Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

Tugas Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Nama : MUSYAFFA DAKI SANTOSA

NIM : P1337420618032

Prodi : Sarjana Terapan Keperawatan Semarang

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


LAPORAN PENDAHULUAN
ANAK DENGAN GIZI BURUK

A.    DEFINISI
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan
makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui
dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang
akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan
yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference.
Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health Organization –
National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS status
gizi dibagi menjadi empat :
1.      Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2.      Gizi baik untuk well nourished.
3.      Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein
Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM ) atau (MEP) Malnutrisi
Energi dan Protein.
4.      Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan
kwasiorkor.
a.       Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
b.      Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya
yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita).
c.       Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan
kwashiorkor.

Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat badan terhadap umur
anak sebagai berikut:
1.    Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
2.    Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).
3.    Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
4.    Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat).
 
B.    PATOFISIOLOGI/PATHWAY
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebih,
karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang
mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan edema dan
perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai
asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama
diet mengandung cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian
asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan
otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya
produksi albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena
gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot
terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di hati.

C.     ETIOLOGI
1.      Agen
a.       Makanan tidak seimbang
b.      Penyakit infeksi yang mungkin di derita anak.
c.       Tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga
d.      Pola pengasuhan anak yang tidak memadai
e.       Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih
f.       Pelayanan kesehatan dasar yang tidak memad
2.      Host
a.       Berat Badan Lahir Anak Balita
b.      Status Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah memperoleh
imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah memiliki kekebalan terhadap
penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan
membentuk antibodi terhadap kuman tersebut.  
c.       Status ASI Eksklusif
ASI mengandung gizi yang cukup lengkap untuk kekebalan tubuh bayi. Keunggulan
lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap.
Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini kepada
bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi sehingga dapat menyebabkan susah buang
air besar pada bayi. Proses pembuatan susu formula yang tidak steril menyebabkan bayi
rentan terkena diare. Hal ini akan menjadi pemicu terjadinya kurnag gizi pada anak.
d.      Pemberian Kolostrum
e.       Tingkat pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat
mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidkan yang lebih tingggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik.
e.      Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah yang
timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang bertanggung jawab
terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harus memiliki pengetahuan tentang gizi baik
melalui pendidikan formal maupun informal.
f.       Pekerjaan Ibu
Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugas-tugas
pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI.
g.       Jumlah Anak dalam Keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada
masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang sangat miskin, akan
lebih mudah memenuhi makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Anak-
anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi
diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh
oleh kekurangan pangan.
h.      Penyakit Infeksi
Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginya
prevalensi dan beratnya penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada anak-anak yaitu Kwashiorkor
atau Marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat berat. Infeksi sendiri mengakibatkan
penderita kehilangan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare.

3.      Environment (Lingkungan)


a.       Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan
kebersihan lingkungan.
b.      Tidak cukupnya persediaan pangan di keluarga (household food insecurity).
D.     MANIFESTASI KLINIS
 Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah terangsang. Pada
tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.
 Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi badan lebih
rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini tidak mencolok atau
mungkin tersamar bila dijumpai edema anasarka.
 Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan maupun berat.
Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam, kemudian muka, lengan,
tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut mungkin edema anasarka.
 Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan tipis dan
lembek.
 Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare terdapat
pada sebagian besar penderita, yang selain infeksipenyebabnya mungkin karena
gangguan fungsi hati, pankreas, atau usus (atrofi). Intoleransi laktosa juga bisa terjadi.
 Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut. Pada taho
lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna pucat atau putih, juga
dikenal signo de bandero.

E.    PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses lengkap,
elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada pemeriksaan
laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karena
adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di
samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan
gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun
 Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk menemukan
adanya kelainan pada paru.
 Tes mantoux
 EKG
F.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.      Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus, atau
berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering
menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang
sampai seluruh tubuh
2.      Pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan
pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan
kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang
penyakit klien dan lain-lain.
3.      Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan
umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,
ekstremitas dan genito-urinaria. Fokus pengkajian pada anak dengan Kwashiorkor
adalah :
a.       Keadaan Umum
Pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka
penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema. Penampilan anak kwashiorkor
seperti anak gemuk (sugar baby).

b.      Tumbuh Kembang


Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga
kurang dibandingkan dengan anak sehat.

c.       Keadaan Psikologis


Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi
apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif. Perubahan mental bisa
menjadi tanda anak mengalami dehidrasi. Gizi buruk dapat mempengaruhi perkembangan
mental anak. Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan hal tersebut: karakteristik perilaku
anak yang gizinya kurang menyebabkan penurunan interaksi dengan lingkungannya dan
keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan outcome perkembangan yang buruk, hipotesis
lain mengatakan bahwa keadaan gizi buruk mengakibatkan perubahan struktural dan
fungsional pada otak.

