Anda di halaman 1dari 96

HUBUNGAN GIZI DENGAN KELAINAN KULIT

dr.Fauzan Azhari Marzuki, Sp.KK, M.Kes


FK UNHALU, KENDARI
PERUBAHAN KULIT PADA KELAINAN-KELAINAN GIZI

Nutrisi : kejadian kompleks di mana organisme hidup mengkonsumsi,


mencampur makanan dan nutrisi lain untuk hidup, tumbuh dan
mempertahankan homeostasis.
Nutrisi yang tepat yang menyeimbangkan mikronutrien dan
makronutrien esensial.
Makronutrien : terdiri dari karbohidrat, protein dan lipid dibutuhkan
dalam jumlah besar, sebagai sumber tenaga proses metabolisme,
menyediakan zat pembangun dan mempertahankan struktur sel.
Mikronutrien : vitamin dan mineral juga dibutuhkan dalam jumlah
sedikit yang penting untuk mempertahankan kesehatan yang
optimal.
Penyakit klinik akibat gangguan keseimbangan umumnya berasal dari
defisiensi nutrisi,dan juga berasal dari rasio ketidakseimbangan
konsumsi zat gizi atau kelebihan zat gizi.
 Penyakit gizi masih menyisakan masalah di Negara berkembang seperti
halnya perang, kelaparan dan kemiskinan.
 Di Negara industri penyakit gizi tetap muncul di sekitar masyarakat seperti
halnya tunawisma, alkohol, dan bentuk kejahatan lain.
 Individu dengan resiko : gangguan pengaturan diet yang normal, gangguan
makan, kebiasaan diet yang tidak lazim atau pemberian nutrisi parenteral.
 Pada kondisi hiperkatabolik seperti pada Ca (keganasan), AIDS , penyakit
renal, hepar dan beberapa penyakit seperti sindrom karsinoid dapat
mengalami defisiensi gizi walaupun intake normal, oleh karena peningkatan
kebutuhan metabolik.
 Kehilangan zat gizi berlebihan dapat terjadi akibat absorbsi yang menurun
karena penyakit gastrointestinal ; fibrosis kistik, inflammatory bowel Disease,
celiac disease atau setelah pembedahan gastrointestinal.
 Pengobatan jangka panjang Antikonvulsan atau antibiotik dapat mengalami
gangguan zat gizi bila mengganggu absorbsi GI dan metabolisme yang normal.
• Gangguan metabolik oleh karena genetika, defisiensi
enzim, penyakit hepar, interaksi obat dan gizi dapat
mengganggu penggunaan zat gizi.

• sindrom kelebihan zat gizi biasanya berasal dari kelebihan


intake atau intake terapi iatrogenik.

• Pasien yang beresiko menderita defisiensi zat gizi dapat


juga menderita defisiensi zat gizi yang lain.

• Penilaian terhadap pasien yang diduga menderita penyakit


nutrisi harus didasarkan pada anamnesisi yang lengkap
tentang riwayat diet, pengobatan, riwayat pengobatan
terakhir dan keluarga serta pemeriksaan fisik yang lengkap,
dengan inspeksi yang teliti pada kulit, terutama pada
rambut, kuku dan membrane mukosa.
MAKRONUTRIEN

MALNUTRISI ENERGI PROTEIN


Epidemiologi
• PEM menjadi perhatian global. WHO memperkirakan 852 juta orang
termasuk hampir 170 juta atau seperempat anak-anak di dunia , menderita
PEM, dan hampir 5 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh PEM saja.
• Di negara berkembang, malnutrisi timbul akibat intake yang tidak adekuat,
yang sering bersama dengan penyakit lain. Perang, kelaparan dan
kemiskinan sering mencetuskan ketidakmampuan mendapatkan makanan,
yang bisa timbul akibat konflik politik,bencana alam, penyakit infeksi,
faktor iklim dan cuaca, kurangnya pengetahuan, sanitasi yang buruk,
kepercayaan adat dan agama dan keterbatasan ketersediaan pelayanan
kesehatan.
• Di Negara industri barat seperti US, kurang dari 1% anak-anak menderita
PEM, Bila diteliti penyebabnya adalah penyakit kronik, malabsorbsi, alergi
makanan, kurangnya pengetahuan gizi dan diet.
Etilologi dan patogenesis

 Beberapa subtype PEM telah didefenisikan sebagai dasar defisiensi relatif


intake total kalori dan protein.
 Anak-anak dengan marasmus mengalami wasting yang berat dan stunting
kurang dari 60% berat badan yang normal untuk seusianya.
 Istilah marasmus berasal dari bahasa yunani marasmos yang berarti wasting.
 Perubahan ini terjadi akibat defisiensi keseluruhan zat gizi yang kronik, yang
sering akibat tidak tersedianya makanan.
 Anak-anak dengan kwashiorkor memiliki berat badan kurang dari 60-80%
berat badan seusianya, biasanya akibat diet makanan pokok tanpa diikuti
intake protein atau lemak yang adekuat. Hal ini dapat terjadi di daerah
dimana padi-padian terdapat dalam jumlah yang banyak, tapi protein dan
lemak tidak tersedia.
Patofisiologi

 Patofisiologi penyakit ini bisa merupakan bentuk adaptasi maupun


nonadaptasi starvasi. Starvasi (kelaparan) yang teradaptasi (marasmus) intake
semua makronutrien menurun,terutama karbohidrat, yang mensupresi
produksi insulin. Hormon katabolik yang bekerja menstimulasi konversi
glikogen menjadi glukosa.
 Pada tahap awal starvasi adaptasi ini, pengurangan otot terjadi dalam 24 jam
pertama, menyebabkan glukoneogenesis untuk melepaskan glukosa ke dalam
sirkulasi sistemik. Pemecahan lemak menghasilkan benda keton yang dapat
digunakan oleh otak dan sistem saraf.
 Pengurangan ini akan menyebabkan pemecahan otot dan selanjutnya sintesis
ammonia dapat menguruskan massa tubuh dan beberapa sintesis protein
dapat terputus.
 Pada starvasi nonadaptasi (kwashiorkor) akibat ketidakseimbangan intake KH
yang tinggi namun intake lemak dan protein menurun. Tanpa intake lemak
dan protein yang berkesinambungan, yang menekan produksi protein.

 Hipoproteinemia,edema dan diare dapat timbul, menyebabkan individu tidak


dapat memproduksi lipoprotein, sehingga terjadi akumulasi lemak di liver;
yang lebih penting protein imun yang penting tidak diproduksi, sehingga
pasien menjadi rentan terkena infeksi oportunistik dan septikemia, yang
merupakan penyebab kematian yang utama
 Meskipun konsep tentang starvasi adaptasi dan nonadaptasi
telah diterangkan dengan jelas mengapa tejadi PEM pada anak-
anak namun, penyebab pasti mengapa beberapa anak
berkembang menjadi marasmus dan yang lainnya berkembang
menjadi kwashiorkor masih kontroversi.
GAMBARAN KLINIK

 Masa kanak-kanak ditandai dengan masa pertumbuhan dan perkembangan


yang cepat dan jelas, deprivation nutrisi sering bermanifestasi sebagai
perubahan dalam pola pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Kegagalan untuk bertumbuh, menjadi kunci temuan pasien dengan PEM, yang
pertama bisa nampak sebagai wasting yang (berat badan yang sangat rendah)
dan kadang-kadang penurunan garis pertumbuhan linear (stunting).

