Tes laboratorium awal yang direkomendasikan oleh WHO pada PEM adalah
screening terhadap hipoglikemia,anemia dan investigasi terhadap potensial
penyakit infeksi komorbid. Dan di daerah tertentu perlu pemeriksaan apusan
darah untuk parasit malaria dan pemeriksaan feses untuk darah,telur dan
parasit.
Tes tuberculin juga sebaiknya dilakukan. Foto thoraks dapat menunjukkan
tanda pneumonia bakteri,TB, gagal jantung,ricketsia dan fraktur. Pasien
dengan kwashiorkor juga menunjukkan hipoproteinemia, yang akan
membantu dalam penaganan dan prognosis.
Pemeriksaan kadar elektrolit sebelum terapi harus diinterpretasi dengan hati-
hati,di mana pemberian makan akan merubah keseimbangan mineral.
Pemeriksaan histologi biasanya tidak diperlukan, dimana gambaran klinik
yang didasarkan pada anamnesis yang sesuai lebih diagnostik.
EPIDEMIOLOGI
Defisiensi asam lemak esensial (EFA)secara alami jarang terjadi pada manusia.
Kasus defisiensi terjadi akibat intake yang inadekuat, malabsorbsi atau
kehilangan yang berlebihan.
Pasien yang beresiko mengalami defisiensi EFA adalah : orang dengan intake
yang buruk, termasuk alkoholik, anorexia nervosa atau kondisi malabsorbsi
seperti penyakit bilier, inflammatory bowel disease dan post pembedahan
gastrointestinal (seperti pembedahan bariatrik) dan bisa juga sebagai salah
satu etiologi primer dengan rash karakteristik pasien cystic fibrosis. Bayi
prematur dan BBLR akan lahir dengan kadar EFA yang tidak mencukupi
sebagai resiko khusus.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS.
EPIDEMIOLOGI.
Defisiensi vitamin A (VAD) dapat terjadi di kulit seperti halnya
pada mata,yang merupakan penyebab kebutaan pada anak yang
dapat dicegah. VAD juga dihubungkan dengan gangguan regulasi
imun.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS.
PENANGANAN
Kebutuhan vitamin A sehari berkisar 1000-5000 IU, yang lebih
muda membutuhkan dosis lebih rendah .Terapi yang
direkomendasikan untuk VAD adalah 100.000-300.000 IU oral
setiap hari sampai gejala menyembuh dan kadar serum menjadi
normal
TOKSISITAS VITAMIN A
EPIDEMIOLOGI
Toksisitas vitamin A akibat intake vitamin A yang berlebihan dapat terjadi
secara akut maupun kronik.
Toksisitas akut terjadi bila memakan vitamin A dalam jumlah yang berlebihan
selama beberapa jam atau beberapa hari. Toksisitas biasanya terjadi bila
intake lebih dari 20 x RDA pada anak-anak atau 100 x RDA pada orang
dewasa.
Toksisitas kronik terjadi akibat mengkonsumsi vitamin A > 25.000 IU selama
lebih dari 6 tahun atau > 100.000 IU lebih dari 6 bulan.
Individu yang beresiko untuk mengalami toksisitas vitamin A adalah yang
mendapat terapi dermatologi seperti acne,psoriasis dan ichtyosis.
Populasi lain yang lebih beresiko adalah mereka yang mengkonsumsi
suplemen vitamin A tanpa resep dokter.
GAMBARAN KLINIK
Oleh karena karoten larut dalam lemak, makanan yang tinggi lemak
meningkatkan absorbsi. Pasien hiperlipidemia seperti DM, sindrom nefrotik,
hipertiroidisme juga bisa terjadi carotenemia oleh karena hubungan langsung
antara jumlah beta lipoprotein dan carotene.
Selama revolusi industri, paduan intake yang jelek,asap dan bangunan yang
tinggi telah menghalangi matahari, dan kurangnya aktivitas di luar ruangan
mempengaruhi terjadinya ricketsia di US dan Eropa. Tahun 1918 John
Howland,Edward Park dan Paul Shipley menggunakan tikus percobaan untuk
mengidentifikasi molekul antirachitis pada minyak ikan Cod sebagai vitamin D
Ricketsia sebagai defisiensi vitamin D berlanjut terjadi di jaman
modern. Kelompok yang beresiko terkena defisiensi vitamin D adalah yang
intake kurang, malabsorbsi dan pemaparan sinar matahari yang kurang.
