Pengertian Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak
cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan
berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun
penambahan tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama
dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000).
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein (Ratna Indrawati, 1994).
Kwashiorkor juga disebut sebagai defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa
dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita) (Ngastiyah, 1997).
Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali
sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP).
Kwashiorkor atau biasa lebih dikenal “busung lapar", pertama kali diperkenalkan oleh Dr Cecile
Williams pada tahun 1933 ketika ia berada di Gold Coast, Afrika.
Saat itu, Dr Cecile Williams banyak menemui anak-anak mengalami gejala busung lapar atau
kwashiorkor. Istilah kwashiorkor berasal dari bahasa setempat yang artinya “penyakit anak pertama
yang timbul begitu anak kedua muncul". Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat akibat
mengkonsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Defisiensi protein sangat
parah meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi kebutuhan.
Epidemiologi
Kwashiorkor paling sering terjadi di negara yang belum berkembang atau masih dalam garis
kemiskinan. Negara-negara yang paling sering terdeteksi penyakit ini adalah negara-negara di benua
Afrika. Kwashiorkor cenderung terjadi di negara-negara dimana serat dan makanan digunakan untuk
menyapih bayi (misalnya umbi jalar, singkong, beras, kentang dan pisang) sedikit mengandung
protein dan sangat banyak mengandung zat tepung,
Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga
tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa
peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.8
Klasifikasi
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut.
a. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
b. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).
c. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
d. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat)
Etiologi
Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada anak karena kandungan karbohidrat
makanan tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Faktor yang paling
mungkin adalah menyusui, ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak
seimbang. Selain makanan yang tidak mengandung protein, penyakit kwashiorkor juga dapat
ditimbulkan karena gangguan penyerapan protein, misalnya pada keadaan diare kronik, kehilangan
protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar, serta
kegagalan melakukan sintesis protein pada penyakit hati yang kronis. Faktor yang dapat menyebabkan
inadekuatnya intake protein antara lain sebagai berikut.
a. Pola makan
Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nurisi anak akan berperan penting terhadap terjadinya
Kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b. Faktor sosial
Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak stabil, atau adanya
pantangan untuk makan makanan tertentu dapat menyebabkan terjadinya Kwashiorkor.
c. Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan
nutrisi anak yang tidak terpenuhi.
d. Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi. MEP akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya, gangguan penyerapan protein karena diare.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan Kwashiorkor antara lain sebagai
berikut.
a. Pemeriksaan laboratorium: 1) penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan yang
paling khas. Pada stadium awal kekurangan makan sering terdapat ketonuria tetapi sering
menghilang pada stadium akhir; 2) glukosa dalam darah rendah; 3) ekskresi hidroksiprolin
urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun; 4) asam amino esensial plasma turun
terhadap angka asam amino non esensial dan dapat menambah aminoasiduria; 5) defisiensi
kalium dan magnesium; 6) kadar kolesterol serum rendah; 7) angka amilase, esterase,
kolinesterase, transaminase, lipase, dan alkalin fosfatase serum turun; 8) penurunan aktivitas
enzim pankreas dan sanhin oksidase; 9) pertumbuhan tulang biasanya lambat; serta 10)
sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah.
b. Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi hidroksiprolin dan adanya amino
asidulia.
c. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi
sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung vakuol lemak
yang besar.
d. Pemeriksaan autopsi penderita kwashiorkor menunjukkan kelainan pada hampir semua organ
tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi vilus usus, atrofi sistem
limfoid, dan atrofi kelenjar timus.2.10 Penatalaksanaan
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap.
Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap
keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa
kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak
(bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan
hal ini selalu diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan
gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet
tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan
elektrolit.
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor adalah mencukupi
kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber protein yang dikombinasikan antara
sumber protein hewani dan sumber protein nabati sehingga saling melengkapi jumlah protein yang
harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal ini bergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, mutu
protein yang dikonsumsi, serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari sakit,
yang mengharuskan anak untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang lebih besar. Umumnya
tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal membutuhkan sekitar 40-60 gram protein
tiap hari. Ada pula ahli yang menyebutkan konsumsi protein 1 gr/kgBB perhari. Anak diterapkan diet
yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak, dan protein untuk mencegah terjadinya
kwashiorkor. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein
hewan seperti susu, keju, daging, telur dan ikan dan protein nabati seperti kacang hijau dan kacang
kedelei.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1 Identitas Pasien
Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku/bangsa, golongan
darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis, alamat.
Kwashiorkor paling seringnya pada usia antara 1 – 4 tahun, namun dapat pula terjadi pada bayi.