 Variasi pengukuran direkomendasikan sebagai marker malnutrisi dan


termasuk berat badan dan tinggi badan menurut umur, indeks massa tubuh,
lingkar tricep atau lingkar lengan atas, dan gambaran kulit dan rambut.
Perkembangan saraf yang tidak optimal, kepekaan terhadap infeksi dan
peningkatan kematian dapat terjadi pada anak –anak dengan malnutrisi
kronik.
 Marasmus biasanya terjadi pada bayi berumur < 1 tahun. Gambaran kliniknya
: kulit kering, tipis, dan keriput akibat hilangnya lemak subkutan dengan
gambaran pengurusan (gambar 130-1). Pertumbuhan rambut terjadi lambat,
pada pemeriksaan dapat terlihat rambut mudah rontok, tipis, halus, rapuh
dan bisa alopesia. Rambut lanugo bisa meningkat. Kuku bisa terdapat fisura,
dan pertumbuhannya terganggu. Tempat-tempat cadangan energi endogen di
seluruh tubuh dimobilisasi untuk bertahan hidup, sehingga terjadi kehilangan
lemak subkutan dan massa otot. Hilangnya lapisan lemak pipi menyebabkan
gambaran muka monyet(gambar 130-2). Kehilangan lemak di perianal dapat
menyebabkan prolaps rectal, dan hipotonia otot-otot abdomen yang dapat
menyebabkan distensi abdomen. Konstipasi dapat terjadi bergantian dengan
periode diare, yang bisa atau tidak dapat dihubungkan dengan infeksi
gastrointestinal yang terus menerus. Angular cheilitis dan perubahan
membrana mukosa juga dapat terjadi pada pasien marasmus. Pasien juga bisa
terjadi penurunan suhu tubuh basal dan bradikardi.
 Gambaran khas dari kwashiorkor yang dikenal adalah edema atau PEM basah
adalah ketidakmampuan untuk tumbuh yang dihubungkan dengan edem yang
biasanya terjadi pada anak-anak umur 6 bulan - 5 tahun. Pada awalnya anak
irritable, tapi juga bisa menjadi letargi dan apatis. Lain halnya dengan
marasmus, pada kwashiorkor temuan klinis di kulit lebih sering ditemukan.
Dermatitis yang terlihat pada PEM edema seperti lukisan enamel flaking,
dengan pola fissure “crazy atau cracked’ sign(Gambar 130.3). Peningkatan
pigmen kulit dapat diamati pada permukaan ekstensor lengan dan kaki.
Warna rambut dapat berubah dari warna aslinya, khas dapat berwarna
merah(Gbr 130-4A) sebelum pigmen larut menjadi warna putih keabuan yang
bercahaya(130-4B). Pada anak-anak yang mengalami masa intermitten
kwashiorkor dan perbaikan gizi , di batang rambut dapat terlihat garis selang-
seling antara gelap dan terang yang disebut ‘flag sign’(130-4A). Peningkatan
rambut lanugo dapat terjadi pada kwashiorkor. Edema perifer,sebagai akibat
langsung hipoproteinemia , distensi abdomen akibat infiltrasi lemak di liver.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Tes laboratorium awal yang direkomendasikan oleh WHO pada PEM adalah
screening terhadap hipoglikemia,anemia dan investigasi terhadap potensial
penyakit infeksi komorbid. Dan di daerah tertentu perlu pemeriksaan apusan
darah untuk parasit malaria dan pemeriksaan feses untuk darah,telur dan
parasit.
 Tes tuberculin juga sebaiknya dilakukan. Foto thoraks dapat menunjukkan
tanda pneumonia bakteri,TB, gagal jantung,ricketsia dan fraktur. Pasien
dengan kwashiorkor juga menunjukkan hipoproteinemia, yang akan
membantu dalam penaganan dan prognosis.
 Pemeriksaan kadar elektrolit sebelum terapi harus diinterpretasi dengan hati-
hati,di mana pemberian makan akan merubah keseimbangan mineral.
 Pemeriksaan histologi biasanya tidak diperlukan, dimana gambaran klinik
yang didasarkan pada anamnesis yang sesuai lebih diagnostik.

 Pemeriksaan histology akan menunjukkan penebalan strtum korneum, atropi


lapisan granuler, peningkatan pigmentasi lapisan basal, pengurangan serat
kolagen dan kepadatan serat elastin.

 Atrofi kelenjar rambut dengan penimbunan kelenjar keringat dapat terjadi.


TERAPI

 TERAPI pasien dengan PEM berat biasanya memerlukan perawatan Rumah


sakit, beresiko terjadi hipoglikemia,hipotermi,dehidrasi dan sepsis.
 Individu yang tidak dapat bangun dan tidak berespon memerlukan
hiperalimentasi intravena selama penanganan awal terapi;pengawasan tetap
diperlukan untuk menghindari rehidrasi yang cepat dan berlebihan yang
beresiko terjadinya gagal jantung kongestif.
 Pemberian garam sebagai rehidrasi oral yang mengandung campuran
elektrolit yang penting biasanya diberikan sampai diare berkurang atau
formula yang sudah difortifikasi yang diberikan sesegera mungkin dapat
ditoleransi.
 Oleh karena malnutris yang berat pada anak terjadi immunokompromais,
terapiantibiotik secara empiris sesuai bagi yang suspek sepsis, dan infeksi lain
yang sudah diidentifikasi.
ASAM LEMAK ESENSIAL

 EPIDEMIOLOGI
 Defisiensi asam lemak esensial (EFA)secara alami jarang terjadi pada manusia.
Kasus defisiensi terjadi akibat intake yang inadekuat, malabsorbsi atau
kehilangan yang berlebihan.
 Pasien yang beresiko mengalami defisiensi EFA adalah : orang dengan intake
yang buruk, termasuk alkoholik, anorexia nervosa atau kondisi malabsorbsi
seperti penyakit bilier, inflammatory bowel disease dan post pembedahan
gastrointestinal (seperti pembedahan bariatrik) dan bisa juga sebagai salah
satu etiologi primer dengan rash karakteristik pasien cystic fibrosis. Bayi
prematur dan BBLR akan lahir dengan kadar EFA yang tidak mencukupi
sebagai resiko khusus.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS.

 EFA merupakan asam lemak polyunsaturated rantai karbon 18, 20 atau 22


tidak dapat disintesis secara alamiah oleh tubuh.
 Asam lemak Omega 3 didapatkan pada minyak ikan yang berasal dari asam
linoleic alfa. Sedang omega 6 ditemukan pada minyak sayur dan berasal dari
asam linoleik.
 Asam Linoleik dan asam linoleik alfa adalah EFA yang menjadi prekursor bagi
EFA yang lain yang didapatkan dari intake makanan.
 Di membrane sel, EFA meningkatkan lipoprotein yang tidak jenuh yang
memodulasi cairan membrane sel. Asam arahidonat yang merupakan derivate
asam linoleik, dikonversi menjadi prostaglandin,eicosanoid dan leukotrin,
yang penting sebagai mediator innflamasi. Di epidermis, asam linoleik
membentuk granul lamellar di stratum korneum. EFA memegang peranan
dalam homeostasis.
GAMBARAN KLINIK.

 Manifestasi kulit akibat defisiensi EFA meliputi xerosis,skuama dan eritem


yang difus dan erosi intertriginosa. Penyembuhan luka yang jelek, purpura
traumatic sekunder oleh Karena fragilitas kapiler,kuku yang rapuh dan
alopesia dapat terjadi.
 Individu yang terkena bisa terlihat hiperpigmentasi dan hipopigmentasi pada
rambut. Infiltrasi lemak di liver, kelumpuhan respon imun, anemia,
trombositopenia dan retardasi pertumbuhan bisa terjadi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Pada defisiensi EFA, terjadi penurunan kadar asam


linoleik, asam arachidonat dan peningkatan asam
eicosatrinoic 5,8,11. Pengukuran ini menjadikan
peningkatan rasio(≥2)dari asam arachidonat bernilai
diagnostik pada defisiensi EFA.
TERAPI

 Meskipun pemberian biji bunga matahari dan minyak


safflower, yang mengandung asam linoleik, dapat
memberi perbaikan pada kulit, absorbsi secara topikal
tidak dapat diperkirakan, dan terapi yang optimal
meliputi pemberian EFA baik oral maupun IV. Untuk
mencegah defisiensi EFA, diperlukan 1-2% EFA dari total
kalori sehari
MIKRONUTRIEN

VITAMIN YANG LARUT DALAM LEMAK


VITAMIN A (RETINOL)
Etiologi dan Patogenesis
 Vitamin A : vitamin yang larut dalam lemak,yang berfungsi sebagai
fotoreseptor di retina,proliferasi dan keratinisasi. Dua metabolit penting
vitamin A adalah retinal yang merupakan komponen rodopsin dan asam
retinoat yang mengatur differensiasi sel.
 Intake vitamin bersumber dari tumbuhan dan hewan .
 Sumber dari tumbuhan : sayur daun yang berwarna gelap dan hijau, minyak
palem merah, buah-buahan berwarna terang seperti pepaya, mangga,
wortel,tomat ,aprikot dan labu. Sumber vitamin A yang berasal dari hewan :
kuning telur, hati, ikan, susu fortifikasi dan beberapa produk susu lainnya.
Semua alkohol vitamin A retinol diesterifikasi ester retinil dalam mukosa
usus, dilepaskan ke aliran darah dan berikatan dngan chilomikron dan dibawa
ke hepar untuk disimpan.
DEFISIENSI VITAMIN A

EPIDEMIOLOGI.
 Defisiensi vitamin A (VAD) dapat terjadi di kulit seperti halnya
pada mata,yang merupakan penyebab kebutaan pada anak yang
dapat dicegah. VAD juga dihubungkan dengan gangguan regulasi
imun.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS.