Termasuk usia lanjut, pasien yang diterapi anticonvulsant, malabsorbsi karena
pembedahan gastrointestinal, celiac disease, penyakit pancreas atau bilier
dan orang kulit gelap yang tinggal di daerah yang kurang sinar matahari.
Ricketsia juga terjadi pada usia pubertas,di mana perubahan fisik dan gaya
hidup memodulasi ketersediaan vitamin D dan kebutuhan akan
kalsium,phosphor dan peningkatan intake vitamin D.
EPIDEMIOLOGI
Riketsia tipe II yang dihubungkan dengan gambaran kulit yang secara klinik
tidak dapat dibedakan dengan sindrom atrichia yang berhubungan dengan
mutasi gen hairless.
Keduanya mengena pasien yang lahir dengan rambut. Namun demikian dalam
beberapa bulan setelah kelahiran rambut dan bulu di badan
menghilang,kecuali aliis dan bulu mata.Terbentuk papul dan kista yang
abnormal, struktur rambut rudimenter secara khas berkembang di wajah dan
kepala. Kista ini tidak sesuai dengan 2/3 bawah unit folikel. Tabel 130-1
menunjukkan gambaran klinik lainnya.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Peninggian kadar AP dan kadar 25 hydroxy vitamin D yang menurun, sering
menjadi indikator laboratorium yang penting. Pada ricketsia tahap awal, kadar
hormone paratiroid meningkat sebagai kompensasi penurunan kadar kalsium,
tetapi mekanisme kompensasi ini tidak adekuat bila defisiensi tetap berlanjut.
TERAPI
Dosis vitamin D yang direkomendasikan setiap hari adalah 5-10 μg. Terapi
vitamin D pengganti di tambahkan ke dalam menu yang kaya kalsium.
Penambahan 200-400 μg perhari sampai gejala menyembuh, selama 2-3
bulan,biasanya adekuat. Terapi tambahan lainnya adalah pemaparan sinar
matahari.
VITAMIN E ( Tocopherol)
VITAMIN B1 (TIAMIN)
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Merupakan koenzim penting dalam sintesis NADPH(Nicotinamid Adenin
Dinukleotida Phosfat) ,metabolisme karbohidrat dan sintesis deoksiribosa dan
ribose.
EPIDEMIOLOGI
Tiamin diperoleh dari gandum, produk roti,kacang,kentang, ikan.
Beras yang digiling akan menghilangkan tiamin pada kulit ari yang bisa terjadi
defisiensi. Kelebihan vitamin B1 sangat jarang.
Penyakit Beriberi diistilahkan untuk defisiensi vitamin B1
GAMBARAN KLINIK
Gambar 130-8 Pellagra. Dermatosis akut A. Lesi eksudatif dan berkrusta dengan
gambaran “Glove” atau “gauntlet” pada tangan. B. Gambatan “Casal’s necklace”
pada leher yang menyebar ke wajah
Gejala GI dapat memberikan tanda awal dari pellagra. Diare, nausea,
vomiting, nyeri abdomen, dan anoreksia dilaporkan. Gejala neurologik seperti
insomnia, fatigue (lemah), nervousness (kebingungan), apati, gangguan
ingatan dan depresi dapat berkembang ke psikosis dan dementia pada tahap
lanjut. Tanpa perawatan, pellagra dapat menyebabkan kematian karena
kegagalan multiorgan.
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terutama berdasarkan latar belakang klinis dan respon terhadap
suplementasi vitamin. Penentuan metabolit niacin N-metilnicotinamide dan
piridon pada urin dapat digunakan utuk penegakan diagnosis.
Penatalaksanaan
Dosis niacin sehari-hari adalah 15-20 mg, atau sekitar 60 mg triptofan
eksogen. Terapi dengan nikotinamid atau asam nikotinat 500 mg/hari
diberikan selama beberapa minggu, lesi kulit dapat menghilang 3-4 minggu
kemudian.
VITAMIN B6 (PIRIDOKSIN)
Defisiensi vit B6 dapat terlihat sebagi dermatitis seboroik pada wajah, kulit
kepala, leher, bahu, bokong dan perineum.
Defisiensi vit B6 mirip pellagra karena vit B6 diperlukan untuk konversi
triptofan menjadi noacin.
