Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN MENGENAI MARASMUS DAN KWASHIORKOR

Pengertian Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak
cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan
berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun
penambahan tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama
dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000).
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein (Ratna Indrawati, 1994).
Kwashiorkor juga disebut sebagai defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa
dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita) (Ngastiyah, 1997).
Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali
sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP).
Kwashiorkor atau biasa lebih dikenal “busung lapar", pertama kali diperkenalkan oleh Dr Cecile
Williams pada tahun 1933 ketika ia berada di Gold Coast, Afrika.
Saat itu, Dr Cecile Williams banyak menemui anak-anak mengalami gejala busung lapar atau
kwashiorkor. Istilah kwashiorkor berasal dari bahasa setempat yang artinya “penyakit anak pertama
yang timbul begitu anak kedua muncul". Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat akibat
mengkonsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Defisiensi protein sangat
parah meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi kebutuhan.

Epidemiologi
Kwashiorkor paling sering terjadi di negara yang belum berkembang atau masih dalam garis
kemiskinan. Negara-negara yang paling sering terdeteksi penyakit ini adalah negara-negara di benua
Afrika. Kwashiorkor cenderung terjadi di negara-negara dimana serat dan makanan digunakan untuk
menyapih bayi (misalnya umbi jalar, singkong, beras, kentang dan pisang) sedikit mengandung
protein dan sangat banyak mengandung zat tepung,
Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga
tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa
peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.8

Klasifikasi
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut.
a. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
b. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).
c. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
d. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat)
Etiologi
Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada anak karena kandungan karbohidrat
makanan tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Faktor yang paling
mungkin adalah menyusui, ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak
seimbang. Selain makanan yang tidak mengandung protein, penyakit kwashiorkor juga dapat
ditimbulkan karena gangguan penyerapan protein, misalnya pada keadaan diare kronik, kehilangan
protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar, serta
kegagalan melakukan sintesis protein pada penyakit hati yang kronis. Faktor yang dapat menyebabkan
inadekuatnya intake protein antara lain sebagai berikut.
a. Pola makan
Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nurisi anak akan berperan penting terhadap terjadinya
Kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b. Faktor sosial
Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak stabil, atau adanya
pantangan untuk makan makanan tertentu dapat menyebabkan terjadinya Kwashiorkor.
c. Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan
nutrisi anak yang tidak terpenuhi.
d. Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi. MEP akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya, gangguan penyerapan protein karena diare.

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang terjadi pada anak dengan Kwashiorkor antara lain sebagai berikut.
a. Edema, umunya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki (dorsum pedis).
b. Wajah membulat dan sembab.
c. Pandangan mata sayu.
d. Rambut tipis kemerahan seperti warna jagung, mudah di cabut tanpa rasa sakit dan rontok.
Anak yang rambutnya keriting dapat menjadi lurus.
e. Perubahan status mental, apatis, dan rewel.
f. Tidak nafsu makan.
g. Pembesaran Hati.
h. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.
i. Warna kulit pucat.
j. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
k. Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut; anemia; dan diare.
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena
persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainanan yang mencolok adalah
gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edema dan lemak dalam hati. Kekurangan
protein dalam diet akan terjadi karena kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sentesis dan metabolisme yang akan disalurkan ke jaringan otot. Semakin asam
amino berkurang dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang
kemudian berakibat edema.

Komplikasi dan Prognosis


Kwashiorkor yang tidak cepat diatasi akan mengakibatkan marasmus bahkan marasmus-kwashiorkor.
Anak akan mudah terserang infeksi, seperti diare, ISPA (infeksi saluran pernapasan atas), TBC, polio,
dan lain-lain. Lebih dari 40% anak-anak yang menderita Kwashiorkor meninggal karena gangguan
elektrolit, infeksi, hipotermia, dan kegagalan jantung. Keterbelakangan mental yang bersifat ringan
bisa menetap sampai anak mencapai usia sekolah dan mungkin lebih. Anak dengan Kwashiorkor
dapat terjadi penurunan IQ secara permanen. Diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan agar berat badan
anak kembali ke berat badan ideal. Komplikasi jangka pendek yang akan terjadi bagi penderita
kwashiorkor adalah diare, hipoglikemia, anemia, hipokalemia, shock, hipotermi, dehidrasi, gangguan
fungsi vital, gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa, infeksi berat, serta hambatan penyembuhan
penyakit penyerta. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah tubuh pendek dan berkurangnya
potensi tumbuh kembang.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan Kwashiorkor antara lain sebagai
berikut.
a. Pemeriksaan laboratorium: 1) penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan yang
paling khas. Pada stadium awal kekurangan makan sering terdapat ketonuria tetapi sering
menghilang pada stadium akhir; 2) glukosa dalam darah rendah; 3) ekskresi hidroksiprolin
urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun; 4) asam amino esensial plasma turun
terhadap angka asam amino non esensial dan dapat menambah aminoasiduria; 5) defisiensi
kalium dan magnesium; 6) kadar kolesterol serum rendah; 7) angka amilase, esterase,
kolinesterase, transaminase, lipase, dan alkalin fosfatase serum turun; 8) penurunan aktivitas
enzim pankreas dan sanhin oksidase; 9) pertumbuhan tulang biasanya lambat; serta 10)
sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah.
b. Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi hidroksiprolin dan adanya amino
asidulia.
c. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi
sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung vakuol lemak
yang besar.
d. Pemeriksaan autopsi penderita kwashiorkor menunjukkan kelainan pada hampir semua organ
tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi vilus usus, atrofi sistem
limfoid, dan atrofi kelenjar timus.2.10 Penatalaksanaan
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap.
Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap
keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa
kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak
(bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan
hal ini selalu diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan
gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet
tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan
elektrolit.

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor adalah mencukupi
kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber protein yang dikombinasikan antara
sumber protein hewani dan sumber protein nabati sehingga saling melengkapi jumlah protein yang
harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal ini bergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, mutu
protein yang dikonsumsi, serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari sakit,
yang mengharuskan anak untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang lebih besar. Umumnya
tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal membutuhkan sekitar 40-60 gram protein
tiap hari. Ada pula ahli yang menyebutkan konsumsi protein 1 gr/kgBB perhari. Anak diterapkan diet
yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak, dan protein untuk mencegah terjadinya
kwashiorkor. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein
hewan seperti susu, keju, daging, telur dan ikan dan protein nabati seperti kacang hijau dan kacang
kedelei.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1 Identitas Pasien
Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku/bangsa, golongan
darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis, alamat.
Kwashiorkor paling seringnya pada usia antara 1 – 4 tahun, namun dapat pula terjadi pada bayi.
1.2 Riwayat sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama: Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang
menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2. Riwayat penyakit sekarang Klien dengan kwashiorkor biasanya mengalami gangguan
pertumbuhan (BB < 80% dari BB normal seusianya), bengkak, serta mengalami keterbelakangan
mental yaitu apatis dan rewel. Pada anak kwarshiorkor juga mengalami penurunan nafsu makan
ringan sampai berat.

3. Riwayat Peri natal


a. Tahap Prenatal : Hal yang dikaji adalah terkait asupan nutrisi pada ibu selama kehamilan.
Kekurangan nutrisi pada ibu selama kehamilan jugan memungkinkan anak juga akan
mengalami malnutrisi. Setelah itu, infeksi yang mungkin dapat timbul pada ibu dan menyalur
ke anak dan menjadi infeksi kronis bagi anak.
b. Tahap Intranatal : Hal yang dikaji adalah proses selama persalinan. Bayi mungkin dapat lahir
dengan berat badan rendah, dan karena pengetahuan ibu yang kurang sehingga kwarshiorkor
dapat timbul saat bayi.
c. Tahap Post natal : Hal yang dikaji adalah asupan nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif dan
pemberian nutrisi setelah asi eksklusif. Beberapa ibu terkadang tidak memberikan asi eksklsif
pada bayinya setelah melahirkan. Hal ini beresiko anak mengalami malnutrisi.
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya kwarshiorkor. Namun,
sebagian besar tidak ada pengaruh genetik yang dapat menyebabkan kwarshiorkor. Penyebab
kwarshiorkor dikaitkan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat.5. Pengkajian Psikososial :
Ibu dengan anak yang menderita kwarshiorkor dapat mengalami cemas dikarenakan penurunan berat
badan anak, penurunan nafsu makan serta anak yang sering rewel.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas:
Lingkungan yang buruk, dapat memicu timbulnya infeksi. Anak dapat terkena kwarshiorkor
dikarenakan infeksi yang kronik misalnya diare yang membuatnya mengalami gangguan penyerapan
protein.
7. Riwayat nutrisi :
Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami malnutrisi terutama defisiensi protein. Ana juga
kekurangan asupan karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral penting yang diperlukan tubuh. Vitamin
yang kurang diantaranya pembentuk darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6) dan
vitamin A yang penting untuk pertumbuhan mata.
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan :
a) Anak yang menderita kwarshiorkor mengalami keterlambatn pertumubuhan akibat defisiensi
protein dan gangguan penglihatan
b) b)Kecerdasan anak dengan kwarshiorkor juga akan menurun akibat keterbelakangan
pertumbuhan dan perkembangan
c) c)Anak CP yang mengalami gangguan anoreksia dapat memperberat gangguan nutrisi
sehingga intake nutrisi semakin berkurang

1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Penampilan Umum. Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus,
atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita
ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema. Biasanya penderita cengeng,
hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya
juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif.

b. Pengukuran Antopometri. Berat badan menurut usia < 80 % dari berat badan normal
usianya. LLA (Lingkar Lengan Atas) <14cm
c. Otot. Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah terus-menerus, tidak
mampu berjalan dengan baik.
d. Kontrol Sistem Saraf. Kurang perhatian, iritabilitas, bingung.
e. Sistem gastrointestinal. Terjadi anoreksia, diare tampak pada sebagian besar
penderita.
f. Sistem kardiovaskular. Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi
jantung disebabkan hipokalemi dan hipomagnesemia.
g. Rambut. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah
tercabut tanpa rasa sakit, warna menjadi kemerahan. Pada penderita kwashiorkor
lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi
putih.
h. Kulit. Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit.
Perubahan kulit lain pun dapat ditemui, seperti kulit yang keringdengan garis kulit
yang mendalam. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa
trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.
i. Gigi. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
j. Tulang. Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis,
dan hambatan pertumbuhan.
k. Edema. Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
l. Hati. Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang
batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba.
m. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita
kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis,
amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan
kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B
kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau
aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi
protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh.
Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.
n. Pankreas dan Kelenjar Lain. Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis,
lakrimal, saliva dan usus halus terjadi perlemakan.

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom
karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping
karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi.
Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru. Selain itu
juga ditemukan:
a. Penurunan kadar albumin (Kadar Albumin normal : 3.5-5.0 g/dl)
b. Penurunan kadar kreatinin
c. Kurangnya kadar kalsium, kalium dan magnesium
d. Penurunan kolesterol (Kadar Kolesterol normal : < 200 mg/dl)
e. Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi tidak sebanyak
menurunnya albumin serum, hingga pada kwashiorkor terdapat rasio
albumin/globulin yang biasanya 2 menjadi lebih rendah, bahkan pada kwashiorkor
yang berat ditemukan rasio yang terbalik (Kadar globulin normal: 2.0- 3.5 g/dl)
f. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam amino
non essiensial.
g. Kadar amylase, esterase, kolinasterase, transaminase, lipase dan alkali fostase
menurun
h. Anemia