 Penyebab primer VAD lanjutan dari intake yang tidak adekuat,malabsorbi


lemak dan penyakit liver.
 Di USA, intake yang tidak adekuat dapat terlihat pada individu yang
mengalami gangguan makan, pembatasan diit,dan penyakit kronik.
 Oleh karena vitamin A larut dalam lemak,keadaan ini dihubungkan dengan
malabsorbsi lemak seperti pada penyakit pankreas dan traktus bilier, celiac
disease, Crohn disease, Sindrom Shwachman Diamond, cystic fibrosis,
penyakitbliver kolestatik, dan pembedahan lambung bypass yang dapat
menyebabkan VAD
GAMBARAN KLINIK

 Manifestasi awal VAD adalah perubahan okuler. Gangguan adaptasi


gelap(nyctalopia) diikuti xerophtalmia dan deskuamasi keratin korneal dan
pertumbuhan berlebih basil xerosis pada sclera., terbentuk bercak putih yang
disebut bercak Bitot.
 Temuan pada kulit terjadi akibat keratinisasi yang abnormal. Defisiensi ringan
bisa berupa xerosis,dan skuama pada kulit, yang bila terjadi lebih berat
berupa fissure yang dalam yang disebut dermomalacia. Metaplasi skuamous
kelenjar saliva seperti halnya di mukosa hidung dan mulut bisa terjadi
menyebabkan xerostomia, hiposmia dan hypogeusia. Mukosa laring, bronkus
dan vagina dapat terkena. Phrinoderma ytang berarti kulit kodok khas pada
VAD. Papul folikuler hiperkeratotik lebih sering dimulai dipaha anterolateral,
lengan atas posterolateral, yang menyebar ke permukaan ekstensor dari
ekstremitas, bahu,abdomen,punggung,bokong, wajah dan leher
posterior(Gbr 130-6).
 PEMERIKSAAAN LABORATORIUM.
Kadar vitamin A dapat diukur dari serum. Kadar serum normal
berkisar 20-50μg/dl

 PENANGANAN
Kebutuhan vitamin A sehari berkisar 1000-5000 IU, yang lebih
muda membutuhkan dosis lebih rendah .Terapi yang
direkomendasikan untuk VAD adalah 100.000-300.000 IU oral
setiap hari sampai gejala menyembuh dan kadar serum menjadi
normal
TOKSISITAS VITAMIN A

EPIDEMIOLOGI
 Toksisitas vitamin A akibat intake vitamin A yang berlebihan dapat terjadi
secara akut maupun kronik.
 Toksisitas akut terjadi bila memakan vitamin A dalam jumlah yang berlebihan
selama beberapa jam atau beberapa hari. Toksisitas biasanya terjadi bila
intake lebih dari 20 x RDA pada anak-anak atau 100 x RDA pada orang
dewasa.
 Toksisitas kronik terjadi akibat mengkonsumsi vitamin A > 25.000 IU selama
lebih dari 6 tahun atau > 100.000 IU lebih dari 6 bulan.
 Individu yang beresiko untuk mengalami toksisitas vitamin A adalah yang
mendapat terapi dermatologi seperti acne,psoriasis dan ichtyosis.
 Populasi lain yang lebih beresiko adalah mereka yang mengkonsumsi
suplemen vitamin A tanpa resep dokter.
GAMBARAN KLINIK

 Individu dengan dengan toksisitas vitamin A akut: kulit kering,berskuama dan


deskuamasi di area yang luas, fissure pada bibir dan sudut mulut. Gejala
lainnya: sakit kepala, fatique, anorexia, nausea, vomiting, penglihatan kabur
,pseudotumor serebri, mialgia dan athralgia. Gambaran awal di kulit orang
dewasa pada toksisitas kronik : bibir kering yang terjadi difus, kering, gatal,
skuama di kulit palmar dan telapak kaki, alopesia, hiperkeratosis folikuler dan
hiperpigmentasi di wajah dan leher. Anorexia, kelelahan dan penurunan berat
badan bisa terjadi . Hiperkeratosis folikularis dapat terjadi pada VAD dan
toksisitas.
GAMBARAN KLINIK

 Pada anak-anak toksisitas : menyebabkan rambut kasar dengan alopesia yang


difus, kulit kasar dengan eksfoliasi seluruh badan, hiperpigmentasi dan
cheilitis exfoliatif. Pseudotumor serebri dapat menyebabkan sakit kepala,
papil edem dan pada infant terjadi penonjolan fontanel.
 Perubahan otot sering terjadi pada toksisitas vitamin A dan menyebabkan
retardasi pertumbuhan oleh karena penutupan premature epifise dan fraktur
tulang spontan.
 Mekanisme terjadinya keadaan tulang yang patologi yang terlihat pada
toksisitas vitamin A melibatakan kerja antagonis jalur intraseluler vitamin A
dan D dan interaksi hormone Calsium.
 Penyimpanan vitamin A yang berlebihan di jaringan lemak,serta fibrosis
perisinusoidal di liver menyebabkan sirosis yang merupakan efek yang paling
jelas dari toksisitas vitamin A jangka lama.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Pada hipervitaminosis vitamin A terjadi peningkatan kadar vitamin A, kalsium


serum dan alkali posfatase. Perubahan homeostasis calsium dapat
menyebabkan kalsifikasi di tendon, ligament dan jaringan lunak.
 TERAPI : Hampir semua gejala toksisitas vitamin A menghilang bila intake
tersebut dihentikan, kecuali sirosis hati dan pseudotumor serebri.
CAROTENEMIA DAN CAROTENODERMA

 Meskipun hipervitaminosis vitamin A adalah penyakit yang memberikan


gambaran klinik dengan spectrum yang luas, intake karoten yang berlebihan
pada penyakit-penyakit yang ringan ditandai dengan pigmentasi kulit
berwarna kuning-jingga.
 Keadaan ini disebut carotenemia oleh Hess dan Meyer tahun 1919, yang
melaporkan hubungan antara pigmentasi kulit kuning dengan peningkatan
kadar carotene serum. Selama Perang dunia I dan II,sering terjadi oleh karena
perubahan diet dari diet daging menjadi vegetarian oleh karena kekurangan
pangan.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS.

 Karoten tidak disintesis secara endogen, tetapi didapat melalui intake


makanan yang kaya akan karoten. Karoten tumbuhan dikonversi menjadi
vtamin A di GI( Gastrointestinal), tetapi hamier 1/3 caroten langsung
diabsorbsi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi absorbsi karoten:
hormone tiroid, konsentrasi lipase pankreas, asam empedu, pengolahan
makanan dan diet lemak dan serat. Pada pasien hipotiroid memperlihatkan
peningkatan kadar karoten akibat penurunan konversi ke retinol. enzim
lipase dan asam empedu mencerna karoten sehingga defisiensi enzim-enzim
ini akibat disfungsi bilier atau pankreas menyebabkan kadar karoten
meningkat.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS.

 Oleh karena karoten larut dalam lemak, makanan yang tinggi lemak
meningkatkan absorbsi. Pasien hiperlipidemia seperti DM, sindrom nefrotik,
hipertiroidisme juga bisa terjadi carotenemia oleh karena hubungan langsung
antara jumlah beta lipoprotein dan carotene.

 Gangguan konversi karoten menjadi vitamin A pada hipotiroidisme dan


penyakit liver juga menyebabkan carotenemia. Beberapa pasien anorexia
nervosa dapat terjadi carotenemia oleh karena peningkatan intake sayuran.
Kelompok lain yang beresiko: Orang yang intake suplemen nutrisi berlebihan ,
rumput laut kering(nori),wortel,papaya dan bayi yang memakan jus sayuran
dalam jumlah yang besar.
GAMBARAN KLINIK

 Intake karoten yang berlebihan tidak menyebabkan hipervitaminosis A oleh


karena konversi karoten menjadi vitamin A terjadi secara lambat di mukos
usus, tidak secepat untuk memproduksi sejumlah vitamin A yang bersifat
toksis.
 Penyimpanan karoten yang berlebihan di stratum korneum dihubungkan
dengan kandungan lipid yang tinggi.Perubahan warna kulit kekuningan akibat
karotenemia disebut karotenoderma. Karoten dieksresi oleh kelenjar
sebaseus dan kelenjar keringat, sehingga pigmentasi kuning timbul pertama
kali di wajah, terutama lipatan nasolabial, dahi dan dapat menyebar secara
difus dengan asentuasi pada telapak tangan dan kaki. Pigmentasi ini terutama
terlihat dengan bantuan cahaya buatan. Catatan. Carotenoderma berbeda
dengan ikterus yeng melibatkan membrane mukos termasuk sclera .
TES LABORATORIUM
 Carotenemia tidak terjadi sampai kadar karoten serum
mencapai 3-4 x kadar normal atau lebih dari 250 μg/dl
dan terdeteksi sekitar 4-7 minggu setelah mulai diet/
intake yang kaya karoten.
TERAPI
 Meliputi penghentian karoten yang berlebihan
,menurunkan intake karoten.
VITAMIN D (CALSITRIOL)