Keracunan vit B6 karena intake berlebihan tidak memberikan gambaran
berarti, walaupun dapat dikaitkan dengan neuropati perifer.
Pemeriksaan Laboratorium
Vit B6 dapat dinilai dengan penentuan plasma piridoksal 5-fosfat. Level
rendah dari plasma piridoksal 5-fosfat mengindikasikan adanya defisiensi.
Penatalaksanaan
Dosis piridoksin sehari-hari yang direkomendasikan tergantung dari usia dan
jenis kelamin. Pria dewasa memerlukan sedikitnya 2 mg sehari; wanita
dewasa memerlukan sedikitnya 1,6 mg sehari; dan infant memerlukan sekitar
0,3 mg sehari
Penatalaksanaan meliputi menghentikan obat-obatan penyebab disertai
dengan terapi penggantian dengan 100 mg sehari piridoksin. Lesi oral dapat
menyembuh dalam beberapa hari, perubahan kulit dan hematologi dalam
beberapa minggu, dan gejala neurologik menyembuh dalam beberapa bulan.
VITAMIN B9 (FOLAT)
Pemeriksaan Laboratorium
Makrositik dan anemia megaloblastik dengan hipersegmentasi netrofil
diperoleh. Konfirmasi diagnostik dapat dilakukan dengan penentuan kadar
serum asam folat.
Penatalaksanaan
Penyebab defisiensi vit B12 dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu Kasus
yang dihubungkan dengan malabsorpsi dapat dibagi menjadi 4 kelompok lagi,
yaitu penurunan asam lambung (Proton pump inhibitor kronik dan histamine
H2 reseptor blockers), penurunan faktor instrinsik (anemia pernisiosa,
gastritis atrofik, postgastrektomi), kompetesi mikroba dalam gut (bakteri yang
berlebihan, infeksi Diphyllobothrium latum), dan gangguan penyerapan
(Chron disease, Whipple disease, Zollinger-Ellison syndrome, celiac disease).
intake yang tidak adekuat, malabsorpsi, dan penyebab lainnya.
Pada individu yang lebih tua dan pasien psikiatrik dengan diet yang kurang,
vegetarian yang ketat, dan infant dengan breast-fed, merupakan golongan
yang paling sering mengalami defisiensi akibat intake yang tidak adekuat.
Penyebab lain dari defisiensi cobalamin berhubungan dengan kelainan
metabolism dan transport sejak lahir.
Gejala klinis
Glossitis dapat digambarkan dengan adanya atrofi, kemerahan dan lidah yang
sangat nyeri dengan atrofi papilla filiformis, yang megarah ke Hunter glossitis.
Depigmentasi rambut dapat terlokalisir, dapat juga bersifat difus.
Kelainan rambut ini diakibatkan oleh gangguan cross-link keratin oleh ikatan
disulfide. Progresivitas kelainan pada folikel meliputi kemerahan, dari
kongesti dan proliferasi di sekeliling pembuluh darah, kemudian berubah
menjadi keunguan dan akhirnya menjadi merah dan hemoragik.
Purpura perifolikular yang bersifat palpable dapat ditemukan pada tungkai
bawah. “Woody edema” pada ekstremitas bawah dikaitkan dengan xerosis
dan akne.
Penyembuhan luka yang jelek dan dehiscence luka lama pada kulit dan tulang
dapat terjadi karena vit C diperlukan untuk penyembuhan luka dan
pemeliharaan luka yang membaik. Perdarahan pada nail bed dapat juga
terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium
Scurvy adalah diagnosis secara klinis, tetapi jika tidak dapat didiagnosis,
maka perlu penentuan kadar leukosit askorbat sangat diperlukan.
Penatalaksanaan
Asupan vit C sehari-hari yang direkomendasikan adalah 40-60 mg asam
askorbat.
Dengan suplementasi vit C, gejala klinis dapat membaik dengan cepat dalam
beberapa hari setelah pemberian awal suplemen. Dosis terapeutik adalah
100-300 mg asam askorbat perhari hingga gejala hilang sama sekali.
MINERAL
ZINK
Zink sangat penting sebagai mikronutrient yang esensial untuk metaloenzim
yang melibatkan berbagai jalur metabolik dan faktor seluler, dan terutama
penting untuk protein dan sintesis asam nukleat. Kadar zink yang adekuat
sangat penting untuk penyembuhan luka dan sel T, netrofil dan sel natural
killer.