d.      Status cairan dan elektrolit


Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat. Edemanya
bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler,
dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
e.       Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun warnanya.
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa
sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang
dan berubah warna menjadi putih. Sering bulu mata menjadi panjang. Rambut yang mudah
dicabut di daerah temporal (Signo de la bandera) terjadi karena kurangnya protein
menyebabkan degenerasi pada rambut dan kutikula rambut yang rusak. Rambut terdiri dari
keratin (senyawa protein) sehingga kurangnya protein akan menyebabkan kelainan pada
rambut. Warna rambut yang merah (seperti jagung) dapat diakibatkan karena kekurangan
vitamin A, C, E.
f.       Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam
dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit karena habisnya cadangan
energi maupun protein. Pada sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang khas
untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-
bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering
mendapat tekanan. Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh
keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha,
dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang
dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat
mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi
oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi. Kurangnya nicotinamide dan tryptophan
menyebabkan gampang terjadi radang pada kulit.

g.      Gigi dan Tulang


Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan
pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
.
h.      Hepar
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang hampir semua
sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis,
dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik.

i.        Sirkulasi
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain,
terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat.
Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah
seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari
hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun.
Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh.
Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen. Bisa terjadi
miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan
hipomagnesemia.

j.        Pankreas
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus halus
terjadi perlemakan. Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga menurunkan produksi
enzim pankreas terutama lipase.

k.      Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang demikian
hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan
dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3
masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi
lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat
defisiensi garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa
usus halus. Pada anak dengan gizi buruk dapat terjadi defisiensi enzim disakaridase.

l.        Otot
Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar untuk dijadikan kalori
demi penyelamatan hidup.

m.    Ginjal
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus sehingga GFR
menurun.

G. CARA MENGHITUNG KEBUTUHAN KALORI, KARBOHIDRAT, PROTEIN


PADA ANAK BALITA

Periode penyapihan adalah tahap penting dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi
dan anak. Waktu penyapihan, pilihan makanan, metode mereka persiapan, dan bagaimana
weanlings diberi makan, semua mempengaruhi hasilnya. Persiapan komersial makanan
penyapihan dan fortifikasi beberapa makanan tradisional yang dipandang oleh beberapa
sebagai cara yang paling berkelanjutan dan biaya-efektif mengurangi defisiensi mikronutrien
pada bayi dan anak-anak. Hal ini mungkin benar di negara-negara industri, tapi sama tidak
bisa serta merta dikatakan miskin, negara-negara berkembang. Menunjukkan bahwa di
masyarakat miskin, adalah sangat mungkin untuk menggabungkan sumber makanan sedikit
dengan cara yang hemat biaya untuk merumuskan multimixes yang akan memenuhi
kebutuhan energi, protein dan mikronutrien, tanpa fortifikasi. Mengusulkan bahwa
pendekatan tersebut dapat digunakan dalam program pendidikan masyarakat gizi untuk
membantu mengurangi kekurangan gizi anak dan program darurat masalah gizi.

Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk menentukan kebutuhan nutrisi anak
balita :

 Menentukan Desirable Body Weight (DBW) atau Berat Badan Ideal Penentuan berat
badan ideal untuk anak balita (1-5 tahn) secara sederhana dapat menggunakan rumus
BBI = (usia dalam tahun x 2) + 8
 Menentukan Estimasi Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Total Per Hari

1. Kebutuhan energi/kalori pada anak balita dapat dilakukan dengan rumus :


a. Keb. energi = 1000 + (100 x usia dalam tahun)
b. Keb energi usia 1-3 tahun = 100 kalori/kg BBI
Keb energi usia 4-5 tahun = 90 kalori/kg BBI
2. Kebutuhan protein adalah sebesar 10% dari total kebutuhan energi sehari, dapat
dihitung : (10% x Total Energi Harian) : 4 = x gram
3. Kebutuhan Lemak yaitu sebesar 20% dari total energi harian yaitu : (20% x Total
Energi Harian) : 9 = x gram
4. Kebutuhan Karbohidrat adalah sisa dari total energi harian dikurangi prosentase
protein dan lemak