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


 Vitamin D berfungsi mengatur metabolisme kalsium dan posfor. Vitamin D
bekerja di GI untuk meningkatkan absorbsi calsium dan posfat dan
menstimulasi tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsorbsi calsium dan
posfat.
 Vitamin D dari 2 sumber: (1) makanan,(2)sintesis dari kulit yang berasal dari
pemaparan sinar UV. Makanan yang umumnya mengandung vitamin D : susu
fortifikasi, minyak ikan dan ikan seperti salmon, sardine, ikan Cod, tuna dan
udang. Vitamin D juga disintesis di epidermis dari precursor 7
dehydrocholesterol(provit D3) dengan bantuan sinar UV gelombang 290-320
nm. Previtamin D3 selanjutnya berubah spontan, isomerisasi yang bergantung
pada suhu, menjadi vitamin D3(Cholecalsiferol) yang akan masuk ke kapiler
dermis. Pada sat ini vitamin D3 endogen , dan D2 eksogen(ergocalsiferol) akan
mengalami hidroksilasi di liver menjadi 25 hydroxy vitamin D. Perjalanan
molekul ini ke ginjal, di mana molekul tersebut dihidroksilasi lagi untuk
mematangkan vitamin D(1,25 hydroxyvit D=Calsitriol)
EPIDEMIOLOGI

 Selama revolusi industri, paduan intake yang jelek,asap dan bangunan yang
tinggi telah menghalangi matahari, dan kurangnya aktivitas di luar ruangan
mempengaruhi terjadinya ricketsia di US dan Eropa. Tahun 1918 John
Howland,Edward Park dan Paul Shipley menggunakan tikus percobaan untuk
mengidentifikasi molekul antirachitis pada minyak ikan Cod sebagai vitamin D
 Ricketsia sebagai defisiensi vitamin D berlanjut terjadi di jaman
modern. Kelompok yang beresiko terkena defisiensi vitamin D adalah yang
intake kurang, malabsorbsi dan pemaparan sinar matahari yang kurang.
Termasuk usia lanjut, pasien yang diterapi anticonvulsant, malabsorbsi karena
pembedahan gastrointestinal, celiac disease, penyakit pancreas atau bilier
dan orang kulit gelap yang tinggal di daerah yang kurang sinar matahari.
Ricketsia juga terjadi pada usia pubertas,di mana perubahan fisik dan gaya
hidup memodulasi ketersediaan vitamin D dan kebutuhan akan
kalsium,phosphor dan peningkatan intake vitamin D.

EPIDEMIOLOGI

• Bayi yang menyusui,terutama berkulit gelap memerlukan suplemen vitamin


D.
• Bayi premature beresiko oleh karena kekurangan Calsium dan Posfor pada
saat lahir.Oleh karena pengenalan ASI yang difortifikasi dan susu formula
untuk premature, peningkatan insiden riketsia premature menurun secara
drastis.
• Dianjurkan pemberian suplemen vitamin D(200 IU) kepada 3 kelompok
populasi :1.semua bayi menyusui ,kecuali mendapat susu formula fortifikasi
sebanyak 500 ml/hari,2.semua bayi yang tidak menyusui yang hanya
mendapat susu formula kurang dari 500 ml/hari.3.dewasa dan anak yang
tidak mendapat sinar matahari secara teratur atau tidak mendapat
multivitamin dengan dosis 200 IU vitamin D.
• Upaya pemakaian tabir surya yang lama, akan menimbulkan defisiensi Vit D
sekunder. Penggunaan tabir surya yang lama akan menurunkan 25 –
hydroxyvitamin D
GAMBARAN KLINIK

 Riketsia tipe II yang dihubungkan dengan gambaran kulit yang secara klinik
tidak dapat dibedakan dengan sindrom atrichia yang berhubungan dengan
mutasi gen hairless.
 Keduanya mengena pasien yang lahir dengan rambut. Namun demikian dalam
beberapa bulan setelah kelahiran rambut dan bulu di badan
menghilang,kecuali aliis dan bulu mata.Terbentuk papul dan kista yang
abnormal, struktur rambut rudimenter secara khas berkembang di wajah dan
kepala. Kista ini tidak sesuai dengan 2/3 bawah unit folikel. Tabel 130-1
menunjukkan gambaran klinik lainnya.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Peninggian kadar AP dan kadar 25 hydroxy vitamin D yang menurun, sering
menjadi indikator laboratorium yang penting. Pada ricketsia tahap awal, kadar
hormone paratiroid meningkat sebagai kompensasi penurunan kadar kalsium,
tetapi mekanisme kompensasi ini tidak adekuat bila defisiensi tetap berlanjut.
TERAPI
 Dosis vitamin D yang direkomendasikan setiap hari adalah 5-10 μg. Terapi
vitamin D pengganti di tambahkan ke dalam menu yang kaya kalsium.
Penambahan 200-400 μg perhari sampai gejala menyembuh, selama 2-3
bulan,biasanya adekuat. Terapi tambahan lainnya adalah pemaparan sinar
matahari.
VITAMIN E ( Tocopherol)

 Vitamin E jarang dihubungkan dengan penyakit


defisiensi atau kelebihan vitamin. Vitamin E ditemukan
pada minyak, gandum yang difortifikasi, sayur berdaun
gelap, kacang, alpukat dan ikan sarden. Oleh karena
larut dalam lemak, kelebihan intake dapat
meningkatkan efek antikoagulan, purpura dan potensi
perdarahan.
VITAMIN K (PHYTOMENADION)

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


 Vitamin K adalah kofaktor penting dalam karboksilasi residu glutamate pada
factor pembekuan II,VII,IX,X dan protein C dan S.
 Sumber makan yang mengandung vitamin K : sayuran berdaun hijau, kedelai,
sereal dan hati sapi. Hampir setengah dari vitamin K di tubuh bersumber dari
makanan, setengahnya disintesis oleh flora saluran cerna sebagai
menaquinone, yang diabsorbsi secara pasif di usus halus distal dan kolon
EPIDEMIOLOGI
 Vit K disebut juga vitamin koagulasi yang berasal dari bahasa Belanda yang
berarti vitamin pembekuan . Defisiensi vitamin K sangat jarang pada masa
bayi, dapat terjadi akibat malabsorbsi, penyakiy liver, intake yang tidak
adekuat atau pengobatan. Penggunaan antibiotic juga dapat menyebabkan
defisiensi oleh karena mengubah flora normal usus.
GAMBARAN KLINIK
 Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan dan menyebabkan
perdarahan pada masa neonatal, yang disebut Hemorragic disease of
newborn. HDN dibagi atas fase dini dan fase awal. Perdarahan fase dini
(minggu pertama kelahiran)yang terjadi berupa echimosis,cephal
hematom,perdarahan umbilikalis,intestinal dan intracranial. Perdarahan pada
minggu ke 2-12 berupa ekimosis,perdarahan gusi,perdarahan
gastrointestinal,traktus urinarius dan retroperitoneal.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Pengukuran kadar vitamin K,dan peningkatan PT dan PTT.
TERAPI
 Profilaksis diberikan pada bayi baru lahir 0,5- 1 mg vitamin K.intramuskuler
(IM). Pada defisiensi akut vitamin K akibat perdarahan dengan transfuse fresh
fozen plasma yang dapat mengganti factor- factor pembekuan. Pada kasus
defisiensi berat diterapi dengan vitamin K 5-10 mg,oral maupun IM perhari,
VITAMIN-VITAMIN YANG LARUT DALAM AIR

VITAMIN B1 (TIAMIN)
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
 Merupakan koenzim penting dalam sintesis NADPH(Nicotinamid Adenin
Dinukleotida Phosfat) ,metabolisme karbohidrat dan sintesis deoksiribosa dan
ribose.
EPIDEMIOLOGI
 Tiamin diperoleh dari gandum, produk roti,kacang,kentang, ikan.
 Beras yang digiling akan menghilangkan tiamin pada kulit ari yang bisa terjadi
defisiensi. Kelebihan vitamin B1 sangat jarang.
 Penyakit Beriberi diistilahkan untuk defisiensi vitamin B1
GAMBARAN KLINIK

