri, belum
dapat makan sendiri.
Os mampu daag-daag
dengan tangan, bertepuk
tangan, berusaha menggapai
mainan.

4. Vaksinasi :
A. Dasar B. Ulangan
BCG : + pada usia 1 bulan
Hepatitis: + 4 kali saat usia 1 bulan 2, 3, 4 bulan
Polio: + 4 kali saat usia 1 bulan 2, 3, 4 bulan
DPT: + 3 kali saat usia 2 bulan 3, 4 bulan
Campak: belum

5. Sosioekonomi dan lingkungan
Os berasal dari keluarga sosial ekonomi menengah ke bawah. Ayah Os bekerja sebagai
buruh dengan penghasilan sekitar Rp 500.000,- hingga Rp 800.000,- per bulan. Sedangkan
ibu Os tidak bekerja (IRT).
Os tinggal berenam dalam satu rumah, bersama ayah, ibu, nenek, paman, dan bibinya.
Rumah berdinding bedeg, berlantai tanah, terdiri dari 2 kamar, tidak memiliki jendela.
Kondisi dalam rumah lembab. Ibu Os memasak di luar menggunakan kayu bakar atau
kadang-kadang kompor minyak, asap dapur sering masuk ke dalam rumah. Kamar mandi
terdapat di luar rumah. Terdapat sungai yang berjarak sekitar 1 meter dari rumah.
Ibu Os mengaku air untuk minum diambil di sumur dan selalu direbus. Ibu Os juga
mengaku air untuk masak, mandi, dan cuci diambil dari sumur. Ibu Os juga mengaku selalu
mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan.
Ibu Os mengaku Os hanya bermain di tempat tidur dan tidak pernah bermain di lantai. Os
juga hanya bermain di dalam rumah dan tidak dibawa bermain ke luar rumah.



28

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
KU : lemah
Kes : Rewel
TD : tidak dievaluasi
N : 132 x/mnt, teratur, kuat angkat cukup
RR : 48 x/mnt, teratur
Tax : 37,1 C
CRT : < 3 dtk
Status Gizi
BB : 4600 gram
PB : 60 cm
Edema : (-)
Zscore (Grafik WHO):
o BB/PB = < - 3 SD
o BB/U = < - 3 SD
o TB/U = < - 3 SD
Kesimpulan status gizi: Gizi buruk
Status Generalis
Kepala:
Bentuk : mikrocephali (LK: 39 cm)
Wajah : tampakan seperti orang tua (+)
Mata : Anemia +/+, ikterik -/-, RP (+), Isokor, Edema palpebra -/-, mata cowong
(-/-), bercak Bitot (-), kornea dan konjungtiva kering (-), ulkus kornea (-)
Mulut : pucat (+), bibir kering (-), sianosis pada mukosa mulut (-).
THT : otorhea (-), rinorhea (+), faring hipemis (-), tonsil eutrofi.
Leher : Pembesaran KGB (+), kaku kuduk (-)
Thorax :
Inspeksi : Bentuk dan ukuran normal, deformitas (-), iga gambang (-)
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris
Perkusi :
Pulmo : sonor.
Cor : tde

29

Auskultasi :
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki kasar +/+ , Rhonki basah halus -/-, wheezing
+/+
Cor : S1S2, tunggal, reguler, murmur (-), galop (-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (+), massa (-), jejas (-)
Auskultasi : Bunyi usus normal
Perkusi : timpani
Palpasi : Supel, massa (-), Hepar, lien dan ren tak teraba, nyeri tekan (-) turgor
kulit menurun
Ekstremitas :
Tungkai Atas Tungkai bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat + + + +
Edema - - - -
Pucat + + + +
Muscle wasting + + + +
Baggy pants + +
Urogenital : normal
Anal perianal : normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap
Parameter 28/9/2012
HB (g/dL) 8,57
HCT (%) 31,9
RBC (10
6
/uL) 5,2
MCV (fl) 61,4
MCH (pg) 16,5
MCHC (g/dL) 26,9
WBC (10
3
/uL) 17,3
PLT (10
3
/uL) 396