H. PATHWAY
I. TIGA TIPE GIZI BURUK :
1. KWASHIORKOR
TANDA DAN GEJALA :
o Edema
o Wajah membulat dan sembab
o Pandangan mata sayu
o Rambut tipis, kemerahan spt warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa sakit,rontok
o Perubahan status mental: apatis & rewel
o Pembesaran hati
o Otot mengecil (hipotrofi)
o Kelainan kulit berupa bercak merah muda yg meluas & berubah warna menjadi   coklat 
kehitaman dan terkelupas (crazy pavement  dermatosis)
o Sering disertai: peny. infeksi (umumnya akut), anemia, dan diare
o Edema
o Minimal pada kedua punggung kaki, bersifat pitting edema
o Derajat edema:
            +           Pada  tangan & kaki
            ++        Tungkai & lengan
            +++     Seluruh tubuh (wajah & perut)
       Derajat edema utk menentukan jumlah cairan yang diberikan
2. MARASMUS
TANDA DAN GEJALA :
o Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit
o Wajah seperti orang tua
o Cengeng, rewel
o Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (~pakai celana
longgar-baggy pants)
o Perut umumnya cekung
o Iga gambang
o Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare

3. MARASMIK - KWASHIORKOR
TANDA DAN GEJALA :
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan
Marasmus dengan BB/TB <-3 SD disertai edema yang tidak mencolok

KEKURANGAN MIKRO NUTRIEN


(Menyertai Gizi Buruk)
1.  Kekurangan Vitamin A
2.  Anemia (Kekurangan Fe, Cu, Vit. B12, Asam Folat)
3.  Stomatitis (kekurangan vit. B, vit. C)
4.  Kelainan pada kulit, gangguan pertumbuhan (kekurangan Zn)
5.  Beri-beri (kekurangan vitamin B1)

KLASIFIKASI  XEROFTALMIA
     a. Xn Rabun Senja
     b. X1 (Dryness of conjunctiva/ kekeringan  konjungtiva), terdiri dari:
    - X1a à Kekeringan pada konjungtiva (Dryness  of conjunctiva)
    - X1b à Bercak putih seperti busa sabun/keju pada sisi mata luar (bitot spot)
         X1a (Dryness of conjunctiva/ kekeringan konjungtiva)
         Tanda-tanda:
• Penumpukan keratin & sel epitel yang khas
• Konjungtiva kering, tampak menebal dan berlipat-lipat
• Keluhan orang tua mata anaknya bersisik
         X2 (Dryness of cornea/ kekeringan pada kornea)
         Tanda-tanda :
• Kekeringan meluas sampai kornea
• Kornea tampak suram & kering dan permukaan kasar
• K.U. anak biasanya buruk (gizi buruk & penyakit  penyerta lain)

   c. X3 (Corneal ulcer/ ulkus pada kornea)


       Terdiri dari X3a dan X3b
       Tanda-tanda:
 kornea melunak seperti bubur & dapat menjadi ulkus X3a à< 1/3 kornea ,
 X3b à ≥ 1/3 kornea
 Keadaan umum anak sangat buruk, dapat terjadi perforasi kornea/ pecah

   d.  XS (Corneal scar/ jaringan parut pada kornea)


       Tanda-tanda:
 Kornea mata tampak putih/ bola mata mengecil
 Meninggalkan bekas luka parut/ sikatrik
 Menjadi buta & tidak dpt sembuh, walau dioperasi cangkok kornea
    
2. Anemia (kekurangan Fe, Cu, Vit. B12, Asam folat)
    = Kadar Hb dibawah normal

   Kadar Hb normal:
   6 bulan – 5 tahun     : 11 g/ dl
   6 tahun – 11 tahun   : 11, 5 g/ dl
   12 tahun – 13 tahun : 12 g/ dl
Tanda-tanda klinis:
   - daya tahan terhadap penyakit menurun
   - mudah lelah  - pucat (mata, telapak tangan)

•      Anemia kekurangan Fe (zat besi)


            Fe (zat besi):
-       Kofaktor enzim pada metabolisme Karbohidrat, lemak dan protein.
-       Pertumbuhan, transpor oksigen dan kekebalan.
     
•      Anemia kekurangan Cu (Copper)
Cu: pertumbuhan, kekebalan, homeopoesis, metabolisme glukosa dan lemak,  cofaktor
enzim
Defisiensi Cu:
 - Absorpsi zat besi turun
 - Zat besi tidak dapat dimanfaatkan dengan baik
   oleh sel darah merah.
 - Pengeluaran cadangan zat besi meningkat
 - Anemia hipokromik dan netropenia
    1.  Anemia kekurangan vitamin B12 (Kobalamin)

Defisiensi B12:
- glositis atrofik (lidah yang halus & mengkilap)
- stomatitis (sudut mulut retak-retak)
- mual, muntah, diare bergantian dgn konstipasi
-  getah lambung tidak ada (achlorhydria & achylia gastrica)
- anemia makrositik hiperkromis

      2. Anemia kekurangan asam folat


  Defisiensi asam folat:
   - perubahan pada eritrosit
   - anemia makrositik megaloblastik
   - perubahan mukosa gastro-intestinum
   - diare

3.  Stomatitis (kekurangan vit. B, vit. C)


•         Kekurangan vitamin B2 (riboflavin), B6 (adermin), B12 (kobalamin)
•         Kekurangan vitamin C (asam askorbik)