Sumber zink adalah daging, ikan, telur, produk susu dan kacang polong,
dengan bentukan zink yang memiliki bioavaibilitas tinggi adalah daging, ikan
dan kerang-kerangan, Sedangkan sayuan, buah-buahan dan karbohidrat lain
miskin akan zink.
Susu manusia mengandung zink paling banyak pada bulan pertama dan kedua
masa menyusui, kira-kira 3 mg/L, kemudian menurun selanjutnya. Susu
manusia juga mengandung ligan pengikat zink yang meningkatkan
bioavaibiitas zink. Walaupun susu formula sapi mengandung zink tinggi, tapi
bioavaibilitasnya lebih rendah daripada susu manusia.
Walaupun total zink tubuh disimpan pada tulang, otot, prostat dan kulit, tidak
ada pertukaran simpanan zink dan perlu adanya suplai makanan dengan zink
secara berkelanjutan.
Pada plasma kira-kira 50% total zink bergabung dengan albumin, yang lainnya
terikat dengan serum protein lainnya, termasuk transferin dan α2
makroglobulin, atau ikatan dengan asam amino bebas.
Kadar plasma dapat menurun dengan cepat sebagai respon adanya penyakit,
pembedahan atau stressor lainnya.
Defisiensi zink dapat menyebabkan gangguan mobilisasi penyimpanan retinol
hati dan dikaitkan dengan gangguan penglihatan pada malam hari
(nyctalopia).
Defisiensi Zink
Epidemiologi
Defisiensi zink terjadi di seluruh dunia. Populasi dengan resiko tinggi adalah
dengan sindrom malabsorpsi intestinal, penyakit hati, anoreksia nervosa atau
food faddism, luka bakar yang luas dan sindrom nefrotik.
Etiologi dan Patogenesis
Defisiensi zink dapat diturunkan maupun didapat.
Bentuk yang diturunkan adalah Acrodermatitis Enteropatika (AE), terjadi pada
bayi yang diberi susu formula, dimana memiliki bioavaibilitas lebih rendah
dari susu manuasia.
Defisiensi zink dapatan terjadi akibat berbagai keadaan dengan asupan yang
tidak adekuat, gangguan penyerapan atau peningkatan ekskresi, termasuk
kehamilan, menyusui, luka bakar luas, dermatitis eksfoliative general, food
faddism, nutrisi parentral, anoreksia nervosa dan keringat berlebihan.
Gejala Klinis
Gambaran khas AE adalah :
alopesia
diare
letargi,
eksim akut
dermatitis erosif yang melibatkan daerah akral-perioral, periocular,
anogenital, tangan dan kaki (gambar 130-10)
Gejala Klinis
Gambar 130-10. A. Pasien acrodermatitis enteropatika. Gejala klinis ini akan mengalami
resolusi dalam 2 minggu setelah pemberian suplemen zink. B. Erupsi dengan krusta,
skuama, erosi dengan batas tegas tampak setelah weaning. Anak ini sangat iritabel, rewel
dan sering menangis, serta mengalami diare.
Gejala Klinis
Gejala pada kulit sangat khas dan biasanya diawali dengan gejala yang tidak spesifik,
terdistribusi pada bagian akral, simetris dan dermatitis eksematosa. Selanjutnya
didapatkan adanya bulla dan erosi yang khas dengan peninggian pada bagian perifer
dengan krusta. Pasien juga biasanya disertai dengan infeksi sistemik sebagai akibat dari
gangguan cell-mediated immunity, dan mengalami superinfeksi dengan Candida
albicans dan bakteri, biasanya Staphylococcus aureus. Penyembuhan luka yang lambat,
paronikia akut, konjungtivitis, blefaritis dan fotofobia dapat ditemukan. Diare bisa
ditemukan juga, tapi tidak pada semua kasus.
Jika tidak diterapi, penyakit ini dapat fatal. Defisiensi zink sekunder yang akut hingga
gangguan penyerapan zink, asupan yang tidak adekuat, atau kehilangan melalui ginjal
dan intestinal dapat mengakibatkan gejala klinis yang mengarah pada AE dan dapat
terjadi pada dewasa juga. (gambar 130-11)
Penyembuhan luka yang buruk, adaptasi yang tidak normal terhadap gelap, dan
gangguan pigmentasi. Lesi pada kulit bisa ditemukan, dan jika ada, biasanya tidak terlalu
menyolok dan biasanya tampak sebagai psoriasisform dermatitis, yang terdapat pada
tangan dan kaki, terutama pada mata kaki.