30

b. Pemeriksaan Lainnya
Tanggal 28/9/2012
o GDS : 93
o Total protein : 6,8
o Albumin : 3,4
o Globulin : 3,4
o Pemeriksaan elektrolit:
Na
+
:151 mmol/L
K
+
: 4,7 mmol/L
Cl
-
: 98 mmol/L

RESUME
Seorang anak laki-laki, usia 17 bulan, rujukan Puskesmas Karang Pule dengan gizi buruk
dengan riwayat berulang. Saat ini anak rewel, berat badannya sukar naik, meskipun nafsu makan
anak cenderung kuat dan telah mendapatkan susu dan makanan tambahan dari Puskesmas sejak 5
bulan yang lalu. Selain itu anak dikeluhkan juga mengalami batuk berdahak sejak 2 minggu
terakhir, dahak kental, berwana kehijauan. Pilek (+) sejak 2 hari terakhir, ingus encer, warna
bening. Demam disangkal, namun riwayat sering berkeringat malam diakui. Sesak (+), kadang-
kadang, bila batuk. Mual (+), muntah (+), kadang-kadang. Diare (-).
Os diakui sering mengalami batuk, pilek, dan demam berulang sejak usia 3 bulan.
Terdapat riwayat TB pada nenek pasien dan belum diobati.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum anak tampak lemah dan rewel, N:
132x/menit, regular, kuat angkat cukup, RR: 48x/menit, regular, t: 37,1
0
C. Didapatkan juga
mikrocephali, wajah seperti orang tua, konjungtiva anemis, bibir tampak pucat, dan pembesaran
KGB leher. Perut juga tampak distensi, H/L/R tidak teraba, massa (-), BU (+) normal, dan turgor
kulit sedikit menurun. Ekstremitas tampak pucat, muscle wasting (+), dan baggy pants (+).
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,57 g/dl; MCV 61,4 fl; MCH 16,5 pg;
MCHC 26,9 g/dl; dan WBC 17,3x10
3
uL.

IV. DIAGNOSIS
Marasmus + gagal tumbuh
Susp. TB paru
Anemia sedang hipokromik mikrositik ec susp. Defisiensi Fe
dd/ APK
31

Thallasemia

V. RENCANA TERAPI
D
10%
50 cc per oral
Diit infant formula:
2 jam pertama 12,5 cc tiap 30 menit
Berikutnya 50 cc tiap 2 jam ( 10x 50 cc)
Pemberian ASI diteruskan, berikan antara pemberian infant formula
Vitamin A 200.000 IU
Vitamin C 3 x tablet
Asam Folat
Hari I 5 mg
Hari II dan III 1 mg
Timbang BB/hari
Tes mantoux, Rontgen thoraks AP lateral, pemeriksaan sputum/bilas lambung untuk
pengecatan gram dan BTA
Cek kadar FT
4
, TSH, TIBC, SI, MDT, Retikulosit


32

VI. FOLLOW UP
Tanggal Keluhan Diagnosa Terapi
28/9/2012
BB: 4,6 kg
S: batuk (+), dahak (+) warna
kehijauan, pilek (+), demam (-), mual
(-), muntah (-)
BAK (+) N, BAB (+) N
O:
KU: lemah
Kes: CM, rewel
N = 120 x/mnt,teratur,kuat angkat
RR = 52 x/mnt
T ax = 37,2 C
Marasmus + gagal
tumbuh
Susp. TB paru
Anemia sedang
hipokromik mikrositik ec
susp. Defisiensi Fe
Diit IF 12 x 50 cc
Vit. C 3 x tablet
Asam Folat 5 mg
Cefadroksil 2 x Cth
29/9/2012
BB: 4,6 kg
S: batuk (+), dahak (+) warna
kehijauan, pilek (+), demam (-), mual
(-), muntah (-)
BAK (+) N, BAB (+) N
O:
KU: lemah
Kes: CM, rewel
N = 120 x/mnt,teratur,kuat angkat
RR = 52 x/mnt
T ax = 37,2 C
Ro thoraks: tampak gambaran efusi
pada pleura kiri
Marasmus + gagal
tumbuh
Susp. TB paru + efusi
pleura Sn.
Anemia sedang
hipokromik mikrositik ec
susp. Defisiensi Fe
Diit IF 12 x 50 cc
Vit. C 3 x tablet
Asam Folat 1 mg
Cefadroksil 2 x Cth
Cek SGOT, SGPT, TSH, FT
4

Rencana raber divisi
respirologi
1/10/2012
BB: 4,65
kg
S: batuk (+), berkurang, dahak (+),
pilek (+), demam (+), naik turun,
mual (-), muntah (-)
BAK (+) N, BAB (+) N
O:
KU: lemah
Kes: CM, rewel
N = 132 x/mnt,teratur,kuat angkat
RR = 40 x/mnt
T ax = 37,3 C
Lab:
HB: 8,11 WBC: 13,3
HCT: 29,9 TSH: 3,34
MCV: 60,4 FT
4
: 7,16
MCH: 16,4 SGOT: 15
PLT: 196 SGPT: 10
Mantoux (+) 16 mm
Marasmus + gagal
tumbuh
Susp. TB paru + efusi
pleura Sn.
Anemia sedang
hipokromik mikrositik ec
susp. Defisiensi Fe
Susp. Hipotiroid
Diit IF 12 x 75 cc
Vit. C 3 x tablet
Asam Folat 1 mg
Cefadroksil 2 x Cth
Raber divisi respirologi:
USG Thoraks
Cek MDT, Retikulosit
Rencana pungsi pleura
Bilas lambung 2x (cek
pengecatan gram,BTA,
jamur), rencana OAT
setelah 2x bilas lambung
Scoring TB:
Kontak 2
Mantoux 3
Status gizi 2
Demam 2 minggu 1
Batuk 3 minggu 1
Pemb.KGB 1
Pemb.tulang/sendi
Ro thoraks 1
Total 11
2/10/2012
BB: 4,55
kg
S: batuk (+), , dahak (+), pilek (+),
demam (+), mual (-), muntah (-)
BAK (+) N, BAB (+) N
O:
Marasmus + gagal
tumbuh
TB paru
Diit IF 12 x 75 cc
Vit. C 3 x tablet
Cefadroksil 2 x Cth
33

KU: lemah
Kes: CM, rewel
N = 130 x/mnt,teratur,kuat angkat
RR = 34 x/mnt
T ax = 37,8 C
USG Thoraks: tak tampak efusi pleura
dx et sn.
Hasil pem.sputum I:
BTA (-)
Terdapat kuman gram (+) & gram (-)
Anemia sedang
hipokromik mikrositik ec
susp. Defisiensi Fe
Susp. Hipotiroid
PCT Cth (k/p)
3/10/2012
BB: 4,55
kg
S: batuk (+), pilek (+), demam (-),
mual (-), muntah (-)
BAK (+) N, BAB (+) N
O:
KU: lemah
Kes: CM, rewel
N = 128 x/mnt,teratur,kuat angkat
RR = 34 x/mnt
T ax = 37,4 C
Marasmus + gagal
tumbuh
TB paru
Anemia sedang
hipokromik mikrositik ec
susp. Defisiensi Fe
Susp. Hipotiroid
Diit IF 8 x 100 cc, rencana
pasang NGT
Vit. C 3 x tablet
Asam Folat 1 mg
Cefadroksil 2 x Cth
4/10/2012
BB: 4,55
kg
S: batuk (+), demam (+), sejak tadi
malam, mual (-), muntah (-)
BAK (+) N, BAB (+) N
O:
KU: lemah
Kes: CM, rewel
N = 132 x/mnt,teratur,kuat angkat
RR = 36 x/mnt
T ax = 37,8 C
Hasil pem.sputum II:
BTA (-)
Terdapat kuman gram (+) & gram (-)
Marasmus + gagal
tumbuh
TB paru
Anemia sedang
hipokromik mikrositik ec
susp. Defisiensi Fe
Susp. Hipotiroid
Diit IF 8 x 100 cc
Vit. C 3 x tablet
Asam Folat 1 mg
Cefadroksil 2 x Cth
PCT Cth (k/p)
Mulai OAT
Rifampicin 1x 50 mg
INH 1x 50 mg
PZA 1x 100 mg
5/10/2012
BB: 4,6 kg
S: batuk (+), berkurang, demam (-),
mual (-), muntah (-)
BAK (+) N, BAB (+) N
O:
KU: sedang
Kes: CM
N = 136 x/mnt,teratur,kuat angkat
RR = 39 x/mnt
T ax = 37,1 C
Pem.Lab:
Retikulosit: 3,6%
MDT:
Eritrosit: mikrositik hipokromik
Leukosit: jml , granulosit immature
(stab), limfositosis relatif, limfosit
atipik
Trombosit: jml cukup, trombosit besar
gamb.anemia mikrositik
hipokromik, disertai infeksi bacterial
dan viral
Marasmus + gagal
tumbuh
TB paru
Anemia sedang
hipokromik mikrositik ec
susp. Defisiensi Fe
Susp. Hipotiroid
Diit IF 8 x 100 cc
Vit. C 3 x tablet
Asam Folat 1 mg
Cefadroksil 2 x Cth
Lanjut OAT
34