 Gambaran awal berupa iritabel, taxia,nistagmus, dan paralise nervus


laryngeal.Gejala lain termasuk CHF, takikardi, dyspnea,dan sianosis.
 Penyakit Ber-beri pada orang dewasa dibagi menjadi bentuk kering dan
basah.
 Beriberi kering menyebabkan neuropati perifer distal yang simetris yang
melibatkan system sensori dan motorik.
 Beriberi basah berupa neuropathy, cardiomegali,cardiomyopathy, CHF, edem
perifer dan takikardia. Lidah yang merah,dan panas serta udem perifer juga
ditemukan pada beri-beri basah.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Diagnosis dibuat dengan mengukur konsentrasi eritrosit thiamine
transletolase atau konsentrasi tiamin darah. Nilai normalnya sampai 15%
TERAPI.
 Kebutuhan perhari direkomendasikan 0,5 mg per 1000 kalori. Terapi dapat
diberikan intravena, IM atau oral.Biasanya diberi 50-100 mg perhari selama 7-
14 hari IV atau IM , kemudian peroral sampai sembuh.
VITAMIN B2 (RIBOFLAVIN)

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


 Riboflavin ditemukan tahun 1879 berupa bahan di dalam susu yang
memberikan fluoresen kuning-kehijauan.
 Defisiensi akan meningkatkan kadar homosistein plasma, mengganggu
penyerapan zat besi dan buta senja.
 Sumber makanan berupa kacang-kacangan,daging, telur,gandum,ikan dan
sayuran.
 Defisiensi terjadi oleh karena intake yang kurang, absorbsi yang tidak adekuat
dan fototerapi. Pada orang dewasa yang alkoholik, usia lanjut dapat terjadi
defisiensi sekunder, Di India, cina dan Iran, defisiensi ini bersifat endemic
karena intake sereal yang tidak difortifikasi.
 Bayi yang menderita defisiensi,terjadi karena kadar vitamin dalam ASI sama
dengan kadar di tubuh ibunya.
GAMBARAN KLINIK.

 Gambaran akut berupa eritem,epidermal nekrolisis dan mucositis. Gambaran


kronik terjadi pada bulan ke 3-5 setelah intake yang tidak adekuat.
 Temuan pada kulit dan membrane lebih dominant.
 Mula-mula terjadi angular stomatitis, berupa papul kecil di sudut mulut yang
membesar dan terjadi ulserasi, fissure yang maserasi dan sering berdarah.
(Gbr 130-7)
GAMBARAN KLINIK.
GAMBARAN KLINIK.

 Cheilosis berupa eritem,xerosis dan fissure pada bibir dapat terjadi.Pada


tahap awal glossitis,terlihat papil lidah,tapi setelah papil lidah hilang,lidah
menjadi lunak, bengakk dan berwarna magenta.
 Dermatitis seboroik dapat terjadi dengan lokasi di lipatan nasolabial,lubang
hidung,pangkal hidung,dahi,pipi dan aurikuler posterior.daerah fleksural
ekstremitas dapat juga terkena. Sumbatan kelenjar sebasea dapat terlihat di
sekitar hidung.
 Dermatitis di area genital lebih luas pada pria di banding wanita. Scrotum
terlihat merah,krusta,likenifikasi dan meluas ke paha bagian dalam.
 Biasanya dermatitis lebih berat di daerah trauma.pada bayi dermatitis lebih
sering di area inguinal,sedang anak-anak lebih sering di lipatan-lipatan
wajah,dapat meluas ke perianal dan bokong Lesi di kulit tidak diperberat oleh
cahaya,tapi diperberat oleh aktivitas yang berat.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Terjadi anemia norkromik normositik
 Percobaan pemberian riboflavin lebih optimal dibanding
pengukuran aktivitas eritrosit glutation reduktase.
TERAPI
 Dosis riboflavin yang direkomendasikan adalah 0,6 mg per 1000
kcal
 Terapi untuk defisiensi pada bayi 1-3 mg perhari,dan dewasa 10-
20 mg.
VITAMIN B3 (NIACIN)

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


 Niacin adalah kofaktor vitamin yang didapat dari intake atau sintesis endogen
dari asam amino esensial triptofan.
 Niasin terdapat pada gandum,roti,kacang-kacangan,produk
susu,hati,daging,mushroom dan biji kering.Niacin yang dimakan dalam bentuk
primer nicotinamide adenine dinucleotide(NAD) dan NADPH.
 NAD dan NADPH dihidrolisa di lumen usus menjadi bentuk nicotinamide.
Nicotinamid dapat dikonversi menjadi asam nikotinat oleh bakteri usus atau
diabsorbsi ke aliran darah. Nicotinamid dan asam nikotinamid kemudian
diangkut ke liver,ginjal dan usus, yang akan dikonversi kembali menjadi NAD
dan NADPH.
 Kedua agen ini bekerja sebagai hydrogen donor dan aseptor dalam reaksi
reaksi-oksidasi yang akan terlibat dalam sintesis dan metabolisme karbohidrat
dan protein.
EPIDEMIOLOGI

 Penyakit Defisiensi niacin disebut Pellagra. Tahun 1735, Gasper casal


menyebutkan gangguan kulit “mal de la rosa”karena kulit merah dan rash
yang terang di dorsum tangan dan kaki. Dia memperhatikan bahwa petani di
Spanyol utara sangat miskin, hanya memakan tepung jagung dan jarang
memakan daging.
 Karena niacin diserap dari traktus gastrointestinal (GI), kelainan GI dapat
mencetuskan pellagra. Absorpsi yang tidak sempurna dari triptofan dan niacin
terjadi pada pasien dengan jejunoileitis, gastroenterostomi, diare
berkepanjangan, anorexia nervosa, colitis kronis, colitis ulseratif, sirosis,
Chron disease dan gastrektomi subtotal.
 Alkoholik menyebabkan pellagra sebagai kombinasi dari diet yang kurang dan
malabsorpsi. Kelainan pengurangan makanan dapat terlihat pada pasien
dengan kelainan pola makan, seperti anoreksia nervosa, akibat alergi
makanan, atau food faddism (pengikut trend makanan) dapat juga
menyebabkan pellagra.
Gejala Klinis

 Pellagra digambarkan dengan empat D, yaitu dermatitis, diare, demensia dan


death (kematian). Karakteristik dermatitis fotosensitivitas dimulai dengan
eritem, rasa sakit atau patches yang pruritik. Kulit menjadi edema secara
progresif dan beberapa hari kemudian berkembang menjadi vesikel dan bulla
yang dapat pecah, meninggalkan krusta erosi, atau berkembang menjadi
skuama kecoklatan (Gambar 130.8). Lebih lanjut, kulit makin menebal dengan
batas yang tegas, keratotik, plak hiperpigmentasi. Fissura yang sangat nyeri
dapat terjadi pada daerah telapak tangan dan kaki, menjadi seperti kulit
angsa. Dorsum tangan merupakan tempat yang sering terjadi, dan jika rash
berkembang ke arah proksimal, lebih ke arah radial daripada ulnar, yang
membentuk “gauntlet” pellagra. Distribusi kupu-kupu dapat terlihat pada
wajah, menyebar dari hidung ke arah pipi, dagu dan bibir. Jika dermatitis
terkena pada bagian sentral atas dari dada dan leher, dapat terlihat seperti
“casal’s necklace”. Dapat juga menyebar ke bawah sternum dan menciptakan
gambaran “cravat”. Membran mukosa terlibat yang dapat bermanifestasi
sebagai cheilitis, angular stomatitis, glossitis dan ulserasi pada mukosa buccal
dan vulva.
Gejala Klinis

Gambar 130-8 Pellagra. Dermatosis akut A. Lesi eksudatif dan berkrusta dengan
gambaran “Glove” atau “gauntlet” pada tangan. B. Gambatan “Casal’s necklace”
pada leher yang menyebar ke wajah
 Gejala GI dapat memberikan tanda awal dari pellagra. Diare, nausea,
vomiting, nyeri abdomen, dan anoreksia dilaporkan. Gejala neurologik seperti
insomnia, fatigue (lemah), nervousness (kebingungan), apati, gangguan
ingatan dan depresi dapat berkembang ke psikosis dan dementia pada tahap
lanjut. Tanpa perawatan, pellagra dapat menyebabkan kematian karena
kegagalan multiorgan.
Pemeriksaan Laboratorium
 Diagnosis terutama berdasarkan latar belakang klinis dan respon terhadap
suplementasi vitamin. Penentuan metabolit niacin N-metilnicotinamide dan
piridon pada urin dapat digunakan utuk penegakan diagnosis.
Penatalaksanaan
 Dosis niacin sehari-hari adalah 15-20 mg, atau sekitar 60 mg triptofan
eksogen. Terapi dengan nikotinamid atau asam nikotinat 500 mg/hari
diberikan selama beberapa minggu, lesi kulit dapat menghilang 3-4 minggu
kemudian.
VITAMIN B6 (PIRIDOKSIN)

Etiologi dan Patogenesis


 Vitamin B6 terdiri atas tiga molekul yang dapat saling dipertukarkan, yaitu
piridoksin, piridoksamin dan piridoksal.
 Manusia tidak dapat mensintesa molekul ini, tetapi untungnya, molekul ini
tersedia luas pada tumbuhan ataupun hewan. Daging, biji-bijian, sayur dan
kacang adalah sumber terbaik untuk vitamin B6.
 Vitamin B6 akan diserap secara difusi pasif ke jejunum. Bentuk paling umum
dari vitamin B6 adalahh piridoksal 5-fosfat.
 Vit. B6 diperoleh melalui berbagai cara, yaitu dekarboksilasi dan transaminasi
asam amino, glukoneogenesis, konversi triptofan menjadi niacin, sintesis
sfingolipid, sintesis prostaglandin dan sintesis neurotransmitter.
Epidemiologi

 Karena ketersediaan vit. B dalam makanan, maka jarang terjadi defisiensi


akibat intake yang tidak adekuat
 tetapi dapat terjadi akibat alkoholik ataupun kekurangan makanan. Lebih
sering juga, disebabkan karena malabsorpsi dan defisiensi akibat obat-obatan.
 Kelainan usus halus seperti Chron disease dan celiac disease dapat
mempengaruhi penyerapan vit.B6.
 Obat-obatan yang berpengaruh yaitu isotiazid, hidralazin, penicillilamin dan
kontrasepsi oral.
Gejala klinis

 Defisiensi vit B6 dapat terlihat sebagi dermatitis seboroik pada wajah, kulit
kepala, leher, bahu, bokong dan perineum.
 Defisiensi vit B6 mirip pellagra karena vit B6 diperlukan untuk konversi
triptofan menjadi noacin.
 Keracunan vit B6 karena intake berlebihan tidak memberikan gambaran
berarti, walaupun dapat dikaitkan dengan neuropati perifer.
Pemeriksaan Laboratorium
 Vit B6 dapat dinilai dengan penentuan plasma piridoksal 5-fosfat. Level
rendah dari plasma piridoksal 5-fosfat mengindikasikan adanya defisiensi.
Penatalaksanaan
 Dosis piridoksin sehari-hari yang direkomendasikan tergantung dari usia dan
jenis kelamin. Pria dewasa memerlukan sedikitnya 2 mg sehari; wanita
dewasa memerlukan sedikitnya 1,6 mg sehari; dan infant memerlukan sekitar
0,3 mg sehari
 Penatalaksanaan meliputi menghentikan obat-obatan penyebab disertai
dengan terapi penggantian dengan 100 mg sehari piridoksin. Lesi oral dapat
menyembuh dalam beberapa hari, perubahan kulit dan hematologi dalam
beberapa minggu, dan gejala neurologik menyembuh dalam beberapa bulan.
VITAMIN B9 (FOLAT)

Etiologi dan Patogenesis


 Folat dapat ditemukan hampir pada semua jenis makanan, terutama pada
hati, kulit ari padi dan biji-bijian lainnya, sayur berdaun hijau dan kacang yang
kering.
 Tetrahidrofolat, koenzim folat, digunakan untuk transfer karbon tunggal pada
asam amino, purin dan metabolism pirimidin. Keadaan malabsorpsi (seperti
pada celiac disease, diare kronik, post gastrektomi total) dan obat-obatan
antifolat (seperti metotreksat, trimetoprim, kontrasepsi oral dan pirimetamin)
dapat menyebabkan defisienssi folat.
 Antiepilepsi fenobarbital dan fenitoin juga dapat menyebabkan defisiensi
folat dengan cara induksi mikrosomal enzim hepatik yang menyebabkan
pengurangan penyimpanan folat. Diet yang kurang dangan alkoholik dapat
juga menyebabkan defisiensi folat.
Gejala klinis
 Pada mukokutan diperoleh adanya glossitis, angular cheilitis, ulserasi mukosa,
ulserasi perirektal, dermatitis seboroik perineal dan hiperpigmentasi pada
lipatan palmar dan fleksur yang berwarna coklat yang difus.

Pemeriksaan Laboratorium
 Makrositik dan anemia megaloblastik dengan hipersegmentasi netrofil
diperoleh. Konfirmasi diagnostik dapat dilakukan dengan penentuan kadar
serum asam folat.
Penatalaksanaan

 Suplementasi asal folat merupakan kuratif.

 Penghentian agen antifolat dikomendasikan.

 Terapi yang diperlukan yaitu 1 hingga 5 mg asam folat per hari.


VITAMIN B12 (COBALAMIN)

Etiologi dan Patogenesis


 Vitamin B12 adalah koenzim yang penting untuk jalur biokimiawi pada
manusia. Metilcobalamin adalah koenzim untuk metiltransferase yang
mengubah metilat homostein menjadi metionin, yang digunakan pada DNA,
protein dan metabolism lemak. 5’-Adenosilcobalamin diperlukan untuk
mengkatalisa reaksi oleh metilmalonil koenzim A (CoA) mutase untuk
mengubah asam metilmalonat menjadi suksinol koenzim A, yang digunakan
pada metabolism lemak dan karbohidrat.
 Vitamin B12 ditemukan terutama pada produk hewani, dengan sumber paling
baik adalah hati, telur, susu, daging dan organ dalam lain.
 Tubuh dapat menyimpan vitamin B12 dalam jumlah yang banyak, jadi gejala
defisiensi biasanya membutuhkan waktu antara 3 hingga 6 tahun.
Epidemiologi

 Penyebab defisiensi vit B12 dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu Kasus
yang dihubungkan dengan malabsorpsi dapat dibagi menjadi 4 kelompok lagi,
yaitu penurunan asam lambung (Proton pump inhibitor kronik dan histamine
H2 reseptor blockers), penurunan faktor instrinsik (anemia pernisiosa,
gastritis atrofik, postgastrektomi), kompetesi mikroba dalam gut (bakteri yang
berlebihan, infeksi Diphyllobothrium latum), dan gangguan penyerapan
(Chron disease, Whipple disease, Zollinger-Ellison syndrome, celiac disease).
intake yang tidak adekuat, malabsorpsi, dan penyebab lainnya.
 Pada individu yang lebih tua dan pasien psikiatrik dengan diet yang kurang,
vegetarian yang ketat, dan infant dengan breast-fed, merupakan golongan
yang paling sering mengalami defisiensi akibat intake yang tidak adekuat.
 Penyebab lain dari defisiensi cobalamin berhubungan dengan kelainan
metabolism dan transport sejak lahir.
Gejala klinis

 Defisiensi vit B12 bermanifest pada mukokutan pada glossitis, angular


cheilitis, depigmentasi rambut, dan hiperpigmentasi kulit.

 Glossitis dapat digambarkan dengan adanya atrofi, kemerahan dan lidah yang
sangat nyeri dengan atrofi papilla filiformis, yang megarah ke Hunter glossitis.
Depigmentasi rambut dapat terlokalisir, dapat juga bersifat difus.

 Hiperpigmentasi kulit dapat difus dan simetris, atas hanya melibatkan


beberapa makula. Paling banyak ditemukan pada tangan, kuku, dan wajah
dengan tempat yang paling tersering terkena adalah palmar, daerah fleksura
dan tempat yang tertindih.
Pemeriksaan Laboratorium

 Gejala hematologik yang ditemukan sama dengan defisiensi folat, yaitu


anemia makrositik dan hipersegmentasi netrofil. Biopsi sumsum tulang
memperlihatkan adanya hiperseluler sekunder.
 Defisiensi ditegakkan melalui penentuan serum cobalamin, dengan jumlah
kurang dari 200pg/ml
Penatalaksaan

 Dengan suplementasi vit B12. Suplementasi melalui oral tidak


direkomendasikan karena penyerapan yang buruk.
 Pada defisiensi vit B12 pada dewasa, direkomendasikan suplementasi dengan
30µg via Intramuskular atau subkutan 5 hingga 10 hari, diikuti dengan 100-
200µg per bulan.
 Pada anak-anak, dengan dosis 100µg/hari selama 10-15 hari, selanjutnya
100µg perminggu selama beberapa bulan. Untuk anemia pernisiosa,
suplemen dengan sianocobalamin dengan dosis 1000µg perminggu selama
satu bulan pemberian via intramuscular atau subkutan. Jika gejala tetap ada,
dilanjutkan dengan suplementasi 1000µg parentral sianocobalamin tiap
bulan.
VITAMIN C (ASAM ASKORBAT)

Etiologi dan Patogenesis


 Vitamin C adalah antioksidan dan ko-faktor yang esensial pada beberapa
reaksi biologik, termasuk biosintesis kolagen, metabolisme prostaglandin,
transport asam lemak dan sintesis norepinefrin.
 Manusia tidak mampu mensistensis asam askorbat karena keterbatasan
glukonolakton oksidase, sebuah enzim yang digunakan oleh hewan untuk
mengubah glukosa menjadi asam askorbat.
 Vit C paling banyak diperoleh melalui buah-buahan dan sayuran, seperti
kentang, tomat, berry, buah yang asam, dan sayuran hijau. Vit C diserap pada
distal usus halus. Hampir semua Vit C yang dimakan diserap sempurna.
Pengurangan simpanan pada tubuh terjadi setelah 1 hingga 3 bulan setelah
diet yang berkurang.
Gejala klinis

 Asam askorbat diperlukan untuk hidroksilasi residu prolin pada prokolagen,


yang membuat ikatan hydrogen-hidrigen pada tripel heliks kolagen yang
matur. Tanpa asam askorbat, polipeptida tidak stabil dan tidak dapat
membentuk tripel heliks yang stabil. Hal ini menyebabkan penurunan sekresi
kolagen dari fibroblast, peningkatan kelarutan kolagen dan fibril kolagen yang
tidak stabil. Kolagen yang tidak normal ini meyebabkan proses patologi pada
kulit, membran mukosa, pembuluh darah dan tulang, menyebabkan empat H
dari scurvy, yaitu tanda hemoragik, hyperkeratosis folikel rambut,
hipokondriasis, dan kelainan hematologi.
 Lesi kulit yang pertama muncul pada Scurvy adalah phrynoderma, yaitu
pembesaran dan keratosis folikel rambut, terutama pada posterolateral
lengan, menyebabkan keratosis pilaris. Keratotic plugging meluas ke
punggung, bokong, posterior paha, dan dari lutut hingga mata kaki. Rambut
yang terkena penyumbatan folikel ini menjadi keriting, menyebabkan
corkscrew hairs (gambar 130-9).
Gambar 130-9. Defisiensi vitamin C pada gadis umur 18 tahun setelah bedah
gastrointestinal. Perhatikan rambut dengan “corkscrew” atau ”swanneck” yang
dikaitkan dengan purpura perifolikular
Gejala klinis

 Kelainan rambut ini diakibatkan oleh gangguan cross-link keratin oleh ikatan
disulfide. Progresivitas kelainan pada folikel meliputi kemerahan, dari
kongesti dan proliferasi di sekeliling pembuluh darah, kemudian berubah
menjadi keunguan dan akhirnya menjadi merah dan hemoragik.
 Purpura perifolikular yang bersifat palpable dapat ditemukan pada tungkai
bawah. “Woody edema” pada ekstremitas bawah dikaitkan dengan xerosis
dan akne.
 Penyembuhan luka yang jelek dan dehiscence luka lama pada kulit dan tulang
dapat terjadi karena vit C diperlukan untuk penyembuhan luka dan
pemeliharaan luka yang membaik. Perdarahan pada nail bed dapat juga
terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium
 Scurvy adalah diagnosis secara klinis, tetapi jika tidak dapat didiagnosis,
maka perlu penentuan kadar leukosit askorbat sangat diperlukan.

Penatalaksanaan
 Asupan vit C sehari-hari yang direkomendasikan adalah 40-60 mg asam
askorbat.
 Dengan suplementasi vit C, gejala klinis dapat membaik dengan cepat dalam
beberapa hari setelah pemberian awal suplemen. Dosis terapeutik adalah
100-300 mg asam askorbat perhari hingga gejala hilang sama sekali.
MINERAL

ZINK
 Zink sangat penting sebagai mikronutrient yang esensial untuk metaloenzim
yang melibatkan berbagai jalur metabolik dan faktor seluler, dan terutama
penting untuk protein dan sintesis asam nukleat. Kadar zink yang adekuat
sangat penting untuk penyembuhan luka dan sel T, netrofil dan sel natural
killer.
 Sumber zink adalah daging, ikan, telur, produk susu dan kacang polong,
dengan bentukan zink yang memiliki bioavaibilitas tinggi adalah daging, ikan
dan kerang-kerangan, Sedangkan sayuan, buah-buahan dan karbohidrat lain
miskin akan zink.
 Susu manusia mengandung zink paling banyak pada bulan pertama dan kedua
masa menyusui, kira-kira 3 mg/L, kemudian menurun selanjutnya. Susu
manusia juga mengandung ligan pengikat zink yang meningkatkan
bioavaibiitas zink. Walaupun susu formula sapi mengandung zink tinggi, tapi
bioavaibilitasnya lebih rendah daripada susu manusia.
 Walaupun total zink tubuh disimpan pada tulang, otot, prostat dan kulit, tidak
ada pertukaran simpanan zink dan perlu adanya suplai makanan dengan zink
secara berkelanjutan.
 Pada plasma kira-kira 50% total zink bergabung dengan albumin, yang lainnya
terikat dengan serum protein lainnya, termasuk transferin dan α2
makroglobulin, atau ikatan dengan asam amino bebas.
 Kadar plasma dapat menurun dengan cepat sebagai respon adanya penyakit,
pembedahan atau stressor lainnya.
 Defisiensi zink dapat menyebabkan gangguan mobilisasi penyimpanan retinol
hati dan dikaitkan dengan gangguan penglihatan pada malam hari
(nyctalopia).
Defisiensi Zink
Epidemiologi
 Defisiensi zink terjadi di seluruh dunia. Populasi dengan resiko tinggi adalah
dengan sindrom malabsorpsi intestinal, penyakit hati, anoreksia nervosa atau
food faddism, luka bakar yang luas dan sindrom nefrotik.
Etiologi dan Patogenesis
 Defisiensi zink dapat diturunkan maupun didapat.
 Bentuk yang diturunkan adalah Acrodermatitis Enteropatika (AE), terjadi pada
bayi yang diberi susu formula, dimana memiliki bioavaibilitas lebih rendah
dari susu manuasia.
 Defisiensi zink dapatan terjadi akibat berbagai keadaan dengan asupan yang
tidak adekuat, gangguan penyerapan atau peningkatan ekskresi, termasuk
kehamilan, menyusui, luka bakar luas, dermatitis eksfoliative general, food
faddism, nutrisi parentral, anoreksia nervosa dan keringat berlebihan.
Gejala Klinis
 Gambaran khas AE adalah :
alopesia
diare
letargi,
eksim akut
dermatitis erosif yang melibatkan daerah akral-perioral, periocular,
anogenital, tangan dan kaki (gambar 130-10)
Gejala Klinis

Gambar 130-10. A. Pasien acrodermatitis enteropatika. Gejala klinis ini akan mengalami
resolusi dalam 2 minggu setelah pemberian suplemen zink. B. Erupsi dengan krusta,
skuama, erosi dengan batas tegas tampak setelah weaning. Anak ini sangat iritabel, rewel
dan sering menangis, serta mengalami diare.
Gejala Klinis