1.2 Riwayat sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama: Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang
menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2. Riwayat penyakit sekarang Klien dengan kwashiorkor biasanya mengalami gangguan
pertumbuhan (BB < 80% dari BB normal seusianya), bengkak, serta mengalami keterbelakangan
mental yaitu apatis dan rewel. Pada anak kwarshiorkor juga mengalami penurunan nafsu makan
ringan sampai berat.
b. Pengukuran Antopometri. Berat badan menurut usia < 80 % dari berat badan normal
usianya. LLA (Lingkar Lengan Atas) <14cm
c. Otot. Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah terus-menerus, tidak
mampu berjalan dengan baik.
d. Kontrol Sistem Saraf. Kurang perhatian, iritabilitas, bingung.
e. Sistem gastrointestinal. Terjadi anoreksia, diare tampak pada sebagian besar
penderita.
f. Sistem kardiovaskular. Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi
jantung disebabkan hipokalemi dan hipomagnesemia.
g. Rambut. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah
tercabut tanpa rasa sakit, warna menjadi kemerahan. Pada penderita kwashiorkor
lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi
putih.
h. Kulit. Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit.
Perubahan kulit lain pun dapat ditemui, seperti kulit yang keringdengan garis kulit
yang mendalam. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa
trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.
i. Gigi. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
j. Tulang. Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis,
dan hambatan pertumbuhan.
k. Edema. Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
l. Hati. Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang
batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba.
m. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita
kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis,
amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan
kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B
kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau
aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi
protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh.
Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.
n. Pankreas dan Kelenjar Lain. Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis,
lakrimal, saliva dan usus halus terjadi perlemakan.
MARASMUS
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat
dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan
otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau
higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau
lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat
terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi
bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik
kwashiorkor.( Mochtar, 2001). Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau
higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau
lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan
antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang
telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik.
Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi
buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor
(Dorland, 2000).Epidemiologi
Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak
cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak
terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak
mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus
juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan
atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada
saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
Namun, secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
a. Masukan makanan yang kurang. Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang
terlalu encer.
b. Infeksi. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung,
deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates. Pada keadaan-keadaan tersebut
pemberian ASI kurang
e. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein. Perilaku diet yang tidak
cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-
anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
(Nelson,1999).
f. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi
yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti
infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan
metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin,
1990:116).2.4 Tanda dan Gejala
Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda dan gejala dari
marasmus adalah :
1) Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2) Diare.
3) Mata besar dan dalam.
4) Wajah seperti orang tua.
5) Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
6) Terjadi atrofi otot.
7) Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit menurun
8) Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
9) Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
10) Vena superfisialis tampak lebih jelas.
11) Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
12) Anoreksia.
13) Sering bangun malam.
Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya
tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh
sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah
beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot
dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan
makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein
lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).2
Komplikasi
Kompikasi yang dapat dialami oleh penderita gizi buruk sangatlah bervariasi. Sistem organ yang
terganggu akibat kurang gizi adalah pencernaan, ginjal, jantung dan gangguan hormonal. Kematian
juga dapat terjadi jika derajat penyakitnya semakin berat dan disertai komplikasi penyakit infeksi.
Berikut komplikasi yang mungkin terjadi,
1) Infeksi tuberculosisi
2) Parasitosis, disentri
3) Malnutrisi kronik
4) Gagguan tumbuh kembang.
5) Hipoglikemia
6) Hipotermia
7) Dehidrasi
8) Gangguan fungsi vital
9) Gangguan keseimbangan elektrolit
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap penyakit marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab
diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk
pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi
insidensi dan menurunkan angka kematian. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang menjadi yang
menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk melakukan pencegahan dapat melakukan
beberapa langkah adalah sebagai berikut.
a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun yang merupakan sumber energi
yang paling baik untuk bayi.
b. Pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 3 tahun ke atas.
c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
d. Pemberian imunisasi.
e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
f. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang kepada ibu-ibu yang memiliki balita.
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah
karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan)
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1 Identitas klien, meliputi:
1) Nama klien: sesuai dengan nama pasien.
2) Usia: klien marasmus biasanya berusia kurang dari 5 tahun (balita)
3) Jenis kelamin: terjadi pada jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan
4) Agama: bergantung pada pasien
5) Pendidikan: anak biasanya belum sekolah, sedangkan orangtua anak
biasanya berpendidikan rendah.
6) Alamat: klien dengan marasmus biasanya bertempat tinggal di daerah
dengan pemukiman kumuh atau pemukiman padat penduduk.