BAB IV
PEMBAHASAN

Malnutrisi Kurang Energi Protein (KEP) adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein
dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Secara klinis KEP dapat dibagi menjadi tiga tipe
yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-kwashiorkor. Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan
tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila
BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus) dan atau terdapat edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:BB/TB > - 3 SD atau marasmic kwashiorkor:
BB/TB < -3SD). Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit
terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa
adanya edema.
Pasien pada laporan kasus ini didiagnosis menderita malnutrisi KEP tipe marasmus.
Diagnosis ini didukung oleh didapatkannya keluhan berupa berat badan sukar naik, meskipun
nafsu makan pasien kuat, dari tampakan klinis tampak pasien sangat kurus, wajah seperti orang
tua (old mans appearance), pasien tidak memiliki jaringan lemak bawah kulit terutama pada
bahu, lengan, paha, dan pantat (baggy pants), dengan tidak disertai adanya edema, serta dari
pemeriksaan status gizi BB/PB didapatkan status gizi pasien berada di bawah -3 standar deviasi.
Pada pasien ini juga didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium berupa HB 8,57 g/dl, dengan
MCV dan MCH yang juga menurun, masing-masing 61,4 fl dan 16,5 pg. Hasil ini
mengindikasikan adanya anemia hipokromik mikrositik, yang dapat diakibatkan oleh defisiensi
Fe maupun akibat penyakit kronis.
Selain itu hasil penilaian terhadap BB/U pasien juga berada di bawah -3 standar deviasi
jika diplot pada grafik BB menurut umur, sehingga pasien juga tergolong dalam kondisi gagal
tumbuh (failure to thrive). Gagal tumbuh merupakan keadaan yang ditandai kenaikan berat
badan yang tidak sesuai dengan seharusnya, tidak naik, atau bahkan turun dibandingkan
pengukuran sebelumnya. Gagal tumbuh bukanlah suatu diagnosis melainkan gejala yang harus
dicari penyebabnya. Kemungkinan penyebab gagal tumbuh pada pasien ini antara lain asupan
kalori tidak mencukupi, anemia, serta adanya infeksi kronik.
35