Gambar 130-11. Defisiensi zink. A. Plak tersebut kering, berskuama, eksematosa
di sekeliling bokong. Lesi biasanya mengalami infeksi sekunder oleh Candida
albicans. B. Tangan. Jari tangan membesar, dan terdapat paronikia dan eritem
terang pada ujung jari.
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar zink plasma yang rendah merupakan gold standar untuk mendiagnosa
defisiensi zink.
Kadar zink plasma normal berkisar antara 70-250µg/dL.
Pada beberapa kasus, dimana kadar plasma zink kurang jelas, dan diagnosa
juga tidak jelas, diperlukan adanya biopsi histologi kulit. Gejala khasnya
bervariasi, bisa bentuk hyperplasia psoriasiform dengan parakeratosis yang
konfluen, spongiosis dan kepucatan pada epidermis bagian atas, diskeratosis
fokal dan atrofi epidermal yang beragam.
Walaupun demikian, gejala-gejala tersebut tidak spesifik, karena dapat
terlihat pada defisiensi gizi lainnya.
Terapi
Suplementasi zink dengan pemberian lewat enteral ataupun parenteral biasa
dilakukan. Respon klinis biasanya cepat, dengan perkembangan awal
diperoleh dalam beberapa hari. Walaupun beberapa formula zink yang
tersedia, yang paling banyak dipakai adalah bentuk zink sulfat. Zink klorida
direkomendasikan untuk suplemen parenteral.
Pada anak-anak diberikan sediaan 0,5-1 mg/kg zink 1-2 kali/hari,
direkomendasikan untuk defisiensi zink yang ringan hingga sedang. Dosis yang
lebih tinggi dapat diberikan pada defisiensi zink dapatan yang diakibatkan
oleh malabsorpsi intestinal.
Pada orang dewasa biasa diberikan 15-30 mg zink/hari, Perlu dimonitor kadar
zink plasma selama masa terapi.
TEMBAGA
Tembaga merupakan komponen esensial dari beberapa metalloenzim,
termasuk tirokinase dan lysyl oksidase. Tirosin terlibat dalam biosintesis
melanin dan lysyl oksidase mengdeaminasi lisin dan hidroksilisin pada tahap
perama pembentukan kolagen. Enzim tembaga lainnya berperan dalam
produksi katekolamin, detoksifikasi radikal bebas, dan reaksi oksidasi
metabolic, dan reaksi oksidasi reduksi.
Tembaga dapat ditemukan pada ikan, tiram, padi-padian, daging dan hati,
coklat, telur dan kismis.
Defisiensi Tembaga
Defisiensi tembaga jarang terjadi
tetapi dapat terjadi akibat malnutrisi, malabsorpsi, nutrisi parenteral yang
kronik, bayi dengan pemberian susu sapi yang sangat sedikit, dan pemakaian
antasid, zink atau vitamin C yang sangat banyak, dimana dapat
mempengaruhi penyerapan tembaga.
Penyakit Celiac, fibrosis kistik dan sindrom Bowel, dapat memacu terjadinya
malabsorpsi pada tembaga.
Tembaga dan Penyakit Menkes
Secara klasik, tanda-tanda penyakit Menkes dimulai pada umur 2-3 bulan
dengan tanda lahir prematur, cefalohematoma besar, hipotermi, hipoglikemia
dan jaundice. Ciri wajah pada penyakit Menkes : cherubic appearance dengan
jembatan hidung yang tampak cekung, ptosis dan berkurangnya pergerakan
wajah. Pada usia 2-3 bulan, terdapat perlambatan perkembangan, hipotonia,
kejang dan kegagalan pertumbuhan. Terlihat adanya perubahan struktur
rambut , yaitu tampak memendek, kusam, kaku dan depigmentasi. Alis
tampak seperti benang wol, pembengkakan batang rambut, dengan adanya
keretakan yang regular. Kelainan lesi lainnya diperoleh hyperkeratosis folikular
dan kulit yang lembut, tidak elastik, depigmentasi, terutama pada bagian
leher, aksilla dan batang tubuh.
Pada pemeriksaan mulut diperoleh palatum meninggi dan perlambatan
pertumbuhan gigi.