 Gejala pada kulit sangat khas dan biasanya diawali dengan gejala yang tidak spesifik,
terdistribusi pada bagian akral, simetris dan dermatitis eksematosa. Selanjutnya
didapatkan adanya bulla dan erosi yang khas dengan peninggian pada bagian perifer
dengan krusta. Pasien juga biasanya disertai dengan infeksi sistemik sebagai akibat dari
gangguan cell-mediated immunity, dan mengalami superinfeksi dengan Candida
albicans dan bakteri, biasanya Staphylococcus aureus. Penyembuhan luka yang lambat,
paronikia akut, konjungtivitis, blefaritis dan fotofobia dapat ditemukan. Diare bisa
ditemukan juga, tapi tidak pada semua kasus.
 Jika tidak diterapi, penyakit ini dapat fatal. Defisiensi zink sekunder yang akut hingga
gangguan penyerapan zink, asupan yang tidak adekuat, atau kehilangan melalui ginjal
dan intestinal dapat mengakibatkan gejala klinis yang mengarah pada AE dan dapat
terjadi pada dewasa juga. (gambar 130-11)
 Penyembuhan luka yang buruk, adaptasi yang tidak normal terhadap gelap, dan
gangguan pigmentasi. Lesi pada kulit bisa ditemukan, dan jika ada, biasanya tidak terlalu
menyolok dan biasanya tampak sebagai psoriasisform dermatitis, yang terdapat pada
tangan dan kaki, terutama pada mata kaki.
Gambar 130-11. Defisiensi zink. A. Plak tersebut kering, berskuama, eksematosa
di sekeliling bokong. Lesi biasanya mengalami infeksi sekunder oleh Candida
albicans. B. Tangan. Jari tangan membesar, dan terdapat paronikia dan eritem
terang pada ujung jari.
Pemeriksaan Laboratorium
 Kadar zink plasma yang rendah merupakan gold standar untuk mendiagnosa
defisiensi zink.
 Kadar zink plasma normal berkisar antara 70-250µg/dL.
 Pada beberapa kasus, dimana kadar plasma zink kurang jelas, dan diagnosa
juga tidak jelas, diperlukan adanya biopsi histologi kulit. Gejala khasnya
bervariasi, bisa bentuk hyperplasia psoriasiform dengan parakeratosis yang
konfluen, spongiosis dan kepucatan pada epidermis bagian atas, diskeratosis
fokal dan atrofi epidermal yang beragam.
 Walaupun demikian, gejala-gejala tersebut tidak spesifik, karena dapat
terlihat pada defisiensi gizi lainnya.
Terapi
 Suplementasi zink dengan pemberian lewat enteral ataupun parenteral biasa
dilakukan. Respon klinis biasanya cepat, dengan perkembangan awal
diperoleh dalam beberapa hari. Walaupun beberapa formula zink yang
tersedia, yang paling banyak dipakai adalah bentuk zink sulfat. Zink klorida
direkomendasikan untuk suplemen parenteral.
 Pada anak-anak diberikan sediaan 0,5-1 mg/kg zink 1-2 kali/hari,
direkomendasikan untuk defisiensi zink yang ringan hingga sedang. Dosis yang
lebih tinggi dapat diberikan pada defisiensi zink dapatan yang diakibatkan
oleh malabsorpsi intestinal.
 Pada orang dewasa biasa diberikan 15-30 mg zink/hari, Perlu dimonitor kadar
zink plasma selama masa terapi.
TEMBAGA
 Tembaga merupakan komponen esensial dari beberapa metalloenzim,
termasuk tirokinase dan lysyl oksidase. Tirosin terlibat dalam biosintesis
melanin dan lysyl oksidase mengdeaminasi lisin dan hidroksilisin pada tahap
perama pembentukan kolagen. Enzim tembaga lainnya berperan dalam
produksi katekolamin, detoksifikasi radikal bebas, dan reaksi oksidasi
metabolic, dan reaksi oksidasi reduksi.
 Tembaga dapat ditemukan pada ikan, tiram, padi-padian, daging dan hati,
coklat, telur dan kismis.
Defisiensi Tembaga
 Defisiensi tembaga jarang terjadi
 tetapi dapat terjadi akibat malnutrisi, malabsorpsi, nutrisi parenteral yang
kronik, bayi dengan pemberian susu sapi yang sangat sedikit, dan pemakaian
antasid, zink atau vitamin C yang sangat banyak, dimana dapat
mempengaruhi penyerapan tembaga.
 Penyakit Celiac, fibrosis kistik dan sindrom Bowel, dapat memacu terjadinya
malabsorpsi pada tembaga.
Tembaga dan Penyakit Menkes
 Secara klasik, tanda-tanda penyakit Menkes dimulai pada umur 2-3 bulan
dengan tanda lahir prematur, cefalohematoma besar, hipotermi, hipoglikemia
dan jaundice. Ciri wajah pada penyakit Menkes : cherubic appearance dengan
jembatan hidung yang tampak cekung, ptosis dan berkurangnya pergerakan
wajah. Pada usia 2-3 bulan, terdapat perlambatan perkembangan, hipotonia,
kejang dan kegagalan pertumbuhan. Terlihat adanya perubahan struktur
rambut , yaitu tampak memendek, kusam, kaku dan depigmentasi. Alis
tampak seperti benang wol, pembengkakan batang rambut, dengan adanya
keretakan yang regular. Kelainan lesi lainnya diperoleh hyperkeratosis folikular
dan kulit yang lembut, tidak elastik, depigmentasi, terutama pada bagian
leher, aksilla dan batang tubuh.
 Pada pemeriksaan mulut diperoleh palatum meninggi dan perlambatan
pertumbuhan gigi.

 Diagnosa kelainan ini dapat ditegakkan melalui riwayat klinis, pemeriksaan


fisis dan adanya pengurangan kadar serum seruloplasmin dan tembaga.
Terapi lebih awal dengan copper histidin memberikan hasil yang baik,
termasuk perbaikan perkembangan neurologik, pada beberapa pasien. Terapi
inisiasi pada pasien yang tua dapat sangat berguna dalam menurunkan gejala
yang ada seperti iritabilitas dan insomnia.
 SELENIUM
 Selenium adalah komponen esensial dari glutation peroksidase, sebuah
antioksidan.
 Selenium ditemukan pada seafood, daging segar, kuning telur, padi-padian
dan ayam.
 Defisiensi selenium menjadi endemic pada daerah Keshan di Cina, dimana
kadar selenium rendah pada tanahnya.
 Defisiensi selenium dapat juga terjadi pada keadaan dimana diet protein
rendah, pemberian nutrisi paenteral, malabsorpsi, dan kehilangan selenium
yang berlebihan.
 Dua kelainan telah dikaitkan dengan defisiensi selenium, yaitu penyakit
Keshan dan penyakit Kaschin-Beck. Penyakit tersebut hanya dilaporkan pada
daerah endemik di Asia.
• Penyakit Keshan adalah penyakit dengan miokarditis multifokal,
yang menyebabkan kardiomiopati yang fatal, dapat terjadi pada
wanita dan anak-anak pada daerah endemik tersebut.
• Insufisiensi akut dan kronik pada jantung, kardiomegali dan
aritria serta abnormalitas EKG telah dilaporkan.
• terdapat juga laporan adanya nyeri otot, kelelahan dengan
kongesti hati, limfadenosis mesenteric, eritrosit makrositosis
tanpa anemi dan disfungsi eksokrin pancreas.
• Lesi kulit pada pasien ini, yaitu adanya nail bed yang putih,
seperti Terry’s nail pada sirosis hati dan hipopigmentasi kulit dan
rambut (pseudoalbinisme). Lesi ini dapat mengalami perbaikan
dengan adanya suplementasi selenium.
 Penyakit Kaschin-Beck adalah kelainan osteoartropati yang
menyerang epifisis lempeng pertumbuhan, yang mengakibat
pembesaran dan pembengkakan persendian dan pemendekan
jari tangan dan kaki. Penegakan diagnosa defisiensi Selenium dan
dilakukan melalui penentuan kadar plasma selenium dan
aktivitas glutation peroksidase, suplementasi selenium
digunakan untuk koreksi akut dan pemeliharaan selanjutnya.
 Telah dilaporkan kasus sporadik keracunan selenium sekunder akibat
suplemen yang luas. Rambut menjadi kering dan rapuh, terdapat dermatitis
eksfoliatif pada kulit kepala yang dapat menyebabkan rambut rusak dan
alopesia. Kuku juga menjadi rapuh dengan garis horizontal putih yang akan
mengakibatkan kuku terlepas. Kuku yang tumbuh menjadi mudah retak dan
menebal dengan permukaan dan kasar. Kuku, rambut dan gigi menjadi
kemerahan. Kulit pada ekstremitas dan leher dapat memerah, bengkak,
melepuh dan dapat menjadi ulserasi, dimana menyembuh secara perlahan
 Skrining plasma dapat digunakan untuk menemukan kadar selenium yang
meningkat.
 Penatalaksanaan juga meliputi pembuangan sumber selenium yang
berlebihan.
MANGAN
 Mangan dapat mengaktifkan glikosiltransferase yang digunakan untuk sintesis
glikosaminoglikan dan glikoprotein dan digunakan pada dua metalloenzim
(piruvat karboksilase dan superoksida dismutase).
 Mangan juga dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada melanosit.
 Laporan tentang defisiensi mangan sangat jarang .
 Defisiensi mangan mengalami dermatitis ringan, kemerahan pada rambut
yang hitam, pertumbuhan rambut dan kuku yang melambat, terdapat mual
muntah yang menyebabkan berat badan berkurang.
 Defisiensi mangan dapat terjadi miliaria kristalina pada lebih dari setengah
subyek penelitian, dan akan menghilang setelah dilakukan pengembalian
mangan.
 Defisiensi mangan juga dapat terjadi pada keadaan pemberian nutrisi melalui
parenteral dalam waktu yang lama.
KESIMPULAN

 Kelainan gizi semakin meningkat terutama akibat defisiensi gizi, tetapi


dapat pula disebabkan oleh karena ketidakseimbangan gizi.
 Karena makronutrien dan mikronutrien memegang peranan penting dalam
jalur biokimia, maka kelainan ini tampak dengan keterlibatan berbagai
sistem organ.
 Kunci utama diagnosis adalah adanya pengetahuan lebih mengenai
gambaran klinis penyakit tersebut, dan memiliki beberapa kecurigaan ke
arah penyakit dengan sebab nutrisi bila diperoleh pasien dengan gejala
dermatologi tersebut, serta dikaitkan dengan anamnesa yang teliti ke arah
gangguan nutrisi.

Anda mungkin juga menyukai