MARASMUS
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat
dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan
otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau
higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau
lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat
terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi
bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik
kwashiorkor.( Mochtar, 2001). Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau
higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau
lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan
antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang
telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik.
Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi
buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor
(Dorland, 2000).Epidemiologi
Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak
cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak
terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak
mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus
juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan
atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada
saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
Namun, secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
a. Masukan makanan yang kurang. Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang
terlalu encer.
b. Infeksi. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung,
deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates. Pada keadaan-keadaan tersebut
pemberian ASI kurang
e. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein. Perilaku diet yang tidak
cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-
anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
(Nelson,1999).
f. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi
yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti
infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan
metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin,
1990:116).2.4 Tanda dan Gejala
Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda dan gejala dari
marasmus adalah :
1) Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2) Diare.
3) Mata besar dan dalam.
4) Wajah seperti orang tua.
5) Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
6) Terjadi atrofi otot.
7) Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit menurun
8) Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
9) Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
10) Vena superfisialis tampak lebih jelas.
11) Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
12) Anoreksia.
13) Sering bangun malam.

Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya
tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh
sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah
beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot
dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan
makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein
lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).2
Komplikasi
Kompikasi yang dapat dialami oleh penderita gizi buruk sangatlah bervariasi. Sistem organ yang
terganggu akibat kurang gizi adalah pencernaan, ginjal, jantung dan gangguan hormonal. Kematian
juga dapat terjadi jika derajat penyakitnya semakin berat dan disertai komplikasi penyakit infeksi.
Berikut komplikasi yang mungkin terjadi,
1) Infeksi tuberculosisi
2) Parasitosis, disentri
3) Malnutrisi kronik
4) Gagguan tumbuh kembang.
5) Hipoglikemia
6) Hipotermia
7) Dehidrasi
8) Gangguan fungsi vital
9) Gangguan keseimbangan elektrolit

Pengobatan dan Prognosis


Pengobatan
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase
rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase.
a. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima
diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah
selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa
makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-
5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila
ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk
anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak
dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut.

 Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.


 Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
 Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk
meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
 Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap
2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan
makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
b. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari,
pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan
2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
c. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan
merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi,
khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan
kemampuan daya belinya.
Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh
karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi
sendiri. Prognosis ini tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan, walaupun
kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin
disebabkan perubahan yang irrever- sibel dari sel-sel tubuh akibat under nutrition.

Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap penyakit marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab
diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk
pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi
insidensi dan menurunkan angka kematian. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang menjadi yang
menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk melakukan pencegahan dapat melakukan
beberapa langkah adalah sebagai berikut.
a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun yang merupakan sumber energi
yang paling baik untuk bayi.
b. Pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 3 tahun ke atas.
c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
d. Pemberian imunisasi.
e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
f. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang kepada ibu-ibu yang memiliki balita.
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah
karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan)

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1 Identitas klien, meliputi:
1) Nama klien: sesuai dengan nama pasien.
2) Usia: klien marasmus biasanya berusia kurang dari 5 tahun (balita)
3) Jenis kelamin: terjadi pada jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan
4) Agama: bergantung pada pasien
5) Pendidikan: anak biasanya belum sekolah, sedangkan orangtua anak
biasanya berpendidikan rendah.
6) Alamat: klien dengan marasmus biasanya bertempat tinggal di daerah
dengan pemukiman kumuh atau pemukiman padat penduduk.

1.2 Identitas Orang tua (penanggung), meliputi:


1) Nama orang tua: sesuai dengan nama bapak dan ibu atau keluarga
penanggung dari klien.
2) Alamat orang tua: sama dengan anak
3) Pendidikan orang tua: biasanya orang tua klien berpendidikan
rendah.
4) Pekerjaaan orang tua: pekerjaan orangtua klien dengan marasmus
biasanya adalah sebagai buruh atau dengan status sosial ekonomi rendah.
1.3 Data subjektif
1) Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sering mual dan muntah.
2) Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering rewel dan nangis terus
padahal sudah diberi makan.
3) Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya semakin kurus badannya.
4) Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya juga sering diare.
1.4 Data Objektif
1) Pasien tampak sangat kurus,
2) Rambut pasien tampak kemerahan,
3) Perut pasien terlihat cekung,
4) Wajah pasien tampak seperti orang tua (berkerut)
5) Kulit pasien tampak keriput.

1.5 Riwayat kesehatan


1. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan
semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan
terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi, Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat
kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).3. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan
dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain.
1.6 Pengkajian pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dan mual muntah.
b. Pola eliminasi: klien biasanya mengalami diare.
c. Pola aktivitas dan integritas ego: klien biasanya mengalami gangguan aktifitas karena
mengalami kelemahan tubuh yang disebabkan oleh gangguan metabolism.
d. Pola istirahat dan tidur: klien sering rewel karena selalu merasa lapar meskipun sudah
diberi makan sehingga sering terbangun pada malam hari.
e. Pola higiene: kebersihan diri klien kurang, kulit tampak kusam, rambut kemerahan.
f. Pola pernapasan: adanya suara whezzing dan ronkhi akibat adanya penyakit penyerta
seperti bronkopneumonia.
g. Pola keamanan: klien sangat rentan untuk terjangkit infeksi karena system imun yang
menurun.
h. Pola seksualitas: tidak mengalami gangguan.

1.7 Pengkajian Fisik


Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain.Pengkajian secara
umum dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran,
tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
a. Pengkajian fisik dengan metode head to toe
1. Keadaan umum klien, meliputi: kesadaran composmentis: lemah, rewel, kebersihan kurang, berat
badan kurang, tinggi badan, nadi cepat dan lemah, suhu meningkat, dan pernapasan takipneu.
2. Kepala: lingkar kepala klien biasanya lebih kecil dari normal, warna rambut kusam.
3. Muka: tampak seperti wajah orang tua.
4. Mata: konjungtiva anemis.
5. Hidung: biasanya terdapat sekret dan terpasang selang NGT untuk memenuhi intake nutrisi.
6. Mulut: biasanya terdapat lesi, mukosa bibir kering dan bibir pecah-pecah.
7. Leher: biasanya mengalami kaku duduk.
8. Torax : adanya tarikan dada saat bernapas
9. Abdomen: perut cekung, terdapat ascites, bising usus meningkat, suara hipertimpani.
10. Ekstremitas atas: lingkar atas abnormal, akral dingin dan pucat.
11. Ektremitas bawah: terjadi edema tungkai.
12. Kulit : keadaan turgor kulit menurun, kulit keriput, CRT: > 3 detik, (Capernito,2000).

b. Pemeriksaan fisik abdomen antara lain:


1. Inspeksi
a. klien tampak kurus, ada edema pada muka dan kaki;
b. warna rambut kemerahan, kering dan mudah patah/dicabut;
c. mata terlihat cekung dan pucat;
d. terlihat pergerakan usus;
e. ada pembesaran/edema pada tungkai.
2. Auskultasi
a) bunyi peristaltik usus meningkat;
b) bunyi paru-paru wheezing dan ronchi.
3. Perkusi
a) terdengar adanya shifting dullnees;
b) terdengar bunyi hipertimpani.
4. Palpasi
hati: terjadi pembesaran hati.
c. Pemeriksaaan fisik untuk pertumbuhan anak.
1) Mengukur tinggi badan dan berat badan anak
2) Menghitung indeks massa tubuh, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan
tinggi badan (dalam meter)
3) Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya
dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya
adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan
sekitar 2,5 cm pada wanita.
4) Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur lingkar lengan atas (LLA) untuk
memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang
tidak berlemak).
d. Pemeriksaan LaboratorFokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah
pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit).
Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
1. Penurunan ukuran antropometri.
2. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut).
3. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra.
4. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal).
5. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
6. Edema tungkai.
7. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada
bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)

Anda mungkin juga menyukai