Pasien dengan gizi buruk rentan terjadi infeksi, hal ini dikarenakan sering terjadi
gangguan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien tersebut. Salah satu infeksi yang sering
dialami oleh pasien dengan gizi buruk adalah infeksi oleh kuman M. tuberculosis. Pada pasien
ini terdapat kecurigaan infeksi oleh kuman TB, hal ini didasarkan oleh anamnesis berupa
terdapat riwayat batuk lama, demam berulang, sering berkeringat malam, berat badan sukar naik
meskipun nafsu makan anak kuat, serta riwayat kontak TB positif. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Ditambah hasil pemeriksaan
penunjang mantoux tes positif (indurasi 16 mm) dan hasil rontgen thoraks sugestif TB
(konsolidasi luas). Setelah dilakukan penilaian dengan sistem skoring didapatkan skor TB pada
pasien berjumlah 11, sehingga dapat direncanakan pemberian OAT selama 6 bulan. OAT tetap
diberikan meskipun pada hasil bilas lambung tidak ditemukan adanya BTA. Hal ini dapat
disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan
spesimen sputum pada pasien anak.
Terapi gizi yang diberikan pada pasien ini sesuai dengan terapi anak dengan gizi buruk
pada kondisi V, yaitu kondisi anak dengan gizi buruk tanpa disertai syok/renjatan, letargis,
maupun muntah/diare/dehidrasi. Terapi pada rencana V berupa pemberian D10% 50 cc per oral
dan F75 atau modifikasinya yang disesuaikan dengan berat badan pasien. Pasien dengan berat
badan 4,6 kg mendapatkan 50 cc F75 tiap kali pemberian, dengan selang waktu pemberian 2 jam.
Namun, pada 2 jam pertama pemberian dilakukan secara perlahan-lahan, yaitu 50 cc pertama
pemberian terbagi dalam 4 kali pemberian dengan selang waktu selama 30 menit (12,5 cc/30
menit dalam 2 jam pertama).
Pada pasien juga diberikan vitamin dan mikronutrien berupa vitamin A yang disesuaikan
dengan usia pasien (200.000 IU), vitamin C, serta asam folat. Hal ini dilakukan karena anak
dengan gizi buruk juga disertai dengan kekurangan vitamin dan mikronutrien lainnya. Meskipun
pada pasien ditemukan anemia hipokromik mikrositik dengan kecurigaan defisiensi besi, namun
pemberian preparat besi belum dilakukan pada fase awal, tetapi menunggu anak memiliki nafsu
makan yang baik dan berat badannya mulai bertambah, biasanya pemberian preparat besi
dimulai pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi.
Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan kadar TSH dan FT
4
, didapatkan kadar TSH
pasien normal (3,34 IU/mL) sedangkan kadar FT
4
sedikit menurun (7,16 ng/dl). Pada kasus ini
sebaiknya dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis. Bi l a pada s ki nt i gr am
36

di dapat kan hi popl as i a, apl as i a, kel enj ar t i r oi d ektopik, maka dapat diberikan
preparat hormon tiroid. Bila keadaan kelenjar tiroid normal, maka harus dilakukan
pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila hasil pemeriksaan kadar TSH meningkat maka
pengobatan harus segera dimulai, dan bila kadar T4 dan TSH normal maka pengobatan harus
ditunda. Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid kongenital ditegakkan. Orang
tua pasien harus diberikan penjelasan mengenai kemungkinan penyebab hipotiroid, pentingnya
kepatuhan minum obat, dan prognosisnya baik jika teapi diberikan secara dini. Natrium L-
tiroksin (sodium L-tiroksin) merupakan obat yang tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital.
Karena 80% T3 dalam sirkulasi darah berasal dari monodeiodinasi dari T4 maka dengan dosis
yang tepat kadar T4 dan T3 akan segera kembali normal. Pada umumnya dosis bervariasi
tergantung dariberat badan dan disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam
menormalkan kadar T4. Sebagai pedoman dosis yang umum digunakan adalah:
Usia Dosis (g/kgBB/hari)
0 3 bulan 10 15
3 6 bulan 8 10
6 12 bulan 6 8
1 5 tahun 4 6
6 12 tahun 3 5
> 12 tahun 2 4





37

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu KesehatanAnak jilid 1
Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina KesehatanMasyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I.
Jakarta: Departemen Kesehatan.2011. 311.
DiGeorge, Angelo M, Stephen LaFranchi. Hipotiroidisme. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu
KesehatanAnak jilid 3 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000
Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB Gizi Buruk.Jakarta:
Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008;
Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al.Pedoman
Pelayanan Medik Jilid 1. Jakarta: IDAI. 2010;183 879.
World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO
Indonesia. 2009. 193 210.

Anda mungkin juga menyukai