4. Kelainan pada kulit, gangguan pertumbuhan (kekurangan Zn)


    Seng (Zn) berfungsi sebagai koenzim pada berbagai sistem enzim.
   Tanda-tanda kelainan pada kulit:
   - Hipo/ hiperpigmentasi
   - Deskuamasi (mengelupas)
   - Lesi ulserasi eksudatif (menyerupai luka bakar) sering  disertai infeksi sekunder
(candida)

5. Beri-beri  (kekurangan vitamin B1/ Thiamin)


    Vit.B1 sebagai ko-enzim metabolisme karbohidrat
TANDA-TANDA PENYAKIT PENYERTA
1. Diare Persisten
2. Parasit cacing
3. Tuberkulosis Paru
4. Malaria
5. Pneumonia

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

1.      Dx I: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).
Tujuan : Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.
Kriteria:
- Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien,
kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat
seimbang.
- Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet
(per sonde/per oral) sesuai program dietetik.

INTERVENSI RASIONAL
 Jelaskan kepada keluarga tentang  Meningkatkan pemahaman keluarga
penyebab malnutrisi, kebutuhan tentang penyebab dan kebutuhan
nutrisi pemulihan, susunan menu dan nutrisi untuk pemulihan klien
pengolahan makanan sehat seimbang, sehingga dapat meneruskan upaya
tunjukkan contoh jenis sumber terapi dietetik yang telah diberikan
makanan ekonomis sesuai status selama hospitalisasi.
sosial ekonomi klien
 Tunjukkan cara pemberian makanan  Meningkatkan partisipasi keluarga
per sonde, beri kesempatan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
untuk melakukannya sendiri. klien, mempertegas peran keluarga
dalam upaya pemulihan status nutrisi
klien.
 Laksanakan pemberian roborans  Roborans meningkatkan nafsu makan,
sesuai program terapi. proses absorbsi dan memenuhi defisit
yang menyertai keadaan malnutrisi.
 Timbang berat badan, ukur lingkar  Menilai perkembangan masalah klien.
lengan atas dan tebal lipatan kulit
setiap pagi.
2.      Dx II: Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan
kehilangan akibat diare (Carpenito, 2000, hal. 411-419).

Tujuan : Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat


Kriteria:
-          Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
-          Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi
defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).

INTERVENSI RASIONAL
 Lakukan/observasi pemberian cairan  Upaya rehidrasi perlu dilakukan
per infus/sonde/oral sesuai program untuk mengatasi masalah kekurangan
rehidrasi. volume cairan.
 Jelaskan kepada keluarga tentang  Meningkatkan pemahaman keluarga
upaya rehidrasi dan partisipasi yang tentang upaya rehidrasi dan peran
diharapkan dari keluarga dalam keluarga dalam pelaksanaan terpi
pemeliharan patensi pemberian rehidrasi.
infus/selang sonde.
 Kaji perkembangan keadaan  Menilai perkembangan masalah klien
dehidarasi klien.
 Hitung balans cairan.  Penting untuk menetapkan program
rehidrasi selanjutnya.

Dx III: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak
adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).
Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria:
-          Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
-          Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.

INTERVENSI RASIONAL
 Ajarkan kepada orang tua tentang standar  Meningkatkan pengetahuan keluarga
pertumbuhan fisik dan tugas-tugas tentang keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan sesuai usia anak. perkembangan anak.
 Lakukan pemberian makanan/ minuman  Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi
sesuai program terapi diet pemulihan. diprogramkan secara bertahap sesuai
dengan kebutuhan anak dan kemampuan
toleransi sistem pencernaan.
 Lakukan pengukuran antropo-metrik  Menilai perkembangan masalah klien.
secara berkala.
 Lakukan stimulasi tingkat perkembangan  Stimulasi diperlukan untuk mengejar
sesuai dengan usia klien.
 Lakukan rujukan ke lembaga pendukung keterlambatan perkembangan anak dalam
stimulasi pertumbuhan dan aspek motorik, bahasa dan
perkembangan (Puskesmas/Posyandu) personal/sosial.
 5. Mempertahankan kesinambungan
program stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan
memberdayakan sistem pendukung yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-anak-marasmus.html

http://ads.masbuchin.com/search/askep+asuhan+keperawatan+marasmus

Betz, L & Linda S, 2002, Buku saku peditrik, Alih bahasa monica ester edisi 8, jakarta, EGC

Nuchsan .A, 2002, Penatalaksanaan Busung lapar pada balita, Cermin Dunia Kedokteran no.
134, 2002 : 10-11

Wong, L. D & Whaleys, 2004, Pedoman klinis asuhan keperawatan anak, alih bahasa monica
ester, Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai